KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PGPR: BAKTERI MENGUNTUNGKAN YANG MEMBANTU PENGENDALIAN OPT

Diposting     Kamis, 01 Juli 2021 10:07 pm    Oleh    ditjenbun



Dampak penggunaan pestisida yang semakin meluas menuntut petani serta pelaku usaha bidang pertanian untuk mengembangkan teknologi pengendalian OPT yang ramah lingkungan yaitu Teknologi PHT. Salah satu prinsip teknologi PHT yang saat ini telah digalakkan secara nasional yaitu “Budidaya Tanaman Sehat”. Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam program pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman yang lebih sehat adalah dengan pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR).

Apa itu Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)?

PGPR adalah kelompok bakteri menguntungkan yang mengkolonisasi rizosfir (lapisan tanah tipis antara 1-2 mm di sekitar zona perakaran). Aktivitas PGPR berpengaruh secara positif bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Berdasarkan definisi, rizobakteri adalah kelompok bakteri  yang memiliki kemampuan mengikat atau memfiksasi nitrogen bebas dari alam. Nitrogen bebas tersebut selanjutnya diubah menjadi amonia kemudian disalurkan ke tanaman. Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai PGPR. Sebagian besar berasal dari kelompok gram-negatif dengan jumlah strain paling banyak dari genus Pseudomonas dan beberapa dari genus Serratia. Selain kedua genus tersebut, dilaporkan antara lain dari genus Azotobacter, Azospirillum, Acetobacter, Burkholderia, dan Bacillus (Glick, 1995).

Pengaruh PGPR secara langsung adalah menyediakan dan memobilisasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah. Selain itu juga berperan dalam sintesis dan pengontrolan konsentrasi berbagai hormon pemacu pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung, PGPR berperan melindungi tanaman dengan cara menghambat aktivitas pathogen. Selain itu juga dapat memperbaiki struktur tanah serta mengikat logam berat yang terdapat di dalam tanah (Munees & Mulugeta, 2014).

Pengaruh positif PGPR pada berbagai jenis tanaman masih terus diteliti, baik menggunakan strain rizobakteri yang sudah dikenal maupun isolat-isolat lokal yang diperoleh/diisolasi dari lingkungan tanah setempat (indigenous). Saat ini, beberapa produk PGPR sudah dikomersialkan. Di Indonesia, berbagai jenis bakteri yang termasuk dalam kategori PGPR banyak dijumpai dalam kandungan berbagai jenis/merek pupuk hayati majemuk komersial (pupuk hayati majemuk yang mengandung lebih dari satu jenis/strain mikroba). Diantaranya adalah bakteri pemfiksasi N hidup bebas dan bakteri pelarut P yang juga mampu menghasilkan hormon pertumbuhan.

Berdasarkan hasil kunjungan lapang ke kelompok petani kakao di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, aplikasi PGPR secara teratur pada tanaman kakao dapat mengurangi intensitas serangan Penggerek Buah Kakao (PBK) sebesar 14% pada  triwulan I tahun 2021.  Selain itu PGPR efektif terhadap nematoda dan patogen tular tanah (bakteri dan virus)  melalui mekanisme antagonis berupa persaingan hidup, parasitisme dan antibiosis (Jeksen, 2014). Hasil penelitian Kokalis-Burelle et al., 2002 menyatakan bahwa aplikasi PGPR Bacillus sp. dapat mengendalikan nematoda tular tanah Meloidogyne incognita pada tanaman lada.

Beragamnya kondisi lingkungan (jenis tanah, tingkat pengelolaan tanah, iklim, dan tanaman yang diusahakan) dengan masa pengujian di lapangan yang pendek dan teknik aplikasi yang belum tepat merupakan kendala yang masih perlu diteliti untuk pemanfaatan PGPR yang lebih optimal kedepannya.

Cara Membuat PGPR

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyiapkan biang PGPR yang dibuat dari akar bambu atau akar putri malu sekitar 250 gram dan direndam dalam 1 liter air selama tiga malam.

Bahan:

  • 20 liter air
  • 1/2 kg dedak/bekatul
  • Terasi
  • 1 sdm air kapur sirih
  • Biang PGPR

Semua bahan dicampur dan direbus hingga mendidih kemudian didinginkan. Setelah dingin kemudian dicampur dengan 1 liter “biang PGPR” dan ditutup rapat dan diidiamkan satu hingga dua mingggu.

Selain PGPR akar bambu, biang PGPR juga dapat diperoleh dari air kelapa segar yang ditambah gula merah atau tetes tebu yang kemudian difermentasi selama seminggu. PGPR akar bambu dan PGPR kelapa yang telah jadi dapat diaplikasikan ke tanah sekitar tanaman dengan perbandingan 200 cc PGPR untuk 14 Liter air.

Cara Aplikasi PGPR

PGPR untuk perlakuan benih :

Benih yang dibeli dari toko dan diduga mengandung pestisida dicuci dahulu sampai bersih 3-4 kali. Benih direndam dalam larutan PGPR dengan konsentrasi 10 ml per liter air selama 10 menit hingga 8 jam tergantung jenis benihnya. Kemudian dikering anginkan di tempat yang teduh sebelum dilakukan penanaman/persemaian.

PGPR untuk perlakuan bibit :

Untuk perlakuan pada stek atau biakan vegetatif lain dapat direndam selama 1-3 jam lalu langsung ditanam. Konsentrasi yang diperlukan adalah 10 ml per liter air.

PGPR untuk tanaman perkebunan:

PGPR dibuat dengan konsentrasi 5 ml per liter air untuk aplikasi pada tanaman semusim. Aplikasi dengan cara menyiramkan atau menyemprotkan bagian perakaran dengan volume sebanyak 400-600 ml larutan untuk masing-masing tanaman. Pada tanaman tahunan, jumlah larutan yang dipergunakan dapat disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman. Aplikasi dianjurkan pada pagi hari sebelum pukul 09.00 WIB atau pada sore hari setelah pukul 15.00 WIB.

 

DAFTAR PUSTAKA

Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Can. J. Microbiol. 4: 109-117.

Husen, E., R. Saraswati, dan R. D. Hastuti. 2006. Rizobakteri Pemacu Tumbuh Tanaman dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian: Bogor.

Munees, A. and Mulugeta, K. 2014. Mechanism and applications of plant growth promoting rhizobacteria. Journal of King Saud University-Science 26 (1): 1-20

Jeksen, J. 2014. Aplikasi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) terhadap pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Agrica 7 (2): 77-86

Kokalis-Burelle, N., Vavrina, C.S., Rosskopf, E.N., Shelby. R.A., 2002. Field evaluation of plant growth-promoting rhizobacteria amended transplant mixes and soil solarization for tomato and pepper production in Florida. Plant Soil. 238, 257-266.

Pusat penyuluhan pertanian Republik Indonesia. 2019. Fungsi PGPR, cara membuat, dan aplikasinya. https://cybex.pertanian.go.id/artikel/76613/fungsi-pgpr-cara-membuat-serta-aplikasinya-/. diakses pada tanggal 2 Juni 2021.

 

Penyusun: Annisa Balqis, Rony Novianto, Andi Asjayani


Bagikan Artikel Ini  

PENERAPAN PHT OPT TANAMAN KAKAO DI KABUPATEN BOALEMO SAAT PANDEMI COVID-19

Diposting     Rabu, 19 Mei 2021 02:05 pm    Oleh    ditjenbun



Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian bersama-sama dengan Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo berupaya menjaga kebutuhan kakao dengan mempertahankan ketersediaannya di tengah masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan cara penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Tahun 2021, Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan seluas 1.275 Ha. Salah satu dari kegiatan tersebut adalah Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) OPT tanaman kakao seluas 350 Ha.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk membantu/mendorong pekebun agar menerapkan PHT di kebunnya, sehingga dapat dilakukan secara mandiri dan berkelanjutan, serta memberdayakan pekebun untuk memperbanyak bahan pengendali OPT secara mandiri. Apalagi dengan adanya Covid-19 saat ini, sangat penting kegiatan tersebut dilakukan agar serangan OPT tetap terkendali dan petani tetap sehat sehingga dapat memelihara kebunnya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Petani diharapkan terus menjaga kualitas tanaman kakaonya dengan merawat tanamannya dengan baik termasuk pengendalian OPT, khususnya hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) dan penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora) yang menjadi “momok” bagi petani kakao. Sebagai wujud perhatian pemerintah, maka pada tahun 2021 dialokasikan dana APBN Tugas Pembantuan Penerapan PHT OPT Tanaman Kakao di Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo.  Kegiatan Penerapan PHT OPT Tanaman Kakao dilaksanakan di gabungan kelompok tani Maju Bersama di Desa Balate Jaya, Kecamatan Paguyaman, dan kelompok tani Berdikari di Desa Bukit Karya, Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten Boalemo, dengan total luasan 25 ha.

Kegiatan penerapan PHT OPT tanaman kakao dilakukan sebanyak 6 (enam) kali pertemuan dengan interval ± 1 minggu. Pertemuan pertama yakni sosialisasi kegiatan dan pembagian sub kelompok. Pertemuan kedua hingga kelima, petani peserta kegiatan dibimbing oleh petugas lapangan melakukan pengamatan serangan OPT/identifikasi jenis OPT, diskusi kelompok/sub kelompok terkait hasil pengamatan serangan OPT dan pengambilan keputusan pengendalian OPT dengan menerapkan prinsip PHT, praktek pembuatan Metabolit Sekunder Agensia Pengendali Hayati (MS APH) dan pupuk kompos, pengendalian OPT dan pertemuan ke-6 yakni temu lapang (field day). Selama pelaksanaan kegiatan penerapan PHT OPT tanaman kakao berlangsung, petugas dinas dan petani peserta tetap menjaga protokol pandemi Covid-19, seperti: melakukan physical distancing, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun serta menggunakan hand sanitizer.

Sosialisasi kegiatan penerapan PHT OPT tanaman kakao dan penyerahan alat dan bahan kepada petani telah dilakukan pada tanggal 23 Maret 2021. Sosialisasi dihadiri oleh Kepala Bidang Perkebunan – Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo; aparat Desa Balate Jaya dan petani peserta kegiatan Penerapan PHT OPT tanaman kakao.

Untuk mengetahui keberhasilan pengendalian OPT, petani didampingi oleh petugas lapang melakukan pengamatan sebelum dan setelah pengendalian. Pengamatan awal telah dilakukan pada tanggal 3 April 2021 untuk mengetahui kondisi serangan OPT  sebelum dilakukan pengendalian OPT.  Jenis OPT yang menyerang tanaman kakao di kelompok tani Maju Bersama, antara lain: hama penggerek buah kakao (PBK), penggerek batang (Zeuzera sp.), kepik penghisap buah kakao (Helopeltis sp.), penyakit busuk buah kakao (BBK) dan vascular streak dieback/VSD (Oncobasidium theobromae). Intensitas serangan paling tinggi pada penyakit BBK sebesar 25 %  dan hama PBK 15 %. Serangan OPT dijumpai di kebun kakao yang kondisinya kurang terawat karena tidak dilakukan pemangkasan, sanitasi kebun maupun pengendalian. Oleh karena itu, diharapkan petani didampingi oleh petugas lapangan dapat melakukan pengendalian secara terpadu dan berkelanjutan agar intensitas serangan OPT dapat menurun dan produksi kakao meningkat.

Praktek pembuatan Metabolit Sekunder Agensia Pengendali Hayati (MS APH) dilaksanakan pada pertemuan ketiga tanggal 8 April 2021. Petani peserta dibimbing oleh petugas lapangan dalam membuat MS APH yang mengandung jamur Trichoderma sp. Beauveria bassiana dan bakteri Rhizobium sp. Pengocokan MS APH dilakukan dengan menggunakan alat pengocok (shaker). Larutan MS APH selanjutnya digunakan sebagai bahan pengendalian OPT tanaman kakao.

Petani peserta juga dibimbing oleh petugas lapangan dalam membuat pupuk kompos dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar kebun maupun tempat tinggal petani/pekebun. Hal ini untuk membantu/mendorong petani agar tetap dapat melakukan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan daya tahan tanaman kakao terhadap serangan OPT.

Pada kegiatan penerapan PHT OPT tanaman kakao, petani dibimbing oleh petugas lapang melakukan pengendalian OPT secara PHT. Pengendalian OPT harus dilaksanakan dalam satu paket teknologi pengendalian terpadu dengan menggunakan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel antara satu sama lain, sehingga populasi/perkembangan OPT dapat dipertahankan di bawah ambang ekonomi, mempertahankan kelestarian lingkungan dan menguntungkan bagi petani pekebun. Teknologi pengendalian yang diterapkan pada kegiatan penerapan PHT OPT tanaman kakao, antara lain:

  1. Melakukan panen sering pada saat buah masak awal dengan interval 1 (satu) minggu sekali. Kegiatan panen ini harus segera diikuti dengan pemecahan buah pada hari itu juga, kemudian kulit buah dikumpulkan dan dibenamkan ke dalam tanah serta ditimbun tanah setebal ± 20 cm. Kegiatan ini secara signifikan dapat memutus siklus hidup hama PBK.
  2. Melakukan pemangkasan secara periodik. Hal ini dilakukan mengingat bahwa salah satu kelemahan imago PBK adalah tidak menyukai sinar matahari langsung, sehingga apabila dilakukan pemangkasan yang teratur akan dapat menekan populasi hama PBK dan Helopeltis Di samping itu, pemangkasan bentuk pohon kakao dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 3-4 m akan memudahkan saat pengendalian OPT dan panen.
  3. Melakukan sanitasi kebun dengan cara membersihkan daun-daun kering, tanaman sakit/terserang OPT, ranting kering, kulit buah dan gulma yang berada di sekitar tanaman agar tidak sesuai untuk perkembangan OPT.
  4. Aplikasi MS APH yang mengandung jamur antagonis Trichoderma sp., Beauveria bassiana dan bakteri Rhizobium sp. dengan cara penyemprotan, infus akar dan infus batang untuk meningkatkan vigor tanaman.

Untuk meningkatkan pendapatan petani dan menjaga daya beli masyarakat akibat pelemahan ekonomi karena pandemi Covid-19, Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan biaya Hari Orang Kerja (HOK) pada semua kegiatan lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan. HOK pada kegiatan pengendalian OPT tanaman kakao digunakan untuk upah pengamatan serangan OPT, sanitasi kebun, praktek pembuatan pupuk kompos dan MS APH serta pengendalian OPT.

Pada pertemuan keenam tanggal 22 April 2021 dilakukan field day dengan mengundang petani di sekitarnya untuk melihat pembuatan MS APH sebagai bahan pengendalian OPT dan kondisi kebun lokasi kegiatan penerapan PHT sebagai percontohan untuk dapat ditiru oleh petani lainnya.

Penyusun: Yuni Astuti, Andi Asjayani, Ratri Wibawanti

DAFTAR PUSTAKA

Balai Perlindungan Tanaman Pertanian. Dokumentasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Kakao di Kabupaten Boalemo Tahun 2021. Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo. Gorontalo.

Direktorat Perlindungan Perkebunan. Pedoman Teknis Tahun 2021 “Area Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Perkebunan”. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Maryani, Y. dan Cucu, D. 2019. Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta


Bagikan Artikel Ini