Model Ramalan Luas Serangan Oryctes sp. pada Kelapa Triwulan 4 dari Triwulan 4 Tahun Sebelumnya.
Diposting Selasa, 14 Oktober 2014 09:10 pmPeramalan organisme penggangu tanaman (OPT) adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi atau memprediksi populasi atau serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkannya dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT merupakan komponen penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat dan luasnya serangan yang akan terjadi dalam suatu periode tertentu.
Tujuan peramalan OPT adalah menyusun saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip dan strategi PHT sehingga populasi atau serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi dan secara ekonomis menguntungkan serta aman terhadap lingkungan.
Bahan yang digunakan dalam menentukan model peramalan luas serangan Oryctes rhinoceros Triwulan 4 adalah data luas serangan Oryctes rhinoceros Triwulan 4 tahun 2006-2013 secara nasional. Tahapan-tahapan dalam menentukan model peramalan luas serangan triwulan 4 adalah sebagai berikut:
Pembinaan Kualitas, Moral Dan Etos Kerja Pegawai Ditjen Perkebunan.
Diposting Senin, 13 Oktober 2014 09:10 pmPegawai Negeri Sipil (PNS) dituntut untuk meliliki kemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab serta bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu upaya dalam mewujudjannya dengan meningkatkan eksplorasi potensi dan kekuatan dalam diri kita, serta untuk meningkatkan kinerja dan etos kerja pegawai Ditjen Perkebunan menyelenggarakan kegiatan Pembinaan Kualitas, Moral dan Etos Kerja Pegawai.
Kegiatan tersebut diselenggarakan selama 3 (tiga) hari mulai tanggal 9 s.d 11 Oktober 2014 bertempat di Cibogo – Bogor. Dengan diselenggarakannya kegiatan ini diharapkan para peserta dalam hal ini pegawai Direktorat Jenderal Perkebunan akan dapat menghancurkan hambatan teknis dan hambatan mental seperti keberanian, keyakinan, dan motivasi, sehingga potensi dan kekuatan pada dirinya dapat lebih dioptimalkan untuk mencapai impian dan cita-citanya antara lain memiliki kreativitas, inovasi, dan inspirasi dalam pelaksanaan tugasnya khususnya dalam mewujudkan visi dan misi Ditjen Perkebunan.
Pelepasan peserta dilakukan di Kantor Ditjen Perkebunan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Ir. Irmijati Rachmi Nurbahar, M.Sc, sedangkan pembukaan kegiatan oleh Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Ir. Azwar AB, M.Si yang sekaligus membacakan arahan Direktur Jenderal Perkebunan. Dalam arahannya Dirjen Perkebunan mengingatkan setiap pegawai harus menjaga sikap dan perilakunya baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari, karena sebagai abdi negara dan abdi masyarakat dalam sikap, tindakan dan perilaku diatur oleh seperangkat ketentuan peraturan perundang-undangan serta diikat oleh sumpah/janji, peraturan disiplin dan kode etik.
Selain itu ditekankan juga bahwa dalam pelaksanaan tugasnya PNS Kementerian Pertanian berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/11/2012 tentang Pedoman Nilai-Nilai dan Makna Bekerja Bagi Pegawai Kementerian Pertanian. Nilai-nilai bekerja terdiri dari komitmen, keteladanan, profesionalisme, integritas dan disiplin (KKPID), sedangkan makna bekerja adalah mengabdi untuk kemandirian pangan dan kesejahteraan petani.
Metode yang digunakan dalam kegiatan Pembinaan Kualitas, Moral dan Etos Kerja Pegawai Ditjen Perkebunan adalah metode in-house training dan outbond (melalui permainan/games). Pada in-house training disampaikan materi yaitu Building Super Organization, Conflict Management & Problem Solving, serta Company Attitude Training. Dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku pegawai agar menjadi pribadi yang memiliki komitmen, motivasi, semangat, optimis, kreatif dan inovatif serta mampu bersinergi dan bekerjasama dalam mewujudkan suatu organisasi yang handal.
Pelaksanaan Dan Pengamatan Beberapa Metode Perkecambahan Kakao.
Diposting
BBPPTP Ambon, Perkecambahan merupakan proses metabolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumule dan radikula). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA. Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam berbagai fenomena fisiologis maupun biokimia. Pengujian viabilitas benih bertujuan untuk menentukan potensi perkecambahan maksimal dari suatu lot benih yang dapat digunakan untuk membandingkan mutu benih dari lot yang berbeda. Benih dikecambahkan dalam kondisi lingkungan yang optimum. Dari hasil uji ini dapat digunakan untuk memperkirakan hasilnya di lapangan. Ciri lain dan khas dari pengujian daya berkecambah benih adalah pengamatan terhadap benih yang tumbuh dilakukan dua kali. Pengamatan pertama biasa disebut hitungan pertama yang dilakukan pada hari ketiga setelah tanam dan pada 7 hari setelah benih ditanam. Sesuai dengan tujuan pengujian yaitu untuk mendeteksi viabilitas benih dalam kondisi optimum, kondisi pengujian daya berkecambah benih dibuat serba optimum dan standar.
Media yang digunakan untuk menumbuhkan benih yaitu : kertas merang dan pasir, kertas saring atau kertas koran bila benih dikecambahkan dalam alat pengecambah benih. Media pasir, serbuk gergaji atau arang sekam digunakan bila benih ditumbuhkan diruang persemaian (leathouse). Ukuran media kertas atau boks plastik yang digunakan harus standar untuk menanam sejumlah benih tertentu, pelembapan media harus optimum karena media terlalu kering atau terlalu basah akan menyebabkan kondisi menjadi tidak optimum. Adapun metode yang dapat digunakan untuk perkecambahan kakao antara lain :
Kriteria Pohon Induk Terpilih Tanaman Cengkih.
Diposting
BBPPTP Ambon, Pohon Induk Terpilih adalah pohon terseleksi yang telah memenuhi syarat sebagai penghasil benih. Benih yang diharapkan dari pohon induk terpilih adalah benih yang sangat berkualitas. Benih yang berkualitas, baik ditentukan oleh kualitas pohon dimana benih/biji diambil atau dipanen. Benih yang bermutu akan menghasilkan pohon yang bermutu. Dalam teori ilmu genetika bahwa induk yang berkualitas baik akan menghasilkan keturunan yang berkualitas baik pula. Seleksi pohon induk bisa didasarkan pada persyaratan morfologi pohon yaitu sifat-sifat fisik pohon yang dapat memenuhi kriteria sebagai pohon penghasil benih bermutu baik yang dilihat dari sisi umur calon pohon induk, diameter pohon, kesehatan pohon, penampilan pohon, dan letak pohon. Pohon-pohon yang terpilih sebagai pohon induk benih harus memperoleh cukup cahaya, unsur hara dan ruang tumbuh serta tidak terjadi kontaminasi polen (serbuk sari). Pohon-pohon induk yang dipilih tersebut diperoleh dari penilaian Blok Penghasil Tinggi yang telah diamati karakter penilaiannya selama paling sedikit tiga tahun berturut-turut.
Kriteria Pembibitan Pala.
Diposting
BBPPTP Ambon, Pala (Myristica fragans Houtt) merupakan tanaman asli Indonesia, yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Prospek pengembangan agrobisnis pala cukup cerah, karena peluang pasarnya makin terbuka dan cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun dengan tingginya permintaan bibit/benih bermutu. BBPPTP Ambon dalam melaksanakan Tupoksi diantaranya pelaksanaan pengembangan teknik dan metode pengawasan mutu benih perkebunan dengan tujuan meningkatkan dan mengembangkan metode serta menjadi bahan informasi yang harus diperhatikan dalam usaha pembibitan pala. Pembibitan pala berasal dari biji (perbanyakan generatif) maupun setek atau sambung (perbanyakan vegetatif) biasanya menggunakan media bedengan atau polibag. Keberhasilan usaha tani tanaman pala ditentukan oleh faktor penggunaan bibit yang baik. Pada dasarnya perbanyakan tanaman pala dapat dilakukan dengan cara perbanyakan dengan biji. Biji yang diperoleh dari pohon induk yang memenuhi persyaratan adalah sebagai berikut :
Penurunan Kualitas Mutu Biji Kakao.
Diposting
BBPPTP Ambon, Biji kakao merupakan komoditas pertanian Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Sampai saat ini, kurang lebih 90% petani menjual kakao dalam bentuk biji untuk diekspor, namun mutunya masih rendah. Salah satu penyebab mutu yang rendah yaitu biji kakao yang telah mengalami kerusakan seperti terserang hama gudang, jamur, tercampur kotoran dan benda-benda asing. Biji kakao yang telah mengalami kerusakan tentunya tidak sesuai dengan standar mutu biji kakao Indonesia yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-1991). Pada SNI ini, standar mutu biji kakao diklasifikasikan dalam dua syarat, yaitu sebagai berikut :
1. Syarat mutu umum
Syarat umum biji kakao yang akan diekspor dibedakan berdasarkan ukuran biji kakao tersebut, tingkat kekeringan/kandungan air dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji kakao ini dinyatakan dalam jumlah biji per 100 g biji kakao kering (kadar air 6-7%). Klasifikasi mutu berdasarkan ukuran biji ini diklasifikasikan dalam 5 tingkatan, sedang tingkat kekeringan dan kontaminasi ditentukan secara laboratoris atas dasar pengujian kadar air pada sampel uji yang mewakili dan diukur menggunakan alat pengukur kadar air biji kakao. Syarat umum standar mutu biji kakao terdapat pada tabel dibawah ini.
Indonesia Mencanangkan Program Nasional Untuk Merubah Kelapa Sawit Menjadi Green Commodity.
Diposting Senin, 06 Oktober 2014 09:10 pmJakarta-(3/10) Menteri Pertanian Republik Indonesia Dr. Ir. H. Suswono, MMA meresmikan Pencanangan Platform Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (Launching Sustainable Palm Oil Platform For Smallholders) di Auditorium Kementerian Pertanian, yang dihadiri oleh undangan dari unsur pemerintah pusat dan daerah serta undangan dari perwakilan asosiasi kelapa sawit.
Kementerian Pertanian bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) secara resmi mencanangkan platform nasional untuk Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (Sustainable Palm Oil Initiative, SPOI) yang bertujuan untuk mendukung petani kelapa sawit berpenghasilan rendah agar dapat meningkatkan produksi dan meningkatkan pengelolaan lingkungan.
Menteri Pertanian mengatakan bahwa koordinasi yang kuat antar instansi lembaga terkait dalam kegiatan ini menjadi sangat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Platform ini merupakan suatu forum koordinasi dan diskusi untuk memperoleh masukan serta pandangan yang terkait dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan kelapa sawit rakyat berkelanjutan. Pertemuan para pemegang kepentingan akan dilakukan secara transparan untuk mendiskusikan kebijakan pemerintah yang ada dan memperkuat kebijakan pemerintah di masa mendatang serta memperkuat persyaratan ISPO dan mempromosikannya.
Di samping itu Suswono menyampaikan untuk memperlancar kegiatan tersebut dibentuk empat working group (WG) atau kelompok kerja yang merupakan tim yang beranggotakan instansi pemerintah, para ahli, praktisi dan pemangku kepentingan lainnya yang membahas, mengkaji dan menangani permasalahan tertentu yang terkait dengan kelapa sawit. Keempat WG tersebut adalah : 1) WG peningkatan kapasitas dan kemampuan petani, 2) WG monitoring dan pengelolaan lingkungan, 3) WG tata kelola dan mediasi permasalahan dan 4) WG sosialisasi/promosi ISPO dan akses pasar.
Masing-masing platform terdiri dari steering committee dan WG, Platform dipimpin oleh instansi/lembaga pemerintah yang terkait langsung dengan pencapaian target kelapa sawit berkelanjutan dan beranggotakan pemangku kepentingan di bidang perkelapasawitan seperti wakil instansi/lembaga pemerintah yaitu asosiasi petani, asosiasi perusahaan, LSM/CSO nasional dan internasional, perusahan perkebunan besar, lembaga pendidikan dan riset dan organisasi pendanaan, lanjut Suswono.
Dalam akhir keynote speech-nya Suswono menyampaikan bahwa Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar dunia, pada hari Jumat mencanangkan sebuah program nasional untuk meningkatkan penghidupan petani sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan terkait dengan perluasan kelapa sawit.
Pada kesempatan lain dalam sambutan dari Country Director UNDP Indonesia, Beate Trankmann mengatakan bahwa platform nasional ini diperlukan untuk mengimbangi perluasan dan potensi ekonomi dari kelapa sawit dengan menjaga ekosistem dan masyarakat yang sehat.
Pada tahun 2013, luas total perkebunan untuk produksi kelapa sawit Indonesia diperkirakan sekitar 10 juta hektar dan memproduksi 27 juta ton minyak kelapa. Indonesia memiliki target untuk meningkatkan produksinya menjadi 40 juta ton pada tahun 2020.
Perkiraan kebutuhan lahan tambahan yang untuk target ini masih sangat bervariasi, berkisar antara 5-10 juta hektar. Perluasan lahan ini akan menggunakan Areal Penggunaan Lain (APL) yang bukan kawasan hutan.
Walaupun industri kelapa sawit telah berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, masih ada kekhawatiran jika tidak dijaga dengan baik akan merusak lingkungan seperti penebangan hutan (deforestasi), hilangnya keanekaragaman hutan dan meningkatnya emisi gas rumah kaca. Terlebih lagi, petani kecil kelapa sawit terkadang tidak memiliki kapasitas, pengetahuan dan sumber daya untuk mengadopsi praktikpraktik produksi yang berkelanjutan dan meningkatkan penghidupan yang berkualitas.
Platform nasional SPOI ini juga akan mempromosikan Sistem Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil System, ISPO) pada dunia. ISPO merupakan skema sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan yang wajib dilaksanakan.
Platform ini bertujuan untuk mempertemukan para pemegang kepentingan, khususnya pihak swasta, untuk mengikuti aturan produksi yang berkelanjutan dari komoditi ini. Salah satu perusahaan kelapa sawit Indonesia bertaraf internasional sedang menyelesaikan negosiasi untuk mendukung platform ini.
SPO merupakan proyek 5 tahun yang bekerja pada tingkat nasional dan juga di tiga provinsi pilot, termasuk Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. (evalap)
Membedah Permasalahan Dalam Pengembangan Tebu dan Mencari Solusinya.
Dipostingemarang, 16 Oktober 2014. Harus ada sinergitas tugas Penyuluh Pertanian dan TKP/PLP-TKP Tebu dalam mendampingui petani tebu di lapangan. Itulah kesepakatan yang dibuat oleh PPL dan TKP/PLP-TKP di acara Pertemuan Koordinasi dan Pelatihan Petugas Pendamping Komoditas Perkebunan Tahun 2014 di Semarang, Jawa Tengah.
Pertemuan yang diprakasai oleh Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah ini merupakan pertemuan yang perlu mendapat acungan jempol, karena pertemuan ini merupakan fasilitasi yang mempertemukan dua unsur petugas yang mempunyai tugas yang sama “mendampingi petani tebu”.
Hadir juga dalam pertemuan tersebut Direktur Tanaman semusim yang memaparkan tentang permasalahan dalam pengembangan tebu yang terjadi akhir-akhir ini, yang berkaitan dengan Upaya Pemerintah Dalam Pencapaian Swasembada Gula Nasional 2010-2014 dan bagaimana peran Kementerian/Lembaga dalam upaya mencapai Swasembada Gula tersebut.
Diskusi dilanjutkan dengan membedah bersama-sama, hal-hal yang terjadi di lapangan yang dihadapi oleh Penyuluh Pertanian dan TKP/PLP-TKP. Salah satu faktor yang menjadi hambatan bagi para petugas adalah kurangnya pengetahuan teknis budidaya. Tebu merupakan komoditas yang agak berbeda dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Perlu ada perlakuan khusus terhadap komoditas tebu ini, dari benih sampai penanganan pasca panen. Selain permasalahn teknis budidaya, harus juga dipahami betul tentang penanganan pasca panen, bagaimana manajemen tebang, pengangkutan, pengolahan, dan sebagainya. Para petugas harus dibekali pengetahuan tentang hal tersebut. Dalam diskusi juga dibahas usulan solusi penyelesaian masalahnya. Hal ini dapat teratasi dengan baik sangat diperlukan adanya kerjasama dan koordinasi dari berbagai pihak, baik untuk penanganan on farm dan off farm.
Diharapkan pertemuan semacam ini dapat dilakukan di daerah sentral tebu lainnya, dan dilakukan secara periodik. Agar kendala dan hambatan yang dihadapi petugas di lapangan, dapat teratasi dengan cepat.****dm