KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Strategi Pengendalian Hama Uret Tebu (Lepidiota stigma)

Diposting     Jumat, 02 September 2022 11:09 am    Oleh    perlindungan



Tebu merupakan tanaman yang multifungsi, selain sebagai penghasil gula juga dapat dimanfaatkan sebagai biofuel, daunnya bisa menjadi sumber pakan ternak, serasahnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik yang jika dikembalikan lagi ke tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah. Namun demikian, tebu juga rentan terhadap serangan hama. Lebih dari 100 jenis hama dapat menyerang tebu seperti golongan serangga (Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera, kutu-kutuan (Aphid); tungau (Acarina); burung (kakatua); mamalia (tikus dan babi hutan).

Salah satu golongan serangga yang menyerang akar tanaman tebu adalah hama uret Lepidiota stigma.  Beberapa hama uret lainnya yang menyerang akar tanaman tebu antara lain: Leucopholis rorida, Phyllophagahelleri, dan Apogonia destructor. Sampai saat ini, serangan L. stigma masih menjadi kendala bagi petani khususnya di wilayah Kebumen dan Purwerejo (Jawa Tengah), Sleman (Yogyakarta), serta Jombang, Kediri, Situbondo, dan Bondowoso (Jawa Timur), bahkan sudah menjadi daerah endemik hama tersebut. Pada tahun 2011, produksi tebu di Kabupaten Bondowoso mengalami penurunan sampai 60% akibat serangan uret yaitu rata-rata hanya sekitar 40 ton/ha yang biasanya normal 100 ton/ha. Bahkan ada pada pertanaman petani yang tidak melakukan pengendalian hanya menghasilkan 5 ton per ha.

 Gambar 1.  Perbedaan kumbang: a, Lepidiota stigma; b. Leucopholis rorida;  c.  Phyllophaga sp.;  dan d. Apogonia sp.

Larva  L. stigma berukuran besar, panjang tubuh sampai 7,5 cm.  Celah anal membukanya melintang berbentuk akolade. Sikat-sikat pada bagian perambutan tersusun teratur sejajar membujur daerah perambutan.  Jumlah sikat tiap deretan berkisar antara 20 – 25 buah (Ananda, 1975  dalam Purnami, 1996).  Tipe larva  L. stigma adalah scarabaeform yaitu berbentuk seperti huruf C berwarna putih krem.  Kepala berwarna cokelat dan berukuran lebar 10 – 11 mm.  Larva dari subfamili Melolonthinae tubuhnya tidak mudah direntangkan dengan baik dan sangat sulit bergerak di permukaan tanah.

Ciri yang membedakan larva genus Lepidiota dibandingkan ketiga larva genus lainnya (Leucopholis, Phyllophaga dan Apogonia) yang potensial sebagai hama yang menyerang akar tanaman tebu.

Gambar 2. Bentuk perambutan pada ventral anal abdomen: a. Lepidiotastigma; b. Leucopholis rorida; c. Phyllophaga helleri; dan d. Apogonia destructor (Kalshoven, 1981)

Masa stadia telur L. stigma 14 hari; instar ke-1 (35 hari);  instar ke-2  ( 49 hari); instar ke-3 (194 hari); periode prepupa (10 hari); masa pupa jantan dan betina  (30 hari); dewasa jantan tidak aktif (25 hari); betina tidak aktif  (26 hari);  jantan aktif (25 hari);  betina aktif (35 hari). Total daur hidup jantan (385 hari) dan betina (397 hari). Ukuran lebar kepala larva instar 2 akhir berkisar antara 5 – 7 mm, sedangkan larva instar 3 lebih dari 7 mm sampai 12 mm. 

Gambar 3.  Siklus hidup uret tebu
Sumber: P3GI

Imago L. stigma berukuran panjang 3,5 – 5 cm dengan tubuh berwarna coklat keabu-abuan dan memiliki spot warna putih pada bagian belakang elytranya. Kumbang aktif pada malam hari dan tertarik cahaya.  Setiap imago betina mampu menghasilkan telur sebanyak 15 – 60 butir. Telur berbentuk lonjong atau oval, berwarna putih dengan panjang berkisar 2,0 – 4,25 mm dan lebarnya antara 1,2 – 2,95 mm.

Gambar 4. Larva L. stigma

Serangan L. stigma menyerang perakaran tebu yang berpotensi menimbulkan kerugian secara ekonomi, sehingga perlu dilakukan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan cara sebagai berikut:

1. Fisik
Pengendalian dengan pengambilan dan pemusnahan uret secara langsung pada saat pengolahan tanah.

2. Sanitasi
Sanitasi dilakukan dengan membersihkan kebun dari sampah-sampah organik sehingga kumbang tersebut tidak ada kesempatan untuk berkembang biak.

3. Mekanis

a. Lampu perangkap kumbang

Pemasangan lampu perangkap dikombinasikan dengan Agens Pengendali Hayati (APH) jamur Metarhizium sp. dengan cara:

  • Limbah kandang yang belum diolah ditumpuk pada lokasi agak jauh dari lokasi tanaman tebu.
  • Limbah kandang dicampur  dengan serbuk gergaji atau batang kelapa yang sudah membusuk kemudian taburkan jamur Metarhizium sp. dan aduk sampai tecampur merata.
  • Lampu perangkap dipasang di atas tumpukan limbah kandang. Hal ini dimaksudkan sebagai penarik kumbang untuk mendekat.  Diharapkan kumbang betina yang meletakkan telur di limbah tersebut, ketika menetas menjadi uret yang akan terinfeksi oleh jamur Metarhizium sp.

b. Lampu perangkap dan plastik mika kumbang

  • Lampu yang baik digunakan untuk memerangkap kumbang adalah lampu sookley. Di Kediri bisa memerangkap sekitar 1.500 ekor semalam yaitu dari pukul 18.00 sampai 20.00.
  • Kumbang lebih menyukai pertanaman tebu muda daripada tua dalam hal meletakkan telur.

Gambar 5. Perangkap lampu dan plastik mika untuk kumbang
Sumber: P3GI

c. Lubang perangkap uret

Lubang ini dibuat pada lahan-lahan endemis uret, dengan cara:

  • Perangkap uret berupa lubang dibuat dengan ukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m sebanyak 3 lubang setiap 1.000 m2.
  • Lubang tersebut diisi dengan limbah kandang yang belum diolah dan dicampur dengan bahan organik, misalnya serasah daun, jerami, sekam, serbuk kayu, kemudian ditaburi jamur Metarhizium sp. dan dicampur sampai merata.
  • Uret akan berkumpul dalam lubang perangkap tersebut dan akan mati terinfeksi jamur Metarhizium sp.

d. Pemasangan jaring-jaring di sekitar pertanaman tebu sehingga kumbang yang terbang dapat terperangkap.

Gambar 6.  Pemasangan jaring perangkap

4. Seleksi bibit tebu

  • Bibit yang ditanam agar menggunakan varietas unggul yang sesuai dengan ekologis, tipe iklim dan jenis tanah.
  • Memisahkan bibit yang rusak akibat gangguan pengangkutan dan hama uret.
  • Memotong stek bagal, kemudian dikelompokkan antara stek yang berasal dari bagian bawah, tengah serta pucuk dan masing-masing ditanam pada luasan tersendiri agar diperoleh tanaman yang seragam pertumbuhannya.

5. Menggunakan APH
Pengendalian dengan Metarhizium sp. dengan dosis 25 gram/m2 dan Nematoda Entomo Patogen (NEP) jenis Steinernema spp. dengan dosis 20 spons/Ha.

6. Apabila diperlukan dapat dilakukan pengendalian dengan insektisida berbahan aktif Karbofuran dan Diazinon.

Penulis : Alimin, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Achadian Etik M.  2022. Materi Bimtek Tebu: Hama-Hama Penting Pertanaman Tebu di Indonesia.  P3GI.  Pasuruan, Jawa Timur.

Borror, D. J. And De Long.  2005.  Introduction to The Study of Insect 7th Edition.  Thomson Learning, Inc.  USA.

Kalshoven, L.G.E.  1981.  The Pests of Crops in Indonesia.  P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve.  Jakarta

Pracaya.  2008.  Hama dan Penyakit Tanaman (Edisi Revisi).  Penebar Swadaya.  Jakarta.

Wahyu, K.  2015.  Pengendalian Uret pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum).  Seri Liptan, Sinar Tani: Edisi 28 Janurai – 3 Februari 2015, No.3592 Tahun XLV. Jakarta.


Bagikan Artikel Ini