KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Aksi Gerakan Pengendalian Oryctes rhinoceros di FOOD ESTATE Kalimantan Tengah

Diposting     Jumat, 20 Oktober 2023 10:10 am    Oleh    perlindungan



Pembangunan pertanian di Indonesia dihadapkan pada masalah isu perubahan lingkungan strategis global dan ketahanan pangan nasional.  Beberapa permasalahan tersebut diantaranya, peringatan musim kemarau, adanya himbauan dari WFO mengenai ancaman krisis pangan, penyediaan pangan bagi 270 juta penduduk Indonesia, daya beli masyarakat terhadap produk pertanian yang lemah, dan gangguan stok pangan nasional. Masalah lainnya di sektor pertanian adalah inefisiensi pengelolaan lahan dalam kaitannya dengan luas dan status lahan yang digarap petani, produktivitas yang masih rendah, penggunaan teknologi yang masih terbatas serta inovasi yang lemah.

Food Estate (FE) merupakan salah program strategis pertanian nasional dalam upaya meningkatkan produktivitas yang diusahakan dalam skala luas dengan penerapan mekanisasi dan digitalisasi serta berbasis korporasi petani. Food Estate merupakan konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan yang luas.  Pengembangan FE di setiap wilayah diharapkan dapat mengatasi persoalan pangan, minimal di wilayah tersebut sebagai penyanggah pangan daerah dan/atau nasional.

Tujuan program Food Estate di Provinsi Kalimantan Tengah antara lain:

  1. Membangun kawasan tanaman pangan, perkebunan dan ternak terpadu yang berdaya saing, ramah lingkungan dan modern di Provinsi Kalimantan Tengah.
  2. Mendorong sinergitas dengan stakeholders dalam pengembangan FE berbasis tanaman pangan, perkebunan dan ternak di Provinsi Kalimantan Tengah.
  3. Mendorong terbentuknya kelembagaan petani berbasis korporasi di Provinsi Kalimantan Tengah

Direktorat Jenderal Perkebunan, melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi (monev) terpadu Pengembangan FE di Kalimantan Tengah.  Salah satu permasalahan yang menjadi titik kritis yaitu pertumbuhan kelapa genjah kurang optimal. Hal ini disebabkan kurangnya pemeliharaan secara intensif dan adanya serangan Organisme Penganggu Tumbuhan (OPT). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, Pasal 48 menyatakan bahwa pelindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu. Penerapan pengendalian hama terpadu dilakukan melalui upaya preventif dan responsif. Tindakan responsif telah dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan terhadap serangan OPT pada kelapa genjah yaitu sebagai berikut:

1. Tanggal 22 s.d 25 Agustus 2023 Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan identifikasi OPT yang menyerang tanaman kelapa genjah di lokasi FE (Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas). Beberapa OPT yang menyerang tanaman kelapa genjah di lokasi FE tersebut, yaitu kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) dan kumbang janur (Brontispa longissima).

Gambar 1. Gejala Serangan dan Imago O. rhinoceros
Gambar 2. Gejala Serangan dan Imago B. longissima

2. Tanggal 20 September 2023 Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan gerakan pemasangan perangkap dengan feromon untuk menekan populasi dari kumbang O. rhinoceros. Kegiatan gerakan pengendalian O. rhinoceros dengan bantuan 80 perangkap dan 80 feromon di Kabupaten Pulang Pisau serta 20 perangkap dan 20 feromon di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.

Gambar 3. Penyerahan perangkap dan feromon ke kelompok tani
Gambar 4. Pemasangan perangkap dan feromon O. rhinoceros

Dalam melakukan pengendalian hama O. rhinoceros di Provinsi Kalimantan Tengah perlu kebijakan pembangunan perkebunan yang berkelanjutan dan dukungan pengendalian OPT yang berdasarkan pada pertimbangan ekologi sehingga tidak mengakibatkan resistensi dan resurjensi OPT, serta tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan. Keberhasilan suatu aksi pengendalian, harus didukung dengan sinergisitas dan keterpaduan para pihak dalam mengoptimalkan gerakan pengendalian O. rhinoceros serta pemberdayaan masyarakat secara bersama-sama.

Penulis: Dedy Aminata, Bibit Bakoh dan Ratri Wibawanti


Bagikan Artikel Ini