KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Evaluasi Hasil Ramalan dan Kejadian Luas Serangan Penyakit Gugur Daun Karet Triwulan IV/2020

Diposting     Rabu, 21 April 2021 11:04 am    Oleh    ditjenbun



Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan primadona ekspor yang bernilai ekonomis tinggi. Nilai ekspor karet Indonesia mencapai US$ 52,4 juta (Angka Tetap Statistik Perkebunan, 2018). Indonesia sebagai produsen karet alam terbesar di dunia bersama Thailand dan Malaysia, memberikan kontribusi sebesar 75% terhadap total produksi karet alam dunia. Indonesia sendiri memberikan kontribusi sebesar 26% dari total produksi karet alam dunia. Luas areal tanaman karet di Indonesia mencapai 3.671.387 hektar yang tersebar di 26 provinsi, dengan produksi sebesar 3.630.357 ton dan produktivitas 1,161 kg/ha (Angka Tetap Statistik Perkebunan, 2018). Pengelolaan perkebunan karet seringkali mengalami kendala, antara lain masalah Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), terutama masalah penyakit.  Hampir seluruh bagian tanaman karet mudah terinfeksi sejumlah penyakit tanaman, salah satunya yang menyerang daun yaitu penyakit Gugur Daun Karet (GDK).

Gugur daun pada tanaman karet merupakan salah satu adaptasi tanaman karet untuk mengurangi transpirasi karena adanya keterbatasan air pada waktu musim kemarau oleh karena itu, gejala akibat penyakit GDK perlu dicermati dengan baik, hal tesebut untuk membedakan antara gugur daun alami dan gugur daun yang disebabkan oleh penyakit. Penyakit GDK yang dilaporkan pada Triwulan IV Tahun 2020 disebabkan antara lain oleh cendawan Oidium heveae, Colletotrichum gloesporoides, dan Pestalotiopsis sp., dimana masing-masing cendawan tersebut memiliki gejala serangan yang berbeda.

Gejala serangan yang disebabkan oleh O. heveae ditandai dengan adanya serbuk putih di permukaan daun seperti beludru yang halus dan biasanya muncul ketika musim kemarau menjelang musim hujan atau setelah gugur daun alami. GDK akibat serangan C. gloesporoides gejalanya berupa munculnya bercak-bercak berwarna coklat kehitaman pada daun muda di bagian tengah yang berturut-turut diikuti oleh mengeriputnya lembaran daun. Kemudian, timbul busuk kebasahan pada bagian terinfeksi dan akhirnya gugur daun.  Gejala pada daun tua berupa bercak daun berwarna coklat kekuningan, tepi dan ujung daun keriput, dan permukaan daun menjadi kasar. Penyakit GDK oleh C. gloesporoides dimulai ketika musim hujan dan epidemi penyakit ini dapat terjadi akibat terjadinya musim hujan yang panjang. Gejala GDK yang ditimbulkan  oleh Pestalotiopsis sp. yaitu, pada daun muda terdapat bintik coklat, kemudian berkembang menjadi bercak coklat tua dan terdapat batas yang jelas antara bagian bercak dan bagian daun yang masih sehat. Daun yang terinfeksi akan gugur sebelum waktunya.

Luas serangan penyakit GDK triwulan IV tahun 2020 telah diprediksi sebelumnya berdasarkan model peramalan luas serangan yang disusun dengan metode runtun waktu dari data luas serangan penyakit GDK di Indonesia tahun 2011-2019. Ramalan luas serangan OPT tersebut dievaluasi dengan cara membandingkan data rumus ramalan GDK triwulan IV yang telah disusun sebelumya dengan laporan luas serangan OPT triwulan IV tahun 2020 yang telah  dilaporkan oleh provinsi di Indonesia ke Direktorat Perlindungan Perkebunan. Dengan melakukan evaluasi, dapat dilihat besaran nilai perbandingan luas serangan tersebut.

  • Jika nilai perbandingan : > 1, maka luas serangan yang terjadi di lapangan lebih besar daripada hasil prediksi.
  • Jika nilai perbandingan : < 1, maka luas serangan yang terjadi di lapangan lebih rendah daripada hasil prediksi, dan
  • Jika nilai perbandingan : = 1, maka luas serangan yang terjadi di lapangan sesuai dengan hasil prediksi.

Evaluasi ramalan ini disusun untuk mengetahui efektifitas pengunaan rumus ramalan OPT dalam menekan luas serangan OPT yang diprediksi akan terjadi pada tahun yang akan datang berdasarkan data tahun sebelumnya dengan korelasi tindakan mitigasi yang telah direkomendasikan dan dilakukan oleh masing-masing provinsi.  Berikut hasil evaluasi ramalan luas serangan GDK triwulan IV Tahun 2020 :

  1. Evaluasi Ramalan Luas Serangan GDK

Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil ramalan luas serangan menggunakan model peramalan y=10^(0,3648+0,8688*log(X+1))-1, dengan laporan luas serangan Triwulan 4 Tahun 2020 di daerah.

 

No Provinsi Luas Serangan (Ha) TW 4/2019 Prediksi Luas Serangan (Ha) TW 4/2020 Luas Serangan (Ha) TW 4/2020 Perbandingan Luas Serangan (Ha) TW 4/2020 Total Luas Pengendalian (Ha) TW 4/2020
1 ACEH 327,00 354,30 114,10 0,32 102,50
2 BENGKULU 1.558,50 1.375,78 1.442,75 1,05 49,00
3 JAMBI 5.117,50 3.865,37 1.098,60 0,28 195,00
4 JAWA BARAT 61,30 82,92 590,65 7,12 38,20
5 JAWA TENGAH 173,85 204,70 248,94 1,22 13,67
6 KALIMANTAN BARAT 13.516,10 8.988,00 2.537,97 0,28 360,00
7 KALIMANTAN TENGAH 11.647,00 7.897,76 7.371,29 0,93 3,09
8 KALIMANTAN TIMUR 5,00 9,99 5,00 0,50 2,00
9 KEP. BANGKA BELITUNG 2.821,14 2.303,96 1.214,85 0,53 45,90
10 LAMPUNG 1.414,50 1.264,64 234,32 0,19 6,52
11 SUMATERA BARAT 1.960,00 1.678,98 3.528,00 2,10 0,00
12 SUMATERA SELATAN 64.617,00 34.996,35 21.965,00 0,63 12.078,00

Tabel 1. Prediksi Luas Serangan dan Kejadian Luas Serangan Penyakit GDK TW4/2020

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 4 provinsi yaitu Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Barat yang laporan luas serangannya lebih besar dari ramalan/prediksi.  Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan adanya pengaruh faktor biotik dan abiotik lingkungan kebun serta campur tangan manusia dalam melakukan upaya pengendalian. Faktor biotik meliputi; tanaman inang dan inokulum penyakit. Sedangkan faktor abiotik meliputi; curah hujan, suhu, kecepatan angin, dan kelembaban. Selain itu, faktor lain yang juga mempengaruhi suatu data adalah cara penetapan sampel pengamatan dan waktu pengamatan oleh petugas pengamat.

Hasil prediksi luas serangan dan kejadian luas serangan penyakit GDK seperti pada gambar 1 berikut :

Pada gambar grafik di atas dapat dilihat Provinsi Aceh, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kep. Bangka Belitung, Lampung, dan Sumatera Selatan yang melakukan pengendalian cukup luas pada areal pertanaman karet, mampu menekan luas serangan penyakit GDK. Sehingga, jika dibandingkan angka luas serangan yang telah diprediksi/diramalkan sebelumnya dengan angka kejadian luas serangan yang terjadi pada Triwulan IV Tahun 2020, maka luas serangannya menurun relatif signifikan.

Kecermatan dalam mendeteksi dan membedakan penyakit gugur daun tersebut diperlukan oleh petugas perangkat perlindungan di masing-masing wilayah kerja. Kecermatan dalam deteksi penyakit memengaruhi keefektifan pengendalian yang diterapkan di lapangan.  Beberapa provinsi melaporkan telah melakukan pengendalian penyakit Gugur Daun Karet dengan cara :

  • Kimiawi, dengan mengaplikasikan fungisida pada tajuk tanaman dengan menggunakan mist blower atau power sprayer atau dengan fogging dan dusting
  • Penggunaan Metabolit Sekunder, pemanfaatan bakteri dan cendawan antagonis.
  • Sanitasi, pengendalian gulma untuk mengurangi kelembaban.
  • Kultur Teknis, penambahan pupuk dengan dosis yang seimbang dan peremajaan pada kebun yang terserang.
  • Pengendalian Hayati, pemanfaatan Agens Pengendali Hayati (APH) Trichoderma sp. dan cendawan entomopatogen Beauveria bassiana.

Pengendalian penyakit GDK yang mengaplikasikan beberapa macam metode pengendalian dinilai lebih efektif dan dikatakan berhasil mampu menekan luasnya serangan penyakit GDK, sehingga angka kejadian luas serangan akan lebih rendah dibandingkan angka hasil prediksi. Hasil ramalan penyakit GDK yang telah dihitung sebelumnya sangat bermanfaat sebagai upaya peringatan dini untuk menekan peningkatan luas serangan, dan disertai dengan upaya pengendalian oleh petani maupun pelaku usaha perkebunan di lapangan.

Selain itu, ketepatan hasil perhitungan dari ramalan dengan kejadian serangan OPT di lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu, penambahan jumlah wilayah atau lokasi kebun yang diamati dan dilaporkan oleh petugas pengamat, faktor eksternal berupa biotik dan abiotik lingkungan kebun yang mendukung perkembangan penyakit, dan berbagai upaya tindakan pengendalian yang dilakukan oleh petani maupun pelaku usaha perkebunan.

Penyusun : Aidha Utami, Eva Lizarmi, Yani Maryani

Referensi :

Febbiyanti, T.R. 2021. Penyakit Daun pada Tanaman Karet. Bimtek OPT Tanaman Karet, 8-10 Maret 2021. Bogor.
Soesanto, L. 2021. Pemanfaatan MS APH sebagai Bahan Pengendali OPT Karet, 8- 10 Maret 2021. Bogor.
Statistik Perkebunan Indonesia 2018-2020: Karet. 2020. Direktorat Jenderal  Perkebunan. Jakarta.
Utami, A. Dan Isnaini, N. Evaluasi Hasil Ramalan Luas Serangan OPT Kopi Tahun  2019. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan.  (https://perlindungan.ditjenbun.pertanian.go.id/web/page/title/339392/evaluasi-      hasil-ramalan-luas-serangan-opt-kopi-tahun-2019).


Bagikan Artikel Ini