KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Membangkitkan Kejayaan Teh Indonesia.

Diposting     Senin, 30 Maret 2015 07:03 pm    Oleh    ditjenbun



Bandung (23/3), Demikian tema yang diangkat pada kegiatan Kunjungan Pers Ditjen Perkebunan Tahun 2015 di Bandung tanggal 23-24 Maret 2015 yang dihadiri oleh Pejabat Kehumasan Lingkup Eselon I Kementerian Pertanian, Pejabat Fungsional Pranata Humas, Wartawan Media Cetak (FORWATAN) dengan menghadirkan Narasumber dari Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar Ditjen Perkebunan, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, Dewan Teh Indonesia, dan PPTK Gambung.

 

Dirjen Perkebunan dalam arahan tertulisnya yang dibacakan oleh Kepala Biro Umum dan Humas Setjen Kementerian Pertanian, sekaligus membuka secara resmi kegiatan tersebut, menjelaskan bahwa salah satu komoditas unggulan Indonesia adalah Teh. Untuk meningkatkan citra produk teh Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan mengadakan Kunjungan Pers dengan tema “Membangkitkan Kejayaan Teh Indonesia”.

Lebih lanjut, dalam arahannya Dirjen menjelaskan bahwa, berdasarkan data Ditjenbun, pada tahun 2014 perkebunan teh mencapai 121.034 ha, dengan produksi 143.751 ton. “Adapun sentra pengembangan teh di Indonesia adalah Jawa Barat dengan luas areal 93.520 ha atau 77,27 % dari luas areal teh nasional. Dari total areal tersebut diusahakan dalam bentuk Perkebunan Rakyat seluas 47.920 ha (51,24%), Perkebunan Besar Negara seluas 25.011 ha (26,74%) dan Perkebunan Besar Swasta seluas 20.589 ha (22,02%). Ekspor teh di Indonesia tahun 2013 mencapai 70,8 ribu ton dengan nilai $ US 157,5 juta, sedangkan untuk impor sebesar 20,5 ton dengan nilai impor $ US 29,3 juta”, jelas Dirjen.

Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar, dalam paparannya yang disampaikan oleh Kasubdit Pemberdayaan dan Kelembagaan, menjelaskan bahwa, pengembangan Teh Indonesia membutuhkan komitmen, tekad dan upaya yang tulus dari para stakeholder di bidang Teh untuk menerapkan langkah-langkah operasional yang didasarkan pada kebijakan pembangunan perkebunan yang dilaksanakan secara proporsional dan profesional sesuai dengan wewenang, tugas, fungsi dan peran masing- masing.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, memaparkan bahwa, strategi kebijakan pengembangan teh di Jawa Barat difoskuskan untuk memperkuat di hulu dan memperkuat di hilir, yaitu dengan rehabilitasi kendala dan permasalahan dasar, revitalisasi potensi, rekonstruksi agribisnis pertehan, dan akselerasi pengembangan. “Untuk akselerasi pengembangan dilakukan dengan penyediaan benih teh klon unggul, peningkatan ketersediaan sarana produksi, peremajaan, perluasan dan rehabilitasi kebun, pengendalian hama penyakit dan gulma, peningkatan kualitas SDM, peningkatan produksi dan menjaga kontinuitas supplay, peningkatan mutu hasil dan daya saing produk, peningkatan posisi tawar, penataan sistem tata niaga yang transparan dan akuntabel, penataan kelembagaan Agribisnis Teh dari Hulu ke Hilir, peningkatan dukungan permodalan agribisnis, dan perbaikan regulasi pertehan nasional”, ujarnya.

Ketua Umum Dewan Teh Indonesia, menjelaskan bahwa mensikapi kinerja pertehan Indonesia yang terus menurun, di lain pihak ada prospek untuk meningkatkan industri teh Indonesia, maka di tahun 2011 Dewan Teh Indonesia mencanangkan Program Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN). “Kami sebut gerakan, karena dimaksudkan untuk mengundang partisipasi dari semua pemangku kepentingan”, katanya. Sasarannya adalah meningkatnya kualitas dan produktivitas the Indonesia 15% per tahun, meningkatnya harga jual 5% per tahun dan dukungan regulasi pemerintah menuju iklim usaha yang lebih kondusif. Sasaran akhir dari gerakan ini adalah distribusi pendapatan pada rantai pasok yang lebih adil, terutama bagi mata rantai yang sangat vital yaitu Petani Teh yang menguasai 46% areal teh nasional tetapi produktivitasnya yang paling rendah.

Karyudi, Direktur PPTK Gambung , memaparkan bahwa, produksi dan konsumsi teh dunia bearada pada posisi yang relatif seimbang, sehingga harga komoditas teh tidak bisa diharapkan meningkat secara signifikan. “Untuk memperbaiki masalah teh harus didekati dengan memperbaiki strategi dari resources based menjadi innovation based industry dengan memperluas diversifikasi produk hilir, yaitu bukan hanya sebagai produk beverage tetapi juga untuk kesehatan, kecantikan dan bahan baku industri pangan. Peranan PPTK sangat strategis untuk menciptakan inovasi yang mengintegrasikan dari sektor hulu sampai hilir”, kata Direktur PPTK .

 

Kunjungan Lapangan

Karyudi, Direktur PPTK Gambung, pada kunjungan lapangan di PPTK Gambung menjelaskan bahwa, seiring meningkatnya gaya hidup sehat masyarakat, maka meningkat pula konsumsi teh nasional. Bahkan saat ini bukan hanya teh hijau yang diminati tapi jenis teh putih pun juga meningkat. Dirinya mengaku kewalahan untuk memenuhi permintaan teh putih. “Permintaan teh putih meningkat karena sudah mengetahui akan dampak dari mengkosumsi teh, terutama teh putih. Seperti diketahui teh putih tidak sekedar untuk penghilang dahaga, tapi juga juga memiliki kandungan antioksidan tinggi”, katanya.

Bukan hanya itu, teh putih juga sangat berkhasiat untuk kaum hawa karena bisa untuk memperbaiki sel-sel yang telah mati karena usia. Seperti diketahui, antioksidan dapat melindungi tubuh dari proses oksidasi, serta menangkal radikal  sel-sel dalam tubuh. Kerusakan sel inilah yang dapat memicu terjadinya berbagai penyakit berbahaya dalam tubuh, misalnya kanker, jantung, hingga penuaan dini.

“Jadi dengan mengonsumsi teh bisa mengeluarkan racun. Bahkan khusus bagi perempuan jika mengkosumsi teh putih setiap hari maka wajahnya bisa tampak 15 tahun lebih muda,” terang Karyudi saat Kunjungan Pers Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian ke PPTK Gambung.

Tidak hanya itu, Karyudi mengingatkan, saat ini Indonesia jangan terpaku kepada penjualan hasil perkebunannya saja tapi sudah saatnya memikirkan hasil hilirnya. Hal itu karena jika hanya menjual barang mentah maka harga akan naik turun. Sebab harga perkebunan tergantung dari pasar luar negeri. Tapi jika hasilnya diolah terlebih dahulu maka tidak akan terpengaruh terhadap harga di luar.

“Sehingga meski lahan di Indonesia masih cukup luas, jangan hanya memikirkan peningkatkan produksi, tapi juga bagaimana memikirkan produk hilir sehingga tidak terpengaruh terhadap harga diluar,” pungkas Karyudi. (humas-djbun)


Bagikan Artikel Ini