KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lalat Sturmiopsis untuk Pengendalian Penggerek Batang Tebu

Diposting     Sabtu, 05 Juni 2021 11:06 am    Oleh    ditjenbun



Ketika mendengar kata lalat, yang terbayang pastilah hewan terbang kecil yang menjijikan dan selalu berada di tempat – tempat yang kotor serta menyebarkan kuman penyakit. Namun tahukah anda bahwa tidak semua lalat adalah hewan kotor penyebar penyakit? Salah satunya adalah lalat pada perkebunan tebu yang menjadi sahabat petani. Lalat yang dimaksud adalah lalat yang menyerang ulat/larva penggerek batang tebu Chilo sacchariphagus, Chilo auricilius, dan Phragmataecia castanea. Lalat – lalat tersebut adalah lalat jatiroto (Diatraeophaga striatalis) dan lalat Sturmiopsis inferens.

Lalat jatiroto adalah parasitoid larva penggerek batang tebu dan telah umum digunakan di Pulau Jawa, sedangkan di wilayah Sumatera umumnya menggunakan lalat Sturmiopsis inferens sebagai musuh alami larva penggerek batang tebu.

Sampai saat ini, di Asia baru ditemukan 2 (dua) lalat parasitiod yang termasuk famili tachinidae yang menyerang larva penggerek batang tebu, yaitu lalat jatiroto dan Sturmiopsis inferens. Lalat S. inferens pertama kali dideskripsikan oleh Towsend pada tahun 1916. Parasitoid ini mempunyai kemampuan memarasit  yang tinggi pada Chilo sp., yaitu sekitar 52%.

Morfologi dan Siklus Hidup S. inferens

Telur lalat S. inferens berukuran kecil dan terdapat di dalam tubuh betina, bentuknya hampir bulat dengan ukuran diameter sekitar 0,15 – 0,17 mm dan berwarna putih.

Larva instar pertama dan kedua berwarna putih, transparan, tertutup oleh lapisan tipis seperti membran telur, mempunyai 13 segmen, termasuk di bagian kepala. Larva pada instar pertama mempunyai panjang tubuh sekitar 0,46 mm dan lebar 0,11 mm.

Larva instar kedua dan ketiga tidak jauh berbeda kecuali pada warna larva dan ukurannya. Larva instar kedua mempunyai panjang tubuh 4 – 4,5 mm sedangkan pada instar ketiga panjangnya sekitar 7 – 8,3 mm. Larva instar ketiga berwarna krem cerah dan segmen – segmen pada tubuhnya terlihat dengan jelas.

Pupa berwarna coklat cerah pada saat pertama kali terbentuk. Sehari setelah pembentukan pupa berubah warna menjadi coklat gelap. Panjangnya sekitar 6,2 – 8,1 mm dengan ukuran diameter sekitar 2,9 – 3,4 mm. Pupa berbentuk silindris dan memiliki permukaan yang halus. Pada awal pembentukkan pupa segmen masih terlihat jelas, tetapi setelah satu atau dua hari kemudian perubahan warna menyebabkan segmen – segmen pada pupa menjadi tidak terlihat dengan jelas.

Siklus hidup lalat S. inferens dari telur hingga imago dipengaruhi oleh suhu sehingga bervariasi antara 20 – 73 hari. Di Lampung (PT. Gunung Madu Plantations) daur hidup lalat S. inferens sekitar 22 – 32 hari.

Parasitasi Lalat S. inferens.

Induk lalat mulai meletakkan larvanya pada umur 6 hari pada lubang gerekan inangnya yaitu larva penggerek batang tebu. Puncak peletakan larva terjadi pada umur 7 sampai 11 hari. Secara umum terdapat kecenderungan bahwa semakin tua umur induk lalat S. inferens maka akan semakin turun kemampuan memarasitnya. Lalat betina dewasa meletakkan larva antara 126 sampai 521 larva, rata – rata 285 larva.

Larva S. inferens apabila telah menemukan inangnya akan bergerak menuju sela – sela di antara ruas – ruas tubuh larva inang dan kemudian masuk ke dalam tubuh inang. Waktu yang diperlukan larva S. inferens untuk masuk ke dalam tubuh inang adalah sekitar 15 menit, tergantung pada kondisi inang.

Perbanyakan di Laboratorium

Salah satu syarat penting penggunaan musuh alami untuk mengendalikan hama adalah kemudahannya untuk diperbanyak (rearing) di laboratorium, terutama untuk tujuan pelepasan (augmentasi). Salah satu syarat ini dipenuhi oleh lalat     S. inferens yang terbukti dapat diperbanyak di laboratorium dengan menggunakan inang C. auricilius.

Lalat S. inferens betina yang digunakan sebagai starter dalam perbanyakan di laboratorium adalah yang telah kawin dan berumur 12 hari. Lalat tersebut dimatikan dan agar tidak berubah posisi saat pengambilan larva lalat maka punggungnya ditusuk dengan menggunakan alat seperti jarum yang bertangkai. Lalat diletakkan pada kaca cekung yang telah diberi sedikit aquadest. Perut bagian belakang lalat starter ditarik secara hati – hati dengan menggunakan pinset agar larva lalat keluar.

Larva lalat S. inferens yang digunakan untuk inokulasi pada tubuh larva inang adalah yang bergerak. Gerakan tempayak (larva lalat) ini dapat dilihat dengan bantuan kaca pembesar. Punggung larva inang dibasahi dengan cara mengoles punggungnya dengan kuas basah, kemudian larva lalat diinokulasikan ke punggung inang dengan menggunakan kuas. Jumlah larva lalat yang diinokulasikan adalah sebanyak 2 larva lalat. S. inferens biasanya hanya membentuk satu pupa pada satu ekor inang, walaupun mungkin lebih dari 1 larva lalat S. inferens yang memasuki tubuh inang.

Setelah diinokulasi, larva inang ditempatkan pada wadah gelap, masing – masing 1 wadah 1 inang, kemudian didiamkan selama 1 jam untuk memberi kesempatan pada larva lalat untuk masuk ke dalam tubuh inang. Setelah satu jam, inang kemudian dipindahkan ke potongan batang tebu dalam stoples dan dipelihara selama 12 hari.

Setelah 12 hari, batang tebu dibongkar dan pupa lalat dari inang yang terinfeksi diambil. Pupa lalat tersebut kemudian disimpan dalam kontainer plastik yang dibawahnya dilapisi kapas lembab dan diberi sekat jaring dan plastik.

Setelah 5 hari pupa akan menetas. Lalat betina yang baru menetas langsung dikawinkan. Keberhasilan perkawinan pada betina yang baru menetas berkisar 80%. Lalat betina yang baru menetas akan segera kawin dengan lalat jantan yang berumur 1 – 5 hari. Tidak ada perbedaan dalam ketahanan hidup tetapi penurunan fertilitas dan fekunditas terjadi secara signifikan pada lalat betina yang kawin sehari setelah menetas.

Lalat – lalat tersebut kemudian dipelihara di dalam sangkar dan dijaga agar spon yang berfungsi untuk menjaga kelembaban, yang diletakkan di dasar dan di atas sangkar tetap basah. Selama pemeliharaan, sangkar ditutup dengan kain berwarna gelap untuk mencegah lalat – lalat tersebut bergerak aktif yang mungkin akan menyebabkan kerusakan fisik (cacat). Pakan untuk lalat betina adalah madu yang dicampur dengan aquadest dengan konsentrasi 20% atau 50%. Pakan diganti setiap harinya. Lalat betina yang telah kawin siap dilepas ke lapangan setelah berumur 6 hari.

Penulis : POPT Ditjen Perkebunan (Cucu Daniati, S.P., M.P.)

DAFTAR PUSTAKA

Bennet, Fred D.. 1969. Tachinid Flies as Biological Control Agents for Sugar Cane Moth Borer.Pp 117 – 148 in : Pests of Sugar Cane (J.R. Williams, J.R. Metcalfe, R.W. Mungomery, R. Matthews, eds). Elsevier. Publishing Company. Amsterdam – London – New York.

Daniati, C. 2012. Sturmiopsis inferens Towns. Parasitoid Larva Penggerek Batang Tebu. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

David, H. and N.K. Kurup. 1998. Tachinid Parasites for Management of Sugarcane Borers. Pp 52 – 66 in : Biological Technology for Sugarcane Pest Management (H. David and S. Easwaramoorthy eds.). Sugarcane Breeding Institute. Coimbatore. India.

David, H. and N.K. Kurup. 1998. Techniques for Mass Production of Sturmiopsis inferens Tns. Pp 67 – 92 in : Biological Technology for Sugarcane Pest Management (H. David and S. Easwaramoorthy eds.). Sugarcane Breeding Institute. Coimbatore. India.

Rao, K. Jai and Miss Hemlata Baliga. 1968. Sturmiopsis inferens Towns., a Tachinid Parasite of Sugarcane and Paddy Stem Borers. Technical Bulletin of the Commonwealth Institute of Biological Control. No. 10. Commonwealth Agricultural Bureaux. India.

Smith Jr., J.W., R.N. Wiednmann, and W.A. Overholt. 1993. Parasites of Lepidopteran Stemborers of Tropical Gramineous Plant. ICIPE Science Press. Nairobi. Kenya.

Sugarcane Breeding Institute. 2003. Tamil Nadu. India. https://sugarcane-breeding.tn.nic.in/project.htm (diakses 1 November 2003).

Sunaryo, Suroyo, dan U. Harsanto. 1989. Biologi dan Pelepasan Lalat Sturmiopsis Inferens Towns. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering. P3GI. Pasuruan.


Bagikan Artikel Ini