KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Evaluasi Kesesuaian Lahan Kopi Robusta (Coffea canephora) Desa Pucaksari Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng Menggunakan Analisis Sistem Informasi Geografi

Diposting     Senin, 03 Juni 2024 06:06 pm    Oleh    ditjenbun



Oleh : Agnes Verawaty Silalahi

A B S T R A K
Faktor topografi dan iklim mendukung kopi robusta untuk tumbuh baik di Indonesia. Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi kopi robusta mengalami penurunan selama satu dekade terakhir (2010-2019), khususnya di wilayah Desa Pucaksari, Provinsi Bali. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kesesuaian lahan kopi robusta pada setiap satuan unit lahan di Desa Pucaksari. Metode ini menerapkan metode interpretasi penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan jenis tanah untuk selanjutnya dianalisis menggunakan menggunakan metode evaluasi lahan dan sistem informasi geografi (SIG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa satuan unit lahan (SUL) K1L2Be dan K1L3Be dengan karakteristik kemiringan lereng antara 8-30%, ketinggian tempat 400-900 mdpl dan jenis tanah Kambisol Eutrik, masuk dalam kelas sesuai (S2) untuk kopi robusta, dengan luas 94,7% dari total luas studi area. Sedangkan 5,23% area SUL K1L4Be dengan kemiringan lereng >30%, merupakan kelas sesuai marginal (S3). SUL K4L4Be dengan kemiringan lereng >30% dan ketinggian tempat 0-300 mdpl memiliki kelas tidak sesuai (N). Produksi kopi robusta di Desa Pucaksari dapat ditingkatkan dengan mempertahankan kualitas lahan di wilayah S2 dan memperbaiki kualitas lahan S3. Untuk wilayah kategori N, diperlukan kajian khusus sebagai acuan atau dasar dalam perencanaan pengembangan perkebunan kopi dan pemetaan potensi pengembangan wilayah lainnya seperti wisata hutan hujan tropis dan pertanian.

Pendahuluan
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia yang memiliki peranan signifikan dalam meningkatkan penerimaan devisa negara. Jenis kopi yang ditanam di Indonesia ada 2, yaitu robusta dan arabika. Berdasarkan data Ditjenbun, pada tahun 2022 hasil produksi robusta mencapai 61% lebih tinggi dibanding arabika (Statistik perkebunan, 2023). Mayoritas luas perkebunan kopi dikelola oleh petani lokal, mencapai 98%, dengan kopi robusta menyumbang sekitar 71%, sementara kopi arabika mencakup 29% dari total luas perkebunan kopi (Statistik perkebunan, 2023).
Kopi sangat populer di Indonesia dan global, dengan pertumbuhan konsumsi rata-rata 8,22% per tahun (Kementerian Pertanian, 2018). Pasokan kopi pada tahun tersebut mencapai 795 ribu ton, dengan konsumsi sebesar 370 ribu ton, menunjukkan potensi pengembangan produk kopi yang baik. Namun dalam budidayanya, masyarakat Indonesia terkadang belum memenuhi anjuran Good Agriculture PracticeI (GAP) seperti penggunaan sumber daya yang tepat guna dan pemanfaatan lahan yang sesuai untuk peruntukannya.
Pengembangan komoditas seperti kopi, penting untuk memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Selain itu, perlu disesuaikan dengan potensi lahan yang akan digunakan untuk menanam tanaman tersebut. Proses penentuan kesesuaian lahan harus memenuhi persyaratan serta perencanaan pengembangan komoditas pertanian yang bersangkutan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Salah satu penghasil kopi robusta yang terkenal dan luas berada di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Perkebunan kopi robusta di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng merupakan salah satu sektor unggulan yang terdapat di Provinsi Bali. Varietas kopi robusta di kecamatan ini yang terbesar ditanam di Desa Pucaksari. Budidaya kopi robusta di Desa Pucaksari sudah dimulai sejak tahun 1980, dengan luas lahan total lebih dari 100 hektar (Deta et al., 2023). Namun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produktivitas kopi robusta di Desa Pucaksari ini mulai menurun dari tahun 2010-2019. Produktivitas kopi robusta stabil kurang lebih 5,47 kuintal/ha pada tahun 2010-2015, kemudian mengalami penurunan menjadi 5,05 kuintal/ha pada tahun 2016-2018 dan kembali mengalami penurunan drastis pada tahun 2019 menjadi 2,87 kuintal/ha. Tren penurunan produktivitas ini tentunya akan merugikan petani dalam segi ekonomi pada jangka panjang dan tentu saja dapat menurunkan pamor kualitas dan kuantitas kopi robusta di Desa Pucaksari, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng ke depannya.
Penurunan produktivitas perkebunan kopi robusta di Desa Pucaksari harus dikaji dan ditanggulangi agar tidak menyebabkan masalah di masa yang akan datang. Langkah ini melibatkan penyebaran informasi tentang cara bercocok tanam kopi robusta kepada warga setempat, termasuk memberikan pemahaman tentang kesesuaian lahan. Dengan melakukan penelitian mengenai kesesuaian lahan, dapat mempermudah perencanaan penggunaan lahan yang produktif (Wirosoedarmo et al., 2011). Upaya untuk mengurangi risiko penurunan produktivitas lahan ini dapat dilakukan melalui evaluasi kesesuaian lahan (Puspa et al., 2021).
Dalam melakukan evaluasi kesesuaian lahan, memiliki dasar yang kuat sangatlah penting. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah alat untuk mempelajari fenomena geosfer dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan terkait perencanaan spasial suatu wilayah (Alwin dkk., 2020). Pemanfaatan penginderaan jauh (PJ) juga digunakan dalam pengelolaan sumber daya alam, perencanaan pemanfaatan lahan, pengurangan risiko bencana, pemantauan cuaca dan iklim, serta tujuan lainnya (Azhari dkk., 2022). Teknologi PJ ini berkembang dan terkini dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan (El Baroudy, 2016).
Penelitian evaluasi kesesuaian lahan untuk perkebunan kopi robusta di Desa Pucaksari ini dilakukan untuk mengetahui kecocokan antara karakteristik lahan terhadap prasyarat pertumbuhan kopi robusta, sehingga dapat diidentifikasi lahan yang potensial untuk mengembangkan tanaman kopi robusta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis satuan unit lahan mana saja yang sesuai dan optimal untuk ditanami kopi robusta di Desa Pucaksari, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng agar dapat menjaga maupun meningkatkan produktivitas kopi robusta yang ada.

Metode
Pengambilan data primer sebaran kebun kopi milik petani lokal pada penelitian ini dilaksanakan pada 31 Mei hingga 7 Juni 2022. Lokasi dari pengambilan ini di Desa Pucaksari, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa Pucaksari merupakan salah satu dari lima belas desa yang ada di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Luas Desa Pucaksari ini 1.442,7 ha. Lebih dari 90% wilayah di Desa Pucaksari ini merupakan perkebunan (1.404 ha) dan sisanya merupakan permukiman, persawahan dan pekarangan (Pemerintahan Desa Pucaksari, 2017).
Penelitian ini menggunakan jenis data data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei di lapangan yang meliputi pendataan petani di Desa Pucaksari dan plotting poligon kebun kopi yang dimiliki. Pengumpulan data sekunder berupa kondisi topografi, kemiringan lereng, jenis tanah, dan kondisi iklim dilakukan untuk analisis kesesuaian lahan kopi robusta ini.
Data sampel kebun petani pada penelitian ini didapatkan dari lima kelompok tani kopi yang ada di Desa Pucaksari, yaitu kelompok tani Kutul Amerta Rahayu, Werdhi Sami Asih, Sruti Tani Asih, Maju Anyar, dan Mekar Sari. Selain itu, terdapat juga 3 (tiga) subak abian di Desa Pucaksari, yaitu Gunung Kutul, Pakang Aya, dan Mertha Sari. Total poligon kebun kopi yang berhasil dipetakan sejumlah 286 kebun.
Metode yang diterapkan dalam analisis kesesuaian lahan menggunakan metode pencocokan (matching). Pendekatan ini digunakan untuk menilai kesesuaian lahan dengan membandingkan karakteristik lahan dengan kriteria persyaratan penggunaan lahan yang ditetapkan untuk pertanian/perkebunan pada suatu komoditas. Dengan demikian, metode ini memungkinkan evaluasi potensi pada setiap unit lahan tertentu (Silaban et al., 2016; Wahyunto et al., 2016; Purba et al., 2018).
Klasifikasi kesesuaian lahan didasarkan pada kriteria penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (2014). Terdapat empat kelas, yaitu: 1) Kelas S1, yang menunjukkan kesesuaian sangat tinggi, di mana lahan tidak memiliki pembatas dan tidak memberikan dampak negatif pada produktivitas. 2) Kelas S2, yang menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik, namun lahan memiliki pembatas yang cukup serius yang dapat mengurangi produktivitas. 3) Kelas S3, mengindikasikan kesesuaian marginal, melibatkan lahan dengan pembatas serius yang memerlukan input tambahan melebihi kebutuhan normal. 4) Kelas N, menunjukkan ketidaksesuaian, digunakan untuk lahan dengan pembatas permanen yang tidak dapat diperbaiki melalui upaya perbaikan konvensional.
Pada penelitian ini, faktor tematik yang dipertimbangkan dalam pertumbuhan kopi robusta di Desa Pucaksari adalah kondisi temperatur/iklim, topografi/elevasi, dan bahaya erosi. Kopi robusta ini memiliki kemampuan tumbuh optimal pada ketinggian antara 400 hingga 900 meter di atas permukaan laut. Selain itu, tanaman ini dapat berkembang dengan baik pada wilayah dengan suhu rata-rata dalam kisaran 20°C – 24°C. Untuk curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan kopi robusta, berkisar antara 2.000 hingga 3.000 mm per tahun dan memiliki kemiringan lereng antara 0-15% (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011).

Hasil dan pembahasan

Data Iklim
Data iklim yang digunakan diperoleh dari Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III Denpasar Tahun 2017 yang meliputi data curah hujan, data suhu udara, dan kelembaban udara rata-rata bulanan. Dari data yang tersedia, pada wilayah Kabupaten Buleleng, terkhusus kecamatan Busungbiu dan Desa Pucaksari, diperoleh kondisi wilayah secara umum: 1) suhu udara rata-rata tahunan 26°C; 2) curah hujan 2.480 mm/tahun; 3) kelembaban rata-rata tahunan 75%; 4) Lamanya bulan basah 7-9 bulan (klasifikasi iklim oldeman tipe B2) (BMKG Wilayah III Bali, 2023). Secara umum, kondisi iklim di Desa Pucaksari ini dapat mendukung pertumbuhan tanaman kopi robusta dengan kelas kesesuaian S1 hingga S3.

Karakteristik Lahan
Berdasarkan hasil interpretasi topografi, jenis tanah, peta kemiringan lereng menggunakan data DEMNAS maka diketahui data karakteristik lahan sebanyak 4 (empat) Satuan Unit Lahan (SUL). Rincian dari satuan unit lahan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Satuan unit lahan ini dikelompokkan berdasarkan kelas data ketinggian, kemiringan lereng, dan jenis tanah. Data kelas kemiringan dan ketinggian menjadi parameter yang sangat penting dalam pembuatan peta unit lahan di Desa Pucaksari. Hal ini dikarenakan pada data jenis tanah di Desa Pucaksari berdasarkan The Food and Agriculture Organization (FAO) hanya terdapat 1 jenis yaitu Kambisol Eutrik.
Tanah kambisol secara alamiah menunjukkan tanda-tanda hidromorfik pada kedalaman 50-100 cm dari permukaan tanah. Kambisol Eutrik (Be) adalah jenis kambisol yang menunjukkan sifat hidromorfik pada kedalaman 50 cm dari permukaan, tanpa adanya horison penciri (kecuali jika terdapat penimbunan bahan baru ≥ 50 cm) selain horison A, horison H, dan horison B dengan sifat kambik, kalsik, atau gipsik (Subardja et al., 2014).

Kesesuaian Lahan Aktual Kopi Robusta Desa Pucaksari
Penilaian tingkat kesesuaian lahan berfungsi untuk menganalisis karakteristik lahan yang cocok atau tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman. Karakteristik yang tidak memenuhi persyaratan tanaman dapat diperbaiki dengan tujuan mengoptimalkan pertumbuhan tanaman kopi. Faktor-faktor yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman kopi memerlukan perbaikan lahan agar hasil panen kopi memiliki kualitas yang baik (Pascawijaya, 2015). Hasil pencocokan antara karakteristik lahan dan persyaratan tanam kopi robusta menunjukkan variasi dalam tingkat kesesuaian lahan, yang dapat dilihat dalam Tabel 3 sebagai kelas kesesuaian lahan aktual.
Letak Desa Pucaksari berada pada ketinggian 400 – 900 mdpl dengan terdapat sedikit area yang terletak di ketinggian 0 – 300 mdpl pada bagian utara. Bagian utara Desa Pucaksari terdapat wilayah yang lebih rendah yang dipisahkan dengan area yang memiliki kemiringan lereng curam. Berdasarkan tabel 1 mengenai kriteria teknis kesesuaian lahan untuk menanam kopi robusta, dijelaskan bahwa data ketinggian yang paling cocok untuk tanaman kopi jenis robusta adalah di ketinggian 400 – 900, dengan demikian dominasi perkebunan kopi robusta di Desa Pucaksari tergolong sudah sesuai. Sedangkan untuk parameter kemiringan lereng di Desa Pucaksari cukup beragam yakni berada di 8 – 30%. Kemiringan lereng yang paling baik untuk penanaman kopi robusta adalah di antara 0 – 8%, namun dikarenakan pada lokasi kajian kemiringan lereng 0 – 8% jarang ditemui dan luasan area yang tergolong sempit, maka digeneralisir menjadi kemiringan lereng 8 – 15%.
Mayoritas petani kopi di Desa Pucaksari melakukan metode tumpangsari pada lahan yang mereka miliki atau lahan yang mereka kerjakan. Penduduk rata – rata menggarap lahan pertanian atau perkebunan, baik lahan yang dimiliki sendiri atau lahan yang menyewa di lahan orang lain. Tanaman kopi robusta di Desa Pucaksari ini berdasarkan wawancara singkat ke petani, dapat ditanam di lahan yang datar maupun di lahan yang miring di ketinggian tertentu. Terdapat petani yang memiliki lahan di lahan yang miring sehingga diperlukan penyesuaian terhadap cara menanam tanaman kopi agar produktivitas dapat efektif dan maksimal.
Berdasarkan hasil survei poligon kebun kopi robusta di Desa Pucaksari, didapatkan total bidang 271 kebun dengan luas total 330,2 ha yang tersebar hampir merata di desa, terutama di sisi selatan Desa Pucaksari (Gambar 4). Persebaran kebun kopi di Desa Pucaksari ini mengikuti jalan raya maupun setapak dengan mayoritas kebun kopi berada di belakang rumah dan terdapat pula beberapa kebun yang mengelompok berdasarkan kepemilikan keluarga. Sebaran kebun yang berhasil tersurvei tersebar ke 3 dari 4 satuan unit lahan sesuai yang tertera pada yaitu K1L2Be, K1L3Be, dan K1L4Be, sedang tidak terdapat kebun kopi pada unit lahan K4L4Be.
Kebun kopi tersurvei tersebar pada 3 dari total 4 satuan unit lahan dengan rincian jumlah 109 kebun pada unit lahan K1L1Be dengan luas total 174 ha; 148 kebun kopi pada unit lahan K1L4Be dengan luas total 138,9 ha; dan 14 kebun pada unit lahan K1L4Be dengan luas total kebun 17,3 ha (Tabel 4). Sebaran kebun tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kondisi kemiringan lereng dan akses menuju kebun. Sebagai contoh kebun kopi pada unit lahan K1L4Be yang sedikit dikarenakan oleh lereng yang curam dan lokasi yang cenderung jauh dari pemukiman di Desa Pucaksari sehingga akses menuju kebun juga lebih sulit jika dibandingkan dengan lokasi kebun lain.
Sebaran lokasi kebun kopi robusta milik petani Desa Pucaksari yang berhasil tersurvei didominasi pada unit kesesuaian lahan aktual S2 dan S3 (Gambar 5). Hal ini berarti mayoritas penanaman kebun kopi robusta di Desa Pucaksari ini sudah ‘sesuai’ maupun ‘sesuai marginal’. Kesesuaian penggunaan lahan untuk kopi robusta ini tentu dapat memaksimalkan hasil panen baik kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan. Namun demikian masih terdapat beberapa kebun milik petani yang terletak di lokasi kesesuaian lahan aktual kelas (N) yang berarti tidak sesuai. Besar luasan kebun kopi yang termasuk pada kelas (N) yaitu sebesar 5,2% dari luasan total kebun yang berhasil disurvei. Ketidaksesuaian kebun kopi robusta pada kelas ini disebabkan oleh adanya faktor pembatas yang sulit untuk diantisipasi atau ditanggulangi.
Ada dua kategori faktor pembatas, yaitu yang dapat diperbaiki dan yang bersifat permanen. Penanganan yang optimal diperlukan untuk mengatasi hal ini. Faktor pembatas yang tidak dapat diperbaiki mencakup suhu (tc) dan media perakaran (rc) (Pakpahan, 2002; Purba 2018, Silaban et al., 2016). Hal-hal tersebut merupakan elemen alamiah dari suatu area tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian pada tahun 2011 menyatakan bahwa ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan potensi lahan untuk penanaman kopi robusta sesuai dengan kriteria tertentu. Menurut kelas kesesuaian lahan aktual, unit lahan di lokasi penelitian memiliki faktor pembatas yang dapat diperbaiki, seperti karakteristik ketersediaan air (wa), retensi hara (nr), hara tersedia (na), ketersediaan oksigen (oa), dan risiko erosi (eh) (Djaenudin et al., 2011).
Salah satu faktor pembatas kesesuaian lahan untuk penanaman kopi robusta di Desa Pucaksari berdasarkan Tabel 2 yaitu kemiringan lereng. Kemiringan lereng yang cukup besar >30% menjadi salah satu faktor penyebab kesesuaian lahan masuk ke dalam kategori tidak sesuai pada penanaman kebun kopi robusta. Faktor pembatas ini cukup sulit untuk ditanggulangi, namun terdapat beberapa hal yang dapat diusahakan agar penanaman kopi robusta pada lahan ini maksimal, yaitu salah satunya dengan menanamkan tanaman sela atau penaung yang cocok untuk menahan erosi maupun longsor. Langkah lain yang dapat dilakukan dengan membuat terasering pada kebun yang terletak di lahan dengan kemiringan lereng tinggi (>30%). Selain untuk menanggulangi erosi dan tanah longsor, terasering berfungsi untuk memperbesar peluang penyerapan air tanah. Terasering lebih efektif untuk mengatasi risiko erosi pada kemiringan <25%. Apabila diterapkan pada lereng dengan kemiringan >30% kurang efektif dan membutuhkan biaya yang lebih besar.

Simpulan
Satuan unit lahan K1L2Be dan K1L3Be dengan karakteristik data ketinggian sangat sesuai (400 – 900 mdpl) dengan memiliki kecenderungan berpotensi sesuai (S2) untuk ditanami kopi robusta denga luasan 174 ha pada satuan unit lahan K1L2Be dan 138,9 ha pada unit lahan K1L3Be. Faktor pembatas pada unit lahan ini adalah kemiringan lereng yaitu pada rentang antara 8 – 30% dan bahaya erosi, namun faktor pembatas tersebut dapat di minimalisir dan dikurangi dengan cara menyesuaikan kondisi kebun dengan kemiringan lereng yang ada. Satuan unit lahan K1L4Be pada penelitian ini memiliki faktor pembeda kemiringan lereng curam (>30%) dengan bahaya erosi pada kategori berat, unit lahan ini berpotensi memiliki kesesuaian sesuai marjinal (S3). Sedang unit lahan K4L4Be berdasarkan hasil dari penelitian menunjukan bahwa unit lahan ini tidak cocok untuk ditanami kopi robusta, hal tersebut dikarenakan selain kemiringan lereng dan bahaya erosi, unit lahan ini juga memiliki ketinggian yang lebih rendah jika dibandingkan dengan unit lahan lainya yaitu 0 – 300 mdpl. Dengan kondisi tersebut, satuan lahan K4L4Be memiliki kelas tidak sesuai (N) untuk penanaman tanaman kopi robusta di Desa Pucaksari, Kecamatan Busungbio, Kabupaten Buleleng.

Referensi

Alwin, Sya’ban, A., & Adiputra, A. (2020). Spatial Analysis of Earthquake Vulnerability Based on Geographic Information System (GIS) in Disaster Mitigation Efforts. Spatial : Wahana Komunikasi Dan Informasi Geografi, 20(1), 31–44. https://doi.org/https://doi.org/10.21009/s patial.172.07

Azhari, S. C., Hilman, I., Fadjarajani, S., & Sukmo, G. (2022). A Bibliometric Analysis : Remote Sensing Literature in Reputable International Journals Indexed in Dimensions .ai Database. Spatial : Wahana Komunikasi Dan Informasi Geografi, 22(2), 79–94. https://doi.org/https://doi.org/10.21009/s patial.v22i2.28464

BMKG Wilayah III Bali. (2023). Klasifikasi Iklim Wilayah Bali. Tersedia online: https://bbmkg3.bmkg.go.id/klasifikasiiklim [30 January 2024]

Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng. (2011- 2020). Kecamatan Busungbiu dalam Angka 2011 – 2020. Buleleng: Badan Pusat Statistik.

Deta, S. U., Hadus, O., Astuthi, M.M.M., Dewi, K. A. C. J. (2023). Strategi Pengembangan Usahatani Kopi Robusta (Studi Kasus Pucaksari, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng). dwijenAGRO 13(1), 47-52.

Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Pedoman Teknis Budidaya Kopi Yang Baik (Good Agriculture Practices/Gap on Coffee). Jakarta: Kementerian Pertanian.

Djaenudin, U. D., Marwan H., Subagyo H., dan Hidayat. (2003). Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat

Djaenudin, U. D., Marwan, H., Subagjo, H., dan A. Hidayat. (2011). Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian

El Baroudy, A. A. (2016). Mapping and evaluating land suitability using a GISbased model. Catena, 140, 96–104. https://doi.org/10.1016/j.catena.2015.12.0 10

Irmeilyana, Ngudiantoro, Desiani, A., & Rodiah, D. (2019). Deskripsi hubungan luas areal dan produksi perkebunan kopi di Indonesia menggunakan analisis bivariat dan analisis klaster. Infomedia, 4(1), 21–27. https://ejurnal.pnl.ac.id/index.php/infomedi a/article/view/1584

Hardjowigeno, S. & Widiatmaka. (2007). Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perancangan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kementerian Pertanian. (2017). Outlook kopi 2017 (Komoditas pertanian sub sektor perkebunan kopi). Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

Kementerian Pertanian. (2018). Konsumsi Kopi Nasional (2016-2021). Jakarta: Kementerian Pertanian.

Pakpahan, T. E. (2002). Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Cabai Merah (Capsicum Annum) Di Desa Nekan Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Politeknik Pembangunan Pertanian Medan.

Pascawijaya, R. (2015). Evaluasi Kesesuain Lahan Untuk Tanaman Kopi Arabika Di Desa Sinarjaya. Antologi Geografi, 3(2).

Pemerintahan Desa Pucaksari. (2023). Kondisi Umum Desa. Tersedia online: https://pucaksaribuleleng.desa.id/index.php/first/artikel/75 [30 Januari 2024]

Purba, I. S., & Marbu, P. (2018). Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea Arabica) di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Jurnal Pertanian Tropik, 5(1), 61-60.

Puspa, R. M., Prasetya, J. D., & Gomareuzzaman, M. (2021). Evaluasi kesesuaian lahan kawasan pariwisata di Pantai Krakal, Kelurahan Ngestirejo, Kapanewon Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, DIY. Prosiding Seminar Nasional Teknik Lingkungan Kebumian Ke-III, 3(1), 229–234. https://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/satubu mi/article/view/6254

Ritung, S., Wahyunti, F. Agus, dan Hidayat, H. (2007). Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Universitas Sumatera Utara Lahan Kabupaten Aceh Barat. Bogor: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry (ICRAF).

Silaban, S. H., Sitorus, B., & Marbun, P. (2016). Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica), Kentang (Solanum tuberosum L.) Kubis (Brassica oleraceae L.) Dan Jeruk: The Land Suitability Classes for Arabica Coffee (Coffea arabica), Potato (Solanum tuberosum L.), Cabbage (Brassica oleraceae) and Orange (Citrus sp.) in Harian District, Regency of Samosir. Jurnal Online Agroekoteknologi 4(3), 2055- 2068

Subardja, D., S. Ritung, M. Anda, Sukarman, E. Suryani, dan R.E. Subandiono. (2014). Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Wahyunto, W. (2016). Petunjuk Teknis Pedoman Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian Strategis Tingkat Semi Detail Skala 1:50.000. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor

Wirosoedarmo, R., Sutanhaji, A. T., & Kurniati, E. (2011). Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman jagung menggunakan metode analisis spasial. AGRITECH, 31(1), 71–78. https://jurnal.ugm.ac.id/agritech/article/vie w/9728


Bagikan Artikel Ini