KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pemanfaatan Teknologi Unmanned Aircraft Systems (UAS)/Drone Dalam Penanganan Hama Pertanian

Diposting     Senin, 28 November 2022 09:11 am    Oleh    perlindungan



Dalam 20 tahun terakhir atau lebih, penggunaan sistem pesawat tak berawak atau unmanned aircraft systems (UAS atau drone) di berbagai sektor sumber daya alam telah meningkat, termasuk dalam biologi lingkungan, pertanian, agroforestry, dan kehutanan. Penerapan sistem pesawat tak berawak (drone) telah menjadi alat utama untuk pengelolaan hama yang presisi di bidang pertanian dan kehutanan. Banyak penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa penggunaan UAS bisa hemat biaya, ramah lingkungan, dan menguntungkan dibandingkan dengan platform penginderaan jauh konvensional, seperti metode berbasis darat (misalnya radiometer spektral genggam atau traktor), metode udara berawak (misalnya pesawat terbang dan helikopter), dan orbit (misalnya citra satelit). Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini menyoroti potensi manfaat penggunaan UAS di bidang pertanian untuk memantau dan melindungi sumber daya pertanian, hutan, dan perikanan.

Kemajuan dalam teknologi kontrol elektronik, peningkatan masa pakai baterai, dan Sistem Satelit Navigasi Global (GNSS) telah memungkinkan drone untuk digunakan dalam secara luas dalam bidang pertanian. Penggabungan drone ke dalam sistem produksi pertanian dipusatkan pada pengumpulan data penginderaan jauh beresolusi tinggi dengan ukuran drone yang relatif kecil. Teknologi sistem pesawat tak berawak kecil saat ini atau drone adalah alat yang relaif aman digunakan untuk survei udara terhadap stress pada tanaman dan hama seperti gulma. Sementara penginderaan jarak jauh untuk memperoleh citra udara dengan menggunakan pesawat berawak memiliki resiko kecelakaan dan hilangnya nyawa dan harta benda dibandingkan drone. Oleh karena itu, sistem tak berawak seperti teknologi drone dapat memberikan solusi pengelolaan hama yang aman secara spasial.

Penggunaan drone kecil dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT) didefinisikan sebagai robot terbang tak berawak yang dikendalikan dari jarak jauh dengan berat lebih dari 250 g tetapi kurang dari 25 kg, termasuk muatannya. Jenis drone ini biasanya memiliki waktu terbang beberapa menit hingga berjam-jam dan jangkauan terbatas. Kategori UAS/drone kecil (yang kadang juga disebut mini-UAS) berlaku untuk UAS yang memiliki dimensi lebih besar dari 50 cm dan tidak lebih dari 2 meter. Banyak desain dalam kategori ini didasarkan pada model sayap tetap (fixed-wing model), dan sebagian besar diluncurkan dengan tangan dengan melemparkannya ke udara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Beberapa jenis UAS pada kelas ini juga memiliki desain sayap putar (rotary wing). Contoh anggota kelas UAV kecil ini adalah:

  • RQ-11 Raven sepanjang 1 meter, oleh US Aero Vironment dengan lebar sayap 1,4 m
  • Bayraktar Turki (Gambar 2), yang beratnya sekitar 5 kg dan memiliki jangkauan data link 20 km
  • RS-16, oleh American Aerospace (Gambar 3)
Gambar 1. Hand-launched UAS
Gambar 2. Bayraktar dan UAS kecil lainnya
Gambar 3. RS-16

Drone yang digunakan untuk mendeteksi hotspot hama di sini disebut sebagai drone penginderaan (sensing drone), sedangkan drone yang digunakan untuk distribusi solusi pengendalian hama yang presisi disebut sebagai drone aktuasi (actuation drone). Kedua jenis drone dapat digunakan bersamaan untuk menciptakan solusi PHT yang berkesinambungan (Gambar 4). Penggunaan drone dalam manajemen hama yang tepat dapat menghemat biaya dan mengurangi kerusakan lingkungan. Sensing drone dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mencari hama, sementara actuation drone dapat membantu mengurangi luas area di mana aplikasi pestisida sangat diperlukan dan mengurangi biaya pengeluaran musuh alami ke area target.

Gambar 4. Penggunaan 2 Tipe Drone

Salah satu pendorong utama implementasi teknologi penginderaan jauh berbasis drone ke dalam pertanian adalah potensi waktu yang dihemat dengan otomatisasi pemantauan tanaman, menjadikan teknologi ini hemat biaya bagi petani. Dibandingkan dengan platform konvensional untuk penginderaan jauh, seperti berbasis darat, udara (dengan pesawat berawak) dan orbit, penginderan dengan drone menghadirkan beberapa keunggulan yang membuatnya menarik untuk digunakan dalam pertanian. Sensing drone berpotensi memungkinkan cakupan area yang lebih luas daripada perangkat genggam berbasis darat. Mereka dapat terbang pada ketinggian yang lebih rendah daripada pesawat berawak dan sistem orbit, meningkatkan resolusi spasial gambar dan mengurangi jumlah piksel campuran (piksel yang mewakili pantulan tanaman dan tanah), serta memungkinkan frekuensi pemantauan yang lebih tinggi.

Penginderaan jauh adalah deteksi energi yang dipancarkan atau dipantulkan oleh berbagai objek, baik dalam bentuk energi akustik maupun dalam bentuk energi elektromagnetik (termasuk sinar ultraviolet [UV], cahaya tampak, dan cahaya inframerah). Untuk tanaman, peralatan penginderaan jauh umumnya menilai kisaran spektral cahaya tampak atau radiasi aktif fotosintesis (PAR, 400–700 nm) dan cahaya inframerah dekat (NIR, 700–1.400 nm), dengan sebagian besar penelitian mengacu pada kisaran 400–1.000 nm (Gambar 5). Stresor tertentu, seperti infestasi arthropoda, menginduksi respons tanaman fisiologis, menyebabkan perubahan kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis, yang menyebabkan perubahan pantulan daun di bagian rentang spektral ini.

Gambar 5. Spektral Cahaya Tampak

Daerah cahaya fitur spektral yang penting adalah tepi merah, yaitu kemiringan antara daerah spektrum merah dan inframerah dekat, sekitar 700 nm. Daerah spektral ini berhubungan dengan konsentrasi klorofil dan Leaf Area Index (LAI), luasan daun hijau per satuan luas tanah. Perlu dicatat bahwa spektrum spektrometer pencitraan, seperti yang dipasang pada drone, selalu menggambarkan area, bukan titik. Area ini, atau ukuran piksel, bergantung pada ketinggian penerbangan drone dan dapat berkisar dari kurang dari 1 cm2 hingga lebih dari 10 cm2 . Dengan piksel yang lebih besar, spektrum yang terekam terdiri dari pantulan tanaman dan tanah (piksel campuran). Jika memungkinkan, piksel yang merepresentasikan tanah atau jenis area non-kanopi lainnya dikecualikan dari analisis data. Dibandingkan dengan tanaman yang sehat, tanaman yang tidak sehat umumnya akan memantulkan lebih banyak cahaya tampak dan lebih sedikit cahaya NIR.

Untuk penginderaan jarak jauh udara, drone dapat dilengkapi dengan sensor RGB (merah hijau biru), sensor multispektral dengan 3-12 pita spektral luas, atau sensor hiperspektral dengan ratusan pita spektral sempit. Sensor RGB berbiaya lebih rendah, tetapi menghasilkan informasi spektral yang terbatas. Sebuah sensor multispektral menghasilkan lebih banyak informasi spektral, sedangkan sensor hiperspektral umumnya jauh lebih baik dalam membedakan perbedaan halus dalam pantulan kanopi daripada sensor multispektral. Namun, karena sensor hyperspektral umumnya lebih besar, sehingga memerlukan pemasangan pada drone yang diadaptasi untuk muatan yang lebih berat juga. Selain itu, memiliki harga lebih mahal dan analisis data membutuhkan lebih banyak waktu dan pengalaman,  sehingga membatasi penggunaan oleh petani individual.

Teknologi penginderaan jauh telah digunakan dalam pertanian selama beberapa dekade terakhir, seperti prediksi hasil dan evaluasi fenologi tanaman, memantau stresor tanaman abiotik yang berbeda, seperti kekeringan dan defisiensi nutrisi, dan stresor tanaman biotik, seperti patogen, nematoda, dan gulma. Penting untuk dicatat bahwa dengan penginderaan jauh, bukan hama itu sendiri yang terdeteksi, tetapi pola pemantulan tajuk yang mengindikasikan stres tanaman yang diinduksi hama/penyakit. Pengamatan lapangan untuk memastikan keberadaan pemicu stres tertentu tetap diperlukan, tetapi pengintaian lapangan dapat lebih efisien difokuskan dengan penginderaan jauh.

Drone semakin banyak digunakan untuk studi penginderaan jauh dan sangat hemat biaya untuk inspeksi bidang yang lebih kecil. Seiring peningkatan teknologi dan penurunan biaya, mereka juga dapat menjadi lebih kompetitif untuk digunakan di bidang yang lebih besar. Pada akhirnya, kegunaan penginderaan jauh berbasis drone untuk mendeteksi masalah hama akan bergantung pada kebutuhan masing-masing petani. Di Amerika Serikat, UAS diatur oleh Federal Aviation Administration (FAA). Panduan terkait pengoperasian UAS yang aman dalam Sistem Ruang Udara Nasional, dan studi di Amerika Serikat yang disajikan dalam koleksi khusus ini dilakukan sesuai dengan 14 CFR bagian 107 (FAA 2021). Peraturan komparatif ditemukan di negara lain, misalnya oleh Transport Canada 2019.

Penulis : Anisa K. Al Idrus, S.Si

Daftar Pustaka

  • Delegido, J., J. Verrelst, C. M. Meza, J. P. Rivera, L. Alonso, and J. Moreno. 2013. A red-edge spectral index for remote sensing estimation of green LAI over agroecosystems. Europ. J. Agronomy 46: 42–52
  • Federal Aviation Administration (FAA). 2021. Unmanned aircraft systems (UAS). U.S. Department of Transportation, Washington, DC. https://www. faa.gov/uas/
  • FAA. 2016. Press release – New FAA rules for small unmanned aircraft systems go into effect. Available from https://www.faa.gov/news/press_releases/ news_story.cfm?newsId=20734
  • FAA. 2018b. Unmanned Aircraft Systems getting started. Available from https://www.faa.gov/uas/getting_started/
  • Filho, F. H. L., W. B. Heldens, Z. Kong, and E. S. de Lange. 2019. Drones: Innovative technology for use in precision pest management. J. Econ. Entomol. 113: 1–25 (this collection).
  • Huang, W., J. Luo, J. Zhang, J. Zhao, C. Zhao, J. Wang, G. Yang, M. Huang, L. Huang, and S. Du. 2012b. Crop disease and pest monitoring by remote sensing. In B. Escalante (ed.), Remote sensing – applications. InTech, Rijeka, Croatia
  • Park, C. Y., B.-W. Jang, J. H. Kim, C.-G. Kim, S.-M. June 2012. Bird strike event monitoring in a composite UAV wing using high speed optical fiber sensing system. Compos. Sci. Technol.
  • Sylvester,  G. 2018. E-agriculture in action: drones for agriculture. Food and Agriculture Organization of the United Nations and International Telecommunication Union, Bangkok, Thailand. Available from https://www. fao.org/3/i8494en/i8494en.pdf
  • Teske, A. L., G. Chen, C. Nansen, and Z. Kong. 2019. Optimised dispensing of predatory mites by multirotor UAVs in wind: a distribution pattern modelling approach for precision pest management. Biosyst. Eng. 187: 226–238

Bagikan Artikel Ini