KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Berkenalan Dengan Parasitoid Ulat Jengkal Hyposidra talaca Walker. Pada Pertanaman Teh

Diposting     Rabu, 13 Juli 2022 12:07 pm    Oleh    perlindungan



Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan strategis bagi Indonesia karena menjadi penyumbang devisa bagi negara melalui ekspor ke luar negeri dan menyediakan lapangan kerja yang cukup besar bagi masyarakat. Budidaya tanaman teh tidak lepas dari permasalahan yang disebabkan oleh hama. Homona coffearia Nietner (Lepidoptera: Totricidae), Helopelthis spp. Sign. (Hemiptera: Miridae), Empoasca sp. F. (Hemiptera: Ciccadellidae), dan beberapa jenis tungau merupakan hama yang umum menyerang tanaman teh.  Hyposidra talaca merupakan salah satu hama penting yang sering menyebabkan kerugian pada perkebunan teh.

Fase hidup yang merusak dari hama H.talaca adalah pada fase larvanya. Larva berwarna hitam dengan garis-garis horizontal berwarna putih dan berubah menjadi cokelat muda dan garis putihnya semakin pudar seiring dengan pergantian instar, seperti terlihat pada Gambar 1. Lama stadium larva berlangsung selama 12-18 hari dan lama stadium pupanya berlangsung hingga 8 hari. Pupa H.talaca tidak terbungkus oleh kokon dab umumnya berada di dalam tanah pada kedalaman 2-5 cm atau di permukaan tanah.

Gambar 1. Larva Ulat Jengkal (Hyposidra talaca)
Sumber: SinTa. Dijenbun

Hyposidra talaca umumnya menyerang daun teh yang masih berwarna hijau muda. Daun teh yang terserang H.talaca di lapangan memiliki gejala serangan berupa daun berlubang dan pinggir daun terpotong dan dalam serangan berat hanya tersisa tulang daun saja seperti terlihat pada Gambar 2a dan 2b. serangan berat H.talaca terlihat pada Gambar 2 c.

Gambar1. Berbagai tingkat gejala serangan H.talaca
(Sumber: Pradana. 2015)

Pengendalian hama pada tanaman teh menggunakan pestisida sintetik hingga saat ini belum mampu mengendalikan serangan hama di lapangan. Kurang efektifnya pengendalian menggunakan pestisida sintetik pada perkebunan teh tidak diimbangi oleh ketersediaan insektisida dan kemampuan pekerja untuk melakukan aplikasi insektisida sintetik dalam menjangkau luasan perkebunan teh yang terserang. Selain itu keterbatasan informasi mengenai bioekologi H.talaca juga menyebabkan waktu pengaplikasian yang kurang tepat sehingga pengendalian menjadi kurang efektif.

Penggunaan musuh alami dari hama yang menyerang tanaman teh merupakan solusi dari keterbatasan kemampuan pekerja dalam melakukan pengendalian. Musuh alami yang ditemukan sebagai parasitoid untuk hama ulat jengkal adalah Cotesia ruficrus dan Telenomus sp. Menurut Das et.al.2010 keberadaan musuh alami berdampak significant terhadap keberadaan hama pada pertanaman teh. Cotesia sp. (Hymenoptera: Braconidae) mempu mengendalikan populasi Hyposidra spp. hingga 47% selama bulan Maret hingga Mei pada perkebunan teh di Benggala Utara, India.

1. Cotesia ruficrus

Cotesia ruficrus merupakan salah satu parasitoid yang menyerang larva ulat jengkal. Parasitoid ini bersifat endoparasit dengan meletakan telur-telurnya di dalam tubuh larva. Mekanisme parasitoid ini memarasit larva dengan meletakkan telur oleh induknya pada permukaan kulit larva atau dimasukkan langsung ke dalam tubuh inangnya melalui tusukan ovipositornya. Kemudian setelah larva parasitoid menetas akan menghisap cairan tubuh atau memakan bagian tubuh inangnya. Siklus hidup dari C.rifirus dapat terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Siklus hidup C.rufirus pada larva inang H.talaca (a) serangga dewasa C.rufirus. (b) munculnya larva C.rufirus dari larva inang (c) Inisiasi pembentukan pupa (d) pupa yang dibentuk oleh larva C.rifirus
(Sumber: Suman et.al. 2020)

2. Telenomus spp.

Telenomus spp. menurut Borror et al (1996) termasuk kedalam ordo Hymenoptera, Subordo Apocrita, Famili Scelionidae. Telenomus mempunyai panjang 0,5 – 1 mm, tubuhnya agak ramping, berwarna hitam mengkilat.  Telenomus spp. memiliki tubuh kecil berwarna hitam, abdomen meruncing, dengan struktur licin pada bagian dorsalnya, antenna berbentuk seperti gada yang terdiri atas 10 – 12 ruas. Menurut Baehaki (2013). Seekor Telenomus spp. dapat memparasit 20 – 40 butir telur H.talaca dan mampu hidup selama 2 – 4 hari lebih lama, tergantung pada ketersediaan nectar.

Faktor yang mempengaruhi keefektifan dalam penggunaan parasitoid dalam pengendalian hayati adalah faktor lingkungan. Lingkungan menjadi faktor penting karena sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasi parasitoid dilapangan, sebab erat kaitannya dengan natalitas dan mortalitas, ketersediaan makanan, tempat berkembang biak, dan tempat mencari perlindungan.


Bagikan Artikel Ini