KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

”Rorak”, Inovasi Sederhana untuk Selamatkan Tanaman Kakao saat Kemarau Berkepanjangan

Diposting     Rabu, 19 Oktober 2022 01:10 pm    Oleh    perlindungan



Dampak perubahan iklim atau yang lebih dikenal dengan climate change berpengaruh terhadap pergantian musim. Tidak lagi dapat diprediksi kapan musim kemarau dan penghujan tiba, yang seharusnya sudah mulai musim penghujan tetapi justru kemarau berkepanjangan atau sebaliknya. Tentunya perubahan musim yang tidak menentu ini dapat mempengaruhi produksi dan pertumbuhan tanaman kakao. Kemarau berkepanjangan membuat kekeringan pada lahan kakao. Kekeringan ringan menyebabkan daun kakao menjadi layu, tetapi ranting tetap sehat dan daun tetap hijau. Kekeringan sedang menyebabkan daun layu berwarna hijau pucat dan ranting serta bakal buah mengering. Sedangkan pada tingkat kekeringan berat menyebabkan daun kering terlihat seperti terbakar, ranting dan akar mengering, buah muda mengering, biji tumbuh cacat dan hasil panen turun 50%.

Kekurangan air akan merusak hasil dari pertanaman kakao (TBM maupun TM) dan secara negatif dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit kakao. Untuk menjaga agar tanah tetap memiliki daya tahan air dan unsur hara yang tinggi dapat dilakukan dengan merekayasa lingkungan perakaran melalui sistem rorak. Rorak merupakan salah satu teknologi yang dapat meningkatkan kualitas fisik tanah karena mampu menampung bahan organik dalam tanah. Bahan organik yang dimasukkan ke dalam rorak dapat menyediakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme tanah yang berperan aktif dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Menurut Danial dan Hidayanto (2012), pemanfaatan rorak dapat dikaitkan dengan pengelolaan sumber bahan organik di lingkungan perkebunan, seperti: daun penaung, kulit buah kakao, dan serasah lainnya. Pada lahan miring, rorak dapat mengurangi aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi.

Rorak merupakan saluran buntu atau bangunan berupa got dengan ukuran tertentu yang dibuat pada bidang olah teras dan sejajar garis kontur yang berfungsi untuk menjebak/menangkap aliran permukaan dan tanah yang tererosi. Rorak juga dapat bermanfaat sebagai media penampungan bahan organik, sumber hara bagi tanaman di sekitarnya. Pada tanaman kakao, rorak adalah galian yang dibuat di sebelah pokok tanaman untuk menempatkan pupuk organik dan dapat berfungsi sebagai lubang drainase. Rorak merupakan salah satu praktik baku kebun yang bertujuan untuk mengelola lahan, bahan organik dan tindakan konservasi tanah dan air di perkebunan kakao. Rorak dapat diisi serasah atau sisa hasil pangkasan tanaman kakao dan gulma hingga penuh dan selanjutnya ditutupi dengan tanah.

Saat hujan deras, rorak dapat berfungsi sebagai lubang drainase untuk mempercepat penyusutan air hujan yang menggenang di atas permukaan tanah. Stagnasi air dapat berakibat fatal pada pertanaman kakao. Biasanya saluran drainase dibuat di pinggir blok kebun. Di blok kebun yang terlalu luas, air yang menggenangi di atas hamparan lahan pertanaman membutuhkan waktu cukup lama untuk keluar melalui saluran drainase. Oleh karena itu, rorak yang dibuat di sekitar pertanaman dapat membantu mempercepat keluarnya air dari hamparan pertanaman, khususnya di lahan yang tekstur tanahnya berat dan beriklim sangat basah dengan curah hujan bulanan relatif tinggi (Suwarto dkk, 2014).

Gambar 1. Pembuatan rorak pada lahan di teras
Sumber: BPTP Kalimantan Timur, 2012

Pada areal pertanaman dengan curah hujan dan intensitas hujan tinggi, tanah bertekstur berat dan permukaan air tanahnya relatif dangkal, maka rorak tambahan dapat dibuat di antara barisan tanaman kakao dengan ukuran lebih panjang dan dalam. Pada lahan miring, pembuatan rorak dapat menekan erosi karena dapat mengurangi aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi. Pada lahan miring yang dibuat teras, rorak dibuat di sebelah dalam teras.

Rorak di perkebunan kakao dibuat diantara pokok tanaman dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 30 cm, dan kedalaman 30 cm. Selanjutnya rorak diisi dengan bahan organik. Jika volume bahan organik yang tersedia cukup banyak, ukuran rorak dapat diperbesar. Rorak dibuat pada jarak 75 – 100 cm dari pokok tanaman, tergantung dari lebar teras yang tersedia di areal pertanaman. Setelah rorak ini penuh, harus membuat rorak baru di sebelah lain pokok tanaman. Pembuatan rorak ini dilakukan sampai tiba di rorak awal yang sudah siap digali. Kompos yang dihasilkan dari rorak pertama ditaburkan pada piringan tanaman. Piringan tanaman merupakan lingkaran area berjarak sekitar 1 m di sekitar pokok tanaman yang selalu dipertahankan bersih dari gulma.  Pemanfaatan rorak dapat dikaitkan dengan pengelolaan sumber bahan organik di lingkungan perkebunan, seperti: daun penaung, kulit kakao, dan tanaman penutup tanah. Selain itu, rorak juga dapat digunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), seperti: Hama Penggerek Buah Kakao (PBK, Conopomorpha cramerella) maupun penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora).

Gambar 2. Rorak berisi kulit kakao bekas serangan OPT dan (b) Rorak berisi kulit kakao yang ditutup plastik
Sumber: Ditlinbun, 2021

Standar pembuatan rorak

  1. Lahan berupa lahan kering dalam 1 ha dapat dibuat rorak sebanyak 30 unit.
  2. Panjang rorak 1 m – 5 m dan lebar 0,3 m – 0,5 m.
  3. Kemiringan lahan antara 3% – 30%.
  4. Lahan peka terhadap erosi.
  5. Ketinggian tempat kurang dari 1.500 m dpl (masih memungkinkan tanaman dapat diusahakan).
  6. Lahan masih diusahakan oleh petani tetapi produktivitasnya telah mengalami penurunan.

Cara pembuatan rorak

  1. Bersihkan lahan dari semak dan gulma.
  2. Lakukan pengukuran pada bidang olah sesuai dengan kontur dan pasang ajir pada ketinggian yang sama.
  3. Tentukan letak rorak yang akan dibuat sesuai dengan ajir yang telah dipasang.
  4. Ukur panjang, lebar rorak sesuai dengan keadaan lahan dan tanaman supaya tidak mengganggu pertumbuhan tanaman (biasanya panjang 1 – 5 m dan lebar 0,3 m membentuk huruf H menghadap lereng).
  5. Gali rorak dengan kedalaman 0,3 – 0,5 m dan tanah galian diatur membentuk bedengan dengan ketinggian 0,2 m dan lebar 0,3 m membentuk huruf U menghadap lereng.
  6. Ulangi cara pembuatan rorak pada tempat lain sesuai ajir yang telah dipasang.
  7. Jarak vertikal rorak satu dengan kedua antara 10 – 15 m.
  8. Lakukan perawatan berkala agar rorak tetap berfungsi sebagaimana mestinya.

Gambar 3. Posisi rorak pada lahan berlereng
Sumber: BPTP Kalimantan Timur, 2012

Rorak sebagai media penampung bahan organik

Rorak sebagai galian yang digunakan untuk menampung limbah tanaman kakao tidak berbeda dengan proses pembuatan pupuk kompos. Kulit kakao, daun serta ranting kakao dikumpulkan dalam satu lubang tanah, kemudian ditutup dengan plastik mulsa selama kurang lebih 60 hari. Pupuk yang dihasilkan dari limbah kakao tersebut sangat ramah lingkungan karena tidak mengandung zat asam berlebih, sehingga tidak membuat struktur tanah menjadi keras. Selain itu, rorak juga menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara (Lukito, 2006).

Hal ini karena kandungan unsur hara yang tersedia pada limbah kakao cukup tinggi. Komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai media tumbuh tanaman. Pemanfaatan rorak menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dapat menambah cadangan unsur hara di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah dan menambah kandungan bahan organik tanah. Pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah diantaranya dapat mempengaruhi pH tanah, meningkatkan kandungan C-organik, meningkatkan KTK tanah, sehingga pemanfaatan rorak berpengaruh baik terhadap tanaman kakao dengan unsur hara yang tersedia dapat meningkatkan produksi tanaman yang tinggi (Didiyek, 2014).

Untuk tetap menjaga kesuburan tanah, tanah perlu dipupuk dan salah satu yang murah dan mudah dilaksanakan oleh petani adalah dengan mengembalikan kulit buah kakao ke dalam rorak dengan cara:

  1. Masukan kulit buah kakao setinggi 2/3 kedalaman rorak.
  2. Campur decomposer atau bahan pengurai lain dan air sesuai dosis dan siramkan pada kulit buah kakao di dalam rorak.
  3. Tutup dengan plastik putih di dalam tanah setebal 5 – 10 cm.
  4. Setelah 4 – 6 minggu bahan organik tersebut sudah menjadi kompos.

Penulis : Yuni Astuti, Ratri Wibawanti dan Andi Asjayani

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. 2012. Rorak pada Tanaman Kakao. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Maryani, Y dan Cucu D. 2019. Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Mowidu I dan Endang S.D.H.S. 2022. Rekayasa Lingkungan Perakaran Melalui Sistem Rorak untuk Meningkatkan Serapan Hara pada Tanaman Kakao. Fakultas Pertanian Universitas Sintuwu Maroso. Poso.

Saputra, R.A. 2016. Pemanfaatan Rorak pada Pertanaman Kakao (Studi Kasus di Desa Goarie, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng). Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Makassar.


Bagikan Artikel Ini