KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Setelah Dikorporasi, Petani Ekspor Kakao ke Timur Tengah

Diposting     Kamis, 19 September 2019 09:09 am    Oleh    ditjenbun



Komoditas kakao yang dibudidaya petani tak hanya diminati pasar lokal. Peluang ekspor komoditas kakao ke sejumlah negara seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Asia (Singapura dan Malaysia), dan sejumlah negara lain cukup besar. Bahkan, sejumlah petani kakao di sejumlah daerah yang merintis usahanya dengan sistem korporasi pada tahun ini sudah mulai ekspor ke Timur Tengah, Prancis dan Belanda.

Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia, Arief Zamroni mengatakan, potensi pasar dalam negeri dan pasar ekspor cukup besar. “Sayangnya, produkstivitas kakao yang ditanam petani rendah sekitar 500-600 kg/ha. Karena itu, untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan ekspor, kami mendorong Dinas Perkebunan di provinsi untuk melakukan rehabilitasi dan peremajaan kebun rakyat di sejumlah daerah,” kata Arief Zamroni, di Jakarta (18/9).

Arief mengatakan, peremajaan dan rehabilitasi kakao yang dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), Bali dan Lampung saat ini sudah menghasilkan.  “Setelah petaninya dikorporasi dan dibentuk koperasi, mereka bisa mengembangkan kakao dari hulu hingga hilir dan bahkan,  sudah ekspor ke Timur Tengah,”  kata Arief.

Menurut Arief, selain Timur Tengah, ada juga permintaan dari Turki dan sejumlah negara lainnya. Volume ekspornya pun un limited (tak terbatas). Artinya, berapapun mereka bisa menerimanya. “Namun, petani yang kami bina ini hanya mampu ekspor di kisaran  1 kontainer/bulan, atau sekitar 15-20 ton/bulan,” ujarnya.

Arief mencontohkan, seperti petani kakao di Jatim sudah mampu ekspor rata-rata 15-20 ton/3 bulan. Terhitung sejak Maret, Juni dan September, petani kakao di Jatim sudah tembus pasar Timur Tengah. “Kakao yang diekspor  berupa kakao setengah jadi dan sebagian lagi berupa cocoa butter,” ujarnya.

Menurut Arief, pihaknya bersama Dinas Perkebunan di sejumlah provinsi saat ini sedang merintis  pengembangan kakao yang dikelola petani dari hulu-hilir dengan pendekatan korporasi. Alhasil, petani yang sudah dikorporasi tersebut mampu memproduksi kakao dengan kualitas cukup bagus dan produksinya relatif cukup banyak.

Seperti petani kako Lampung saat ini rata-rata bisa memproduksi kakao sebanyak 150 ton/bulan,  DIY (Gunung Kidul dan Kulon Ptogo) sekitar 200 ton/bulan, Jatim 100 ton/bulan, dan Bali 50 ton/bulan. “Kalau di Bali sudah ekspor ke Prancis dan Belanda. Volume sekitar 15-20 ton/3 bulan. Kita baru rintis, mudah-mudahan ke depan bisa tiap bulan ekspor. Sebab, permintaan pasar un limited,” kata Arief.

Produk Setengah Jadi

Menurut Arief, ekspor komoditas kakao pada umumnya berupa produk setengah jadi, seperti cocoa butter, cocoa powder, dan cocoa cake. Namun, ada sebagian yang masih dalam bentuk raw material.  “ Yang ekspor selama ini kebanyakan perusahaan multi nasional (PMA). Kalau industri dalam negeri masih sangat sedikit jumlahnya. Karena itu, hampir 90% kakao yang diolah di dalam negeri ini diekspor ke sejumlah negara,” jelas Arief.

Arief mengatakan, produksi kakao saat ini rata-rata 400 ribu ton/tahun.  Sedangkan, kebutuhan untuk industri olahan di dalam negeri sebanyak 780 -800 ribu ton/tahun.  “Karena itu, selain sebagian komoditas kakao diekspor, sebagian lagi kita masih impor untuk memenuhi kebutuhan industri olahan di dalam negeri,” kata Arief Zamroni. Tercatat, Indonesia pada tahun 2018 impor kakao sebanyak 249 ton. Mengingat, suplai biji kako dari sejumlah petani belum cukup untuk memenuhi kapasitas industri olahan kakao di dalam negeri.

Menurut Arief, sejumlah pabrik multi nasional tersebut mengolah biji kakao menjadi intermediate goods untuk selanjutnya diekspor ke negara-negara konsumen utama seperti Eropa, Amerika Serikat, dan sejumlah negara di Asia.

Arief juga membenarkan, biji kakao yang diekspor sejumlah perusahaan umumnya kualitasnya cukup bagus, dengan volume rata-rata 30 ribu ton/tahun.  Hingga saat ini, komoditas kakao banyak dipasok petani Sulawesi, Sumatera Utara, Jawa Barat, Papua, Kalimantan Timur., dan sejumlah daerah pengembangan kakao lainnya. Sulawesi merupakan,  daerah penghasil kakao terbesar yang volumen mencapai 75 persen dari produksi kakao nasional. (idt)


Bagikan Artikel Ini