KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Mengenal Pestisida Nabati, Alternatif Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Diposting     Selasa, 20 Desember 2022 10:12 am    Oleh    perlindungan



Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah hilangnya produksi pada budidaya tanaman karena serangan OPT. Perlindungan tanaman bertujuan untuk menjaga produksi pada taraf optimal. Untuk mengendalikan OPT, pekebun umumnya masih mengandalkan penggunaan pestisida sintetik kimia. Penggunaan pestisida sintetik kimia yang tidak bijaksana dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, contohnya seperti: timbulnya resistensi OPT, resurjensi OPT, residu pestisida, kesehatan manusia, hingga masalah lingkungan.

Undang-undang No. 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan mengarahkan semua usaha tani untuk mengimplementasikan sistem pengelolaan hama terpadu (PHT) serta penanganan dampak perubahan ikllim. Sistem PHT mengintegrasikan berbagai strategi pengendalian yang tepat dan umumnya berfokus pada pendekatan ekologi terhadap kesehatan ekosistem. Salah satu metode pengendalian yang dapat digunakan dalam mendukung penerapan sistem PHT adalah menggunakan pestisida nabati.

Pestisida nabati merupakan jenis pestisida yang memanfaatkan kandungan bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan untuk mengendalikan OPT (Saenong, 2016). Bahan aktif yang digunakan adalah produk metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan. Metabolit sekunder adalah senyawa pelengkap bagi pertumbuhan organisme yang dihasilkan hanya pada saat dibutuhkan atau pada fase tertentu. Umumnya metabolit sekunder digunakan untuk berinteraksi dan berkompetisi serta bertahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti mengatasi serangan OPT (Verpoorte, 2000; Kardinan, 2011). Jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati cukup beragam. Contoh tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pestisida nabati di Indonesia adalah Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) (Rahmawati, dkk, 2019) dan Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) (Dalimunthe¸ dkk, 2016).

Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan tumbuhan yang dikenal sebagai penghasil minyak nabati yang berasal dari kepulauan Filipina (IUCN, 1998). Minyak pada kemiri sunan terdapat pada bagian daging biji atau kernel. Bagian tersebut apabila diekstrak akan menghasilkan minyak kasar dengan rendemen berkisar 45-50%. Selain itu, di dalam minyak kemiri sunan juga mengandung 50% α-oleostearat yang bersifat racun, sehingga berpotensi sebagai pestisida nabati (Herman, dkk, 2013). Minyak kemiri sunan mengandung beberapa senyawa kimia seperti saponin, alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpenoid, dan glikosida yang dipercaya dapat mempengaruhi tingkah laku dan fisiologi serangga, sehingga berpotensi sebagai bahan aktif pada pestisida nabati (Soesanthy & Samsudin, 2013). Penelitian efikasi pestisida nabati minyak kemiri sunan untuk mengendalikan hama penggerek buah kopi yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk (2019) menunjukkan konsentrasi minyak kemiri sunan 8% merupakan konsentrasi paling efektif dalam mengendalikan hama penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei Ferr.

Gambar 1. Tandan Buah Kemiri Sunan
[Sumber : M. Herman 2013]

Bangun-bangun (Coleus amboinicus) adalah tumbuhan herba dari famili Lamiaceae (mint). Ciri khas tumbuhan dari famili ini umumnya adalah bagian daun dan batangnya akan menimbulkan bau yang kuat, sehingga tumbuhan ini dimanfaatkan sebagai rempah dalam masakan (National Parks Flora Fauna Web, 2022).  Bangun-bangun memiliki beberapa kandungan senyawa hasil metabolit sekunder, yaitu flavonoid, glikosida, dan saponin (Dalimunthe¸ dkk, 2016). Saponin dapat dimanfaatkan sebagai antijamur. Mekanisme kerja saponin dalam menghambat pertumbuhan jamur, yaitu dengan cara merusak membran sel. Kerusakan membran sel menyebabkan kebocoran sel sehingga beberapa komponen penting pada sel seperti protein, nukleotida, dan asam nukleat keluar dan memicu kematian sel (Yuliana, dkk, 2015). Flavonoid yang terkandung pada Bangun-bangun juga dapat bersinergi dengan Saponin sebagai anti jamur. Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga mengganggu proses metabolisme jamur (Dalimunthe¸ dkk, 2016). Penelitian uji identifikasi dan metabolit sekunder Bangun-bangun terhadap penyakit Jamur Akar Putih di Laboratorium yang dilakukan oleh Dalimunthe¸ dkk (2016) menunjukkan ekstrak akar Bangun-bangun dengan dosis 10% dengan menggunakan pelarut aseton mampu menghambat pertumbuhan Jamur Akar Putih sebesar 98,46%.

Gambar 2. Bangun-Bangun
[Sumber : National Parks Flora Fauna Web 2022]

Sebagai salah satu negara biodiversitas, Indonesia memliki potensi untuk pengembangan pestisida nabati seiring dengan kesadaran dan kebutuhan masyarakat terhadap produk pertanian yang sehat. Namun, bagai dua sisi koin, pestisida nabati pun juga memiliki beberapa kendala dalam penerapannya diantaranya, yaitu :

  1. Kandungan bahan aktif yang mudah terurai di alam sehingga aplikasinya perlu dilakukan berulang dan lebih sering dibandingkan pestisida sintetik kimia.
  2. Jumlah bahan baku yang diperlukan lebih banyak sehingga ketersediaan pestisida nabati terbatas.
  3. Kemampuan dalam mengendalikan OPT tidak secara langsung mematikan dan perlu waktu lebih lama sehingga mengurangi minat penggunaan oleh petani.

Beberapa kendala penggunaan pestisida nabati yang telah disebutkan memerlukan solusi agar pemanfaatan pestisida nabati dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat luas dan dapat mengurangi cemaran agrokimia pada lingkungan. Selain itu, pemenuhan standar mutu menjadi hal yang perlu diperhatikan sebab menilik pasal 76 ayat 2, 3, dan 4 undang-undang No. 22 tahun 2019, pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, diberi label, serta aman bagi manusia dan lingkungan hidup. Pengelolaan pestisida, termasuk didalamnya pendaftaran dan perizinan pestisida diatur oleh Menteri Pertanian. Menteri Pertanian diberikan mandat sebagai otoritas koordinator untuk pendaftaran semua jenis pestisida termasuk yang digunakan di sektor-sektor lain (Sutriadi, dkk, 2019).

Penulis: Reno Agassi & Eva Lizarmi

DAFTAR REFERENSI

Dalimunthe, C. I., Yan. R. V. S., Mochlisin. A., Tumpal. H. S. S., Hilda. S. D & Diana. A. B. 2016. Identifikasi dan Uji Metabolit Sekunder Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) Terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium. Jurnal Penelitian Karet 32 (4): 189—200.

Herman, M., M. Syakir., Dibyo, P., Saefudin & Sumanto. 2013. Kemiri Sunan (Reutalis trisperma (Blanco) Airy Shaw) Tanaman Penghasil Minyak Nabati dan Konservasi Lahan. IAARD Press. Jakarta: vii+91 hlm.

National Parks Flora Fauna Web. 2022. Coleus amboinicus Lour. https://www.nparks.gov.sg/florafaunaweb/flora/3/7/3717. Diakses pada 8 Desember 2022 pk. 8.37 WIB.

Kardinan, A. 2011. Penggunaan Pestisida Nabati Sebagai Kearifan Lokal Dalam Pengendalian Hama Tanaman Menuju Sistem Pertanian Organik. Pengembangan Inovasi Pertanian 4 (4): 262—278.

Rahmawati, E., Ida. H., Fittri. K & Gusti. I. 2019. Efikasi Pestisida Nabati Minyak Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) Untuk Mengendalikan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferrari. Media Pertanian 4 (2): 81—87.

Republik Indonesia. 2019. Undang-Undang No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Saenong, M. S. 2016. Tumbuhan Indonesia Potensial Sebagai Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Hama Kumbang Bubuk Jagung (Sitophilus spp.). Jurnal Litbang Pertanian 35 (3): 131—142.

Soesanthy, F & Samsudin. 2013. Peranan Ekstrak Babadotan Dan Bawang Putih Serta Minyak Kemiri Sunan Terhadap Serangan Penggerek Buah Kakao. Buletin RISTRI 4 (2): 157—164.

Sutriadi, M. T., Elisabeth, S. H., Sri, W & Anicetus, W. 2019. Pestisida Nabati: Prospek Pengendali Hama Ramah Lingkungan. Jurnal Sumberdaya Lahan 13 (2): 89—101.

The IUCN Red List of Threatened Species. 1998. Baguilimbang: Reutealis trisperma. https://www.iucnredlist.org/species/33898/9813551. Diakses pada 30 Oktober 2022 pk. 13.37 WIB.

Verpoorte R. 2000. Secondary Metabolism. In: Verpoorte R., Alfermann A.W. (eds) Metabolic Engineering of Plant Secondary Metabolism. Springer, Dordrecht.

Yuliana, S. R. I., Michael. A. L & P. S. Anindita. 2015. Uji Daya Hambat Senyawa Saponin Batang Pisang (Musa paradisiaca) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Jurnal e-Gigi (eG) 3 (2): 616—620.


Bagikan Artikel Ini