KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Kementan: Persiapan Menuju World Coco Conference (Wcc) Ke-5 Ajang Diplomasi Kakao Indonesia

Diposting     Ahad/Minggu, 25 Agustus 2019 10:08 am    Oleh    ditjenbun



Indonesia akan menjadi tuang rumah (host country) dalam penyelenggaraan World Coco Conference (WCC) Ke-5 di Bali pada Bulan September 2020. Hal ini dinyatakan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHBUN), Ditjen Perkebunan, Ir. Dedi Junaedi, M.Sc  pada rapat persiapan yang diselenggarakan di Bogor. WCC ini merupakan event rutin dari International Cocoa Organization (ICCO). (ICCO) merupakan organisasi antar pemerintah yang didirikan tahun 1973 yang ditujukan untuk menciptakan industri kakao yang berkelanjutan dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. ICCO beranggotakan 51 negara, termasuk Indonesia, yang bergabung pada tahun 2012.

Ir. Dedi Junaedi, M.Sc dalam sambutannya menyatakan bahwa WCC ke-5 ini merupakan ajang yang strategis bagi seluruh stakeholders kakao dunia khususnya Indonesia untuk bersama-sama menyumbangkan pemikirannya bagi perkembangan dan kesejehateraan petani kakao. Selain itu Ir. Dedi Junaedi, M.Sc juga menambahkan bahwa perlu adanya persiapan serius dalam hal materi dan penyelenggaraan teknis WCC ke-5 nanti. “Kita akan melibatkan multi stakeholders pada event ini”, demikian Ir. Dedi Junaedi, M.Sc menyatakan.

Senada dengan Ir. Dedi Junaedi, M.Sc, Kasubdit Pemasaran Hasil Perkebunan, Dr. Normansyah Syahruddin, P.hD menyatakan bahwa WCC ke-5 ini merupakan forum multi stakeholders. Dr. Normansyah menyatakan WCC ke-5 ini akan mengangkat tema yang holistic yang menyentuh pada aspek kesejahteraan petani dan juga keberlanjutan kakao dunia.  HNY


Bagikan Artikel Ini  

Ekspor Mete Indonesia Meningkat 13,3 Juta Dollar

Diposting        Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Ekspor mete Indonesia semakin prospektif dari tahun ke tahun, dimana pada semester 1 tahun 2019, ekspor mete Indonesia mencapai sebesar USD 51,6 juta dan jumlah tersebut meningkat USD 13,3 juta dibandingkan pada periode yang sama tahun 2018. Peningkatan nilai ekspor juga diikuti oleh volume ekspor nya dimana terjadi peningkatan sebesar 74,8% yaitu dari 9,4 ribu ton pada semester 1 tahun 2018 menjadi 16,4 ribu ton pada periode yang sama tahun 2019. Sebesar 55% ekspor mete Indonesia dengan tujuan Vietnam atau sebesar 9 ribu ton, lalu India sebesar 2,3 ribu ton dan Amerika Serikat sebesar 1,9 ribu ton.

Produksi mete Indonesia tahun 2018 dimana 99,8% merupakan perkebunan rakyat tercatat sebesar 136,4 ribu ton dengan produktivitas mencapai 434 kg/ hektar. Dari produksi tersebut, 42,8% dilakukan ekspor sedangkan sisanya untuk konsumsi dalam negeri. Sentra produksi mete Indonesia berada di NTT sebesar 49,9 ribu ton, Sulawesi Tenggara sebesar 25,5 ribu ton, Jawa Timur sebesar 15,3 ribu ton, Sulawesi Selatan sebesar 13,2 ribu ton, Jawa Tengah sebesar 10,8 ribu ton dan NTB sebesar 10,3 ribu ton.

“Meningkatnya pertumbuhan konsumsi mete dunia yang didominasi untuk bahan baku industri makanan menjadi peluang mete Indonesia untuk mengisi pasar-pasar negara industri tersebut sehingga harus ada upaya signifikan untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu nya. Mete gelondongan Indonesia diterima dengan baik dipasar Internasional yang memiliki kualitas yang baik walaupun tingkat produksinya masih di posisi ke-10 dunia setelah Vietnam, India, Pantai Gading, Philippines, Tanzania, Guinea Bissau, Bennin, Mozambique dan Brazil,” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan.

Kasdi menambahkan, Kedepannya Ditjen. Perkebunan terus melakukan upaya agar produk mete yang diekspor tidak berupa gelondongan lagi tetapi sudah melalui proses pengolahan yang baik menghasilkan produk turunan dengan nilai tambah tinggi.

Sebagai informasi, saat ini harga gelondongan mete tingkat produsen/petani rata-rata tahun 2019 sebesar Rp. 17.225/ kg dan akan meningkat 12-20 kali lipat jika dijual dalam bentuk olahan lainnya seperti CNSL.

Dalam upaya pengembangan produk mete dan olahan lainnya untuk tujuan ekspor, saat ini minyak Kulit Biji Mete (Cashew Nut Shell Liquid/CNSL) cukup prospektif dikembangkan sebagai bahan Perekat Furnitur dan India banyak menggunakan minyak kulit jambu mete untuk bahan perekat tersebut karena mengandung senyawa kardanol yang tinggi (20-30%) yang potensial sebagai pengganti fenol dari minyak bumi, selain itu memiliki harga yang tinggi dipasaran. Selain itu CNSL dimanfaatkan sebagai bahan perstisida nabati, industri cat, bahan anti karat, lecquer, bahan pembungkus kabel, bahan oli rem mobil dan pesawat terbang, pembuatan kampas rem kendaraan bermotor serta sebagai bahan bakar (yang renewable).

“Salah satu upaya yang dilakukan antara lain fasilitasi penyediaan alat pascapanen dan pengolahan dan melakukan pelatihan dan advokasi ke petani tentang pentingnya menghasilkan produk turunan dengan kualitas dan kuantitas yang baik sehingga bernilai tambah tinggi. Selain itu terkait jaminan produksi, saat ini memang kendala pengembangan mete Indonesia adalah rendahnya produktivitas karena banyaknya tanaman tua sehingga perlu dilakukan peremajaan tanaman. Melalui program BUN-500, upaya dari penyediaan benih yang unggul diharapkan dapat berkontribusi dalam program peremajaan tanaman selain dari pemenuhan sarana produksi lainnya,” katanya.

Tentunya juga upaya-upaya yang dilakukan perlu didukung dengan peran dari perindustrian dalam mendorong fasilitasi pengembangan usaha skala rumah tangga, kecil dan menengah karena pekebun mete sebagian besar merupakan perkebunan rakyat dengan skala usaha yang golongan pendapatan menengah kebawah sehingga pemerintah harus hadir, selain melalui penyediaan input produksi dan alat pascapanen, pengolahan, standarisasi kualitas juga bagaimana penguatan kelembagaan petani, kemitraan dan jaminan pasarnya. “Perlu juga didorong memperluas akses pasar salah satunya berkontribusi melalui pameran produk mete di dalam dan luar negeri sebagai sarana promosi,” tambahnya.


Bagikan Artikel Ini  

Budaya Konsumsi Teh Di Mesir Dorong Peningkatan Ekspor

Diposting     Kamis, 22 Agustus 2019 10:08 am    Oleh    ditjenbun



Jakarta – Teh merupakan minuman paling populer di Mesir yang dikonsumsi oleh semua segmen pendapatan, dan tersedia di seluruh negeri. Pasar mesir 2 tahun terakhir diwarnai dengan program reformasi ekonomi negara Mesir terkait pencabutan secara bertahap sampai tahun 2021 dari subsidi bahan bakar dan listrik yang berdampak terhadap laju inflasi yang tinggi. Meskipun demikian, teh masih mencatat pertumbuhan positif, meskipun pada tingkat yang lebih lambat. Hal ini terjadi karena teh dianggap sebagai produk penting dalam rumah tangga Mesir, sehingga permintaan tetap dipertahankan meskipun harganya naik, sebagian karena peningkatan populasi.

Sebagaimana data BPS diolah Ditjen. Perkebunan tahun 2018, ekspor komoditas perkebunan ke Mesir sebesar 990,4 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 673,7 juta. Dari data volume ekspor tersebut 94% ekspor Indonesia ke Mesir berupa kelapa Sawit sedangkan untuk komoditas teh diekspor sebesar 199,6 ton berupa teh hitam dan teh hijau dengan nilai mencapai USD 415,2 ribu dan sampai dengan semester 1 tahun 2019 ekspor teh Indonesia sebesar 20 ton.

Saat ini, Badawy & Sons Co terus memimpin kategori teh secara keseluruhan di pasar Mesir, melalui merek El Arosa, dengan produk utama teh hitam. El Arosa diuntungkan dari keterjangkauan dan jaringan distribusi yang luas, yang menjangkau daerah pedesaan Mesir. Tetapi dengan semakin meningkatnya konsumsi teh dimesir dengan rata-rata peningkatan 5% per tahun utamanya dalam mengisi pasar café-café dan supermarket maka akan menjadi peluang untuk teh Indonesia untuk diekspor ke Mesir, utamanya aromatic tea, white tea dan black tea.

Pemerintah mendorong Industri untuk pengembangan produk-produk baru teh yang menjadi peluang untuk dikembangkan karena menawarkan alternative cita rasa dan kandungan zat antioksidan yang lebih kaya untuk konsumen.

“pemerintah dengan program BUN500 juga turut berkontribusi untuk membantu petani teh dalam penyediaan benih unggul dan bermutu sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas teh nasional, juga tidak kalah penting dari sisi kualitas dengan memperhatikan standar kualitas dari benih, panen, pascapanen sampai pengolahan yang dibutuhkan negara pengimpor, ” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan. Kasdi menambahkan, di satu sisi yang lain, pemerintah juga mendorong pelaku usaha membuka peluang akses pasar di negara lain tentunya pasar di negara yang beriklim subtropics-sedang-dingin.

 


Bagikan Artikel Ini  

Ekspor Karet Jambi Tembus 7 Negara

Diposting     Selasa, 20 Agustus 2019 10:08 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Ekspor karet Indonesia menunjukkan eksistensi ekspor terutama provinsi jambi yang merupakan salah satu kawasan pengembangan karet nasional yang secara eksisting berkontribusi terhadap peningkatan produksi karet nasional untuk tujuan ekspor. “Program BUN-500 ditujukan untuk peningkatan produksi dan produktivitas karet nasional melalui penyediaan benih karet yang bersertifikat, unggul dan bermutu,” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan.

Menurut Keputusan Menteri Pertanian nomor 472 tahun 2018 tentang Lokasi Kawasan Pertanian Nasional, bahwa kabupaten yang menjadi sentra pengembangan karet nasional di Provinsi Jambi meliputi Batanghari, Muaro Jambi, Tebo, Merangin dan Sarolangun dengan produksi karet tahun 2018 mencapai 315,7 ribu ton pada luasan areal sebesar 378,7 ribu hektar (data BPS diolah Ditjen. Perkebunan, 2018).

Remco Cabang Jambi (Rubber Remiling Company) merupakan salah satu mitra binaan Direktorat Jenderal Perkebunan yang bergerak dibidang pembinaan dan trading komoditas karet Indonesia, khususnya ekspor karet ke pasar internasional.

Data menunjukkan, PT. Remco yang beralamat di Tanjung Johor, Jambi melakukan ekspor komoditas karet untuk SIR-20 atau TSNR-20 ke 7 negara pada bulan Juli tahun 2019 meliputi Japan, India, China, Canada, Germany, Polandia dan Amerika Serikat dengan volume sebesar 2.365,7 ton atau senilai USD 3,43 juta. Pemanfaatan SIR ini adalah untuk rubber dock fender, komponen-komponen untuk keperluan pabrik/industri seperti cement mill, centrifuge latex mill, crumb rubber mill, sugar mill, aluminium plant, oil palm mill, komponen bangunan tahan gempa dan beberapa aplikasi lainnya seperti conveyor belt, rubber mats, rubber bands dan lain-lain.

Tercatat dari data BPS diolah Ditjen. Perkebunan bahwa tahun 2018 ekspor karet Indonesia sebesar 2,81 juta ton dengan nilai ekspor mencapai USD 3,95 milyar. Ekspor TSNR-20 berkontribusi sebesar 92,1% atau sebesar 2,59 juta ton dari total volume karet Indonesia. Sebagian besar ekspor TSNR-20 ini ke negara Amerika Serikat, Jepang, India, China, Korea Selatan, Turki, Brazil dan Kanada.

“Indonesia sebagai negara produsen karet nomor 2 dunia setelah Thailand terus berupaya agar ekspor komoditas karet Indonesia didukung oleh kualitas bokar yang tinggi dan menjadi standar kebutuhan ekspor. Saat ini Ditjen. Perkebunan terus membina UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar) di beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi karet nasional dimana selain dalam upaya memperkuat kelembagaan petani juga dilakukan pendampingan kepada para petani dalam meningkatkan kualitas bokar,” katanya.

 


Bagikan Artikel Ini  

LAUNCHING EKSPOR PALA KE BELANDA

Diposting     Senin, 19 Agustus 2019 10:08 am    Oleh    ditjenbun



CIMANGGIS – Pala adalah komoditi perkebunan yang merupakan salah satu tanaman rempah yang difokuskan untuk orientasi ekspor. Sebagaimana kebijakan Kementerian Pertanian dalam mengembalikan kejayaan rempah nusantara, Ditjen Perkebunan telah melakukan pembinaan kepada petani dari sisi hulu untuk peningkatan produksi dan produktivitas pala yang siap diekspor, juga dilakukan pembinaan kepada para pelaku usaha dalam memperluas akses pasar pala ke negara lain khususnya Eropa yang sangat berminat untuk ekspor rempah Indonesia. “Keberhasilan pencapaian peningkatan produksi dan produktivitas harus dibarengi pula dengan kesiapan dukungan dan penguatan di sub-sistem hilirnya, terutama dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing sehingga berbagai produk perkebunan segar dan olahan mampu menguasai pasar domestik dan memiliki keunggulan untuk menembus pasar internasional.” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan dalam sambutannya pada acara simbolik pelepasan ekspor pala Indonesia ke Belanda yang diinisiasi oleh mitra usaha komoditas perkebunan, PT. Alam Sari Interbuana pada hari ini, di Cimanggis, Kota Depok (16/08/2019).

Kasdi menambahkan, Sebagaimana amanat Peraturan Menteri Pertanian nomor 19 tahun 2019 tentang Pengembangan Ekspor Komoditas Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan mendapat amanat untuk mengakselerasi peningkatan daya saing komoditas perkebunan di pasar internasional melalui ekspor dan kegiatan promosi. Berkaitan dengan hal tersebut, komoditas unggulan perkebunan seperti Pala terus didorong untuk berkontribusi terhadap penerimaan negara dari ekspor

Produksi pala Indonesia tahun 2018 sebagaimana data Ditjen. Perkebunan adalah sebesar 36.242 ton dengan daerah penghasil Pala meliputi Maluku Utara dengan produksi 8.325 ton; Aceh dengan produksi 6.273 ton; Maluku 5.774 ton; Papua Barat 5.675 ton; Sulawesi Utara 5.201 ton; Jawa Barat 1.319 ton; dan Sumatera Barat 1.015 ton.

Data Ditjen Perkebunan, pala Indonesia Tahun 2018 di ekspor sebanyak 20.202 ton dengan nilai ekspor USD 111,69 Juta, sebagian besar diekspor ke negara Vietnam dengan volume 9.188 ton dan nilai USD 26,37 Juta. Dari total ekspor pala Indonesia, sebanyak 19,7% atau sebesar 3.979 ton diekspor ke Uni Eropa dengan nilai ekspor USD 31,31 Juta. Untuk pala Indonesia yang di ekspor ke Belanda, selama tahun 2018 sebesar 1.108 ton dan nilai USD 9,63 Juta. Alam Sari Interbuana merupakan salah satu mitra binaan Direktorat Jenderal Perkebunan yang bergerak dibidang pembinaan dan trading komoditas rempah Indonesia, khususnya pala ke pasar internasional. PT. Alam Sari Interbuana akan melakukan ekspor pala pada tanggal 16 Agustus 2019 sebanyak 13 ton yang terdiri dari nutmeg shrivels (5 ton) dan nutmeg shells (8 ton) yang ditujukan kepada Mouw Sourcing B.V/Spicemasters, Belanda melalui pelabuhan Tanjung Priok menuju pelabuhan Rotterdam, Belanda.

Pala yang di ekspor PT. Alam Sari Interbuana berasal dari petani dari Provinsi Sulawesi Utara dan Maluku. Sedangkans ebagian dari petani pala tersebut telah mendapatkan fasilitasi dari Ditjen. Perkebunan berupa peralatan pasca panen melalui dana TP Tahun 2015 dan 2017.

“Kedepan, Kami berharap para pelaku usaha lainnya dapat bersinergi dengan pemerintah untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi produk unggulan lokal dari masing-masing daerah dengan berbagai komoditas dan produk yang spesifik dan memiliki kekhasan. Selain itu dapat mengembangkan potensi pasar dan akses nya ke beberapa negara yang memiliki minat dan membutuhkan komoditas perkebunan yang pada akhirnya diharapkan dapat membuka berbagai peluang investasi komoditas perkebunan di pasar domestik maupun internasional,” katanya.

 


Bagikan Artikel Ini  

Ekspor Gambir Makin Jadi Primadona

Diposting     Ahad/Minggu, 18 Agustus 2019 10:08 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Tanaman gambir merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang banyak dimanfaatkan sebagai obat dikarenakan getah yang diambil dari tanaman ini memiliki beragam manfaat yang luar biasa bagi kesehatan manusia. Kandungan gambir ini terdiri dari flavonoid (gambiirin), catechins (sampai 51%), zat penyamak (22-40%) serta sejumlah alkaloid.

“Indonesia merupakan negara pengekspor Gambir terbesar di dunia. Tercatat data Ditjen. Perkebunan tahun 2018, ekspor Gambir Indonesia sebesar 18 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 55 juta. Lebih dari 94% gambir Indonesia diekspor ke India yang digunakan untuk Industri farmasi, astringent lotion dan zat penyamakan kulit,” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan.

Kasdi menambahkan, Permintaan gambir di India semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan dalam 5 tahun terakhir permintaan gambir berada pada kisaran 13-14 ribu ton per tahun. Di India sebagian besar gambir digunakan sebagai pengganti katha yang diekstrak dari kayu Khair (Acacia cathecu) dan digunakan dalam industri Pan Masala dan Gutkha yang merupakan produk yang dikonsumsi dengan cara dikunyah dan memiliki efek stimulant.

Dikarenakan India, saat ini membatasi penebangan pohon Khair sebagai upaya konservasi hutan maka tanaman gambir memiliki peluang untuk menggantikan pohon tersebut karena memiliki kemiripan secara karakteristik tetapi memiliki kandungan fisikokimia (catechins) yang lebih besar daripada khair.

Di Indonesia, daerah penghasil Gambir adalah Sumatera Barat, utamanya Kabupaten 50 Kota yang berkontribusi 50% lebih dari produksi gambir nasional dan kedepan diharapkan produksi gambir akan terus meningkat, selain dari aspek kontinuitasnya dan yang terpenting adalah memperbaiki aspek kualitasnya terutama kualitas untuk kepentingan industry farmasi dan penyamakan kulit.

“Perlunya memperkenalkan manfaat gambir di ajang-ajang promosi skala Internasional, selain untuk memperluas akses pasar juga ajang promosi dapat bermanfaat untuk menemukenali aspek-aspek standarisasi dari tanaman gambir yang dibutuhkan negara pengimpor,” katanya.

 


Bagikan Artikel Ini  

Asa Peningkatan Ekspor Rempah Nusantara

Diposting     Jumat, 16 Agustus 2019 10:08 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Kecintaan orang eropa terhadap rempah-rempah tak hanya dipengaruhi oleh aspek cita rasa tetapi juga didukung persepsi yang ada diluar indra perasa. Rempah-rempah menjadi simbol status, yang untuk menikmatinya harus dipamerkan daripada dikonsumsi sendiri.  Rempah-rempah akan diedarkan kepada para tamu dengan baki perak dan emas untuk dibawa pulang dan disimpan sebagaimana permata berharga. Pada zaman dulu, Merica seringkali digunakan untuk pembayaran karena harganya sama dengan emas, bahkan rempah-rempah juga diasosiasikan dengan wewangian surga, pengobatan dan kesehatan. Tak hanya itu, cengkeh kerap kali digunakan dengan cara dikunyah untuk menghilangkan bau mulut dan mengobati sakit gigi.

Dengan semakin diminatinya rempah Indonesia di Eropa maka “House of Indonesia” didirikan di Belgia yang merupakan kerjasama Atase Perdagangan KBRI Brussels dengan beberapa buyers Belgia yang sudah diinisiasi KBRI Brussels sejak tahun 2014 bekerjasama dengan perusahaan Barabas BVBA.

Saat ini, perusahaan tersebut telah membentuk komunitas dengan UMKM Indonesia dikenal dengan BELINDO (Belgia-Indonesia) sebagai wadah penjualan produk-produk-nya di Belgia dan Eropa lainnya. Beberapa buyers yang hadir menyampaikan ketertarikan untuk mengimpor produk-produk unggulan Indonesia, antara lain rempah, produk kayu, furniture, kopi, olahan ikan, kelengkapan bahan bangunan dan bahan tekstil. Kedepan, House of Indonesia diharapkan akan berkembang dan bekerjasama dengan lebih banyak pelaku usaha, termasuk juga di sektor penyedia jasa logistik dan media promosi lainnya.

Pada 27 Juni 2019 lalu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag dan Dirjen Bea Cukai Kemenkeu melakukan kunjungan ke House of Indonesia di Brussel, Belgia, sekaligus pertemuan dengan buyers mitra House of Indonesia. Selain itu, juga dilakukan pertemuan dengan buyers asal Belanda, Verstegen Spices & Sauces B.V untuk produk rempah-rempah yang digagas oleh Atase Perdagangan KBRI Den Haag.

Menurut data Ditjen. Perkebunan ekspor rempah Indonesia ke Belgia tahun 2018 sebesar 457 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 2,73 juta. Dari volume ekspor tersebut di dominasi oleh pala sebesar 240 ton, sedangkan ekspor rempah Indonesia ke Belanda sebesar 7.123 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 31,98 juta. Volume ekspor rempah ke Belanda di dominasi oleh kayu manis sebesar 4,2 ribu ton.

Saat ini, keberlanjutan dan food safety menjadi sangat penting bagi pasar rempah-rempah dan Herbs di Eropa. Di masa lalu, produk-produk ini terutama dijual oleh perusahaan kecil dan pengecer spesialis. Saat ini, semakin banyak pemasok yang dapat menawarkan rempah yang diproduksi secara berkelanjutan.

Verstegen Spices & Sauces B.V merupakan importir produsen Belanda yang telah cukup lama menjadi pemain besar untuk rempah-rempah dan herbs. Distribusi produknya tidak hanya di Belanda saja namun ke seluruh Eropa. Dalam menjalankan bisnisnya, Verstegen sangat mengedepankan food safety dan kualitas produk yang dibuktikan dengan berbagai sertifkat yang dimilikinya seperti Sertifikat British Retail Consurtium Certificate (BRC) dan Organic.

Selain Verstegen Spices sangat menekankan hasil produksi rempah-rempah yang berkelanjutan, juga didorong untuk terus dilakukan pelatihan bagi petani kecil yang seringkali kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang cara mengintegrasikan praktik berkelanjutan. Beberapa buyers Eropa juga membayar biaya sertifikasi, yang menunjukkan meningkatnya permintaan dari pembeli Eropa untuk rempah-rempah dan herbs yang berkelanjutan. Selain itu, juga disinggung pentingnya Geographical Indication (GI) untuk produk lada, pala, vanilla, dan kayu manis sebagai salah satu tool untuk mempromosikan produk rempah-rempah dipasar global.

 


Bagikan Artikel Ini  

Melejitnya Ekspor Sabut Dan Arang Kelapa Indonesia

Diposting        Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Ekspor arang kelapa dan sabut kelapa Indonesia sangat prospektif untuk ditingkatkan. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan kedua produk kelapa tersebut di pasar global untuk bahan baku Industri.

Sabut kelapa banyak dimanfaatkan sebagai media tanam, antara lain di Korea dan Jepang. Di Jerman, sejumlah perusahaan otomotif menggunakan sabut kelapa sebagai salah satu bahan baku jok mobil. Selain itu sabut kelapa dimanfaatkan sebagai bahan dasar Kerajinan, bahan bakar, pupuk organic dan briket serta sebagai komponen alat penyaring air. Arang kelapa banyak dimanfaatkan selain untuk bahan obat dan farmasi, juga di Kawasan timur tengah digunakan sebagai bahan bakar shisha atau rokok arab.

Menurut data FAO, 2017 bahwa Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia mengalahkan Filipina dan India. Kontribusi Indonesia mencapai 31% atau sebesar 18,98 juta ton dari total produksi kelapa dunia, sedangkan Filipina berkontribusi sebesar 22,9% atau sebesar 14,05 juta ton dan India berkontribusi sebesar 18,7% atau sebesar 11,5 juta ton.

Kementerian Pertanian mengatakan, potensi kelapa Indonesia sebagai produsen nomer 1 dunia perlu dimanfaatkan dengan memperkuat hilirisasi dalam menghasilkan produk-produk turunan kelapa yang dapat memberikan nilai tambah langsung ke petani serta memperluas akses pasar nya. Sebagaimana data Ditjen. Perkebunan bahwa ekspor arang kelapa Indonesia tahun 2018 sebesar 200,1 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 155,6 juta, sedangkan serat kelapa/ sabut kelapa diekspor sebesar 33,95 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar USD 9,37 juta.

Produk arang kelapa Indonesia yang paling banyak diekspor ke negara China, Irak, Saudi Arabia, Srilangka, Malaysia, Lebanon dan German sedangkan produk serabut kelapa Indonesia diekspor ke negara China sebesar 31,5 ribu ton atau senilai USD 8,85 juta.

Kedepan, perlunya kita memperluas akses pasar untuk ekspor arang kelapa dan sabut kelapa serta komoditas turunan kelapa lainnya dengan nilai tambah yang tinggi tetapi belum banyak di kembangkan di Indonesia seperti VCO, Dessicated Coconut, isotonic water, CCO dan minyak goreng kelapa karena selama ini, Indonesia lebih banyak mengekspor mentah atau setengah jadi seperti kopra, kemudian proses nilai tambah dilakukan negara lain.

Selama ini Kelapa dibeli Tiongkok, Thailand, dan Filipina. Mereka yang mengolah, menyortir, mengemas, menjamin mutu dan konsistensi. Indonesia banyak mengekspor mentahnya. Untuk memberi nilai tambah, butuh kerja sama sektor pertanian, industri, dan perdagangan.

 

 


Bagikan Artikel Ini  

China Minati Gula Kelapa & Kopi Spesialty Indonesia

Diposting     Kamis, 15 Agustus 2019 10:08 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Kopi merupakan salah satu produk unggulan Indonesia yang sangat kompetitif, begitu juga dengan kelapa khususnya dalam hal ini hasil olahan dari kelapa yaitu gula kelapa. Ekspor komoditas perkebunan memiliki peluang besar khususnya dalam hal ini komoditas kelapa dan kopi Indonesia tembus ke pasar China. Hal ini disampaikan oleh KADIN CHINA pada pertemuan dengan wakil dari Kementerian Pertanian yang dihadiri oleh Subdirektorat Pemasaran Hasil dari Ditjen. Perkebunan dan Ditjen. Hortikultura di Margo Hotel Depok, 9 Agustus 2019 lalu.

“Saat ini untuk komoditas perkebunan seperti kopi specialty dan kopi luwak sedang marak dan menjamur pembukaan beberapa outlet dan café kopi di China yang membutuhkan banyak bahan baku untuk memenuhi pasar china yang lebih dari 50% dari kalangan muda. Untuk komoditas gula kelapa terutama organik, pasar China terbuka luas karena di barengi dengan munculnya kesadaran sebagian besar masyarakat China untuk mengkonsumsi gula yang baik untuk kesehatan seperti gula kelapa organik dan gula aren organik,” kata KADIN China pada pertemuan yang dipimpin oleh SAM bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional juga dihadiri oleh berbagai pelaku usaha Indonesia yang bergerak di usaha sayuran, buah-buahan, kopi dan kelapa.

Data Ditjen. Perkebunan menunjukkan bahwa neraca perdagangan untuk komoditas perkebunan ke China mengalami surplus tahun 2018 sebesar USD 3,14 milyar yang sebagian besar didominasi oleh produk kelapa sawit/CPO. Untuk ekspor kelapa Indonesia tahun 2018 ke China sebesar 343,5 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 174,2 juta. Sebagian besar ekspor kelapa RI berupa minyak kelapa mentah & setengah jadi dari kopra sebesar 105,7 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 115,95 juta. Sedangkan kopi Indonesia tahun 2018 diekspor ke China sebesar 2,05 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 7,96 juta.

Untuk business matching pada kesempatan ini, pelaku usaha kelapa (PT. Harpin Agro Internasional) menjelaskan kepada KADIN CHINA bahwa selama ini sudah eksisting ekspor kelapa dalam bentuk gula kelapa organic dan gula aren organic. Kapasitas produksi per tahun adalah 10 ton sedangkan sampai akhir tahun 2019 siap untuk dieskpor sekitar 17 ton. Selain itu untuk kopi Bengkulu yang dipaparkan oleh PT. Bencoolen Coffee menjelaskan selama ini telah mengekspor kopi Bengkulu ke Chengdu, China dengan volume 1.000 ton di tahun ini untuk memenuhi 150 café di Chengdu. Kedepan, KADIN China mengharapkan ekspor kopi Indonesia terutama kopi luwak semakin meningkat mengingat demand yang tinggi di negara tersebut. Peningkatan perdagangan RI-China juga harus didukung dengan kegiatan promosi yang lebih aktif utamanya dalam memperkenalkan dan menghadirkan produk perkebunan yang diminati oleh China.

Kementerian Pertanian menjelaskan komoditas pertanian harus melakukan promosi pada event food expo di China dan negara lainnya, sehingga menghasilkan nilai perdagangan on the spot. Karena sesuai Permentan 19 tahun 2019 tentang Pengembangan Ekspor Pertanian, bahwa komoditas pertanian wajib hukumnya berkontribusi dalam event pemeran Internasional sebagai sarana promosi.

Pada beberapa kesempatan bahwa terkait ekspor komoditas perkebunan terutama untuk kopi ke pasar Asia Timur seperti China, Korea dan Jepang, Indonesia perlu Meningkatkan pangsa pasar ekspor kopi ke china, jepang dan korea yang selama ini didominasi oleh kopi vietnam terutama untuk kopi-kopi specialty kita yang banyak memiliki keunggulan cita rasa nya.


Bagikan Artikel Ini  

Kementan Dukung Ekspor Melalui Agribisnis Kakao Berdaya Saing

Diposting     Rabu, 14 Agustus 2019 10:08 am    Oleh    ditjenbun



TANJUNG REDEB – Kakao merupakan produk unggulan perkebunan di Kabupaten Berau, di samping kelapa sawit, kelapa dalam, karet, dan lada. Perkembangan budi daya kakao yang tersebar di beberapa kecamatan ini pun menjadi perhatian pemerintah agar terus bertahan. Dalam rangka mengembalikan kondisi perkakaoan di Kab. Berau, Kementerian Pertanian mendorong diversifikasi komoditas melalui program GEMARI (Gerakan mengembangkan Agribisnis) Kakao di Kabupaten Berau dengan menetapkan Berau sebagai Kawasan pengembangan di Kalimantan Timur. Dukungan ini merupakan kolaborasi dinas dan stakeholder terkait. Hasilnya pertumbuhan kakao di Bumi Batiwakkal terus mengalami kemajuan.

Produksi perkebunan kakao diyakini akan terus mengalami peningkatan sehingga perlu mendorong pembangunan industri pengolahan biji kakao, menjadi berbagai produk, seperti berbagai jenis makanan. “Ini yang kita dorong kepada petani kakao, agar bisa menciptakan industri olahan, sehingga nilai jualnya bertambah,” ungkap Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Berau.

Pemda Kab. Berau menggandeng Yayasan Berau Coal dalam percepatan program GEMARI melalui pendampingan usaha petani kakao. Kehadiran Berau Coal sangat dirasakan oleh petani Kakao di Kabupaten Berau dimana sebelumnya petani kesulitan dalam memasarkan kakaonya dan tidak ada intensif harga terhadap kakao fermentasi yang diproduksi petani. Pasar Kakao Berau sudah mulai terbuka lebar dengan kehadiran Yayasan Berau Coal yang sedang merintis akses pasar ke Amsterdam dengan pengiriman perdana sebanyak 2 ton kakao fermentasi, direncanakan untuk bulan November akan mengirim biji kakao sebanyak 2 kontainer.

Keseriusan Pemda dalam mendorong program GEMARI Kakao di Kabupaten Berau melalui pengajuan sertifikasi Indikasi Geografis guna melindungi produk Kakao Berau yang sering diklaim sebagai produksi tetangga sebrang mendorong Pemda Provinsi Kalimantan Timur memfasilitasi Sosialisasi IG dan Kemitraaan Usaha Kakao Berau yang dilaksanakan tanggal 8 – 9 Agustus 2019 di Tanjung Redeb, Kab. Berau, yang menghadirkan Narasumber dari Ditjen Perkebunan, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kaltim, Tim Ahli Indikasi Geografis dan Universitas Mulawarman. Karena antusias petani yang sangat tinggi dalam sosialisasi ini telah berhasil dibentuk  kepengurusan MPIG Kakao Berau.

Staf Ahli IG, Dr Riyaldi menyampaikan sertifikat Indikasi Geografis Kakao Berau dapat terwujud bila anggota MPIG sudah sepakat melakukan budidaya dan pengolahan sesuai dengan yang dipersyaratkan, untuk itu perlu disusun dokumen persyaratan yang menjadi acuan anggota MPIG dalam pengolahan biji kakao fermentasi, karena hanya melalui fermentasi biji kakaolah aroma khas dan ciri spesifik kakao Berau akan dikenal keunikannya sehingga layak mendapatkan sertifikat IG yang tentunya sudah melalui proses pengujian terlebih dahulu oleh Puslitkoka Jember.

Dari 43 sertifikat IG produk perkebunan yang didominasi kopi dimana belum ada sertifikat IG komoditi kakao, kelak bila impian petani mendapatkan sertifikat IG Kakao berau terwujud maka MPIG Kako Berau menjadi pemilik sertifikat IG yang pertama untuk produk Kakao. Kemitraan antara Yayasan Berau Coal harus tetap dijalin dengan menerapkan prinsip prinsip kemitraan yang saling menguntungkan, menperkuat dan saling memerlukan harus tetap diterapkan. Kedepan IG Kakao Berau bisa berdampak agrowisata berbasis Kakao. Hal ini disambut baik oleh petani Kakao Berau, lahan kakao yang mereka usahakan memiliki potensi pengembangan agrowisata berbasis kakao juga didukung adanya potensi wisata hutan jati di sekitarnya.

 


Bagikan Artikel Ini