KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan Ramah Lingkungan dengan Aplikasi Kompos

Diposting     Senin, 16 Agustus 2021 11:08 am    Oleh    ditjenbun



Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. Akibat serangan OPT, diperkirakan produksi menurun sekitar 30 % – 40 %. Hal tersebut menyebabkan menurunnya pendapatan petani yang berpotensi mengakibatkan kerugian petani yang besar. Selain menurunkan produksi, OPT juga menurunkan kualitas sehingga mempengaruhi harga produk menjadi rendah. Banyak kasus menunjukkan bahwa karena kualitas produk masih rendah dan adanya sisa-sisa serangan OPT, sehingga produk perkebunan Indonesia tidak dapat memasuki pasar ekspor .

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan pada Pasal 48 mengamanatkan bahwa Pelindungan Pertanian dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu serta penanganan dampak perubahan iklim. Pelaksanaan Pelindungan Pertanian tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, Petani, Pelaku Usaha, dan masyarakat. Setiap Orang dilarang menggunakan Sarana Budi Daya Pertanian, Prasarana Budi Daya Pertanian, dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam keselamatan manusia serta menimbulkan gangguan dan kerusakan sumber daya alam dan/atau lingkungan hidup dalam pelaksanaan Pelindungan Pertanian sehingga dalam PHT, aplikasi pestisida menjadi alternatif terakhir bila cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi serangan OPT.

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian serangan OPT dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian yang dipadukan dalam satu kesatuan pengelolaan untuk mencegah kerusakan tanaman dan timbulnya kerugian secara ekonomis serta mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem.. Salah Satu prinsip PHT adalah Budidaya Tanaman Sehat. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Aplikasi Kompos dapat menjadi salah satu cara dalam menjaga kesuburan tanah, meningkatkan ketahanan tanaman sehingga pertanaman sehat, kuat dan produktif.

Kompos adalah bahan organik yang telah mengalami dekompopsisi oleh mikroorganisme pengurai. Bahan organik tersebut dapat berupa (1) sampah hijau (limbah rumah tangga seperti kulit buah, sisa sayur, ampas kopi dan teh, atau rumput/daun segar dan kotoran ternak) ,(2) Sampah Coklat ( daun/rumput kering, jerami, sekam padi, serbuk gergaji atau kayu, kulit jagung dll). Kompos mengandung hara esensial bagi tanaman. Adapun Syarat-syarat keberhasilan pembuatan Kompos sebagai berikut :

  1. Ukuran Bahan mentah. Ukuran bahan mentah menentukan kecepatan penguraian. Apabila terlalu besar proses penguraian akan lambat namun apabila terlalu halus maka timbunan akan menjadi rapat sehingga kekurangan udara. Ukuran yang  ideal,bahan mentah dicacah sekitar 5-10 cm.
  2. Suhu. Suhu yang terlalu panas akan menyebabkan matinya mikroba yang diperlukan,dan jika terlalu rendah maka bakteri yang menyukai panas tidak akan berkembang sehingga proses dekomposisi menjadi lambat. Timbunan bahan yang mengalami dekomposisi akan mengalami kenaikan suhu hingga 65-700 C. Suhu untuk pembuatan kompos dipertahankan 40-500 C. Untuk itu Timbunan kompos perlu dibolak-balik secara berkala dan dianginkan hingga suhunya optimum lalu dapat ditutup kembali dengan terpal. Untuk mengontrolnya, sehari sekali suhu timbunan kompos diukur agar diperoleh suhu ideal.
  3. Tinggi Timbunan. Semakin Tinggi Timbunan maka semakin panas suhu karena sirkulasi udara terhambat, sedangkan apabila tinggi timbunan terlalu dangkal,tidak dapat menahan panas .Untuk itu tinggi timbunan dibuat agar suhu yang tercipta dapat optimum untuk perkembangan mikroba dan proses dekomposisi. Tinggi Timbunan  yang ideal adalah sekitar 1,25 – 1,5 m.
  4. Nisbah C/N. Mikroba pengurai memerlukan Carbon dan Nitrogen sebagai sumber energy dan protein. Mikroorganisme memerlukan 30 bagian C terhadap 1 bagian N sehingga Nisbah C/N yang dibutuhkan untuk pengomposan adalah C/N Ratio>30. Bila bahan-bahan mengandung C tinggi seperti bahan-bahan keras seperti pangkasan dahan,ranting kering, jerami, kayu-kayuan,maka perlu ditambahakan bahan-bahan mengandung unsur N seperti dari hijauan atau kotoran ternak.
  5. Kelembaban. Pada saat pembuatan kompos, timbunan Kompos harus tetap lembab agar mikroba dapat beraktivitas oleh karena itu perlu disiram secukupnya.
  6. Sirkulasi Udara. Mikroba memerlukan oksigen selama proses penguraian. Oleh karena itu pembalikan timbunan kompos diperlukan agar sirkulasi udara atau pasokan oksigen lancar.
  7. pH. pH optimum untuk proses pembuatan kompos  berkisar 5,5 sd 8.atau agak masam sd netral. Apabila tidak memiliki pH meter dapat menggunakan kertas lakmus atau dengan cara tradisional menggunakan kunyit. Caranya, Ambil dua genggam bahan kompos dari dua titik berbeda dalam satu timbunan, kemudian basahkan sedikit. Ambil kunyit sebesar jari telunjuk lalu potong menjadi dua. Masukkan masing-masing potongan kunyit ke dalam bahan kompos dan diamkan selama 30 menit lalu keluarkan. Apabila warna potongan kunyit berubah menjadi pudar, berarti pH tanah yang diteliti asam (ph antara 0-7) Namun apabila warna kunyit menjadi kebiruan, maka tanah yang diteliti bersifat basa (ph 7-14). Kadar pH yang bagus apabila warna potongan kunyit tidak berubah atau masih cerah. Kekruangan metode ini adalah tidak dapat ditentukan dengan pasti kadar pH tanah.

Untuk mempercepat pembuatan kompos dapat digunakan Aktivator yaitu zat yang akan mengaktifkan kerja organisme pengurai sehingga akan mempercepat proses pembusukan dan penguraian bahan organik. Terdapat banyak jenis aktivator yang beredar di pasaran. Yang umum digunakan salah satunya adalah EM4. Kompos yang proses pembuatannya dengan menggunakan EM4 disebut bokashi.

Alat, Bahan dan Cara pembuatan bokashi sebagai berikut:

Tempat

Pembuatan bokashi tidak memerlukan tempat khusus, yang penting tidak terkena sinar matahari maupun hujan secara Iangsung. Oleh karena itu tempat pembuatan diusahakan beratap. Alasnya sebaiknya semen atau bila dilakukan di atas tanah, sebaiknya diberi alas plastik atau dedaunan, Bila tidak ada tempat beratap, maka timbunan dapat ditutup terpal. Tempat Pembuatan kompos juga dapat dilakukan di lahan dekat kebun yang penting tidak terkena sinar matahari maupun hujan secara Iangsung, misalnya dengan ditutup terpal.

Bahan

Bila akan menghasilkan 1 ton bokashi, dapat digunakan takaran atau dosis: 80% bahan organic limbah pertanian atau rumah tangga, 10% pupuk kandang/.tanah, 10% dedak, 1 liter EM4, 1 liter molase (½ kg gula pasir atau ½ kg gula merah), serta air secukupnya. Larutan EM4 dapat dibuat dengan mencampur setiap 1 L air dengan 2 cc EM4 dan 2 cc molase.

Cara Pembuatan

  1. Letakkan bahan organic limbah pertanian dan rumah tangga yang sudah dicacah sekitar 5-10 cm sampai setinggi 15 cm.
  2. Letakkan pupuk kandang atau tanah setinggi 15 cm.
  3. Letakkan dedak tipis2 dan merata.
  4. Siramkan Larutan air+EM 4+molase  secara merata. Kadar  air sekitar 30%. Kandungan air yang diinginkan diuji dengan menggenggam bahan, ditandai dengan tidak menetesnya air bila bahan digenggam dan akan mekar bila genggaman dilepaskan.
  5. Ulangi tahapan pemberian mulai dari sampah organik, pupuk kandang/tanah, dedak, Larutan EM4 dan Molase hingga berlapis-lapis setinggi 1-1,5 m.
  6. Tutup Timbunan bahan kompos dengan terpal.
  7. Suhu tumpukan dipertahankan antara 40-50°C. Untuk mengontrolnya, minimal 1 hari sekali suhunya diukur. Apabila suhunya tinggi maka bahan tersebut dibalik, didiamkan sebentar agar suhu turun, lalu ditutup kembali. Demikian seterusnya.
  8. Proses fermentasi berlangsung sekitar 4-7 hari. Apabila   bahannya mengandung minyak (seperti minyak kayu putih, nilam, cengkih, ampas kelapa, atau ampas tahu), proses fermentasi berlangsung lebih lama, sekitar 14-29 hari karena dibutukan waktu untuk menetralisir minyak tersebut.
  9. Setelah bahan menjadi bokashi, penutup dibuka. Bokashi yang sudah jadi dicirikan dengan warna hitam, gembur, tidak panas dan tidak berbau. Dalam kondisi ini komposi sudah siap sebagai pupuk.

Penggunaan

  • Bokashi dapat digunakan ditebarkan secara Iangsung di permukaan tanah atau secara larikan. Dosis yang umum digunakan adalah 3 – 4 genggam bokashi per meter persegi lahan atau disesuaikan dengan pedoman budidaya setiap komoditi.
  • Sebagai media pembibitan atau media tanaman yang masih kecil.

Penulis : Nilam Sari Sardjono, SP, MP (POPT Ditjen Perkebunan), Romauli Siagian, SP, MSc (POPT Ditjen Perkebunan)

Daftar Pustaka:

BPTP Kalteng. https://kalteng.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi-mainmenu-47-47/teknologi/532-membuat-kompos-dengan-aktivator-em424. Diakses 2021.

BPTP NTT. https://ntt.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita-news/750-bokashi-pupuk-kompos-alternatif-dari-limbah-ternak-dan-tanaman .Bokashi, Pupuk Kompos Alternatif Dari Limbah Ternak Dan Tanaman. Diakses 2021.

Firmansyah, M.A. Teknik pembuatan kompoS. 2010. https://kalteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/data/teknik-kompos.pdf. Diakses 2021.

Kementerian Pertanian. 2020. https://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/91181/Pembuatan-Kompos-Dari-Limbah-Rumah-Tangga/. Diakses 2021.

Lisa: Layanan Informasi Desa.2017. Cara Sederhana Menghitung Kadar pH dan Bahan Organik di Tanah. https://8villages.com/full/petani/article/id/599c0307d8734be45995f208. Diakses 2021.

Republik Indonesia. 2019. UU No.22 tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.

Setyorini, Diah, Rasti Saraswati, dan Ea Kosman Anwar. Kompos https://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/pupuk/pupuk2.pdf. Diakses 2021.

Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi. https://lolitsapi.litbang.pertanian.go.id/ind/images/juknis/pdf/kompos_kotoran_sapi_2007.pdf. Diakses 2021.


Bagikan Artikel Ini