KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Mengenal Ulat Api Pada Kelapa Sawit Dan Pengendaliannya

Diposting     Rabu, 03 Februari 2021 03:02 pm    Oleh    ditjenbun



Dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman kelapa sawit, masih terkendala oleh adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).  Gangguan OPT tersebut dapat menimbulkan kerusakan berarti yang pada akhirnya menimbulkan kerugian hasil dan pendapatan petani.

Gambar 1. Darna trima

Sumber, PPKS Medan

Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan produksi, produktivitas dan mutu kelapa sawit akibat adanya serangan OPT yaitu hama ulat api dari Ordo Lepidoptera dan Famili Limacodidae.  Ulat api adalah salah satu musuh yang sangat ditakuti dalam perkebunan kelapa sawit, karena serangan ulat api akan menurunkan produktifitas tanaman kelapa sawit. Pada tahap pembibitan, serangan ulat api akan berdampak jangka panjang dan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi dimasa yang akan datang.

Pada kelompok tanaman menghasilkan (TM) serangan ulat api akan berdampak pada penurunan produktifitas tanaman karenan terganggunya proses fotosintesis yangmengakibatkan terganggunya proses pembentukan bunga dan buah. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan beberapa perusahaan, serangan ulat api dapat menurunkan produksi sebanyak 25% pada tahun pertama, dan menurunkan produksi sebanyak 50% − 75% pada tahun kedua dan ketiga. Ada empat jenis ulat api yang biasa menyerang kelapa sawit yaitu: Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, dan Parasa lepida.

     Setothosea asigna                        Setora nitens                             Darna trima                             Parasa lepida

                    Gambar 2.  Empat jenis ulat api yang menyerang tanaman kelapa sawit

  Sumber: PPKS, Medan

 a. Siklus hidup

Siklus hidup ulat api secara umum:

 

             Gambar 3.  Siklus hidup lat api

Sumber: PPKS, Medan

 

  1. Setothosea asigna

Setothosea asigna mempunyai siklus hidup selama 106-138 hari.

  • Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, dan transparan. Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke-6 samapai ke-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir . Telur menetas setelah 4 – 8 hari.
  • Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Pada bagian punggung juga dijumpai duri-duri, stadia larva ini berlangsung selama 49-50 hari untuk menjadi kepompong.
  • Kepompong terdapat pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Stadia kepompong berlangsung selama ± 39,7 hari.
  • Serangga dewasa (ngengat) memiliki sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda.

 

2) Setora nitens

•Setora nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek dari Setothosea asigna yaitu selama 42 hari.

• Telur memiliki bentuk hampir sama dengan telur Setothosea asigna hanya saja peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4 – 7 hari.
• Ulat mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong. Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan. Stadia larva selama 50 hari.
• Kepompong berlangsung sekitar 17 – 27 hari.
• Ngengat mempunyai lebar rentangan sayap sekitar 35 mm. Sayap depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap.

3) Darna trima
Darna trima mempunyai siklus hidup sekitar 60 hari.
• Telur bulat kecil, berukuran sekitar 1,4 mm, berwarna kuning kehijauan dan diletakkan secara individual di permukaan bawah helaian daun kelapa sawit. Telur menetas dalam waktu 3-4 hari.
• Ulat yang baru menetas berwarna putih kekuningan kemudian menjadi coklat muda dengan bercak-bercak jingga, dan pada akhir perkembangannya bagian punggung ulat berwarna coklat tua. Stadia ulat berlangsung selama 26-33 hari.
• Menjelang berkepompong, ulat membentuk kokon dari air liurnya dan berkepompong di dalam kokon tersebut. Kokon berwarna coklat tua, berbentuk oval, lama stadia kepompong sekitar 10-14 hari.
• Ngengat berwarna coklat gelap dengan lebar rentangan sayap sekitar 18 mm. Sayap depan berwarna coklat gelap, dengan sebuah bintik kuning dan empat garis hitam. Sayap belakang berwarna abu-abu tua.

4) Parasa lepida
P. lepida mempunyai siklus hidup 60 – 76 hari.
• Telur berbentuk bulat dan berwarna kekuningan pucat. Diameter telur yang baru diletakkan adalah 0,4 – 0,6 mm. Stadia telur 2 – 4 hari.

  • Larva instar pertama yang baru muncul dari lepida berwarna kekuningan dengan warna kehijauan dan bulu-bulu runcing kecil ditemukan pada tubuh. Stadia larva berlangsung 30 – 40 hari.
  • Pupa sangat keras, berwarna hitam kecokelatan. Stadia pupa 28 – 32 hari.
  • Ngengat dewasa (jantan dan betina) dari lepida berwarna hijau dan kecoklatan dengan mata majemuk hitam. Betina bertelur sekitar 10 – 50 butir telur di permukaan bawah daun dewasa.

 

b. Gejala Serangan

Serangan hama ulat ini dengan cara menggerogoti bagian daun kelapa sawit, dimulai dari helaian daun bagian bawah hingga menjadi lidi, dalam kondisi yang sangat parah tanaman akan kehilangan daun hingga 50% – 90%. Ulat api menyukai daun kelapa sawit tua, tetapi apabila daun-daun tua sudah habis ulat juga memakan daun-daun muda. Selanjutnya bisa mengakibatkan kematian apabila tidak segera dikendalikan dengan benar. 

                        Gambar 4.  Daun-daun kelapa sawit melidi karena habis dimakan ulat api

          Sumber: PPKS, Medan

 

c. Pengendalian

Untuk mengendalikan populasi ulat api diperkebunan kelapa sawit, petani dapat memadukan antara pengendalian secara mekanis, biologi dan kimia. Pada prinsipnya penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama harus dilakukan secara bijak dan menjadi alternatif terakhir untuk mengurangi kerusakan lingkungan.

  • Pengendalian secara mekanis

Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara mengambil dan membunuh secara langsung ulat api yang menyerang bibit tanaman, sedangkan pada kelompok tanaman menghasilkan pengendalian secara mekanis biasanya dilakukan dengan mencari kepompong ulat api pada pangkal tanaman, kepompong dikumpulkan selanjutnya musnahkan dengan cara dibakar.

  • Pengendalian secara biologis

Beberapa agen antagonis telah banyak ditemukan untuk mengendalikan ulat api. Agen antagonis tersebut adalah Bacillus thuringiensis, Cordyceps militaris dan Multi-Nucleo Polyhydro Virus (MNPV).

Menanam Bunga pukul delapan (Tunera Subulata) Bunga pukul delapan selain berfungsi untuk memperindah kebun (biasanya ditanam di pingir jalan produksi) juga berfungsi sebagai sumber pakan bagi predator ulat api.

  • Pengendalian secara kimia

Pengendalian secara kimiawi dilakukan jika tingkat populasi ulat api  sekitar    5 – 10 ekor ulat pada setiap pelepah daun. Pada tanaman kelapa sawit yang masih rendah, pengendalian ulat api dilakukan dengan menyemprotkan larutan insektisida berbahan aktif Deltametrin dengan dosis 2cc/liter air. Pada tanaman yang sudah tinggi, pengendalian ulat api dengan insektisida berbahan aktif Deltrametrin dilakukan dengan cara fogging pada malam hari dan tidak hujan.

                        Gambar 5.  Daun-daun kelapa sawit melidi karena habis dimakan ulat api

                  Sumber: PPKS, Medan

 

Penulis:  Alimin, S.P., M.Sc.

 

Sumber Pustaka 

Kelti Proteksi Tanaman PPKS.  2020.  Kunci Sukses Pengendalian Hama UPDKS di Perkebunan Kelapa Sawit.  PPKS, Medan.

Kuswanto, R.  2019.  Pengendalian Ulat Api (Setothosea asigna) pada Tanaman Kelapa Sawit. Internet: https://cybex.pertanian.go.id. Diakses tanggal 4 Desember 2020.

Sawitnotif.  2019. Ciri dan Jenis Ulat Api yang Menyerang Kelapa Sawit.  Internet: https://sawitnotif.pkt-group.com.  Diakses tanggal 10 desember 2020.

STIP-AP.  2020.  Ulat Api Parasa ledpida. Internet: https://pustaka.stipap.ac.id.  Diakses tanggal 10 desember 2020.

 


Bagikan Artikel Ini