KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Hama Penghisap Buah Kakao Serangga Kecil Yang Mengancam Keberlanjutan Buah Kakao

Diposting     Jumat, 23 Juni 2023 09:06 am    Oleh    perlindungan



Kakao (Theobroma cacao Linnaeus) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Kakao menjadi salah satu sumber pendapatan dan penyumbang devisa negara. Selain itu, perkebunan kakao juga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan mendorong perkembangan agribisnis dan agroindustri. Sebagian besar perkebunan kakao (99,39%) dikelola oleh rakyat dengan pengelolaan yang tradisional mulai dari hulu ke hilir. Pengelolaan tersebut meliputi penggunaan sarana produksi seperti pupuk belum sesuai dengan standar (tepat dosis, jenis dan waktu), masih banyak menggunakan benih/stek lokal/asal-asalan, teknologi budidaya masih konvensional, pengendalian hama penyakit belum sepenuhnya mengikuti prinsip PHT, teknologi pengolahan kurang higienis, serta peran kelembagaan tani kurang mendukung sehingga membuat usaha tani kakao seperti berjalan di tempat.

Sementara itu, persaingan perdagangan kakao di pasar dunia semakin kompetitif karena persyaratan yang diminta negara-negara konsumen semakin ketat terutama dalam jaminan mutu, aspek kebersihan dan kesehatan. Hanya negara yang mampu memproduksi kakao dengan mutu sesuai keinginan dan harga yang kompetitif akan berpeluang meraih pasar.

Apa itu hama penghisap buah kakao

Serangga kecil yaitu hama Helopeltis spp. atau yang biasa dikenal dengan nama kepik penghisap buah kakao termasuk ke dalam Famili Miridae dan Ordo Hemiptera ini mempunyai tipe metamorfosis tidak sempurna, yaitu dari telur, nimfa, dan imago. Telur berbentuk lonjong, berwarna putih dan pada salah satu ujungnya terdapat sepasang benang yang tidak sama panjangnya. Telur diletakkan pada permukaan buah atau pucuk dengan cara diselipkan di dalam jaringan kulit buah atau pucuk dengan bagian ujung telur yang ada benangnya menyembul keluar. Lama periode telur sekitar 6-7 hari.

Nimfa (serangga muda) berbulu halus dan belum memiliki jarum. Nimfa mempunyai bentuk yang sama dengan imago tetapi tidak bersayap, dan terdiri dari 5 instar dengan 4 kali ganti kulit. Lama periode nimfa sekitar 10-11 hari.

Imago (dewasa) Helopeltis spp. memiliki tubuh bagian tengah berwarna jingga dan bagian belakang berwarna hitam atau kehijau-hijauan dengan garis putih. Pada bagian tengah tubuh terdapat embelan berbentuk jarum pentul dengan dua pasang sayap, tipis dan tembus pandang. Imago betina dapat bertelur hingga 200 butir selama 34 hari. Pada fase imago inilah intensitas serangan Helopeltis spp. akan semakin tinggi karena selain merusak buah-buah kakao, imago akan kawin dan kembali meletakkan telur-telur yang dihasilkannya ke dalam jaringan kulit untuk melanjutkan siklus keturunannya.

Gambar 1. Helopeltis spp. stadia: (a dan b) Nimfa dan (c) Imago

Bagaimana gejala serangan Helopeltis spp.

Stadia Helopeltis spp. yang merusak yaitu nimfa dan imago. Hama ini menyerang buah dan pucuk/tunas tanaman kakao dengan cara menghisap cairan bagian tanaman tersebut. Serangan pada buah muda menyebabkan kematian buah muda dan serangan pada tunas/pucuk menyebabkan kematian pucuk (die back).

Gejala khas serangan Helopeltis spp. ditandai dengan adanya bercak-bercak berwarna cokelat kehitaman. Serangan pada buah muda menyebabkan layu pentil dan umumnya buah akan mengering kemudian rontok. Apabila pertumbuhan buah terus berlanjut maka kulit buah akan mengeras dan retak-retak, dan akhirnya terjadi perubahan bentuk buah yang dapat menghambat perkembangan biji di dalamnya.

Gambar 2. Gejala serangan Helopeltis spp. pada: (a) Tunas, (b) Buah muda, dan (c) Buah tua

Hama penghisap buah kakao, mengapa harus dikendalikan

Hama Helopeltis spp. menjadi salah satu hama penting kedua setelah penggerek buah kakao (PBK). Serangan Helopeltis spp. pada tanaman kakao dapat menurunkan produksi hingga 50% dan meningkatkan biaya produksi hingga 40%. Helopeltis spp. menyerang saat pagi dan sore hari karena tidak menyukai keberadaan cahaya, sehingga ketika siang hari hama ini biasanya bersembunyi di bagian tanaman yang gelap, seperti: sela-sela atau bagian daun yang menghadap ke bawah. Populasi dan serangan Helopeltis spp. umumnya meningkat saat musim hujan karena pada musim hujan intensitas penyinaran matahari semakin kecil, kelembaban udara semakin tinggi, dan kecepatan angin semakin rendah. Kondisi ini sangat sesuai untuk perkembangan Helopeltis spp.

Bagaimana strategi pengendalian hama Helopeltis spp.

Pengendalian populasi hama Helopeltis spp. pada tanaman kakao dilakukan melalui konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Strategi pengendalian yang dapat diterapkan antara lain:

a.) Sanitasi kebun. Kebun yang kotor mendukung perkembangan Helopeltis spp. karena banyak gulma yang menjadi inang alternatifnya sehingga perlu dilakukan pembersihan gulma di sekitar pertanaman kakao. Beberapa jenis gulma yang menjadi inang alternatif Helopeltis spp., yaitu: Mikania micrantha, Mikania cordata, Chromolaena odorata, Bidens biternata, Lantana camara, dan Melastoma malabethricum.

Gambar 3. (a) Lubang sanitasi, (b) Diisi cangkang buah kakao, dan (c) Ditutup plastik

b.) Pemangkasan dengan membuang tunas air (wiwilan) di sekitar cabang-cabang utama setiap dua minggu dapat mengurangi populasi Helopeltis spp. karena tunas air merupakan salah satu tempat peletakan telur Helopeltis spp. Pemangkasan juga dilakukan untuk mengatur tinggi tanaman kakao agar pertumbuhannya tidak melebihi 4 m sehingga memudahkan dalam pemeliharaan dan saat panen. Selain itu, pemangkasan terhadap pohon penaung agar kebun tidak rimbun dan memicu perkembangan OPT.

Gambar 4. (a dan b) Pemangkasan pemeliharaan, (c dan d) Pemangkasan produksi

c.) Pengendalian secara biologi dilakukan dengan menggunakan musuh alami yang menyerang Helopeltis spp. seperti: predator, parasitoid, dan patogen serangga.

  • Beberapa jenis predator Helopeltis spp., antara lain: Coccinella sp., semut hitam (Dolichoderus thoracicus) dan semut merah (Oecophylla smaragdina). Keefektifan predator dalam mengendalikan Helopeltis spp. membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Semut hitam dan semut merah dapat mengganggu imago Helopeltis spp. yang akan meletakkan telur atau mengisap buah karena diserang oleh semut tersebut. Untuk meningkatkan populasi semut perlu dipasang sarang buatan yang dibuat dari daun kakao kering atau daun kelapa yang diletakkan pada bagian bawah jorget atau cabang tanaman kakao.  Untuk menghadirkan semut dapat dilakukan dengan menempatkan atau memindahkan koloni semut, misal dengan menggunakan sayatan kulit buah kakao yang sudah terdapat koloni semut dan kutu putih.
Gambar 5. (a) Sarang buatan dari daun kelapa kering dan kutu putih bersimbiosis dengan :
(b) Semut hitam dan (c) Semut merah
  • Pemanfaatan Agens Pengendali Hayati (APH) berupa jamur entomopatogen Beauveria bassiana dosis 1-1,5 kg biakan padat/ha atau 25-50 g spora/ha dengan volume semprot 500 l/ha.

d.) Pengendalian Helopeltis spp. secara mekanik dapat dilakukan dengan sarungisasi buah kakao sehat yang berukuran 8-12 cm dan salah satu ujung plastik dibiarkan tetap terbuka untuk sirkulasi udara. Buah kakao yang disarungisasi dengan kantung plastik akan terhindar dari serangan Helopeltis spp. Namun cara ini tidak dianjurkan diterapkan pada kebun kakao yang endemis penyakit busuk buah.

Gambar 6. (a) Praktik sarungnisasi dan (b) Buah kakao disarungnisasi

e.) Pengendalian dengan memanfaatkan insektisida nabati antara lain: serai wangi, minyak biji mimba, ekstrak biji srikaya, minyak selasih dan limbah tembakau.

Gambar 7. Penyemprotan pada : (a) Kanopi dan (b) Buah kakao

f.) Pengendalian secara kimiawi dengan aplikasi insektisida sintetik yang dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan alat aplikasi, jenis insektisida, hama sasaran, dosis/konsentrasi, cara, dan waktu aplikasi yang tepat.

EVALUASI
Evaluasi pengendalian perlu dilakukan untuk mengetahui hasil pengendalian hama terpadu yang telah dilakukan dan untuk memperbaiki pelaksanaan pengendalian selanjutnya yang lebih tepat.

Penulis : Yuni Astuti dan Ratri Wibawanti

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2004. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kakao (Edisi Keempat). Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Maryani, Y dan Cucu D. 2019. Buku Saku Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Prawoto AA., dkk. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

Rulianti, E. 2009. Pedoman Identifikasi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta. Sulistyowati, E., dkk. 2009. Pedoman Teknis Hama dan Penyakit Utama Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.


Bagikan Artikel Ini  

Emerging Disease: Mirip VSD, Penyakit Batik Disebabkan oleh Virus

Diposting     Senin, 19 Desember 2022 08:12 am    Oleh    perlindungan



Penyakit Batik, nama khas yang diberikan petani ini memiliki gejala klorosis yang terjadi di dekat tulang daun nampak bertepi tegas dan bercorak seperti batik dengan warna yang cukup tajam. Awalnya penyakit ini diduga sebagai Vascular Streak Dieback (VSD), namun daun-daun pada ranting tidak meranggas sebagian (ompong) dan jika tangkai daun dipatahkan tidak terdapat noktah tiga di penampangnya, dan jika ranting dibelah tidak terdapat bercak pembuluh di sepanjang ranting tersebut (tabel 1). Bunga gagal terbentuk akibat penyakit ini, sehingga produksi kakao menurun drastis.

Tabel 1. Perbedaan gejala antara penyakit batik dengan VSD

Kasus penyakit batik kami jumpai di kebun kakao di Desa Tamansari, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Para petani di sana menyebutnya sebagai penyakit batik. Dikarenakan gejalanya mirip dengan VSD, awalya kami menduga bahwa penyakit ini disebabkan oleh varian atau strain dari cendawan Oncobasidium theobromae (penyebab VSD). Namun ternyata penyakit ini pernah dilaporkan sebagai penyakit baru oleh Kandito et. al. dalam first report mereka pada awal tahun 2022. Hasil identifikasi secara molekuler menunjukkan bahwa penyebab penyakit ini adalah Cacao Mild Mosaic Virus (CaMMV) dengan nilai bootsrap sebesar 99 namun persentase identifikasinya masih 92,78%. Menurut Kandito et.al., CaMMV merupakan genus Badnavirus yang berasosiasi dengan penyakit mozaik pada tanaman kakao.

Dilaporkan penyakit batik telah menyebar di beberapa wilayah antara lain Kabupaten Pesawaran (Lampung), Kabupaten Jember (Jawa Timur), dan Kabupaten Kulonprogo (DI Yogyakarta). Namun, hingga saat ini belum terdapat laporan intensitas dan luas serangan penyakit ini karena mungkin selama ini dianggap sebagai VSD. Penyakit ini dapat disebarkan dan diperparah oleh vektor berupa kutu putih (Planococus citri). Selain itu, insidensi penyakit ini sangat erat dengan perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut Sugito (petugas perkebunan Kabupaten Pesawaran; 2022), klon-klon yang rentan terhadap penyakit ini antara lain MCC, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2, sedangkan klon lokal cenderung lebih tahan. Lebih lanjut dikatakan bahwa penyakit ini juga menyebabkan buah menjadi kering-keriput apabila infeksinya terjadi setelah tanaman berbuah.

Sesuai hasil rapat National Plant Protection Organization (NPPO) di Depok pada tanggal 14 November 2022, penyakit batik perlu dipantau secara intensif di Provinsi Lampung dan provinsi lain yang merupakan sentra kakao untuk mengetahui dan mencegah penyebarannya serta segera dikonsolidasikan dengan instansi terkait.

Oleh : Ditlinbun

PUSTAKA

Kandito K., Sedyo Hartono, Y. Andi Trisyono, and Susamto Somowiyarjo. 2022. First report of Cacao Mild Mosaic Virus Associated with Cacao Mosaic Disease in Indonesia. Wiley. 45 (2022): 1-2.

Sugito. 2022. Penyakit Batik Pada Tanaman Kakao (komunikasi pribadi).


Bagikan Artikel Ini  

”Rorak”, Inovasi Sederhana untuk Selamatkan Tanaman Kakao saat Kemarau Berkepanjangan

Diposting     Rabu, 19 Oktober 2022 01:10 pm    Oleh    perlindungan



Dampak perubahan iklim atau yang lebih dikenal dengan climate change berpengaruh terhadap pergantian musim. Tidak lagi dapat diprediksi kapan musim kemarau dan penghujan tiba, yang seharusnya sudah mulai musim penghujan tetapi justru kemarau berkepanjangan atau sebaliknya. Tentunya perubahan musim yang tidak menentu ini dapat mempengaruhi produksi dan pertumbuhan tanaman kakao. Kemarau berkepanjangan membuat kekeringan pada lahan kakao. Kekeringan ringan menyebabkan daun kakao menjadi layu, tetapi ranting tetap sehat dan daun tetap hijau. Kekeringan sedang menyebabkan daun layu berwarna hijau pucat dan ranting serta bakal buah mengering. Sedangkan pada tingkat kekeringan berat menyebabkan daun kering terlihat seperti terbakar, ranting dan akar mengering, buah muda mengering, biji tumbuh cacat dan hasil panen turun 50%.

Kekurangan air akan merusak hasil dari pertanaman kakao (TBM maupun TM) dan secara negatif dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit kakao. Untuk menjaga agar tanah tetap memiliki daya tahan air dan unsur hara yang tinggi dapat dilakukan dengan merekayasa lingkungan perakaran melalui sistem rorak. Rorak merupakan salah satu teknologi yang dapat meningkatkan kualitas fisik tanah karena mampu menampung bahan organik dalam tanah. Bahan organik yang dimasukkan ke dalam rorak dapat menyediakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme tanah yang berperan aktif dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Menurut Danial dan Hidayanto (2012), pemanfaatan rorak dapat dikaitkan dengan pengelolaan sumber bahan organik di lingkungan perkebunan, seperti: daun penaung, kulit buah kakao, dan serasah lainnya. Pada lahan miring, rorak dapat mengurangi aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi.

Rorak merupakan saluran buntu atau bangunan berupa got dengan ukuran tertentu yang dibuat pada bidang olah teras dan sejajar garis kontur yang berfungsi untuk menjebak/menangkap aliran permukaan dan tanah yang tererosi. Rorak juga dapat bermanfaat sebagai media penampungan bahan organik, sumber hara bagi tanaman di sekitarnya. Pada tanaman kakao, rorak adalah galian yang dibuat di sebelah pokok tanaman untuk menempatkan pupuk organik dan dapat berfungsi sebagai lubang drainase. Rorak merupakan salah satu praktik baku kebun yang bertujuan untuk mengelola lahan, bahan organik dan tindakan konservasi tanah dan air di perkebunan kakao. Rorak dapat diisi serasah atau sisa hasil pangkasan tanaman kakao dan gulma hingga penuh dan selanjutnya ditutupi dengan tanah.

Saat hujan deras, rorak dapat berfungsi sebagai lubang drainase untuk mempercepat penyusutan air hujan yang menggenang di atas permukaan tanah. Stagnasi air dapat berakibat fatal pada pertanaman kakao. Biasanya saluran drainase dibuat di pinggir blok kebun. Di blok kebun yang terlalu luas, air yang menggenangi di atas hamparan lahan pertanaman membutuhkan waktu cukup lama untuk keluar melalui saluran drainase. Oleh karena itu, rorak yang dibuat di sekitar pertanaman dapat membantu mempercepat keluarnya air dari hamparan pertanaman, khususnya di lahan yang tekstur tanahnya berat dan beriklim sangat basah dengan curah hujan bulanan relatif tinggi (Suwarto dkk, 2014).

Gambar 1. Pembuatan rorak pada lahan di teras
Sumber: BPTP Kalimantan Timur, 2012

Pada areal pertanaman dengan curah hujan dan intensitas hujan tinggi, tanah bertekstur berat dan permukaan air tanahnya relatif dangkal, maka rorak tambahan dapat dibuat di antara barisan tanaman kakao dengan ukuran lebih panjang dan dalam. Pada lahan miring, pembuatan rorak dapat menekan erosi karena dapat mengurangi aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi. Pada lahan miring yang dibuat teras, rorak dibuat di sebelah dalam teras.

Rorak di perkebunan kakao dibuat diantara pokok tanaman dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 30 cm, dan kedalaman 30 cm. Selanjutnya rorak diisi dengan bahan organik. Jika volume bahan organik yang tersedia cukup banyak, ukuran rorak dapat diperbesar. Rorak dibuat pada jarak 75 – 100 cm dari pokok tanaman, tergantung dari lebar teras yang tersedia di areal pertanaman. Setelah rorak ini penuh, harus membuat rorak baru di sebelah lain pokok tanaman. Pembuatan rorak ini dilakukan sampai tiba di rorak awal yang sudah siap digali. Kompos yang dihasilkan dari rorak pertama ditaburkan pada piringan tanaman. Piringan tanaman merupakan lingkaran area berjarak sekitar 1 m di sekitar pokok tanaman yang selalu dipertahankan bersih dari gulma.  Pemanfaatan rorak dapat dikaitkan dengan pengelolaan sumber bahan organik di lingkungan perkebunan, seperti: daun penaung, kulit kakao, dan tanaman penutup tanah. Selain itu, rorak juga dapat digunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), seperti: Hama Penggerek Buah Kakao (PBK, Conopomorpha cramerella) maupun penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora).

Gambar 2. Rorak berisi kulit kakao bekas serangan OPT dan (b) Rorak berisi kulit kakao yang ditutup plastik
Sumber: Ditlinbun, 2021

Standar pembuatan rorak

  1. Lahan berupa lahan kering dalam 1 ha dapat dibuat rorak sebanyak 30 unit.
  2. Panjang rorak 1 m – 5 m dan lebar 0,3 m – 0,5 m.
  3. Kemiringan lahan antara 3% – 30%.
  4. Lahan peka terhadap erosi.
  5. Ketinggian tempat kurang dari 1.500 m dpl (masih memungkinkan tanaman dapat diusahakan).
  6. Lahan masih diusahakan oleh petani tetapi produktivitasnya telah mengalami penurunan.

Cara pembuatan rorak

  1. Bersihkan lahan dari semak dan gulma.
  2. Lakukan pengukuran pada bidang olah sesuai dengan kontur dan pasang ajir pada ketinggian yang sama.
  3. Tentukan letak rorak yang akan dibuat sesuai dengan ajir yang telah dipasang.
  4. Ukur panjang, lebar rorak sesuai dengan keadaan lahan dan tanaman supaya tidak mengganggu pertumbuhan tanaman (biasanya panjang 1 – 5 m dan lebar 0,3 m membentuk huruf H menghadap lereng).
  5. Gali rorak dengan kedalaman 0,3 – 0,5 m dan tanah galian diatur membentuk bedengan dengan ketinggian 0,2 m dan lebar 0,3 m membentuk huruf U menghadap lereng.
  6. Ulangi cara pembuatan rorak pada tempat lain sesuai ajir yang telah dipasang.
  7. Jarak vertikal rorak satu dengan kedua antara 10 – 15 m.
  8. Lakukan perawatan berkala agar rorak tetap berfungsi sebagaimana mestinya.

Gambar 3. Posisi rorak pada lahan berlereng
Sumber: BPTP Kalimantan Timur, 2012

Rorak sebagai media penampung bahan organik

Rorak sebagai galian yang digunakan untuk menampung limbah tanaman kakao tidak berbeda dengan proses pembuatan pupuk kompos. Kulit kakao, daun serta ranting kakao dikumpulkan dalam satu lubang tanah, kemudian ditutup dengan plastik mulsa selama kurang lebih 60 hari. Pupuk yang dihasilkan dari limbah kakao tersebut sangat ramah lingkungan karena tidak mengandung zat asam berlebih, sehingga tidak membuat struktur tanah menjadi keras. Selain itu, rorak juga menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara (Lukito, 2006).

Hal ini karena kandungan unsur hara yang tersedia pada limbah kakao cukup tinggi. Komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai media tumbuh tanaman. Pemanfaatan rorak menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dapat menambah cadangan unsur hara di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah dan menambah kandungan bahan organik tanah. Pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah diantaranya dapat mempengaruhi pH tanah, meningkatkan kandungan C-organik, meningkatkan KTK tanah, sehingga pemanfaatan rorak berpengaruh baik terhadap tanaman kakao dengan unsur hara yang tersedia dapat meningkatkan produksi tanaman yang tinggi (Didiyek, 2014).

Untuk tetap menjaga kesuburan tanah, tanah perlu dipupuk dan salah satu yang murah dan mudah dilaksanakan oleh petani adalah dengan mengembalikan kulit buah kakao ke dalam rorak dengan cara:

  1. Masukan kulit buah kakao setinggi 2/3 kedalaman rorak.
  2. Campur decomposer atau bahan pengurai lain dan air sesuai dosis dan siramkan pada kulit buah kakao di dalam rorak.
  3. Tutup dengan plastik putih di dalam tanah setebal 5 – 10 cm.
  4. Setelah 4 – 6 minggu bahan organik tersebut sudah menjadi kompos.

Penulis : Yuni Astuti, Ratri Wibawanti dan Andi Asjayani

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. 2012. Rorak pada Tanaman Kakao. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Maryani, Y dan Cucu D. 2019. Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Mowidu I dan Endang S.D.H.S. 2022. Rekayasa Lingkungan Perakaran Melalui Sistem Rorak untuk Meningkatkan Serapan Hara pada Tanaman Kakao. Fakultas Pertanian Universitas Sintuwu Maroso. Poso.

Saputra, R.A. 2016. Pemanfaatan Rorak pada Pertanaman Kakao (Studi Kasus di Desa Goarie, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng). Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Makassar.


Bagikan Artikel Ini  

Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) Kakao di Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Diposting     Kamis, 16 Juni 2022 11:06 am    Oleh    perlindungan



Serangan OPT pada tanaman perkebunan, khususnya tanaman kakao selain menurunkan produksi, juga dapat menurunkan kualitas sehingga mempengaruhi harga produk. Hal tersebut akan berdampak pada menurunnya pendapatan petani sehinga mengakibatkan kerugian petani yang cukup besar. Penggunan pestisida kimia saat ini sebisa mungkin dihindari sehingga petani dan pelaku usaha tani kakao menggunakan metode yang lebih ramah lingkungan, yang dikenal dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Konsep PHT menekankan bahwa penggunaan pestisida kimia sintetis dilakukan sebagai alternatif terakhir apabila metode pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi serangan OPT. Dalam penerapan PHT, petani perlu dipandu atau dibimbing untuk dapat mengamati, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah sehingga dapat mengambil keputusan pengendalian di kebunnya. Oleh karena itu, kegiatan penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) dapat menjadi solusi bagi para petani dan diharapkan mampu men-trigger kelompok tani lain di sekitarnya.

Pada tahun 2022 di Provinsi NTB telah dialokasikan kegiatan penerapan pengendalian OPT tanaman kakao di Kabupaten Lombok Utara seluas 50 ha dilaksanakan di Kelompok Tani Hijau Daun Pada Pacu dan Kelompok Tani Tunas Maju yang terletak di Desa Bukit Karya, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. Pada saat kunjungan, sudah dilakukan beberapa Tahapan kegiatan PPHT yaitu sosialisasi, pengamatan awal, dan pembuatan serta pengaplikasian MS APH dan Pupuk Kompos.

Kunjungan ke Kelompok Tani Hijau Daun Pada Pacu dan Kelompok Tani Tunas Maju di Desa Bukit Karya, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara  dilakukan oleh tim Direktorat Perlindungan Perkebunan serta pelaksana dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB. Saat dilakukan kunjungan, kondisi sanitasi kebun kakao milik petani sudah baik, sudah dilakukan pemangkasan secara teratur dan pembuatan rorak. Salah satu ketua kelompok merupakan anggota Regu Pengendali OPT (RPO) dan anggota kedua KT tersebut sebagian besar berusia produktif yang memiliki semangat menerapkan PPHT.

Teknologi pengendalian yang diterapkan pada kegiatan penerapan PHT OPT tanaman kakao, antara lain:

  1. Pemangkasan, dilakukan dengan cara memangkas tunas air dan cabang lain secara selektif untuk mengatur kedudukan cabang, mengurangi kelembaban sehingga tingkat serangan hama dapat berkurang.
  2. Panen sering, dilakukan dengan rotasi satu minggu untuk memutus siklus hidup hama PBK.
  3. Pemupukan, bertujuan untuk menambah unsur hara yang terdapat di tanah sehingga tersedia untuk tanaman agar berproduksi secara optimal.
  4. Sanitasi, dilakukan dengan membersihkan areal kebun dari daun-daun kering, tanaman tidak sehat, ranting kering, kulit buah maupun gulma yang berada di sekitar tanaman.
  5. Aplikasi MS APH yang mengandung jamur antagonis Trichoderma sp., Beauveria bassiana dan bakteri Rhizobium sp. dengan cara penyemprotan, infus akar dan infus batang untuk meningkatkan vigor tanaman.

Metabolit Sekunder APH merupakan senyawa organik yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian OPT. Fungsi Metabolit Sekunder APH adalah untuk menghambat perkecambahan spora patogen, melindungi pertumbuhan awal, membersihkan lingkungan, melindungi dan memperkuat jaringan, menyediakan pasokan nutrisi, merangsang pembentukan zat pengatur tumbuh. Metabolit Sekunder APH bersifat mudah larut dalam air, tidak meninggalkan residu, tidak mudah menguap, mudah diaplikasikan, dapat dipadukan dengan pupuk organik cair dan pestisida nabati, efektif dan efisien untuk mengendalikan OPT. Penyemprotan/spraying merupakan cara aplikasi Metabolit Sekunder APH yang paling umum dalam pengunaannya.

Berdasarkan hasil diskusi dengan petani dan petugas Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, hasil aplikasi MS APH tersebut tidak langsung terlihat, namun perlahan-lahan tanaman menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Hal ini karena aplikasi metabolit sekunder dapat menjangkau keberadaan jamur patogen di dalam jaringan tanaman. Kandungan di dalam metabolit sekunder APH selain toksin juga terdapat hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Kelompok Tani Hijau Daun Pada Pacu dan Kelompok Tani Tunas Maju merasakan manfaat pengendalian OPT tanaman kakao di kebunnya, dan mereka akan tetap melanjutkan pengendalian OPT secara berkelanjutan, sehingga produksi kakao dan mutu kakao menjadi lebih baik dan kesejahteraan petani meningkat.

Penulis: Annisa Balqis, Rony Novianto, Andi Asjayani

DAFTAR PUSTAKA

Marajahan Y., Islan, dan M, Khoiri. 2010. Aplikasi Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Kakao (Theobroma Cacao L.) yang Ditanam Diantara Kelapa Sawit. Url: https://repository.unri.ac.id/bitstream/handle//JURNAL%20DIKA.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Diakses pada: 14 Maret 2022, 10.00 WIB.

Alimin., Al Idrus, A. 2021. https://ditjenbun.pertanian.go.id/penerapan-pengendalian-hama-terpadu-ppht-lada-di-kabupaten-bangka-barat-provinsi-kepulauan-bangka-belitung/. Diakses pada: 3 Juni 2022, 9.30 WIB.

Engka, R.G., J. Rimbing., N, Wanta., 2019. Penerapan Penerapan Pengendalian Hama Secara Terpadu pada Tanaman Kakao. Techno Science Journal. Volume 1 (18-24).


Bagikan Artikel Ini  

Verifikasi Kelompok Tani Pada Kegiatan Pengendalian OPT Dengan Pestisida Nabati di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Diposting     Rabu, 30 Maret 2022 11:03 am    Oleh    perlindungan



Lampung merupakan salah satu daerah penghasil kakao di Indonesia, dibuktikan dari banyaknya sentra penghasil kakao. Sentra perkebunan kakao tersebut meliputi Kabupaten Pesawaran, Tanggamus, Lampung Tengah, dan Lampung Timur dengan luas lahan kakao pada tahun 2020 tercatat 79.356 hektar dan produksi mencapai 58.852 ton. Jumlah ini menjadi penyumbang terbanyak kelima dari total produksi kakao di Indonesia.

Usaha untuk meningkatkan produksi kakao tidaklah mudah karena harus berhadapan dengan sejumlah tantangan. Salah satu tantangan yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh adalah serangan organism pengganggu tanaman (OPT). Hama dan penyakit utama yang menyerang tanaman kakao di Lampung diantaranya yaitu penggerek buah kakao (PBK), kepik penghisap buah kakao (Helopeltis sp.), penggerek batang/cabang (Zeuzera sp.), dan penyakit busuk buah (Phytophthora sp.).Serangan penyakit Busuk Buah Kakao di Provinsi Lampung pada triwulan III tahun 2021 mencapai 2.235 ha, hama PBK 2.250,85 ha dan serangan Kepik Penghisap Buah sebesar 2.461 ha.

Gambar 1. Kunjungan Lapangan ke Kelompok Tani di
Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung

Tahapan pelaksanaan kegiatan Pengendalian OPT dengan Pestisida Nabati diawali verifikasi CP/CL di dua kelompok tani yang berada Kabupaten Pesawaran. Kedua kelompok tani (KT) tersebut yaitu KT Subur 6 di Desa Padangratu, Kecamatan Gedong Tataan, dan KT Mekar Abadi 1 di Desa Sinar Harapan, Kecamatan Kedondong.  Kunjungan dilakukan oleh tim verifikasi dari Direktorat Perlindungan Perkebunan, Kementerian Pertanian, dan didampingi oleh Kepala Seksi UPTD Proteksi Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, serta Penyuluh Lapangan Kabupaten Pesawaran.

Gambar 2. Kondisi kebun kakao petani di Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran

Kelompok Tani Subur 6 memiliki luas kebun kakao 15 hektar. Varietas tanaman kakao yang ditanam oleh petani yaitu MCC02 (varietas tahan VSD) dan Sulawesi 2. Pengendalian yang selama ini dilakukan oleh petani adalah penyemprotan dengan pemangkasan, panen sering, dan insektisida kimia. Kelompok Tani Mekar Abadi memiliki luas kebun kakao 15 hektar dengan klon tanaman kakao yang ditanam yaitu Sulawesi 1 dan Sulawesi 2. Kebun kakao ditumpangsarikan dengan tanaman pisang, cabai, lada, dan pala. Kondisi kebun petani terlihat banyak serangan OPT diantaranya yaitu PBK, Busuk Buah, Penggerek Batang, VSD, dan Kepik Penghisap Buah Kakao. Selain itu masih ada hama lain yang cukup merugikan petani kakao, yaitu bajing (Callosciurus spp.) dan Tupai (Tupaia spp.).

Gambar 3. Serangan OPT Kakao di kebun petani

Salah satu usaha untuk meningkatkan kesehatan tanaman yaitu pemberian pupuk. Pemupukan merupakankegiatanmemberikansejumlahunsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanaman yang lebih sehat umumnya lebih tahan terhadap serangan OPT. Pupuk yang disarankan untuk tanaman kakao yaitu dengan pupuk majemuk N P K ( 2 : 1 : 2 ). Setelah dilakukan diskusi, ditemukan bahwa hanya ada beberapa kebun milik petani yang diberi pupuk NPK atau pupuk kandang, selama 2 kali aplikasi per tahun. Selain itu, saat dilakukan kunjungan, ditemukan bahwa kebun karet milik petani sanitasinya tidak cukup baik. Padahal sanitasi, pengaturan naungan dan pemangkasan merupakan hal yang penting untuk dilakukan sebagai pencegahan serangan OPT.

Untuk itu saran yang dapat diberikan kepada KT Subur 6 dan Mekar Abadi 1 adalah melakukan sanitasi kebun dengan cara pemusnahan buah yang sudah rusak yang dapat menjadi sumber penularan penyakit. Selain itu aplikasi Pupuk sesuai anjuran, Penyemprotan dengan Agens Pengendali Hayati Beauveria bassiana dengan dosis 20 g/2 liter air, serta sarungisasi buah kakao. Pendampingan dan monitoring yang intensif dari pemandu lapang sangat dibutuhkan agar OPT pada tanaman kakao dapat dikendalikan dengan optimal.

Dapat disimpulkan untuk meningkatkan produktivitas kebun selain dengan pemupukan yang berimbang, sanitasi kebun, aplikasi APH, dan sarungisasi. Serta perlunya pengendalian OPT melalui aplikasi pestisida nabati, oleh karena itu hasil verifikasi lapang ini dapat dinyatakan kedua Kelompok Tani ini layak mendapat bantuan pestisida nabati dalam rangka peningkatan produktifitas kebun.

Penulis: Annisa Balqis, Andi Asjayani, Rony Novianto

DAFTAR PUSTAKA

Marajahan Y., Islan, dan M, Khoiri. 2010. Aplikasi Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Kakao (Theobroma Cacao L.) yang Ditanam Diantara Kelapa Sawit. Url: https://repository.unri.ac.id/bitstream/handle//JURNAL%20DIKA.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Diakses pada: 14 Maret 2022, 10.00 WIB.

Sitohang, N. 2020. Pemupukan N.P.K.Ca.Mg Berimbang untuk Meningkatkan Hasil Kakao (Theobroma  Cacao L) Klon Tsh 858. Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Dikutip dari : https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27194/148104001.pdf?sequence=1&isAllowed=y.

Engka, R.G., J. Rimbing., N, Wanta., 2019. Penerapan Penerapan Pengendalian Hama Secara Terpadu pada Tanaman Kakao. Techno Science Journal. Volume 1 (18-24).


Bagikan Artikel Ini