KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Sugarcane Mosaic Virus (SCMV)

Diposting     Rabu, 05 Januari 2022 03:01 pm    Oleh    perlindungan



Tebu merupakan tanaman yang ditanaman diseluruh dunia di daerah tropis dan subtropis. Selain diambil gulanya tanaman tebu juga menghasilkan biofuel karena tebu dapat digunakan secara langsung untuk menghasilkan etanol. Produk sampingan produksi gula tebu seperti jerami dan ampas tebu dapat digunakan untuk memproduksi biofuel. Produk sampingan tebu juga banyak mengandung molase, rum yang dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Sugarcane mosaic virus (SCMV) merupakan salah satu virus utama pada tanaman tebu. Virus ini menyerang secara sistematik pada tanaman tebu. Masa inkubasi umumnya sekitar 10 hari, tetapi kadang-kadang mencapai 20-30 hari. Penyakit ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1892 oleh Musschenbroek di daerah jawa yang dikenal sebagai “penyakit belang kuning”. Sebelum tahun 1990-an para peneliti menyimpulkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Sugarcane mosaic virus (SCMV) yang telah diklasifikasikan sebagai spesies virus baru penyebab penyakit mosaic oleh International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) yang didasarkan pada karakteristik molekulernya.

Jika batang tanaman tebu yang terinfeksi diratun atau pada batang yang digunakan sebagai bahan perbanyakan, menyebabkan virus dapat terakumulasi dalam jumlah besar. Hal tersebut disebabkan karena tetapi virus dapat bergerak cepat dalam ikatan pembuluh bersama-sama dengan aliran nutrisi tanaman Akibatnya virus dapat menyebar ke hampir semua jaringan tanaman tebu. Pada tanaman tebu yang terinfeksi virus menyebabkan klorofil hancur, kemampuan dari tanaman tebu untuk melakukan fotosintesis menurun, pertumbuhannya terhambat, menghasilkan ruas yang lebih pendek, akar menjadi lebih pendek, tingkat perkecambahan menjadi menurun, hasil batang tebu menurun, menurunkan kadar sukrosa, dan kecepatan kristalisasi yang pada akhirnya dapat mengurangi hasil tebu sebesar 10-50% (Li et.al. 2017). Dalam tulisan ini, karakteristik virus, metode identifikasi, serta strategi pengendalian SCMV akan dibahas sebagai bahan informasi serta referensi pengendalian terhadap SCMV.

A. Karakteristik penyakit mosaic

1. Gejala penyakit

Pada bagian tengah dan bawah daun baru terdapat banyak garis kuning dan hijau yang tidak beraturan, garis-garis tersebut berselang seling dengan urat-urat daun dan akan lebih jelas terlihat jika dilihat dibawah sinar matahari dibandingkan dengan daun tanaman tebu yang sehat seperti terlihat pada Gambar 1a-b. Pada beberapa daun tebu ada yang menunjukkan gejala sebagian besar daun berwarna hijau normal dengan hanya terdapat sedikit garis kuning pucat, dan pada beberapa daun tebu lainnya menunjukkan gejala terjadi klorosis  pada seluruh permukaan daun. Daun dengan gejala berat akan berubah menjadi kuning atau kuning keputihan dengan hanya menyisakan beberapa spot hijau atau sejumlah kecil nekrosis seperti terlihat pada Gambar 1.c. Pada daun muda gejala yang tampak adalah daun menggulung secara tidak normal seperti terlihat pada Gambar 1.d (Grisham et.al.2011).

Gambar 1. Gejala infeksi SCMV pada tanaman tebu (a) daun sehat, (b) daun terinfeksi, (c) daun yang terinfeksi berat, (d) daun bagian atas yang menggulung secara tidak normal (Sumber: Guilong, 2021)

2. Inang

Inang dari virus SCMN adalah Panicum miliaceum , Setaria italilica L. Setaria viridis L, Sorghum halepense L., Sorgum sundanense (Piper) Stapf dan lebih dari 100 spesies dalam family Graminae.

3. Transmisi

Sumber infeksi utama SCMV adalah tanaman tebu yang terinfeksi serta beberapa tanaman inang lainnya. Transmisi SCMV terutama oleh beberapa vector kutu seperti Dactynotus ambrosiae, Hysteroneura setariae, Longiunguis sacchari, Rhapalosiphum maidis, dan Toxoptera graminum.  Semut juga memiliki pengaruh terhadap penularan yang tidak langsung dimana ketika semut tersebut berikteraksi dengan kutu daun di pertanaman tebu yang terinfeksi SCMV. Alat pertanian juga berperan dalam penularan virus SCMV terutama alat pemotong (Raza, 2017). Diagram jalur transmisi  dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.  Daur penyakit SCMV

4. Epidemiologi

Tingkat keparahan SCMV di lahan tebu berkaitan erat dengan varietas tebu, lokasi, kondisi iklim, serta inang perantara. Tanaman tebu muda lebih rentan dibandingkan dengan tanaman tebu yang telah dewasa. Lingkungan yang kering dan kurang curah hujan sangat mendukung dalam reproduksi kutu daun, yang mendorong penyebaran penyakit SCMV menjadi meningkat, tetapi iklim yang sangat panas tidak kondusif untuk penularan penyakit karena menyebabkan poliferasi virus menjadi lambat yang berkibat pada menurunnya gejala penyakit, dan kejadian penyakit menjadi ringan. Pada umumnya, penyakit SCMV banyak terjadi pada pertanaman tebu yang sanitasinya kurang baik, atau penanaman tebu dengan sistem tumpangsari. Factor-faktor penyebab terjadinya kejadian penyakit SCMV pada tanaman tebu adalah suhu yang tinggi, curah hujan rendah, dan penanaman monokultur dalam jangka waktu yang panjang (He et.al.2006).

5. Strategi Pencegahan dan Pengendalian

5.1. Pemanfaatan varietas tahan.

Seleksi dan distribusi varietas tahan penyakit merupakan tindakan pencegahan dan pengendalian yang paling ekonomis dan efektif terhadap SCMV.

5.2. Pemuliaan tanaman

Pemulian tanaman dengan menggunaan penanda molekuler serta perbaikan melalui rekayasa genetika merupakan metode yang efektif untuk mempercepat proses pemuliaan varietas tahan. Teknologi interferensi RNA berhasil digunakan untuk mengembangkan tebu transgenic tahan penyakit SCMV (Widyaningrum, 2021), tetapi sampai dengan saat ini belum ada tanaman tebu transgenic yang ditanam secara komersil di lapangan karena terkait regulasi.

5.3. Pengendalian dengan memperbaiki sistem budidaya

Pengelolaan lahan yang baik adalah cara lain yang efektif untuk meningkatkan ketahanan tanaman dan mengurangi penyebaran virus. Tindakan yang dilakukan meliputi: menghindari penanaman tanaman inang virus disekitar pertanaman tebu, segera memindahkan tanaman tebu atau gulma yang terinfeksi SCMV dari areal pertanaman tebu,  memperbaiki struktur tanah melalui pemupukan yang seimbang dan memperbaiki saluran irigasi, melakukan pengendalian terhadap kutu daun secara kimiawi dan biologis, serta melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang bukan inang SCMV seperti kedelai, ubi jalar, dan kacang tanah

Penulis : Merry Indriyati Karosekali, Romauli Siagian

Daftar Pustaka

Grisham, M.P. Mosaic. In A Guide to Sugarcane Diseases; Rott, P., Bailey, R.A., Comstock, J.C., Croft, B.J., Eds.; CIRAD Publication Services: Montepellier, France, 2011; pp. 249–254.

He, Y.S.; Li, R.M. Research Status of Sugarcane Mosaic Virus Disease in China. Sugar Crop. China 2006, 28, 47–49.

Li, Y.J.; Tang, S.Y.; Huang, Y.Z.; Duan, W.X.; Wang, Z.P.; Luo, T.; Lin, S.H. Occurrence and resistance analysis of sugarcane mosaic in Liuzhou and Laibin regions. China Plant Prot. 2017, 37, 51–55.

Pang, Z.; Dong, F.; Liu, Q.; Lin, W.; Hu, C.; Yuan, Z. Soil Metagenomics Reveals Effects of Continuous Sugarcane Cropping on theStructure and Functional Pathway of Rhizospheric Microbial Community. Front. Microbiol. 2021, 12, 369.

Raza, A.; Farooq, T. Sugarcane mosaic virus in sugarcane. In Pest Management Decision Guides; CABI Publishers: Wallingford, UK, 2017; p. 1.

Widyaningrum, S.; Pujiasih, D.R.; Sholeha, W.; Harmoko, R.; Sugiharto, B. Induction of resistance to sugarcane mosaic virus by RNA interference targeting coat protein gene silencing in transgenic sugarcane. Mol. Biol. Rep. 2021, 48, 3047–3054.


Bagikan Artikel Ini