KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pemantauan Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Tanaman Lada Di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung

Diposting     Jumat, 30 Desember 2022 01:12 pm    Oleh    perlindungan



Lada merupakan salah satu komoditi perkebunan unggulan Provinsi Lampung dengan areal terluas kedua setelah Provinsi Kep. Bangka Belitung. Bahkan, sejak tahun 2016 Provinsi Lampung telah memiliki sertifikat indikasi geografis untuk lada hitam. Berdasarkan data statistik perkebunan nasional, luas areal tanaman lada di Provinsi Lampung pada tahun 2020 sebesar 45.834 ha. dengan jumlah produksi sebesar 15.412 ton. dan hingga saat ini pangsa pasarnya telah menembus mancanegara antara lain Jepang dan beberapa negara di benua Eropa dan Afrika.

Di balik kejayaannya, hambatan produksi lada di Provinsi Lampung tak terlepas akibat gangguan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici. Pada Bulan November 2022, kasus penyakit busuk pangkal kembali terjadi di Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung dengan intensitas serangan cukup berat sehingga mendorong tim POPT dari Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pemantauan lapang (Ground check) atas kejadian tersebut. Tim didampingi oleh Kepala seksi Proteksi Tanaman Perkebunan BPTP Provinsi Lampung dan Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Tanggamus. Selain pemantauan langsung di kebun, tim melakukan diskusi dan wawancara dengan para petani mengenai kasus ini.

Sesuai gejala dan cara penyebarannya, tanaman lada tersebut terinfeksi penyakit busuk pangkal batang dengan ciri daun-daun menguning dan layu (tidak kaku). Gejala lanjut menyebabkan daun-daun berguguran sehingga tersisa batang dan ranting yang kering dan lapuk. Selain itu, perakaran juga tampak berwarna coklat membusuk. Penyebaran penyakit sangat cepat didukung intensitas hujan yang cukup tinggi dan kontur lahan yang cenderung menurun.

Atas permasalahan tersebut, tim merekomendasikan teknik pengendalian secara terpadu untuk menekan kerugian akibat penyakit ini, yaitu menggabungkan beberapa cara pengendalian antara lain:

a. Secara Kultur Teknis

  • Penggunaan varietas/klon tahan atau toleran.
  • Menyambung batang bawah menggunakan cabe jawa/malada.
  • Penggunaan bibit sehat bersertifikat.
  • Pengeloalaan drainase yang baikuntuk mencegah genangan air di kebun, sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit dari tanaman terinfeksi ke tanaman sehat. Drainase yang baik juga dapat meningkatkan efektivitas pemupukan, agen hayati, dan bahan pengendali lainnya. Drainase sebaiknya terdiri atas drainase primer, sekunder, dan tersier.
  • Pemupukan yang tepat sesuai keadaan tanaman dapat meningkatkan kebugaran tanaman sehingga cenderung tahan terhadap penyakit. Sebaliknya, jika berlebihan dapat menyebabakan tanaman rentan. Misalnya pemberian pupuk dengan kadar nitrogen berlebihan dapat menyebabkan tanaman sukulen sehingga mudah terinfeksi penyakit.
  • Penanaman tanaman penutup tanah dan tanaman antagonis,ditanam di sekitar piringan untuk mengurangi deposisi inokulum melalui percikan air, juga sebagai habitat musuh alami atau mikroba bermanfaat di sekitar perakaran. Sedangkan tanaman antagonis berfungsi menekan patogen akibat eksudat akar yang tidak disukai patogen. Arachis pintoi merupakan tanaman penutup tanah yang cukup baik dan sering digunakan di perkebunan lada.

b. Secara Mekanis

Membongkar dan memusnahkan sumber-sumber infeksi, termasuk membongkar tanaman yang sudah parah, serta membuang/memusnahkan bagian tanaman bergejala (akar, batang, cabang/ranting, serta daun) dari kebun.

c. Secara Hayati/nabati

  • Pemberian agen hayati (antara lain Trichoderma spp., Pseudomonas fluorescens, Gliocaldium spp.)
  • Pemberian metabolit sekunder agen hayati dengan cara infus akar, penyiraman, atau melalui teknik biopori pada daerah perakaran.
  • Pemberian agen hayati atau metabolit sekunder disertai pemberian pupuk organik yang mengandung unsur Fosfor (P), Kalium (K), dan sedikit Nitrogen (N) dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk pemulihan tanaman.
  • Aplikasi fungisida nabati ekstrak biji pinang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang dengan penghambatan yang cukup signifikan.

d. Secara kimia

Pemberian bubur bordo atau fungisida kimia berbahan aktif asam fosfit di sekitar perakaran tanaman terinfeksi atau pada lubang tanam bekas tanaman yang dibongkar sebelum replanting sebagai tindakan pencegahan. Aplikasi metabolit sekunder dan fungisida kimia yang dilakukan secara bergantian dengan interval seminggu sekali juga efektif mengendalikan penyakit ini pada pembibitan.

Penulis : Akhmad Faisal Malik, Romauli Siagian, dan Cecep Subarjah


Bagikan Artikel Ini  

Solusi Mengatasi Penyakit Kuning Pada Lada Dengan Penambahan Aplikasi PGPR di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Diposting     Senin, 26 Desember 2022 01:12 pm    Oleh    perlindungan



Organisme Penganggu Tanaman (OPT)  merupakan salah satu pembatas bagi produksi dan produktivitas dalam budidaya tanaman lada di Indonesia, khususnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Gangguan OPT yang tidak terkendali dapat mengakibatkankehilangan hasil produksi dan apabila terjadi eksplosi (ledakan) OPT dapat mengakibatkan gagal panen.

Gambar 1. Penyakit Kuning Lada
Sumber : UPTD Babel

Berdasarkan Statistik Perkebunan Unggulan Nasional (angka tetap), pada tahun 2020, luas total tanaman lada adalah 52.192 Ha (luas TBM = 20.986 Ha, luas TM = 27.345 Ha, dan luas TR =3.861 Ha) dengan produksi sebesar 32.520 ton dan produktivitas sebesar 1.189 Kg/Ha. Luas areal tanaman lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tersebar di Kabupaten Bangka (4.164 Ha), Belitung (9.352 Ha),Bangka Barat (6.391 Ha), Bangka Tengah (4.164 Ha), Bangka Selatan (23.124 Ha), dan Belitung Timur (3.799Ha).

Angka produktivitas ini masih rendah bila dibandingkan dengan angka produktivitas di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produktivitas tersebut adalah adanya serangan penyakit kuning (Radophalus similis dan Meloidogyne incognita). Penyakit kuning merupakan penyakit endemik setelah penyakit busuk pangkal batang.  Akibat serangan OPT tersebut, diperkirakan produksi lada menurun sekitar 30-40% dan mutu menjadi rendah sehingga berdampak pada rendahnya harga lada.

1. Gejala Serangan

Nematoda R. Similis menimbulkan gejala berupa bintik-bintik coklat pada akar akibat tusukan menggunakan stiletnya. Sedangkan gejala yang ditimbulkan oleh M. incognita berupa benjolan (puru) pada akar, baik benjolan bersusun maupun benjolan tunggal. Terkadang disekitar benjolan terdapat lendir yang dikeluarkan oleh nematoda betina pada masa bertelur. Kerusakan akar yang ditimbulkannya dapat menyebabkan terhambatnya transportasi unsur hara, sehingga tanaman nampak kuning disertai daun-daun yang kaku menekuk ke dalam. Kerusakan tanaman seringkali diperparah oleh Fusarium spp. dan jamur lain seperti Phytium spp., serta Rigodoporus lignosus yang memanfaatkan bekas luka oleh nematoda sebagai jalan penetrasi. Kerusakan parah menyebabkan daun-daun berguguran, bahkan tinggal tersisa batang dan ranting berwarna coklat. Gejala pada bagian tanaman dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Gejala pada bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah :

  • Daun dan dahan tanaman berubah menjadi kekuningan. Gejala ini terjadi secara bertahap, dimulai dari bawah dan menjalar secara perlahan kebagian atas tanaman.
  • Daun-daun yang telah menguning tidak layu, tetapi akan gugur satu persatu.
  • Selanjutnya dahan dan sulur juga akan gugur sehingga lama kelamaan tanaman menjadi gundul.

b. Gejala pada bagian tanaman yang berada di bawah permukaan tanah :

  • Pada akar, terutama pada rambut-rambut akar terlihat luka nekrosis dan puru. Luka pada akar tersebut diakibatkan oleh serangan nematoda R. similis, sedangkan puru akar merupakan gejala serangan nematoda M. incognita.
  • Jika dibelah, di dalam jaringan akar yang luka tersebut banyak terdapat nematoda. Pada jaringan akar tersebut juga terdapat cairan yang menyumbat pembuluh jaringan akar sehingga penyerapan air dan hara terganggu.
Gambar 2. Gejala Serangan Penyakit Kuning Pada Lada
Sumber : UPTD Babel

2.  Biologi

Menurut Semangun (2008), nematoda R. similis betina meletakan telur satu-satu di dalam akar. Setelah beberapa hari, telur menetas menjadi larva dan keluar dari akar untuk berkembang menjadi nematoda dewasa dalam waktu sekitar 4-5 minggu. Jika akar telah rusak, nematoda betina keluar dari akar dan berpindah ke jaringan akar pada tanaman sehat di sekitarnya. Sedangkan M. incognita betina yang mengandung telur berbentuk bulat seperti buah pir dan mampu menghasilkan telur sekitar 24-112 butir per hari, bahkan dapat mencapai 800-3000 telur semasa hidup betina. Larva telah menetas umunya berada di dekat induknya, sehingga menimbulkan benjolan (puru) pada akar secara bersusun. Setelah jaringan akar rusak, nematoda berpindah ke akar tanaman sehat di sekitarnya. Proses perpindahan (migrasi) R. Similis dan M. Incognita dari tanaman satu ke tanaman lainnya sering terbantu oleh aliran air dan kondisi tanah yang tergenang. Bekas tusukan pada akar sering menjadi jalan infeksi Fusarium spp. dan berkembang mengoloni akar tanaman.

3. Pengendalian

Penambahan aplikasi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rhizobakteri Pemacu Tumbuh Tanaman (RPTT) perlu dilakukan dalam pengendalian penyakit kuning pada lada.  PGPR merupakan bakteri (bermanfaat) tanah yang mengkolonisasi daerah perakaran tanam dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Aplikasi PGPR dilakukan 3 sampai 5 hari setelah pemberian Metabolit Sekunder. Langkah-langkah dan tahapan cara membuat PGPR adalah sebagai berikut :

1)  Alat dan Bahan Pembuatan PGPR

  • Akar bambu 1 ons
  • Dedak 1 kg
  • Terasi 2 ons
  • Molasses/tetes tebu, air nira, gula merah atau gula pasir 4 ons
  • Kapur sirih 1 ons
  • Air bersih 10 liter
  • Jerigen atau Tong

2) Tahapan cara membuat PGPR

  • Akar bambu direndam dengan air matang (dalam keadaan dingin) selama kurang lebih 4 – 5 hari.
  • Gula pasir, dedak dan terasi direbus hingga mendidih selama kurang lebih 20 – 25 menit, kemudian dinginkan.
  • Setelah dingin, masukkan semua bahan kedalam tong atau jerigen dan ditutup rapat.
  • Buka penutup dan masukkan larutan akar bambu dan aduk dengan  menggunakan alat fermentasi PGPR.
  • Setelah kurang lebih 2 minggu, PGPR biasanya sudah jadi dan siap untuk digunakan.
Gambar 3. Rangkaian Fermentasi PGPR
Sumber : UPTD Babel

Selain aplikasi PGPR atau RPTT, pengendalian penyakit kuning pada lada secara umum sebagai berikut :

a. Pembuatan parit keliling

Gambar 4. Drainase atau Parit di Sekeliling Kebun Lada
Sumber : Balittro

b.  Sanitasi dengan membersihkan gulma-gulma di sekitar kebun

c. Aplikasi APH Trichoderma sp. (media padat jagung) pada Tanaman Belum   Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM).  Dosis pada lubang tanaman sebanyak 30−50 gram; pada TBM sebanyak 150−250 gram; dan pada TM 250−400 gram.Ulangi 2 sampai 3 bulan sekali.

Gambar 5. Aplikasi APH Trichoderma sp.
Sumber : UPTD Babel

d. Aplikasi   Metabilit   Sekunder  (MS)  APH   jamur   Trichoderma sp.   dan bakteri Pseudmonas Fluorescens. Penggunaan   MS  APH  jamur  dan  MS APH bakteri dapat digabung  dengan  perbandingan 1  bagian MS  APH jamur  yang   telah diencerkan   dengan 1 bagian MS APH bakteri yang telah diencerkan.
Contoh aplikasi menggunakan hand sprayer kapasitas 14 liter :
Masukkan 14 liter air dan MS APH jamur 140 ml atau MS APH bakteri 70 ml atau campuran MS APH jamur (70 ml) dan MS APH bakteri (35 ml).    Semprotkan ke tanaman melalui permukaan bagian bawah daun setelah   7−10 hari aplikasi   APH Trichoderma sp.

e.  Alternatif terakhir yaitu dengan penggunaan nematisida berbahan aktif karbofuran

Penulis :  Alimin, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Digitani IPB.  2018.  Penyakit Kuning pada Lada.  Internet: https://digitani.ipb.ac.id. Diakses tanggal 8 desember 2022

Ditjenbun. 2022. Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022. Ditjenbun. Jakarta.

Semangun, H. (2008) “Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia,” Yogyakartag: Gadjah Mada University Press.

Sukemi.  2019.  Cara Membuat PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteri) dari Akar bamboo.  Internet: https://cybex.pertanian.go.id.  Diakses tanggal 16 Desember 2022.


Bagikan Artikel Ini  

Pengendalian OPT Lada Dengan Pestisida Nabati di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Diposting     Kamis, 03 November 2022 01:11 pm    Oleh    perlindungan



Gambar 1. Kegiatan Penerapan PHT Lada di Kab. Bangka

Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman perkebunan khususnya komoditi lada adalah gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Gangguan OPT yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kehilangan hasil produksi dan apabila terjadi eksplosi (ledakan) OPT dapat mengakibatkan gagal panen. Hal ini perlu diperhatikan oleh para pekebun lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terhadap serangan OPT tersebut. Provinsi yang dulunya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu sentra penghasil lada di Indonesia. Berdasarkan Statistik Perkebunan Unggulan Nasional (angka tetap), pada tahun 2020, luas total tanaman lada adalah 52.192 Ha (luas TBM = 20.986 Ha, luas TM = 27.345 Ha, dan luas TR = 3.861 Ha)  dengan produksi sebesar 32.520 ton dan produktivitas sebesar 1.189 Kg/Ha.  Luas areal tanaman lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tersebar di Kabupaten Bangka (4.164 Ha), Belitung (9.352 Ha), Bangka Barat (6.391 Ha), Bangka Tengah (4.164 Ha), Bangka Selatan (23.124 Ha), dan Belitung Timur (3.799 Ha).

Telah kita ketahui bahwa Kabupaten Bangka  merupakan salah satu sentra penghasil lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan produksi sebesar 2.177 Ton dan Produktivitas sebesar 950 Kg/Ha. Angka produktivitas ini masih rendah bila dibandingkan dengan angka produktivitas di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.  Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produktivitas tersebut adalah adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan seperti: adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan antara lain penyakit busuk pangkal batang (Phytophthora capsici), penyakit kuning (Radophalus similis dan Meloidogyne incognita), jamur pirang (Septobasidium sp.), dan penyakit keriting (pipper yelow mottle virus), serta golongan hama antara lain kepik pengisap buah (Dasynus piperis), penggerek batang/cabang (Lophobaris piperis), dan kepik pengisap  bunga (Diconocoris hewetti). Akibat serangan OPT tersebut, diperkirakan produksi lada menurun sekitar 30-40% dan mutu menjadi rendah sehingga berdampak pada rendahnya harga lada.

Upaya pemerintah dalam mengelola OPT lada diimplementasikan salah satunya melalui program Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT). Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan pada Pasal 48 mengamanatkan bahwa perlindungan pertanian dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) serta  penanganan dampak perubahan iklim, serta pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, petani, pelaku usaha, dan masyarakat. Konsep PHT menekankan bahwa penggunaan pestisida kimia sintetis dilakukan sebagai alternatif pengendalian terakhir jika cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi serangan OPT.

Dalam penerapan PHT, petani perlu dipandu atau dibimbing untuk dapat mengamati, mengidentifikasi, dan menganalisa masalah sehingga dapat mengambil keputusan pengendalian di kebunnya. Oleh karena itu, kegiatan penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) dapat menjadi solusi bagi para petani dan diharapkan mampu menstimulir kelompok tani lainnya secara berkesinambungan.

Pada tahun 2022 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah dialokasikan kegiatan pengendalian OPT tanaman lada dengan pestisida nabati Kabupaten Bangka seluas 100 ha dilaksanankan di Gapoktan/Poktan sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar Gapoktan/poktan Kegiatan Pengendalian OPT Lada dengan Pestisida Nabati di  Kabupaten Bangka

Kunjungan lapang dilaksanakan di Kelompok Tani “Bintang Timur” (Ketua Bapak Mustafa), Desa Penyamun, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka. Pertanaman lada yang dimiliki Bapak Mustafa umumnya ditanam dengan sistem monokultur dan sesekali diselingi dengan tanaman cabai.

Populasi tanaman lada pada umumnya 1.600 pohon/Ha. Tanaman umur 3-4 tahun mampu menghasilkan 1 kg/pohon/tahun lada putih. Harga lada pada bulan Agustus 2022 adalah Rp 80.000,- sampai Rp 90.000,-/kg di tingkat petani. Pada tahun 2015-2016 yang mampu mencapai harga Rp 150.000,-/kg. Pada saat kunjungan, tim UPTD Balai Proteksi Tanaman Provinsi Kepulauan Bangka Belitung serta Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Bangka memanen bersama tanaman cabai.

Gambar 2. Kunjungan ke Poktan Bintang Timur dengan Memanen Bersama Cabai di Sela Tanaman Lada

Dari hasil wawancara dengan beberapa petani, diketahui bahwa selama ini petani  hanya memanfaatkan pupuk anorganik (Urea, NPK) untuk memupuk tanaman lada dan menggunakan pestisida dalam mengendalikan OPT yang ada di kebunnya. Praktek yang salah yang masih dilakukan oleh petani adalah:

  1. Penyemprotan gulma dengan herbisida yang terkadang berlebihan;
  2. Tidak membuat saluran drainase / parit keliling / rorak untuk tanah yang tidak ada tanaman penutup tanahnya (cover crop).

Oleh karena itu disarankan untuk mengurangi penyiangan menggunakan herbisida dengan menanam cover crop Arachis pintoi.  Untuk mencegah penyebaran penyakit dan mencegah air tergenang dapat membuat rorak, parit keliling/parit isolasi.

Minimnya pengetahuan petani untuk mengendalikan OPT dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar kebun serta pemupukan menggunakan kompos, mendorong pemandu lapang untuk melakukan pendampingan secara intensif kepada petani dalam mengelola kebunnya.

Petani sangat antusias dengan kegiatan penerapan pengendalian hama terpadu OPT tanaman cengkeh dengan menggunakan bahan-bahan yang ada disekitar kebun dan diharapkan produksi cengkeh semakin meningkat. Kehadiran petugas lapangan sangat diperlukan untuk mendampingi petani dalam mengelola kebun serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pengendalian OPT.                                

Penulis: Alimin, S.P., M.Sc. dan Romauli Siagian, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Balittro. 2018. Peningkatan Daya Saing Lada (Piper nigrum L.) melalui Budidaya Organik. Perspektif Vol. 17 No.1/Juni 2018, Hlm 26-39. Balittro, Bogor.

Kemendag. 2017. Hari Lada 2017: Momentum Bangkitnya Kejayaan Lada Indonesia. Siaran Pers. Kemendag, Jakarta.

Satistik Bun. 2022.  Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022. Ditjenbun, Kementan.  Jakarta.


Bagikan Artikel Ini  

Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Phytophthora capsici) Pada Lada Dengan Pestisida Nabati di Polewali Mandar, Sulawesi Barat

Diposting     Selasa, 04 Oktober 2022 09:10 am    Oleh    perlindungan



Gambar 1. Koordinasi dengan jajaran Dinas Perkebunan
Provinsi Sulawesi Barat
Sumber, Ditlinbun, 2022

Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman perkebunan adalah gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Gangguan OPT yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kehilangan hasil produksi dan apabila terjadi eksplosi (ledakan) OPT dapat mengakibatkan gagal panen. Oleh karena itu perlindungan tanaman terhadap OPT merupakan bagian penting dalam sistem budidaya tanaman.

Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh OPT. Perlindungan tanaman berazaskan efektivitas, efisiensi, dan keamanan terhadap manusia, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup. Alternatif penggunaan pestisida nabati dalam perlindungan tanaman perkebunan dari serangan penyakit Busuk Pangkal Batang/BPB (Phytophthora capsici) pada lada merupakan cara yang tepat terhadap pengurangan dampak negatif penggunaan pestisida kimiawi.   Hal ini dilakukan karena seiring dengan permintaan konsumen terkait produk-produk perkebunan yang aman bagi kesehatan (bebas residu pestisida kimiawi).  Perlindungan tanaman dengan cara ini merupakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang aman dan ramah lingkungan.

Konsep PHT tertuang dalam  Undang-Undang No. 22 tahun 2019, tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, bahwa pengelolaan sumber daya alam hayati dalam memproduksi komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik dan berkesinambungan dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Artinya penerapan pengendalian OPT yang ramah lingkungan dapat meningkatkan produktivitas tanaman, aman konsumsi, kelestarian lingkungan serta meminimalkan biaya produksi karena berkurangnya penggunaan pestisida kimia.

Dalam mendukung konsep PHT, di Kabupaten Polewali Mandar dilaksanakan kegiatan pestisida nabati penanganan penyakit BPB seluas 100 ha. Luas pertanaman lada di Kabupaten Polewali Mandar seluas 413 Ha dari total seluruh pertanaman lada di Sulawesi Barat yaitu 1.078 ha.  Produksi lada di Kabupaten Polewali Mandar sebesar 237 ton sehingga produktivitasnya sebesar 757 kg/ha.  Angka produktivas ini masih tergolong rendah akibat serangan penyakit BPB setiap tahunnya. Kedua OPT tersebut merupakan OPT endemik khususnya di Kabupaten Polewali Mandar.

Tabel 1. Calon Lahan Kegiatan Pengendalian OPT Lada dengan
Pestisida Nabati di Sulawesi Barat TA. 2022

Gambar 2.  Gejala serangan penyakit BPB pada lada
Sumber: Ditlinbun

Penyakit busuk pangkal batang banyak terjadi pada musim hujan. Serangan pada pangkal batang dapat menyebabkan tanaman layu secara cepat atau mendadak. Pangkal batang yang terserang berwarna hitam, pada keadaan lembab akan mengeluarkan lendir berwarna biru muda. Daun-daun yang layu tetap tergantung sampai menjadi kering kemudian gugur. Serangan P. capsici pada akar menyebabkan tanaman layu secara perlahan, warna daun berubah menjadi kuning dan gugur secara bertahap. Serangan pada daun dapat terjadi di bagian ujung/tepi atau tengah daun berupa bercak khas berwarna hitam dengan bagian tepinya bergerigi membentuk seperti renda.

Kegiatan pestisida nabati penanganan penyakit BPB di Kabupaten Polewali Mandar  adalah diberikannya bantuan barang kepada petani lada berupa fungisida nabati berbahan aktif Diallyl sulfide, Allyl methyl disulfide, Diallyl disulfide, Allyl methyl trisulfide dan Diallyl  trisulfide sebanyak 18 kelompok tani.

Tabel 1.  Spesifikasi Teknis Fungisida Nabati yang Diberikan kepada Petani Lada di Kabupaten Polewali Mandar,  Provinsi Sulawesi Barat

Total dosis dari aplikasi ke-1 sampai ke-4 fungisida nabati pada tanaman yang terserang penyakit BPB adalah sebanyak 9 liter/ha. Pengamatan dilakukan 5 kali yaitu P0 (pengamatan awal sebelum aplikasi), P1 (pengamatan setelah aplikasi ke-1), P2 (pengamatan setelah aplikasi ke-2), P3 (pengamatan setelah aplikasi ke-3), dan P4 (pengamatan setelah aplikasi ke-4).  Hasil data pengamatan yang diperoleh nantinya akan dianalisis apakah aplikasi fungisida nabati tersebut efektif mengendaliakan penyakit BPB atau tidak.

Penulis : Alimin. S.P., M.Sc. dan Esther M. Silitonga, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Ditjenbun.  2022.  Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022.  Ditjenbun.  Jakarta.

Kisworini, I. 2021. Penyakit Busuk pangkal Batang pada Tanaman Lada. Online: https://www.disbun.jatimprov.go.id.  Disbun Prov. Jatim, Surabaya.  Diakses tanggal 12 September 2022.

Setyaningsih, R.B. dkk. 2013. Buku Saku Pengelolaan OPT Utama Tanaman Lada dengan Sistem PHT. Ditlinbun, Ditjenbun, Jakarta.

          


Bagikan Artikel Ini  

Sosialisasi Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) Tanaman Lada di Provinsi Kalimantan Barat

Diposting     Senin, 19 September 2022 09:09 am    Oleh    perlindungan



Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan konsep pengendalian dengan memadukan beberapa taktik pengendalian yang mempertimbangkan bukan hanya pada aspek ekonomi tetapi juga aspek ekologi dan sosial. Oleh karena itu, PHT menempatkan taktik pengendalian kimiawi sebagai alternatif pengendalian terakhir dan penerapannya dilakukan apabila tingkat kerusakan tanaman akibat OPT telah mencapai ambang ekonomi (AE). Melalui sejarah yang cukup panjang, PHT akhirnya menjadi sebuah konsep yang diakui dan diterapkan oleh negara-negara di dunia demi menjaga ketahanan dan keamanan pangan. Di Indonesia, pengendalian hama terpadu telah menjadi konsep yang diamanahkan oleh pemerintah melalui Undang-undang nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman serta Undang-undang nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. Pada tahun 2022, Direktorat Perlindungan Perkebunan kembali mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) di beberapa provinsi di Indonesia, salah satunya Provinsi Kalimantan Barat dengan target OPT penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada.

Kegiatan ini diselenggarakan di Kelompok Tani Karya Fakta, Sinar Tani, Bukit Mekaan, dan Wanita Tani Berdikari. Masing-masing kelompok tani berada di wilayah Desa Sahan, Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat dengan total luas areal 200 ha. Komponen kegiatan dalam penerapan pengendalian hama terpadu antara lain aplikasi metabolit sekunder agens hayati, perbanyakan jamur antagonis (Trichoderma sp.), pembuatan kompos, dan sanitasi kebun.

Pembelajaran selama kegiatan PPHT berlangsung dilakukan dengan metode pengajaran orang dewasa (andragogy) melalui 6 kali Pertemuan yang mana pertemuan pertama diisi dengan kegiatan sosialisasi, pertemuan ke-2 sampai ke-5 diisi dengan penyampaian materi dan praktik oleh petugas, dan pertemuan terakhir diisi dengan acara field day.

Kegiatan sosialisasi dihadiri oleh aparat pemerintahan setempat/yang mewakili antara lain Kepala Dinas yang menangani perkebunan, Camat Kecamatan Seluas, Kapolsek Seluas, Danramil, Babinsa, Kepala Desa Sahan, anggota kelompok tani peserta, dan petugas dari Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak.

Beberapa pesan yang disampaikan oleh perwakilan dari Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam kegiatan sosialisasi ini antara lain:

  • Perlunya menerapkan PPHT untuk dapat menekan OPT secara bijaksana.
  • Para petani dianjurkan untuk tetap menanam lada sebagai komoditas utama dan unggulan Provinsi Kalimantan Barat sekaligus sebagai upaya mempertahankan tanaman lada varietas Bengkayang sebagai indigenous variety.
  • Kegiatan PPHT diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri untuk kemajuan dan kesejahteraan petani.
  • Indikator keberhasilan kegiatan PPHT adalah adopsi kegiatan oleh kelompok tani lainnya yang dilaksanakan secara mandiri dan sadar diri sehingga menjadi sebuah gerakan nasional untuk menjaga ketahanan dan keamanan pangan sebagai antisipasi krisis pangan dunia.

Sebagai penutup, kegiatan sosialisasi diikuti dengan launching aplikasi pelayanan klinik tanaman berbasis android yang dikembangkan oleh BPTP Pontianak serta dimeriahkan dengan pameran produk agens hayati dan bahan pengendali lainnya. 

Penulis : Akhmad Faisal Malik, Cecep Subarjah, dan Romauli Siagian


Bagikan Artikel Ini