KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Waspada Serangan Hama Penggerek Batang Cengkeh (PBC) Di Kabupaten Seram Bagian Barat

Diposting     Selasa, 26 September 2023 08:09 am    Oleh    perlindungan



Cengkeh (Syzygium aromaticum) merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap perekonomian nasional. Komponen utama yang terkandung dalam minyak cengkeh adalah eugenol, yang kadarnya bervariasi antara 60 – 90%. Komponen lainnya adalah kariofilena, humulena, dan eugenil asetat. Eugenol dan turunannya banyak digunakan dalam industri, terutama sebagai bahan dasar industri kimia khusunya flavor dan fragrans, farmasi, semen gigi, bahan aktif kemasan makanan, pakan ternak, serta penggunaan dalam dunia pertanian, seperti atraktan lalat buah, dan pestisida nabati.

Berdasarkan Statistik Perkebunan 2020-2022, cengkeh telah memberi sumbangsih yang cukup besar bagi sumber devisa negara. Pada tahun 2020, ekspor cengkeh nasional mencapai 47.765 ton ke Arabia, Uni Emirat Arab, dan Singapura dengan nilai mencapai 176.557.000 US$. Luas total areal tanaman cengkeh nasional pada tahun tersebut mencapai 575.813 ha dengan jumlah produksi sebesar 144.078 ton.

Provinsi Maluku merupakan salah satu penghasil cengkeh. Pada tahun 2020 areal tanaman cengkeh dilaporkan seluas 44.555 ha dengan produksi 20.695 ton, banyak tersebar di Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Maluku Barat Daya, Buru, Buru Selatan, Seram bagian Barat, Seram Bagian Timur, Ambon, dan Tual. Luas areal dan produksi cengkeh tiga besar di Provinsi Maluku adalah Kabupaten Maluku Tengah (luas 18.746 ha dan produksi 9.604 ton), Seram Bagian Timur (luas 10.073 ha dan produksi 4.963 ton), dan Seram Bagian Barat (luas 7.126 ha dan produksi 3.000 ton).

Kejayaan tanaman cengkeh tak terlepas dari serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang seringkali menjadi faktor pembatas kualitas dan kuantitas hasil. Baru-baru ini kasus serangan OPT kembali terjadi di Provinsi Maluku yaitu serangan Penggerek Batang Cengkeh (PBC).  Selain dilaporkan di Kabupaten Seram Timur dan Maluku Tengah, serangan PBC juga ditemukan di Kabupaten Seram Bagian Barat. Berdasarkan laporan bahwa tanaman cengkeh terserang penggerek batang dari spesies Nothopeushemipterus Oliv dan N. fasciatipennis Watt. (Coleoptera: Cerambycidae).  Dua spesies ini hampir sama bentuk, perilaku maupun cara hidupnya.

A.  Biologi Nothopeus spp.
Telur PBC berukuran + 3 mm dan berbentuk bulat hingga lonjong, tertutup substansi padat, berwarna hijau muda mengkilat dan tembus cahaya. Telur ini diletakkan pada bagian celah/lekukan kulit batang bawah tanaman cengkeh, dekat permukaan tanah. Lama stadia telur 13 – 15 hari.
Larva PBC yang telah berkembang sempurna berukuran panjang ± 15 mm. Larva berbentuk silindris, berwarna putih pucat, dan pada thorax terdapat 3 (tiga) pasang tungkai yang tidak berkembang dengan baik. Lama stadia larva Nothopeus spp. di dalam batang 130 – 350 hari. Larva merupakan stadia yang paling berbahaya. Hama penggerek ini menyerang tanaman yang telah berumur lebih dari 6 (enam) tahun. Makin tua umur tanaman, tingkat serangan makin tinggi. Sebelum menjadi pupa, larva mengalami stadia prepupa ± 20 hari. Gambar 2. Larva a) kecil, b) larva besar, dan c) pupa Nothopeus spp.

Gambar 1. a) Larva kecil, b) larva besar, dan c) pupa Nothopeus spp.
Sumber : Balittro

Pupa PBC berukuran 2,5 – 3,0 cm, pada mulanya berwarna putih, lalu akan berubah menjadi coklat kehitaman menjelang keluarnya imago. Lama stadia pupa 22 – 26 hari. Imago PBC berwujud kumbang memiliki ukuran tubuh 3,5 cm x 0,8 cm, berwarna cokelat, panjang antena melebihi panjang tubuh, mempunyai antena dan tungkai belakang yang panjang dengan sayap perisai pendek. Lama stadia imago betina 10 – 18 hari, sedangkan jantan 5 – 22 hari. Setelah 3 minggu imago baru keluar dari dalam lubang gerek/pohon. Lubang keluar umumnya berdiameter lebih besar dari lubang gerek aktif. Setelah imago keluar dapat terjadi perkawinan dan satu hari kemudian sudah meletakkan telur 14 – 90 butir.

B. Gejala Serangan PBC
Stadia penggerek batang cengkeh yang dianggap paling berbahaya adalah larva, yang mampu bertahan hidup di lubang gerekan selama 130 – 350 hari. Gejala serangan yang tampak pada pohon adalah lubang-lubang berukuran 3 – 5 mm yang ditutupi serbuk kayu hasil gerekan. Dari dalam lubang gerekan tersebut keluar cairan kental bercampur kotoran hama. Jumlah lubang gerekan dapat mencapai 20 – 70 buah/pohon. Lubang gerek tersebut menembus ke dalam batang tanaman cengkeh, bisa mengarah ke bagian atas atau ke bagian bawah tanaman. Jika batang cengkeh dipotong dengan irisan melintang maka lubang gerek akan terlihat menyebar di bagian dalam tanaman dengan pola yang tidak beraturan. Jika jaringan xylem yang diserang maka transportasi air dari akar kebagian atas tanaman terganggu. Namun jika serangan PBC merusak jaringan phloem maka transportasi asimilat dari daun ke bagian tanaman yang lain juga terganggu. Kerusakan tersebut mengakibatkan mahkota daun cengkeh berubah dari hijau menjadi kekuning-kuningan, daun menguning dan gugur sehingga tanaman meranggas, dan jika serangan berat maka tanaman akan mati dan mengering.

Gambar 2. Tanaman cengkeh yang terserang penggerek batang, a) daun mengering dan rontok, b) lubang gerek
Sumber : Ditlinbun

C. Pengelolaan PBC
Upaya pengelolaan hama penggerek batang cengkeh dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Perlu koordinasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan bahwa kondisi meningkatnya serangan hama penggerek batang/cabang/ranting pada cengkeh adalah kondisi prioritas yang  perlu dikendalikan dengan mengalokasikan anggaran, pemetaan daerah serangan, dan lokasi mana saja yang akan diprioritaskan untuk dikendalikan.

2. Perlu melakukan pengamatan secara dini terhadap hama penggerek batang cengkeh di setiap wilayah kerjanya.

3. Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan kultur teknis (sanitasi kebun dan pemupukan), penggunaan light trap, penggunaan plat kuning, serta memotong batang atau dahan yang terserang serta membunuh larva dan imago yang ditemukan di dalam lubang gerek aktif.

4. Pengendalian secara biologis
Pengendalian dengan menggunakan APH jamur Beauveria bassiana untuk tanaman yang terserang ringan sampai sedang.

Gambar 3. Aplikasi pestisida nabati dan agensia hayati: a) metoda injeksi, penutupan lubang gerek dengan b) lilin, dan c) pasak bambu
Sumber : Balittro

5. Pengendalian Kimiawi
Saat ini hanya ada dua jenis bahan aktif pestisida kimia yang terdaftar dan diizinkan untuk pengendalian Nothopeus sp. yaitu asefat dan karbofuran.

6. Untuk tanaman yang sudah terserang berat disarankan pengendalian dengan eradikasi, selanjutnya dilakukan peremajaan tanaman, intensifikasi dan rehabilitasi tanaman tua.

7. Membuat demplot pengendalian OPT cengkeh atau kebun sehat cengkeh.

Penulis : Alimin, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Ditjenbun.  2022.  Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022.  Ditjenbun.  Jakarta.

Lestaluhu, S.Z.  2019.    Hama Penggerek Batang Cengkeh dan Pengendaliannya. Internet: https://digitani.ipb.ac.id.  Digitani, IPB.  Diakses tanggal 10 November 2022.

Ratmawati, Ika.  2021.  Penggerek Batang Nothopeus sp. pada Tanaman Cengkeh dan Teknik Pengendalian di Kabupaten Probolinggo. DKPP Probolinggo. Internet: https://dkpp.probolinggokab.go.id.  Diakses tanggal 15 November 2022.

Rizal Molide.  2017. Pengendalian Terpadu Hama Penggerek Batang Cengkeh. Sirkuler Informasi Teknologi Tanaman Rempah dan Obat.  Balittro, Litbang Pertanian. Bogor.


Bagikan Artikel Ini  

Faktor Penyebab dan Solusinya Terhadap Meningkatnya Hama Penggerek Batang Pada Cengkeh di Seram Timur dan Selatan

Diposting     Selasa, 22 November 2022 09:11 am    Oleh    perlindungan



Cengkeh merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap perekonomian nasional. Sejak dulu, cengkeh menjadi “emas hijau’ yang diperebutkan oleh bangsa-bangsa di dunia hingga menjadi pemicu pertikaian dua Negara Eropa dan menjadi tak terlepas dari perjuangan rakyat Maluku mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara.

BBPPTP Ambon

Cengkeh telah memberi sumbangsih yang cukup besar bagi sumber devisa negara. Pada tahun 2020, ekspor cengkeh nasional mencapai 47.765 ton ke Arabia, Uni Emirat Arab, dan Singapura dengan nilai mencapai 176.557 US$. Luas total areal tanaman cengkeh nasional pada tahun tersebut mencapai 575.813 ha dengan jumlah produksi sebesar 145.984 ton. Sementara itu, luas areal tanaman cengkeh perkebunan rakyat di Provinsi Maluku 44.555 ha dengan produksi sebesar 72.918 ton (Statistik Perkebunan 2020-2022).

Kejayaan tanaman cengkeh tak terlepas dari serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang seringkali menjadi faktor pembatas kualitas dan kuantitas hasil. Baru-baru ini kasus serangan OPT kembali terjadi di Provinsi Maluku, terutama di Seram Timur dan Seram Selatan. Namun hingga saat ini belum dipastikan jenis OPT yang menyerang tanaman cengkeh di wilayah tersebut. Meskipun demikian berdasarkan gejala yang dilaporkan, tanaman cengkeh diduga terserang hama penggerek batang (Nothopeus spp.) dan dilaporkan juga diduga ada penggerek batang/cabang/ranting cengkeh lainnya seperti Hexamitodera sp., Ambrosia sp., dan Coptocercus sp.

Gambar 1. (a) larva, (b) pupa, dan (c) imago Nothopeus spp.
Sumber : puslitbangbu
Gambar 2. Hama penggerek batang/cabang/ranting cengkeh lainnya;
(a) Hexamitidora sp., (b) Coptocercus sp., dan (c) Ambrosia sp.
Sumber : www.beetle.com

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan hama penggerek batang pada cengkeh di Seram Timur dan Selatan antara lain:

  1. Minimnya petugas pengamat OPT
    Dalam sistem budidaya tanaman berkelanjutan, pengamatan menjadi faktor yang sangat penting untuk mengetahui dinamika populasi OPT. Bahkan dalam prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT), dianjurkan bahwa pengamatan OPT dilakukan lebih intensif dan teratur. Keterlambatan pengamatan menyebabkan kesulitan tindakan pengendalian apabila populasi OPT melebihi Ambang Ekonomi (AE). Kurangnya petugas pengamat OPT terutama terjadi di wilayah seram bagian timur, sehingga kasus ini tidak terpantau sejak dini.
  2. Wilayah rawan bencana
    Dilaporkan bahwa kasus ini terjadi di wilayah rawan bencana (gempa bumi) sehingga para petani sangat jarang mengunjungi kebunnya.
  3. Tidak dibudidayakan secara intensif
    Lokasi kebun yang jauh dari tempat tinggal pemilik kebun menyebabkan kurang optimalnya budidaya tanaman cengkeh yang sesuai pedoman Good Agriculture Practice (GAP). Misalnya sanitasi kebun, pemupukan, pengendalian OPT, serta penanganan budidaya lainnya.
  4. Anomali cuaca
    Pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan fluktuasi iklim dan cuaca tidak dapat diprediksi sehingga siklus hidup dan biologi OPT tidak menentu. Pada kondisi iklim tertentu, seringkali OPT menyesuaikan siklus hidupnya sehingga tingkat serangan sangat massif bahkan terjadi eksplosi OPT (Outbreak).
  5. Pandemi covid-19
    Sesuai arahan pemerintah atas kejadian pandemi covid-19, seluruh kegiatan yang terkait dengan kerumunan dikurangi, sehingga kegiatan pengendalian OPT dan PPHT pada tahun 2020 dan 2021 tidak dapat dilaksanakan.
  6. Deforestasi
    Dugaan penyebab serangan OPT pada kasus ini juga akibat deforestasi. Rusaknya habitat hutan akibat alih fungsi lahan menyebabkan migrasi hama sekunder menjadi hama utama yang secara tiba-tiba menyerang pertanaman cengkeh. Kasus ini pernah terpantau pada tahun 2015   sampai dengan saat ini.
  7. Minimnya data OPT
    Minimnya data perkembangan OPT mengakibatkan ledakan serangan OPT tidak tertangani lebih awal.
  8. Sarana dan pra sarana
    Minimnya sarana dan prasarana pengendalian OPT di Brigade Proteksi Tanaman, sehingga apabila terjadi eksplosi OPT tidak dapat tertangani.

Gejala serangan  hama penggerek batang/cabang/ranting adalah lubang-lubang berukuran 3 – 5 mm yang ditutupi serbuk kayu bekas gerekan. Cairan kental bercampur kotoran keluar dari lubang gerekan. Jumlah lubang gerekan dapat mencapai 20 – 70 buah/pohon.

Gambar 3. Gejala serangan Nothopeus spp.
Sumber : Ratmawati, 2021
Gambar 4. Gejala serangan hama penggerek batang/cabang/ranting lainnya
Sumber : BBPPTP Ambon

Upaya pengelolaan hama penggerek batang/cabang/ranting pada cengkeh adalah sebagai berikut:

  1. Perlu koordinasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan bahwa kondisi meningkatnya serangan hama penggerek batang/cabang/ranting pada cengkeh adalah kondisi prioritas yang  perlu dikendalikan dengan mengalokasikan anggaran, pemetaan daerah serangan, dan lokasi mana saja yang akan diprioritaskan untuk dikendalikan.
  2. Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan kultur teknis (sanitasi kebun dan pemupukan), penggunaan light trap, penggunaan plat kuning, dan pengendalian secara biologis (APH Beauveria bassiana) untuk tanaman yang terserang ringan sampai sedang.
  3. Agar mengusulkan penambahan jumlah SDM POPT, petugas pengamat OPT, dan meningkatkan kompetensi SDM Penyuluh atau Petugas lapang lainnya di Dinas Pertanian Prov/Kab/Kota dan BBPPTP Ambon.
  4. Perlu melakukan pengamatan secara dini terhadap hama penggerek batang/cabang/ranting pada cengkeh di setiap wilayah kerjanya.
  5. Semua pemangku kepentingan berupaya meningkatkan kompetensi petani dalam melakukan pengamatan hama penggerek batang/cabang/ranting di kebunnya, dan melakukan teknik budidaya secara intensif sesuai prinsip GAP cengkeh.
  6. Untuk tanaman yang sudah terserang berat disarankan pengendalian dengan eradikasi, selanjutnya dilakukan peremajaan tanaman, intensifikasi dan rehabilitasi tanaman tua.
  7. Membuat demplot kebun sehat cengkeh.

Oleh: Alimin, S.P., M.Sc. dan Esther M. Silitonga, M.Sc.

Sumber Pustaka

Ditjenbun.  2022.  Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022.  Ditjenbun.  Jakarta.

Lestaluhu, S.Z.  2019.    Hama Penggerek Batang Cengkeh dan Pengendaliannya. Internet: https://digitani.ipb.ac.id.  Digitani, IPB.  Diakses tanggal 10 November 2022.

Ratmawati, Ika.  2021.  Penggerek Batang Nothopeus sppada Tanaman Cengkeh dan Teknik Pengendalian di Kabupaten Probolinggo. DKPP Probolinggo. Internet: https://dkpp.probolinggokab.go.id.  Diakses tanggal 15 November 2022.

Tumanduk, G. dkk.  2016.  Serangan Hama Penggerek Batang Cengkeh Hexamithodera semivelutina Hell. Di Desa Kumelembuai Kabupaten Minahasa Selatan. Internet: https://ejournal.unsrat.ac.id. Faperta, Unsrat.  Diakses tanggal 5 November 2022.


Bagikan Artikel Ini  

Sosialisasi Kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) OPT Cengkeh di Kabupaten Batang, Jawa Tengah

Diposting     Jumat, 10 Juni 2022 01:06 pm    Oleh    perlindungan



Pada Kamis, 2 Juni 2022 dilakukan pendampingan sosialisasi penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) OPT cengkeh yang bertempat di ruang pertemuan kantor BPP Kecamatan Rebang Kabupaten Batang Jawa Tengah. Kegiatan ini bersumber dari dana APBN serta dihadiri oleh tim dari Direktorat Perlindungan Perkebunan (Ditlinbun) Jakarta, Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (BPTPHP) Jawa Tengah, perwakilan Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Batang, dan petani cengkeh penerima bantuan kegiatan PHT.

Dalam sosialisasi tersebut diikuti oleh 50 orang peserta, yang terdiri dari Kelompok Tani Ngudi Tani I dari Desa Pesantren Kecamatan Blado dan Kelompok Tani Banjarsari I dari Desa Semampir Kecamatan Reban. Kegiatan pengendalian PHT tanaman cengkeh di Jawa Tengah hanya dilakukan di satu kabupaten, yaitu Kabupaten Batang dengan luas pengendalian sebesar 50 Ha yang terdiri dari dua kelompok tani dan masing-masing kelompok tani dengan luas pengendalian 25 Ha.

Dalam pembukaan kegiatan oleh Ir. Gunawan Sumantri selaku kepala BPTPHP Jawa Tengah, mengharapkan agar para petani dapat sekaligus menjadi ahli PHT yang mampu mengendalikan hama cengkeh dilahannya masing-masing. Beliau juga menyarankan agar para petani melaksanakan budidaya tanaman sehat, yang meliputi dari pembibitan, pengolahan tanah, pemupukan, pemeliharaan dan pasca panen. Selain itu, para petani harus aktif untuk melakukan pengamatan monitoring pada tanaman cengkeh untuk dapat mengamati kondisi agroekosistem, misalnya keadaan iklim, air, gulma, hama/penyakit dalam rangka sebagai bahan rujukan untuk pengambilan keputusan mengenai langkah selanjutnya.

Dalam sambutannya, Nilam Sari Sardjono, SP, MP selaku Subkoordinator Teknologi Pengendalian Hama Terpadu Tansimpah dari Ditlinbun Jakarta, menyampaikan tentang tujuan dari kegiatan PPHT yaitu mewujudkan petani yang mandiri tanpa ketergantungan dari pemerintah dalam hal penanganan hama/penyakit cengkeh. Diharapkan para petani mampu membuat pestisida alami sendiri, sehingga dapat mengurangi residu pestisida kimiawi yang akan berdampak pada peningkatan mutu produk dan penolakan ekspor produk cengkeh ke negara tujuan dapat dihindari.

Komoditas cengkeh di Kabupaten Batang dulunya merupakan salah satu penyangga ekonomi utama masyarakat disana. Namun,seiring waktu para petani mengalami kesulitan untuk menutupi biaya produksi, akibatnya produksi cengkeh berkurang dan petani tidak mampu memenuhi ekspetasi pasar. Penanganan yang salah pada saat pemetikan cengkeh turut memberikan andil yang membuat tanaman menjadi rusak. Sedangkan penyakit yang sering menyerang cengkeh adalah penyakit JAP (Jamur Akar Putih), dan hama yang dominan pada tanaman cengkeh disana adalah penggerek batang, berupa ulat kecil yang menyerang pada batang yang masih basah.

Kegiatan penerapan PHT cengkeh akan dilaksanakan dalam 4x pertemuan, termasuk didalamnya kegiatan sosialisasi ini. Sisa 3 kegiatan berikutnya masing-masing akan dilaksanakan pada tanggal 9 dan 23 Juni 2022, serta tanggal 28 Juli 2022. Materi kegiatan yang akan dilaksanakan pada tiap pertemuan meliputi pembuatan metabolit sekunder (MS) dan agen pengendali hayati (APH), aplikasi MS dan APH pada tanaman sampel, lalu field day atau pengamatan terhadap hasil dari aplikasi MS dan APH pada tanaman sampel cengkeh.

Kegiatan penerapan PHT cengkeh akan dilaksanakan dalam 4x pertemuan, termasuk didalamnya kegiatan sosialisasi ini. Sisa 3 kegiatan berikutnya masing-masing akan dilaksanakan pada tanggal 9 dan 23 Juni 2022, serta tanggal 28 Juli 2022. Materi kegiatan yang akan dilaksanakan pada tiap pertemuan meliputi pembuatan metabolit sekunder (MS) dan agen pengendali hayati (APH), aplikasi MS dan APH pada tanaman sampel, lalu field day atau pengamatan terhadap hasil dari aplikasi MS dan APH pada tanaman sampel cengkeh.

Penulis : Nilam Sari Sardjono, SP, MP. dan Anisa K. Al Idrus S.Si


Bagikan Artikel Ini