KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pembuatan Ekstrak Serai Wangi Sebagai Pestisida Nabati

Diposting     Senin, 30 Oktober 2023 10:10 am    Oleh    perlindungan



A. Latar Belakang

Tanaman serai wangi terutama pada batang dan daunnya mengandung zat-zat seperti geraniol, metil heptenon, terpen-terpen, terpen alkohol, asam-asam organik dan terutama sitronelal yang bisa dimanfaatkan sebagai penghalau nyamuk. Penelitian tentang manfaat tanaman serai wangi terus dilakukan dan dikembangkan seiring membangun kesadaran masyarakat untuk beralih natural. Khoirotunnisa (2008) menyatakan bahwa serai wangi adalah salah satu tanaman obat tradisional yang mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai anti jamur utamanya terhadap jamur Malassezia furfur (jamur penyebab penyakit kulit panu) secara invitro dan sebagai penghalau nyamuk Aedes. Berdasarkan laporan bahwa pada konsentrasi 4,4% ekstrak serai wangi efektif membunuh 90% larva Aedes aegypti.

Tanaman serai wangi termasuk divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Poaceae, genus Cymbopogan, spesies Cymbopogan nardus L. Akar tanaman serai wangi memiliki akar yang besar, akarnya merupakan jenis akar serabut yang berimpang pendek. Batang tanaman serai wangi bergerombol dan berumbi, serta lunak dan berongga. Isi batangnya merupakan pelepah umbi untuk pucuk dan berwarna putih kekuningan. Namun ada juga yang berwarna putih keunguan atau kemerahan. Selain itu, batang tanaman serai wangi juga bersifat kaku dan mudah patah. Batang tanaman ini tumbuh tegak lurus di atas tanah. Serai memiliki tipe daun tunggal, lengkap dan pelepah daunnya silindris,gundul, seringkali bagian permukaan dalam berwarna merah, ujung berlidah (ligula), helaian daunnya lebih dari separuh yang menggantung dan bila diremas remasan tersebut berbau aromatik. Daunnya kesat, panjang dan runcing. Tulang daun tanaman serai tersusun sejajar. Panjang daun sekitar 50-100 cm, sedangkan lebarnya kira-kira 2 cm.

Gambar 1. a) akar, b) batang, c) daun serai wangi
Sumber : Risnawati, 2019

Keuntungan menggunakan ekstrak serai wangi sebagai berikut: i) merupakan bahan alami yang mudah terurai sehingga aman terhadap lingkungan dan produk pertanian, ii) memiliki harga yang relatif lebih murah dibanding dengan bahan pestisida sintetik, dan iii) aplikasi yang relatif mudah sehingga dapat dilakukan oleh setiap orang. Pestisida organik ekstrak/minyak atsiri serai wangi memiliki kandungan senyawa aktif dipentena, farnesol, geraniol, mirsena, metal heptenol, sitronella, nerol dan sitral. Kandungan senyawa aktif tanaman serai dapat mengendalikan hama tanaman termasuk: kepik cokelat, kutu tanaman dan beberapa serangga Tribolium sp, Sitophilus sp, Callosobruchus sp, nematoda Meloidogyne sp, dan jamur Pseudomonas sp.

B. Alat dan Bahan

Alat yang di gunakan untuk pembuatan pestisida organik adalah pisau, penumbuk (mortar), panci ukuran 3 liter, kompor, jerigen air ukuran 2,5 liter, timbangan analitik, gelas ukur, saringan, handsprayer, kamera, alat tulis, kalkulator, dan komputer. Bahan percobaan adalah tanaman cabe dan hama kutu daun cokelat. Sedangkan bahan yang diperlukan untuk pembuatan pestisida organik adalah batang serai wangi dan air bersih.

C. Pembuatan Pestisida Organik

Pembuatan pestisida organik berbahan baku batang serai wangi adalah dengan langkah sebagai berikut:

a. Siapkan batang serai wangi segar yang sudah dibersihkan dari daun, kemudian ditimbang sebanyak 100 g.

b. Batang serai wangi segar lalu dibasuh menggunakan air mengalir dengan tujuan untuk membersihkan kotoran yang ada di batang serai wangi tersebut.

c. Batang serai wangi yang segar dan bersih tersebut kemudian ditumbuk.

d. Siapkan panci kemudian diisi air bersih sebanyak 2.000 ml dan dimasukkan batang serai wangi yang segar, bersih dan sudah ditumbuk tersebut.

e. Rebus serai wangi tersebut hingga mendidih (40 menit), dan dalam proses perebusan dilakukan aduk-aduk serai wangi tersebut sampai serai wangi mengeluarkan minyak atsirinya.

f. Dinginkan serai wangi tersebut lalu dimasukkan air rebusan serai wangi beserta serainya ke dalam jerigen air.

g. Dilakukan inkubasi air rebusan batang serai wangi tersebut selama 24 jam sebagai ekstrak serai wangi dan disebut dengan pestisida organik.

Gambar 2. Ekstrak serai wangi selesai diproses yang dimasukkan kedalam jerigen (kiri) dan ekstrak serai wangi siap diaplikasikan (kanan)
Sumber : Arfianto, 2016

D. Aplikasi Pestisida Organik

Pengaplikasian pestisida organik ekstrak serai wangi untuk mengendalikan hama kutu daun cokelat pada tanaman cabe dilakukan sebagai berikut:

a. Mengambil ekstrak serai wangi sebagai pestisida organik dengan cara larutan ekstrak disaring dari jerigen dan diukur menggunakan gelas ukur.

b. Membuat konsentrasi larutan pestisida organik dengan konsentrasi 75 ml ekstrak serai wangi ditambah air bersih 100 ml.

c. Menyemprotkan pestisida organik ekstrak serai wangi seminggu sekali selama 3 (tiga) minggu berturut-turut menggunakan hand sprayer yang dilakukan pada pagi.

Oleh: Alimin, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Arfianto, Fahruddin. 2016. Pengendalian Hama Kutu Daun Coklat Pada Tanaman Cabe Mengggunakan Pestisida Organik Ekstrak Serai Wangi (The Control of Brown Leaves (Toxoprera citricidus Kirk) on Chili (Capsicum annum L.) by Using Organic Pesticide Citronella Extract (Cymbopogon nardus L.). Agrotek, Faperta. Univ. Muhammadiyah Palangkaraya.

Aulung A., Sri R., dan Anggitia N. H. 2014. Pengaruh Ekstrak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) terhadap Kematian Larva Aedes aegypti. Fakutas Kedokteran, UPN . Jakarta.

Risnawati. 2019. Pengaruh Ekstrak Serai Wangi (Cymbopogon Nardus) terhadap Daya Tarik Lalat Buah Jantan Bactrocera spp. (Diptera: Tephritidae) di Perkebunan Cabai Muaro Jambi. Prog. Studi Biologi. Faperta, UIN Sulthan Thaha Saifuddin.  Jambi.

Rizal., Molide. 2009. Pemanfaatan Tanaman Atsiri Sebagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor.


Bagikan Artikel Ini  

Pestisida Nabati Sebagai Solusi Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan Ramah Lingkungan

Diposting     Kamis, 29 Desember 2022 01:12 pm    Oleh    perlindungan



Pestisida Nabati sebagai suatu pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan dan bahan organik lainnya yang berkhasiat mengendalikan serangan hama dan penyakit tanaman. Pestisida nabati digolongkan menjadi pestisida alami yang bahan bakunya mudah diperoleh di sekitar kita. Secara global terdapat lebih daru 1500 jenis tumbuhan dan telah dilaporkan dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pestisida nabati. Sedangkan di Indonesia, sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati dan diperkirakan ada 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235 famili. Tanaman yang berpotensi sebagai bahan pestisida memiliki ciri beraroma kuat, rasa yang pahit, tidak disukai serangga hama dan dapat digunakan sebagai tanaman obat. Dalam tulisan ini akan di ulas beberapa tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati.

A. Cara Kerja Pestisida Nabati

Pestisida organik dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal (Pasetriyani, 2009).

Cara kerja pestisida organik sangat spesifik, yaitu :

  • Merusak perkembangan telur, larva dan pupa
  • Menghambat pergantian kulit
  • Mengganggu komunikasi serangga
  • Menyebabkan serangga menolak makan
  • Menghambat reproduksi serangga betina
  • Mengurangi nafsu makan
  • Memblokir kemampuan makan serangga
  • Mengusir serangga
  • Dapat menghambat perkembangan patogen penyakit

B. Jenis – jenis Pestisida Nabati

Pestisida Nabati ada yang bersifat sebagai insektisida nabati dan Fungisida Nabati. Insektisida Nabati ialah setiap bahan kimia (metabolit sekunder) tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi, baik fisiologi maupun tingkah laku pada serangga hama dan memenuhi syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama.

Keuntungan Menggunakan Pestisida Nabati :

  1. Dapat menciptakan lingkungan yang aman dari bahan kimia dan menghasilkan produk segar utama juga produk turunan dari komoditas perkebunan yang sehat dan aman untuk di konsumsi
  2. Aman bagi manusia, hewan karena bahan aktif yang digunakan mudah terurai di alam (biodegradable)
  3. Tidak menyebabkan residu dan aman cemaran di air dan tanah
  4. Pemakaian dengan dosis tinggi sekalipun masih relatif aman
  5. Tidak mudah menyebabkan resistensi hama
  6. Kesehatan tanah lebih terjaga dan dapat meningkatkan bahan organik tanah
  7. Keberadaan musuh alami dapat dipertahankan

Jenis pestisida nabati ini residunya mudah terurai (biodegradable) di alam dan mudah hilang serta dapat dibuat dengan biaya yang murah sehingga tidak mencemari lingkungan serta relatif aman bagi manusia dan hewan ternak (Kardinan, 2008). Pestisida ini berbahan aktif tunggal dan majemuk dapat berfungsi sebagai penghambat nafsu makan (anti feedant), penolak (repellent), penarik (atractant), menghambat perkembangan, menurunkan keperidian, pengaruh langsung sebagai racun dan mencegah peletakkan telur. Di alam terdapat lebih dari 1000 spesies tumbuhan yang mengandung insektisida lebih dari 380 spp (zoologi dan botani) mengandung zat pencegah makan (antifeedant), lebih dari 270 spp mengandung zat penolak (repellent), lebih dari 35 spp mengandung akarisida dan lebih dari 30 spp mengandung zat penghambat pertumbuhan (Susetyo et al.,2008).  

Beberapa jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati :

1. Tembakau (Nicotiana tabacum)

  • Mengandung nikotin (racun syaraf)
  • Efektif terhadap berbagai jenis serangga
  • Bersifat racun bagi manusia

2. Piretrum (Tanacetum cinerariifolium)

  • Mengandung Piretrin, Sinerin, dan Jasmolin yang bersifat racun syaraf
  • Efektif terhadap berbagai jenis serangga
  • Aman bagi hewan menyusui
  • Bersifat racun terhadap ikan

3. Tuba (Derris elliptica)

  • Mengandung Rotenon, Deguelin, Tefrosin yang merupakan racun respirasi sel
  • Efektif terhadap berbagai jenis berbagai jenis serangga
  • Beracun terhadap ikan

4. Mimba (Azadirachta indica)

  • Mengandung senyawa aktif azadiracthin, meliantriol dan salanin
  • Efektif sebagai antifeedant bagi serangga dan mencegah serangga mendekati tanaman (repellent) yang bersifat sistemik.
  • Memiliki spectrum yang luas, efektif untuk mengendalikan serangga bertubuh lunak (200 spesies) dan juga dapat mengendalikan jamur (fungisida) pada tahap preventif.

5. Babadotan (Ageratum conyzoides L.)

  • Mengandung bahan aktif adalah alkaloid, saponin, flavonoid
  • Bagian daun mempunyai sifat bioaktifitas sebagai insektisida, antinematoda, antibaketrial dan dapat digunakan sebagai penghambat perkembangan organisme. Berikut adalah tabel percobaan mengenai ekstrak babandotan dalam pengendalian hama Ulat Api (Setothosea asigna).

6. Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urb)

  • Mengandung rotenone dan pachyrizid
  • Merupakan racun penghambat metabolisme dan sistem syaraf yang bekerja perlahan, penghambat majan (antifeedant)

7. Sambiloto (Andrographis paniculata)

  • Mengandung senyawa andrographolide, saponin, flavonoid, alkaloid, tannin, lactone, panikulin, kalmegin dan hablur kuning
  • Cara kerjanya dengan bersifat penolak (repellent)

8. Serai Wangi (Cymbopogon nardus (L).)

  • Mengandung minyak atsiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol dan dipentena. Kandungan yang paling besar adalah sitronela yaitu sebesar 35% dan graniol sebesar 35 – 40%
  • Mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant), penolak (repellent) dan bersifat insektisida, bakterisida dan nematisida

9. Sirih (Piper betle)

  • Senyawa yang terkandung dalam sirih antara lain minyak atsiri (eugenol, methyl eugenol, karvakrol, kavikol, alil katekol, kavibetol, sineol, estragol), karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, tannin, gula, pati dan asam amino.
  • Bersifat insektisida

10. Sirsak (Annona muricata)

  • Senyawa yang terkandung dalam sirsak antara lain senyawa tannin, fitosterol, ca-oksalat, dan alkaloid murisine
  • Bersifat sebagai insektisida, racun kontak, repellent dan penghambat makan (antifeedant).

Penulis : Indriana Saraswati dan Nilam Sari Sardjono

Daftar acuan :

Kardinan A. 2008. Pengembangan Kearifan Lokal Pestisida Nabati. Jakarta : Sinar Tani

Pasetriyani, (2010). Pengendalian Hama Tanaman Sayuran Dengan Cara Murah, Mudah, Efektif Dan Ramah Lingkungan. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. (2)1: 34-42.

Susetyo, T. Ruswandi dan Etty Purwanti, 2008. Teknologi Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Ramah Lingkungan, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Jakarta, 83 halaman.


Bagikan Artikel Ini  

Mengenal Pestisida Nabati, Alternatif Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Diposting     Selasa, 20 Desember 2022 10:12 am    Oleh    perlindungan



Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah hilangnya produksi pada budidaya tanaman karena serangan OPT. Perlindungan tanaman bertujuan untuk menjaga produksi pada taraf optimal. Untuk mengendalikan OPT, pekebun umumnya masih mengandalkan penggunaan pestisida sintetik kimia. Penggunaan pestisida sintetik kimia yang tidak bijaksana dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, contohnya seperti: timbulnya resistensi OPT, resurjensi OPT, residu pestisida, kesehatan manusia, hingga masalah lingkungan.

Undang-undang No. 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan mengarahkan semua usaha tani untuk mengimplementasikan sistem pengelolaan hama terpadu (PHT) serta penanganan dampak perubahan ikllim. Sistem PHT mengintegrasikan berbagai strategi pengendalian yang tepat dan umumnya berfokus pada pendekatan ekologi terhadap kesehatan ekosistem. Salah satu metode pengendalian yang dapat digunakan dalam mendukung penerapan sistem PHT adalah menggunakan pestisida nabati.

Pestisida nabati merupakan jenis pestisida yang memanfaatkan kandungan bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan untuk mengendalikan OPT (Saenong, 2016). Bahan aktif yang digunakan adalah produk metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan. Metabolit sekunder adalah senyawa pelengkap bagi pertumbuhan organisme yang dihasilkan hanya pada saat dibutuhkan atau pada fase tertentu. Umumnya metabolit sekunder digunakan untuk berinteraksi dan berkompetisi serta bertahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti mengatasi serangan OPT (Verpoorte, 2000; Kardinan, 2011). Jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati cukup beragam. Contoh tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pestisida nabati di Indonesia adalah Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) (Rahmawati, dkk, 2019) dan Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) (Dalimunthe¸ dkk, 2016).

Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan tumbuhan yang dikenal sebagai penghasil minyak nabati yang berasal dari kepulauan Filipina (IUCN, 1998). Minyak pada kemiri sunan terdapat pada bagian daging biji atau kernel. Bagian tersebut apabila diekstrak akan menghasilkan minyak kasar dengan rendemen berkisar 45-50%. Selain itu, di dalam minyak kemiri sunan juga mengandung 50% α-oleostearat yang bersifat racun, sehingga berpotensi sebagai pestisida nabati (Herman, dkk, 2013). Minyak kemiri sunan mengandung beberapa senyawa kimia seperti saponin, alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpenoid, dan glikosida yang dipercaya dapat mempengaruhi tingkah laku dan fisiologi serangga, sehingga berpotensi sebagai bahan aktif pada pestisida nabati (Soesanthy & Samsudin, 2013). Penelitian efikasi pestisida nabati minyak kemiri sunan untuk mengendalikan hama penggerek buah kopi yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk (2019) menunjukkan konsentrasi minyak kemiri sunan 8% merupakan konsentrasi paling efektif dalam mengendalikan hama penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei Ferr.

Gambar 1. Tandan Buah Kemiri Sunan
[Sumber : M. Herman 2013]

Bangun-bangun (Coleus amboinicus) adalah tumbuhan herba dari famili Lamiaceae (mint). Ciri khas tumbuhan dari famili ini umumnya adalah bagian daun dan batangnya akan menimbulkan bau yang kuat, sehingga tumbuhan ini dimanfaatkan sebagai rempah dalam masakan (National Parks Flora Fauna Web, 2022).  Bangun-bangun memiliki beberapa kandungan senyawa hasil metabolit sekunder, yaitu flavonoid, glikosida, dan saponin (Dalimunthe¸ dkk, 2016). Saponin dapat dimanfaatkan sebagai antijamur. Mekanisme kerja saponin dalam menghambat pertumbuhan jamur, yaitu dengan cara merusak membran sel. Kerusakan membran sel menyebabkan kebocoran sel sehingga beberapa komponen penting pada sel seperti protein, nukleotida, dan asam nukleat keluar dan memicu kematian sel (Yuliana, dkk, 2015). Flavonoid yang terkandung pada Bangun-bangun juga dapat bersinergi dengan Saponin sebagai anti jamur. Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga mengganggu proses metabolisme jamur (Dalimunthe¸ dkk, 2016). Penelitian uji identifikasi dan metabolit sekunder Bangun-bangun terhadap penyakit Jamur Akar Putih di Laboratorium yang dilakukan oleh Dalimunthe¸ dkk (2016) menunjukkan ekstrak akar Bangun-bangun dengan dosis 10% dengan menggunakan pelarut aseton mampu menghambat pertumbuhan Jamur Akar Putih sebesar 98,46%.

Gambar 2. Bangun-Bangun
[Sumber : National Parks Flora Fauna Web 2022]

Sebagai salah satu negara biodiversitas, Indonesia memliki potensi untuk pengembangan pestisida nabati seiring dengan kesadaran dan kebutuhan masyarakat terhadap produk pertanian yang sehat. Namun, bagai dua sisi koin, pestisida nabati pun juga memiliki beberapa kendala dalam penerapannya diantaranya, yaitu :

  1. Kandungan bahan aktif yang mudah terurai di alam sehingga aplikasinya perlu dilakukan berulang dan lebih sering dibandingkan pestisida sintetik kimia.
  2. Jumlah bahan baku yang diperlukan lebih banyak sehingga ketersediaan pestisida nabati terbatas.
  3. Kemampuan dalam mengendalikan OPT tidak secara langsung mematikan dan perlu waktu lebih lama sehingga mengurangi minat penggunaan oleh petani.

Beberapa kendala penggunaan pestisida nabati yang telah disebutkan memerlukan solusi agar pemanfaatan pestisida nabati dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat luas dan dapat mengurangi cemaran agrokimia pada lingkungan. Selain itu, pemenuhan standar mutu menjadi hal yang perlu diperhatikan sebab menilik pasal 76 ayat 2, 3, dan 4 undang-undang No. 22 tahun 2019, pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, diberi label, serta aman bagi manusia dan lingkungan hidup. Pengelolaan pestisida, termasuk didalamnya pendaftaran dan perizinan pestisida diatur oleh Menteri Pertanian. Menteri Pertanian diberikan mandat sebagai otoritas koordinator untuk pendaftaran semua jenis pestisida termasuk yang digunakan di sektor-sektor lain (Sutriadi, dkk, 2019).

Penulis: Reno Agassi & Eva Lizarmi

DAFTAR REFERENSI

Dalimunthe, C. I., Yan. R. V. S., Mochlisin. A., Tumpal. H. S. S., Hilda. S. D & Diana. A. B. 2016. Identifikasi dan Uji Metabolit Sekunder Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) Terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium. Jurnal Penelitian Karet 32 (4): 189—200.

Herman, M., M. Syakir., Dibyo, P., Saefudin & Sumanto. 2013. Kemiri Sunan (Reutalis trisperma (Blanco) Airy Shaw) Tanaman Penghasil Minyak Nabati dan Konservasi Lahan. IAARD Press. Jakarta: vii+91 hlm.

National Parks Flora Fauna Web. 2022. Coleus amboinicus Lour. https://www.nparks.gov.sg/florafaunaweb/flora/3/7/3717. Diakses pada 8 Desember 2022 pk. 8.37 WIB.

Kardinan, A. 2011. Penggunaan Pestisida Nabati Sebagai Kearifan Lokal Dalam Pengendalian Hama Tanaman Menuju Sistem Pertanian Organik. Pengembangan Inovasi Pertanian 4 (4): 262—278.

Rahmawati, E., Ida. H., Fittri. K & Gusti. I. 2019. Efikasi Pestisida Nabati Minyak Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) Untuk Mengendalikan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferrari. Media Pertanian 4 (2): 81—87.

Republik Indonesia. 2019. Undang-Undang No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Saenong, M. S. 2016. Tumbuhan Indonesia Potensial Sebagai Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Hama Kumbang Bubuk Jagung (Sitophilus spp.). Jurnal Litbang Pertanian 35 (3): 131—142.

Soesanthy, F & Samsudin. 2013. Peranan Ekstrak Babadotan Dan Bawang Putih Serta Minyak Kemiri Sunan Terhadap Serangan Penggerek Buah Kakao. Buletin RISTRI 4 (2): 157—164.

Sutriadi, M. T., Elisabeth, S. H., Sri, W & Anicetus, W. 2019. Pestisida Nabati: Prospek Pengendali Hama Ramah Lingkungan. Jurnal Sumberdaya Lahan 13 (2): 89—101.

The IUCN Red List of Threatened Species. 1998. Baguilimbang: Reutealis trisperma. https://www.iucnredlist.org/species/33898/9813551. Diakses pada 30 Oktober 2022 pk. 13.37 WIB.

Verpoorte R. 2000. Secondary Metabolism. In: Verpoorte R., Alfermann A.W. (eds) Metabolic Engineering of Plant Secondary Metabolism. Springer, Dordrecht.

Yuliana, S. R. I., Michael. A. L & P. S. Anindita. 2015. Uji Daya Hambat Senyawa Saponin Batang Pisang (Musa paradisiaca) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Jurnal e-Gigi (eG) 3 (2): 616—620.


Bagikan Artikel Ini  

Pestisida Nabati : Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata Linn.) Dapat Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Pada Tanaman Tembakau

Diposting     Senin, 12 Desember 2022 09:12 am    Oleh    perlindungan



Indonesia merupakan salah satu penghasil tembakau dengan mutu yang terbaik. Dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman tembakau, masih terkendala oleh adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).  Gangguan OPT tersebut dapat menimbulkan kerusakan berarti yang pada akhirnya menimbulkan kerugian hasil dan pendapatan petani.

Gambar 1. Gejala serangan S. litura
Sumber : Ditlinbun

Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan produksi, produktivitas dan mutu tembakau akibat adanya serangan OPT yaitu hama ulat Spodoptera litura atau dikenal dengan nama ulat grayak. Ulat grayak merupakan salah satu jenis hama pemakan daun yang sangat penting Ulat grayak menyerang tanaman tembakau yang baru ditanam sampai tanaman tua.. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 80% sehingga perlu pengendalian yang tepat.

Gambar 2. a) Kelompok telur, b) Larva, c) Pupa, dan d) Imago S. litura

Telur biasanya diletakkan di bawah permukaan bawah daun secara berkelompok berkisar 4-8 kelompok. Jumlah telur setiap kelompok antara 30-100 butir. Telur tersebut ditutupi dengan bulu-bulu berwarna coklat keemasan. Diameter telur 0,3 mm sedangkan lama stadia telur berkisar antara 3-4. Larva mengalami perkembangan sebanyak 6 instar dan berlangsung selama 20 – 46 hari. Instar 1− 2 berwarna bening, mulai instar ke -3 berwarna hijau gelap dengan garis punggung berwarna gelap memanjang. Larva instar 4−6 pada bagian dorsal terdapat sepasang spot berbentuk bulan sabit di setiap ruas tubuhnya. Pada sisi samping terdapat garis gelap dan terang. Setelah masa larva berakhir, selanjutnya masuk pada fase pupa yang berlangsung selama 7 − 10 hari. Pupa ini berwarna merah kecokelatan, panjang tubuh 15−20 mm, berada di dalam tanah sekitar tanaman terserang. Imago berupa ngengat dengan panjang tubuh 15 − 20 mm dan ditutupi sisik berwarna abu-abu kecokelatan. Bentang sayap berkisar 30−38 mm, sayap depan berwarna cokelat atau keperakan, sedang sayap belakang berwarna keputihan dengan noda hitam. Setiap induk dapat menghasilkan telur lebih dari 2.000 butir dalam waktu sekitar 6−8 hari. Siklus hidup hama ini berkisar 30−61 hari.

Pengendalian hama tembakau yang umum dilakukan adalah dengan menyemprotkan pestisida kimia sintesis pada tanaman. Penggunaan pestisida kimia sintesis selain harganya mahal juga berbahaya bagi lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkannya antara lain: hama menjadi kebal (resistensi), peledakan hama baru (resurjensi), terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia, kecelakaan bagi pengguna bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global atau yang bisa disebut global warming dan penipisan lapisan ozon. Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. World Health Organization (WHO)  dan program lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang meninggal setiap tahunnya.

Berdasarkan kasus tersebut, untuk itu perlu alternatif penggunaan pestisida kimia sintesis dalam mengendalikan serangan akibat hama ulat grayak.  Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan pestisida nabati seperti ekstrak biji sirsak (Annona muricata Linn.).

Gambar 3. Biji Sirsak
Sumber : FMIPA UNY

Menurut Peneliti FMIPA UNY bahwa biji sirsak mengandung anomuricin, annonacin, anomurine, atherospermine, caclourine, cohibin, panatellin, xylomaticon, reticuline, sabadelin, dan solamin. Dengan adanya kandungan zat tersebut maka biji sirsak dapat digunakan sebagai cairan insektisida dan larvasida yang dapat berperan sebagai cairan penolak serangga dan juga sebagai racun kontak dan perut serangga.

Ekstrak biji sirsak merupakan salah satu pestisida nabati yang memiliki kelebihan antara lain: degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari; toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia dan lingkungan; memiliki spektrum pengendalian yang luas (broad spectrum); tidak bersifat fitotoksisitas (tidak meracuni/merusak tanaman); murah; mudah didapat dan dapat dibuat sendiri oleh petani.

Selain itu biji sirsak memiliki pengaruh yang cepat dalam menghentikan nafsu makan (palatabilitas) serangga tertinggi, yaitu 49,80%, walaupun jarang menyebabkan kematian. Pelarut yang baik  untuk mengekstrak biji sirsak  adalah metanol  dengan penurunan  aktivitas makan rata-rata 41,30% daripada menggunakan pelarut air. Penelitiannya dilakukan di Laboratorium Biopestisida, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor.

a. Cara pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut metanol dan air

  • Pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut metanol
    Biji sirsak segar sebanyak 25 g ditumbuk kemudian diekstrak dengan pelarut metanol sebanyak 100 ml selama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menit dengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan menggunakan freezer dryer hingga volume ± 1 ml. Larutan tersebut kemudian diencerkan menggunakan akuades menjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siap digunakan untuk perlakuan.
  • Pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut air
    Biji sirsak segar sebanyak 100 g ditumbuk kemudian diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/ blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama 24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan selanjutnya larutan siap digunakan sebagai perlakuan.

b. Aplikasi di lapangan

Ekstrak biji sirsak ini efektif untuk mengendalikan serangga seperti ulat grayak pada tanaman tembakau. Selain itu juga dapat mengendalikan hama lainnya seperti kutu kapas (Aphis gosypii), lalat buah (Drosophila melanogaster), serta dapat mengendalikan nyamuk penyebab demam berdarah pada manusia (Aedes aegypti).  Ekstrak biji sirsak yang telah diberi pelarut dan disaring selanjutnya dilakukan penyemprotan.

Penulis : Alimin, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Balittas.  2011.  Monograf: Tembakau Virginia. Dept. Hutbun. Malang.

Batubara, R. dan Afifuddin D.  2015.  Pengendalian Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabaccum) dengan Pestisida Nabati dari Kulit Kayu Mindi (Melia azedarach). Biofarmasi Vol. 14, No. 1, pp. 33-37 ISSN: 1693-2242 Februari 2016.

Deflianto.  2020.  Pengenalan Ulat Grayak Spodoptera Litura. Internet: https://cybex.pertanian.go.id.  Diakses tanggal 18 November 2022.

Setyaningsih R.B. dan Alimin.  2015. Buku Saku: Pengendalian OPT Penting Tanaman Tembakau. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Ditjenbun. Jakarta.

Tohir, A.M.  2010.  Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Pestisida Nabati untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (S. litura).  Buletin Teknik Pertanian Vol.15, No.1, 2010: 37-40.  Bogor.


Bagikan Artikel Ini  

Metabolit Sekunder Dialil Sulfida Pada Bawang Putih (Alium sativum)

Diposting     Jumat, 09 Desember 2022 11:12 am    Oleh    perlindungan



Metabolisme merupakan seluruh perubahan kimia yang terjadi dalam sel hidup yang meliputi pembentukan dan penguraian senyawaan kimia. Metabolisme primer dalam suatu tumbuhan meliputi seluruh jalur metabolisme yang sangat penting kemampuan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Metabolit primer merupakan senyawa yang secara langsung terlibat dalam pertumbuhan suatu tumbuhan, sedangkan metabolit sekunder adalah senyawa yang dihasilkan dalam jalur metabolisme lain yang walaupun dibutuhkan tapi dianggap tidak penting peranannya dalam pertumbuhan suatu tumbuhan.

Meskipun demikian, keberadaan metabolit sekunder ini sangat penting bagi tumbuhan untuk dapat mempertahankan dirinya dari makhluk hidup lainnya, mengundang kehadiran serangga untuk membantu penyerbukan dan lain-lain. Metabolit sekunder juga memiliki manfaat bagi makhluk hidup lain. Senyawa khusus dari metabolisme sekunder sangat penting untuk berkomunikasi dengan organisme lain secara mutualisme (misalnya penarik organisme menguntungkan seperti penyerbuk) atau interaksi antagonis (misalnya pencegah terhadap herbivora dan mikroba patogen).

Gambar 1. Struktur Kimia Senyawa Dialil sulfida

Bawang putih merupakan salah satu jenis tanaman berumbi yang memiliki banyak kegunaan. Umbi bawang putih mengandung banyak zat-zat yang mengandung komponen sulfida, yang memiliki potensi sebagai antimikroba. Komponen sulfida pada bawang putih adalah allisin, diallil disulfida, diallil trisulfida, dan metil allil trisulfida.  Dialil disulfida (DADS atau 4,5-dithia-1,7-oktadiena) adalah suatu senyawa organosulfur yang terdapat pada bawang putih dan beberapa tumbuhan dari genus Allium lainnya. Terdapat bersama dialil trisulfida dan dialil tetrasulfida, DADS adalah salah satu komponen utama dari minyak atsiri bawang putih. Kegunaan dari diallil disulfida antara lain dapat membantu mengatur kadar glukosa dalam darah, sebagai antimikroba, digunakan untuk campuran dalam insektisida dan larvasida untuk membunuh hama dan larva yang mengganggu tanaman (Yuniastuti, 2006).

DADS terpisah dari minyak esensial bawang putih menunjukkan aktivitas antifungal terhadap beberapa jamur (Candida albicans, Candida tropicalis dan Blastoschizomyces capitatus). Selain itu, saponin yang diekstraksi dari Allium sativum menunjukkan aktivitas antijamur terhadap Botrytis cinerea dan Trichoderma harzianum (Diana, 2016). Laporan sebelumnya telah menunjukkan aktivitas antijamur allicin, senyawa yang ada dalam minyak esensial Allium sativum, in vitro melawan Aspergillus, Trichophyton dan Candida spp.

Selain itu, DADS yang diformulasikan dalam bentuk emulsi dapat berfungsi menghambat perkembangan uredospora patogen penyebab karat daun kopi (Hemileia vastatrix) dan spora Ceratobasidium theobromae patogen penyebab Penyakit Pembuluh Kayu Vascular streak dieback (VSD). Hal ini dibuktikan dari penurunan intensitas serangan karat daun kopi di Provinsi Jambi sebesar 46% dan di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 84%. Selain itu terdapat pula penurunan intensitas serangan VSD sebesar 68% di Provinsi Sulawesi Selatan dan 70% di Provinsi Sulawesi Tengah (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2022).

Gambar 2. Pembuatan Pestisida Nabati dari Bawang Putih (Allium sativum)

Berikut cara membuat metabolit sekunder diallil sulfida secara sederhana yang akan digunakan sebagai pestisida nabati.

Bahan-bahan:
100 gram bawang putih;
0.5 liter air;
10 gram sabun;
Dua sendok teh minyak mineral;

Cara Membuat:
Bawang putih digerus dan dicampur minyak mineral, dibiarkan selama 24 jam. Larutkan sabun dalam air, kemudian campur rata dengan larutan minyak mineral yang sudah dibuat tadi, kemudian disaring dengan kain halus. Cara aplikasinya yaitu: setiap satu bagian campuran ini dilarutkan kedalam 20 bagian air. Campuran ini dapat efektif untuk beberapa jenis hama dan cendawan.

Penggunaan bawang putih sebagai pestisida nabati berperan penting dalam memajukan pertanian yang mengandalkan teknologi hayati. Jenis pestisida ini mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan hewan. Oleh karena itu, aplikasi pestisida nabati juga dapat mengamankan produk ekspor hasil pertanian (Margino dan Mangoendihardjo, 2002).

Beberapa kelemahan bawang putih sebagai pestisida nabati diantaranya yaitu: proses pembuatan yang cukup lama; beberapa bahan nabati yang terbukti efektif secara in vitro seringkali kurang efektif di lapangan, sehingga perlu diperkuat dengan bahan-bahan tambahan lain seperti larutan penyangga/buffer; dan penggunaannya masih dengan cara trial and error. Diharapkan kedepannya ada standarisasi kandungan, metode serta dosis untuk kandungan bahan aktif di pestisida nabati agar lebih efektif dan tepat sasaran (Martono, 2022).

Penulis: Annisa Balqis, Andi Asjayani, Rony Novianto

DAFTAR PUSTAKA

Diana, K. 2016. Uji Aktivitas Antijamur Infusa Umbi Bawang Putih (Allium Sativum L.) Terhadap Candida Albicans Serta Profil Kromatografinya. GALENIKA Journal of Pharmacy. 2 (1) : 49 – 58

Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2022. Data Pengamatan Pengendalian OPT dengan Pestisida Nabati . Jakarta. 2022.

Yuniastuti, K. 2006. Ekstraksi dan Identifikasi Komponen Sulfida Pada Bawang Putih ( Allium sativum ). Universitas Negeri Semarang.

Martono, E. 2022. Pestisida Nabati untuk Wereng Batang Cokelat. Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Tanaman Pangan Episode 728. Jakarta: 14 November 2022. Margino, S. dan Mangoendihardjo, S. 2002. Pemanfaatan Keanekaragaman hayati untuk Biopestisida di Indonesia. Dalam Kumpulan Makalah Lokakarya Pemanfaatan


Bagikan Artikel Ini  

Pengendalian OPT Lada Dengan Pestisida Nabati di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Diposting     Kamis, 03 November 2022 01:11 pm    Oleh    perlindungan



Gambar 1. Kegiatan Penerapan PHT Lada di Kab. Bangka

Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman perkebunan khususnya komoditi lada adalah gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Gangguan OPT yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kehilangan hasil produksi dan apabila terjadi eksplosi (ledakan) OPT dapat mengakibatkan gagal panen. Hal ini perlu diperhatikan oleh para pekebun lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terhadap serangan OPT tersebut. Provinsi yang dulunya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu sentra penghasil lada di Indonesia. Berdasarkan Statistik Perkebunan Unggulan Nasional (angka tetap), pada tahun 2020, luas total tanaman lada adalah 52.192 Ha (luas TBM = 20.986 Ha, luas TM = 27.345 Ha, dan luas TR = 3.861 Ha)  dengan produksi sebesar 32.520 ton dan produktivitas sebesar 1.189 Kg/Ha.  Luas areal tanaman lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tersebar di Kabupaten Bangka (4.164 Ha), Belitung (9.352 Ha), Bangka Barat (6.391 Ha), Bangka Tengah (4.164 Ha), Bangka Selatan (23.124 Ha), dan Belitung Timur (3.799 Ha).

Telah kita ketahui bahwa Kabupaten Bangka  merupakan salah satu sentra penghasil lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan produksi sebesar 2.177 Ton dan Produktivitas sebesar 950 Kg/Ha. Angka produktivitas ini masih rendah bila dibandingkan dengan angka produktivitas di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.  Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produktivitas tersebut adalah adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan seperti: adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan antara lain penyakit busuk pangkal batang (Phytophthora capsici), penyakit kuning (Radophalus similis dan Meloidogyne incognita), jamur pirang (Septobasidium sp.), dan penyakit keriting (pipper yelow mottle virus), serta golongan hama antara lain kepik pengisap buah (Dasynus piperis), penggerek batang/cabang (Lophobaris piperis), dan kepik pengisap  bunga (Diconocoris hewetti). Akibat serangan OPT tersebut, diperkirakan produksi lada menurun sekitar 30-40% dan mutu menjadi rendah sehingga berdampak pada rendahnya harga lada.

Upaya pemerintah dalam mengelola OPT lada diimplementasikan salah satunya melalui program Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT). Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan pada Pasal 48 mengamanatkan bahwa perlindungan pertanian dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) serta  penanganan dampak perubahan iklim, serta pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, petani, pelaku usaha, dan masyarakat. Konsep PHT menekankan bahwa penggunaan pestisida kimia sintetis dilakukan sebagai alternatif pengendalian terakhir jika cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi serangan OPT.

Dalam penerapan PHT, petani perlu dipandu atau dibimbing untuk dapat mengamati, mengidentifikasi, dan menganalisa masalah sehingga dapat mengambil keputusan pengendalian di kebunnya. Oleh karena itu, kegiatan penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) dapat menjadi solusi bagi para petani dan diharapkan mampu menstimulir kelompok tani lainnya secara berkesinambungan.

Pada tahun 2022 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah dialokasikan kegiatan pengendalian OPT tanaman lada dengan pestisida nabati Kabupaten Bangka seluas 100 ha dilaksanankan di Gapoktan/Poktan sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar Gapoktan/poktan Kegiatan Pengendalian OPT Lada dengan Pestisida Nabati di  Kabupaten Bangka

Kunjungan lapang dilaksanakan di Kelompok Tani “Bintang Timur” (Ketua Bapak Mustafa), Desa Penyamun, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka. Pertanaman lada yang dimiliki Bapak Mustafa umumnya ditanam dengan sistem monokultur dan sesekali diselingi dengan tanaman cabai.

Populasi tanaman lada pada umumnya 1.600 pohon/Ha. Tanaman umur 3-4 tahun mampu menghasilkan 1 kg/pohon/tahun lada putih. Harga lada pada bulan Agustus 2022 adalah Rp 80.000,- sampai Rp 90.000,-/kg di tingkat petani. Pada tahun 2015-2016 yang mampu mencapai harga Rp 150.000,-/kg. Pada saat kunjungan, tim UPTD Balai Proteksi Tanaman Provinsi Kepulauan Bangka Belitung serta Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Bangka memanen bersama tanaman cabai.

Gambar 2. Kunjungan ke Poktan Bintang Timur dengan Memanen Bersama Cabai di Sela Tanaman Lada

Dari hasil wawancara dengan beberapa petani, diketahui bahwa selama ini petani  hanya memanfaatkan pupuk anorganik (Urea, NPK) untuk memupuk tanaman lada dan menggunakan pestisida dalam mengendalikan OPT yang ada di kebunnya. Praktek yang salah yang masih dilakukan oleh petani adalah:

  1. Penyemprotan gulma dengan herbisida yang terkadang berlebihan;
  2. Tidak membuat saluran drainase / parit keliling / rorak untuk tanah yang tidak ada tanaman penutup tanahnya (cover crop).

Oleh karena itu disarankan untuk mengurangi penyiangan menggunakan herbisida dengan menanam cover crop Arachis pintoi.  Untuk mencegah penyebaran penyakit dan mencegah air tergenang dapat membuat rorak, parit keliling/parit isolasi.

Minimnya pengetahuan petani untuk mengendalikan OPT dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar kebun serta pemupukan menggunakan kompos, mendorong pemandu lapang untuk melakukan pendampingan secara intensif kepada petani dalam mengelola kebunnya.

Petani sangat antusias dengan kegiatan penerapan pengendalian hama terpadu OPT tanaman cengkeh dengan menggunakan bahan-bahan yang ada disekitar kebun dan diharapkan produksi cengkeh semakin meningkat. Kehadiran petugas lapangan sangat diperlukan untuk mendampingi petani dalam mengelola kebun serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pengendalian OPT.                                

Penulis: Alimin, S.P., M.Sc. dan Romauli Siagian, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Balittro. 2018. Peningkatan Daya Saing Lada (Piper nigrum L.) melalui Budidaya Organik. Perspektif Vol. 17 No.1/Juni 2018, Hlm 26-39. Balittro, Bogor.

Kemendag. 2017. Hari Lada 2017: Momentum Bangkitnya Kejayaan Lada Indonesia. Siaran Pers. Kemendag, Jakarta.

Satistik Bun. 2022.  Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022. Ditjenbun, Kementan.  Jakarta.


Bagikan Artikel Ini  

Pengendalian OPT Kopi dengan Pestisida Nabati di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu

Diposting     Senin, 31 Oktober 2022 10:10 am    Oleh    perlindungan



Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada tanaman perkebunan, khususnya tanaman kopi selain menurunkan produksi, juga dapat menurunkan kualitas sehingga mempengaruhi harga produk. Hal tersebut akan berdampak pada menurunnya pendapatan petani sehinga mengakibatkan kerugian petani yang cukup besar. Penggunan pestisida kimia saat ini sebisa mungkin dihindari sehingga petani dan pelaku usaha tani kopi menggunakan metode yang lebih ramah lingkungan, salah satunya yaitu dengan aplikasi Pestisida Hayati dan Pestisida Nabati (Pesnab).

Gambar 1. Kegiatan Pengendalian OPT Kopi dengan Pesnab di Kec. Tebat Karai Kab. Kepahiang

Salah satu serangan OPT utama penyebab kehilangan hasil perkebunan kopi  yaitu hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei (Ferr.) atau biasa disebut PBKo. Serangga hama ini termasuk ke dalam ordo Coleoptera, dengan morfologi tubuh berwarna hitam kecokelatan dan mengkilap. Hama PBKo menyerang buah kopi yang masih hijau, merah, maupun yang sudah kering hitam. Gejala serangan berupa bekas lubang gerekan pada buah kopi.  Akibat gerekan tersebut biji kopi menjadi berlubang sehingga menurunkan mutu kopi. Kerusakan yang ditimbulkan dapat menurunkan produksi sebesar 10-40%.

Gambar 2. Morfologi Hama PBKo (Hypothenemus hampei (Ferr.))
Gambar 3. Tanda serangan PBKo pada Kopi

Kegiatan pengendalian serangan hama PBKo dengan pestisida nabati  di Kabupaten Kepahiang disertai dengan pemberian bantuan barang berupa pestisida nabati berbahan aktif Azadirachtin dan Eugenol kepada 5 (lima) kelompok tani. Bahan aktif Azadirachtin dapat diekstrak dari daun dan biji mimba (Azadirachta indica A. Juss). Azadirachtin terdiri dari sekitar 17 komponen yang bekerja dengan cara mengganggu hormon eklosi dan juvenile, sehingga proses metamorfosa terganggu dan berpengaruh terhadap reproduksi serangga dewasa.

Total dosis dari aplikasi ke-1 sampai ke-4 pestisida nabati pada tanaman yang terserang hama PBKo adalah sebanyak 20 liter/ha. Interval aplikasi adalah setiap 5 hari sekali, pengamatan dilakukan 5 kali yaitu P0 (pengamatan awal sebelum aplikasi), P1 (pengamatan setelah aplikasi ke-1), P2 (pengamatan setelah aplikasi ke-2), P3 (pengamatan setelah aplikasi ke-3), dan P4 (pengamatan setelah aplikasi ke-4).  Hasil data pengamatan yang diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui efektivitas aplikasi fungisida nabati tersebut terhadap hama PBKo.

Berdasarkan hasil diskusi dengan petani dan petugas Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, hasil aplikasi pestisida nabati tersebut tidak langsung terlihat, namun perlahan-lahan tanaman menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Hal ini karena kandungan di dalam pestisida nabati selain toksin juga terdapat hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Kelompok Tani merasakan manfaat pengendalian OPT dengan pestisida nabati di kebunnya, dan mereka akan tetap melanjutkan pengendalian OPT secara berkelanjutan, sehingga produktivitas tanaman kopi menjadi lebih baik dan kesejahteraan petani meningkat.

Penulis : Annisa Balqis, Andi Asjayani, Rony Novianto

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, A. et.al. Draft Guide to Identification of Coffee Berry borer from similar bark beetles in Papua New Guinea. dikutip dari https://www.ambrosiasymbiosis.org/wp-content/uploads/2016/08/Identification_of_CBB_from_similar_beetles_v0p1_.html, diakses pada 7 Oktober 2022.

Anonim. Pengendalian PBKo Pada Tanaman Kopi Secara Alami. dikutip dari
https://tanilink.com/bacaberita/151/pengendalian-pbko-pada-tanaman-kopi-secara-alami/, diakses pada 10 Oktober 2022.

Kurniawati. Pemanfaatan Ekstrak Mimba Sebagai Pestisida Nabati. https://disbun.jatimprov.go.id/web/baca/pemanfaatanekstrakmimbasebagaipestisidanabati.html, diakses pada 10 Oktober 2022.


Bagikan Artikel Ini  

Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Phytophthora capsici) Pada Lada Dengan Pestisida Nabati di Polewali Mandar, Sulawesi Barat

Diposting     Selasa, 04 Oktober 2022 09:10 am    Oleh    perlindungan



Gambar 1. Koordinasi dengan jajaran Dinas Perkebunan
Provinsi Sulawesi Barat
Sumber, Ditlinbun, 2022

Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman perkebunan adalah gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Gangguan OPT yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kehilangan hasil produksi dan apabila terjadi eksplosi (ledakan) OPT dapat mengakibatkan gagal panen. Oleh karena itu perlindungan tanaman terhadap OPT merupakan bagian penting dalam sistem budidaya tanaman.

Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh OPT. Perlindungan tanaman berazaskan efektivitas, efisiensi, dan keamanan terhadap manusia, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup. Alternatif penggunaan pestisida nabati dalam perlindungan tanaman perkebunan dari serangan penyakit Busuk Pangkal Batang/BPB (Phytophthora capsici) pada lada merupakan cara yang tepat terhadap pengurangan dampak negatif penggunaan pestisida kimiawi.   Hal ini dilakukan karena seiring dengan permintaan konsumen terkait produk-produk perkebunan yang aman bagi kesehatan (bebas residu pestisida kimiawi).  Perlindungan tanaman dengan cara ini merupakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang aman dan ramah lingkungan.

Konsep PHT tertuang dalam  Undang-Undang No. 22 tahun 2019, tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, bahwa pengelolaan sumber daya alam hayati dalam memproduksi komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik dan berkesinambungan dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Artinya penerapan pengendalian OPT yang ramah lingkungan dapat meningkatkan produktivitas tanaman, aman konsumsi, kelestarian lingkungan serta meminimalkan biaya produksi karena berkurangnya penggunaan pestisida kimia.

Dalam mendukung konsep PHT, di Kabupaten Polewali Mandar dilaksanakan kegiatan pestisida nabati penanganan penyakit BPB seluas 100 ha. Luas pertanaman lada di Kabupaten Polewali Mandar seluas 413 Ha dari total seluruh pertanaman lada di Sulawesi Barat yaitu 1.078 ha.  Produksi lada di Kabupaten Polewali Mandar sebesar 237 ton sehingga produktivitasnya sebesar 757 kg/ha.  Angka produktivas ini masih tergolong rendah akibat serangan penyakit BPB setiap tahunnya. Kedua OPT tersebut merupakan OPT endemik khususnya di Kabupaten Polewali Mandar.

Tabel 1. Calon Lahan Kegiatan Pengendalian OPT Lada dengan
Pestisida Nabati di Sulawesi Barat TA. 2022

Gambar 2.  Gejala serangan penyakit BPB pada lada
Sumber: Ditlinbun

Penyakit busuk pangkal batang banyak terjadi pada musim hujan. Serangan pada pangkal batang dapat menyebabkan tanaman layu secara cepat atau mendadak. Pangkal batang yang terserang berwarna hitam, pada keadaan lembab akan mengeluarkan lendir berwarna biru muda. Daun-daun yang layu tetap tergantung sampai menjadi kering kemudian gugur. Serangan P. capsici pada akar menyebabkan tanaman layu secara perlahan, warna daun berubah menjadi kuning dan gugur secara bertahap. Serangan pada daun dapat terjadi di bagian ujung/tepi atau tengah daun berupa bercak khas berwarna hitam dengan bagian tepinya bergerigi membentuk seperti renda.

Kegiatan pestisida nabati penanganan penyakit BPB di Kabupaten Polewali Mandar  adalah diberikannya bantuan barang kepada petani lada berupa fungisida nabati berbahan aktif Diallyl sulfide, Allyl methyl disulfide, Diallyl disulfide, Allyl methyl trisulfide dan Diallyl  trisulfide sebanyak 18 kelompok tani.

Tabel 1.  Spesifikasi Teknis Fungisida Nabati yang Diberikan kepada Petani Lada di Kabupaten Polewali Mandar,  Provinsi Sulawesi Barat

Total dosis dari aplikasi ke-1 sampai ke-4 fungisida nabati pada tanaman yang terserang penyakit BPB adalah sebanyak 9 liter/ha. Pengamatan dilakukan 5 kali yaitu P0 (pengamatan awal sebelum aplikasi), P1 (pengamatan setelah aplikasi ke-1), P2 (pengamatan setelah aplikasi ke-2), P3 (pengamatan setelah aplikasi ke-3), dan P4 (pengamatan setelah aplikasi ke-4).  Hasil data pengamatan yang diperoleh nantinya akan dianalisis apakah aplikasi fungisida nabati tersebut efektif mengendaliakan penyakit BPB atau tidak.

Penulis : Alimin. S.P., M.Sc. dan Esther M. Silitonga, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Ditjenbun.  2022.  Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022.  Ditjenbun.  Jakarta.

Kisworini, I. 2021. Penyakit Busuk pangkal Batang pada Tanaman Lada. Online: https://www.disbun.jatimprov.go.id.  Disbun Prov. Jatim, Surabaya.  Diakses tanggal 12 September 2022.

Setyaningsih, R.B. dkk. 2013. Buku Saku Pengelolaan OPT Utama Tanaman Lada dengan Sistem PHT. Ditlinbun, Ditjenbun, Jakarta.

          


Bagikan Artikel Ini  

Pemasyarakatan Penggunaan Pestisida Nabati Dalam Mendukung Perlindungan Tanaman Perkebunan

Diposting     Rabu, 10 Agustus 2022 09:08 am    Oleh    perlindungan



Gambar 1. Penggunaan Pestisida Nabati di Provinsi Sumatera Selatan

Masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang OPT akan menjadi kendala dalam budidaya tanaman perkebunan. Perlindungan tanaman perkebunan akan selalu menjadi faktor penting dalam kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan. Pengendalian OPT dengan pestisida masih menjadi primadona dalam kegiatan perlindungan tanaman oleh petani. Pestisida kimiawi atau sintetis di lingkungan masyarakat pekebun kopi dan kakao masih sering dipakai. Dampak penggunaan pestisida sintetis yang secara masif selain akan menimbulkan resistensi dan resurgensi OPT, juga berdampak pada keamanan pangan. Salah satu contoh yaitu penolakan atau notifikasi biji kopi asal Indonesia tujuan Jepang karena mengandung residu isoprocarb pada tahun 2021.

Sesuai dengan peraturan pemerintah, kebijakan untuk menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) menekankan pendekatan ekologi dengan memprioritaskan pengendalian yang aman terhadap lingkungan. Pemanfaatan bahan alami seperti dari tumbuhan mempunyai peluang untuk dikembangkan dan dimasyarakatkan kepada petani. Alasan penggunaan bahan dari tumbuhan adalah karena tidak mencemari lingkungan dan dapat dipadukan dengan konsep PHT.

Penggunaan pestisida nabati oleh petani di perkebunan kopi dan kakao hasil bantuan dari Direktorat Perlindungan Perkebunan menjadi angin segar bagi komoditas perkebunan yang diproduksi secara organik. Kehadiran bantuan pestisida nabati disambut gembira oleh petani yang sangat memperhatikan kesehatan dan kelestarian lingkungan serta tidak meninggalkan residu pada produk yang dihasilkan.

Pemanfaatan bahan dari tumbuhan sebagai pestisida nabati pada masa sekarang sudah berkembang. Pengembangan dan produksi pestisida nabati dikemas dan diproduksi secara modern. Salah satunya dengan metode ekstraksi dan penyulingan. Kedua metode tersebut lebih modern dan menghasilkan metabolit sekunder atau kandungan bahan kimia dari tumbuhan yang akan dijadikan bahan pestisida nabati secara optimal.

Beberapa produk pestisida nabati yang telah berhasil diformulasi dan memenuhi standar uji mutu yaitu PESNAB 4 EC dan PESTOR 20,02 EC. Fungisida nabati PESNAB 4 EC adalah fungisida nabati terbuat dari bahan alami (metabolit sekunder) bawang putih dengan kandungan bahan aktif Diallyl sulfide 0,018 g/l, Allyl Methyl disulfide 0,109 g/l, Dially disulfide 1,014 g/, Ally methyl trisulfide 0,101 g/l, Diallyl trisulfide 2,859 g/l. Diformulasikan dalam bentuk emulsi yang akan berfungsi menghambat perkembangan uredospora patogen penyebab karat daun kopi (Hemileia vastatrix) dan spora Ceratobasidium theobromae patogen penyebab Penyakit Pembuluh Kayu Vascular streak dieback (VSD). Insektisida nabati PESTOR 20,02 ECadalah insektisida nabati terbuat dari bahan alami (metabolit tanaman) daun cengkeh dan biji nimba dengan kandungan bahan aktif eugenol 20 g/l dan azadirachtin 0,02 g/l. Bahan aktif ini bersifat kontak untuk mengendalikan Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei), Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella).

Penggunaan pestisida nabati PESNAB dan PESTOR pada tahun 2021 sudah dimanfaatkan oleh petani untuk pengendalian OPT perkebunan seperti hama H. hampei yang menyerang buah kopi, C. cramerella yang menyerang buah kakao dan penyakit H. vastatrix yang menyebabkan karat pada daun kopi, C. theobromae yang menyebabkan klorosis pada daun kakao. Menurut beberapa petani, pestisida nabati PESNAB dan PESTOR mampu menekan perkembangan OPT dan pertumbuhan tanaman menjadi lebih bagus. Sedangkan hasil evaluasi bahan pengendali, yaitu bahan aktif azadirachtin dan eugenol mampu menurunkan intensitas serangan C. cramerella (Bakoh et al., 2022). Aplikasi PESTOR 20.02 EC di Kelompok Tani KWT AYIK BALING Desa Padang Gumay, Kecamatan Gumay Ulu, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan dapat menurunkan tingkat serangan penggerek buah kopi (H. hampei) sebesar 77,35% dan Aplikasi PESNAB 4 EC di Kelompok Tani SUBUR MAKMUR, Desa Datar Lebar, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan dapat menurunkan tingkat serangan karat daun kopi (H. vastatrix) sebesar 58,19%.

Keanekaragaman hayati di Indonesia, terutama tumbuhan yang berpotensi sebagai penghasil pestisida nabati sangat mendukung prospek penggunaan pestisida nabati. Selain itu, dalam perdagangan pasar bebas, persyaratan keamanan pangan terutama dari produk-produk perkebunan bebas dari residu bahan kimia. Oleh karena itu, pestisida nabati yang merupakan salah satu pengendalian hayati berperan penting dalam memajukan pertanian yang mengandalkan teknologi alami (pertanian organik) dan mengamankan produk ekspor hasil pertanian (Margino dan Mangoendihardjo, 2002).

Beberapa manfaat yang didapatkan dari pestisida nabati serta prospeknya, maka penggunaan pestisida nabati tersebut tiba saatnya untuk dimasyarakatkan. Dalam kegiatan pengendalian hama, ada 3 elemen masyarakat yang secara fungsional dapat dibedakan, yaitu pakar yang mengembangkan teknologi, pengguna teknologi (petani) dan pemerintah dalam mengambil kebijakan (Wiranti, 2005). Pemerintah dalam hal ini Pestisida nabati bantuan dari Direktorat Perlindungan Perkebunan selama tahun anggaran 2021 dan 2022 sudah memberikan bantuan pestisida nabati kepada petani hampir di seluruh provinsi sentral tanaman perkebunan, oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi secara masif. Permasyarakatan pestisida nabati dilakukan diantaranya melalui peningkatan kemampuan sumber daya manusia (petugas lapangan, petani), dilaksanakan secara demplot di seluruh provinsi dan lokakarya (pertemuan) testimoni petani atas penggunaan pestisida nabati.

Gambar 2. Penggunaan Pestisida Nabati di Provinsi Jambi

Gambar 3. Penggunaan Pestisida Nabati di Provinsi Sulawesi Tengah

Penulis: Bibit Bakoh dan Andi Asjayani

DAFTAR PUSTAKA

Bakoh, B., Rony, N., dan Annisa B. 2022. Efektivitas Insektisida Nabati Berbahan Aktif Eugenol dan Azadirachtin untuk Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (Canopomorpha cramerella). Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direkrotat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Margino, S. dan Mangoendihardjo, S. 2002. Pemanfaatan Keanekaragaman hayati untuk Biopestisida di Indonesia. Dalam Kumpulan Makalah Lokakarya Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati untuk Perlindungan Tanaman. BBBT. Deptan, Dephut dan UGM. Yogyakarta.

Wiranti., E. W.  2005. Ulasan (Review) Pemasyarakatan Pengunaan Pestisida Nabati Dalam Mendukung Agribisnis. Planta Tropika. Vol. 1 (2): 84-88


Bagikan Artikel Ini  

Pelaksanaan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan Dengan Pestisida Nabati Di Indonesia Tahun 2021

Diposting     Selasa, 19 Juli 2022 08:07 am    Oleh    perlindungan



Gbr 1.  Pengawalan Kegiatan Pengendalian OPT Dengan Pesnab
Sumber:  Ditlinbun, 2021

Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana banyak menimbulkan dampak negatif, antara lain terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Keseimbangan alam terganggu akan mengakibatkan timbulnya hama yang resisten, ancaman bagi predator, parasit, ikan, burung dan satwa lain. Salah satu penyebab terjadinya dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah adanya residu pestisida di dalam tanah sehingga dapat meracuni organisme non target, bahkan residu pestisida pada tanaman dapat terbawa sampai pada mata rantai makanan, sehingga dapat meracuni konsumen, baik hewan maupun manusia.

Tingginya tingkat ketergantungan pertanian Indonesia terhadap pestisida kimia akan membawa dampak negatif pada upaya ekspansi komoditas pertanian ke pasar bebas, yang seringkali menghendaki produk bermutu dengan tingkat penggunaan pestisida yang rendah. Dengan demikian secara berangsur-angsur harus segera diupayakan pengurangan penggunaan pestisida kimia dan mulai beralih kepada jenis-jenis pestisida hayati (biopestisida) yang aman bagi lingkungan.

Pestisida nabati merupakan salah satu jenis pestisida hayati yang memanfaatkan bahan-bahan dari alam termasuk musuh alami hama, sehingga aman terhadap lingkungan dan aman terhadap konsumen. Mekanisme kerja pestisida nabati dalam mengendalikan OPT berbeda-beda tergantung dari jenis bahan alami yang digunakan dan jenis OPT yang dikendalikan. Sebagai pengendali OPT, pestisida nabati mampu bersifat mencegah, mengusir, repellent, memerangkap, menghambat pertumbuhan, sporulasi, menurunkan bobot badan dan aktivitas hormonal, mengganggu komunikasi, pergantian kulit, menimbulkan tekanan sampai kematian.

Pengendalian OPT tanaman perkebunan dengan Pestisida Nabati adalah: (i) membantu/mendorong pekebun dalam melakukan pengendalian OPT di areal tanaman perkebunan (kakao, kopi, cengkeh, lada dan tebu) secara ramah lingkungan pada pusat-pusat serangan agar serangan OPT terkendali dan tidak meluas pada areal tanaman lainnya; (ii) mengurangi resiko kehilangan hasil; dan (iii) menghasilkan komoditas perkebunan yang memiliki daya saing ekspor. 

Pengendalian OPT tanaman perkebunan dengan pestisida nabati mempunyai sasaran: (i) tersedianya dan terdistribusinya bantuan pestisida nabati ke Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi atau UPTD Proteksi Provinsi lingkup Perkebunan di 20 Provinsi (Aceh, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, dan Gorontalo); dan (ii) terkendalinya serangan OPT seluas 3.180 ha areal tanaman perkebunan (kakao, kopi, cengkeh, lada dan tebu) pada pusat-pusat serangan.

Aplikasi pestisida nabati di lapangan sebanyak 3 kali dengan interval 15 hari. Sedangkan pengamatan oleh petani dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pengamatan awal dan 3 kali pengamatan setelah aplikasi pestisida yang didampingi oleh Petugas Lapang. Pengamatan dilakukan menggunakan form pengamatan dan penghitungan mengacu pada Pedoman Teknis kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan dengan menggunakan pestisida nabati pada 20 provinsi penerima bantuan. Pada pengamatan awal, rata-rata menunjukan adanya intensitas serangan OPT tanaman perkebunan yang cukup tinggi di semua provinsi penerima bantuan. Namun, setelah dilakukan penyemprotan menggunakan pestisida nabati dan diamati dengan tiga kali ulangan, menunjukan terjadinya penurunan intensitas serangan di semua provinsi. Rekapitulasi hasil pengamatan pada 20 provinsi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Awal dan Akhir Aplikasi Pesnab (%)

Gambar 2. Grafik hasil pengamatan pengendalian OPT
tanaman perkebunan menggunakan pestisida nabati
Sumber: Ditlinbun, 2021

Hasil penurunan intensitas serangan baik per provinsi maupun per OPT seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Penurunan Intensitas Serangan Hama dan Penyakit setelah menggunakan Pestisida Nabati

Dari hasil Pengamatan diperoleh penurunan intensitas serangan per komoditas per OPT berkisar antara 35-68% sedangkan rata –rata penurunan intensitas serangan per provinsi sebesar 52%.  Hal ini menujukan efektivitas dari pestisida nabati dalam mengatasi OPT pada tanaman perkebunan dapat diandalkan.

Penulis : Alimin, Esther M. Silitonga, dan Nilam Sardjono

 

Sumber Pustaka

BPTP Kalteng. 2014.  Pestisida Nabati, Pembuatan dan Manfaat. Internet: https://kalteng.litbang.pertanian.go.id.  Diakses tanggal 13 Juni 2022.

Ditjenbun. 2021.  Statistik Perkebunan Unggulan Nasional Tahun 2018-2021. Ditjennbun, Kementan.  Jjakarta.

Ditlinbun. 2021. Laporan Akhir Kegiatan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dengan Pestisida Nabati. Ditlinbun, Ditjenbun.  Kementan, Jakarta.

                          

                            


Bagikan Artikel Ini