KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Emas Hijau Indonesia itu adalah Kelapa Sawit.

Diposting     Kamis, 22 Juni 2017 04:06 pm    Oleh    ditjenbun



PANGKALAN BUN– Kelapa Sawit adalah emas hijau perkebunan yang memiliki daya saing paling tinggi diantara komoditas perkebunan yang lain, selain itu sawit paling efisien untuk menghasilkan minyak nabati yang menjadi sumber baru terbarukan untuk memenuhi kebutuhan dunia, hal itu di sampaikan Ir. Bambang, MM sebagai Dirjen Perkebunan, dalam sambutannya pada acara penanaman perdana kebun kelapa sawit swadaya pola kemitraan dan integrasi jagung di lahan perkebunan bersama PT. Sawit Sumbermas Sarana,TBK yang dilaksanakan di Desa Kumpai Atas, Arut Selatan, Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah, yang dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Tengah, Bupati se-Kalimatan Tengah, Anggota DPR RI, Jajaran Direksi dan pemilik PT. Sawit Sumbermas Saranadan stakeholder perkebunan lainnya.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian melalui Direktur Jenderal Perkebunan, disela sambutannya memberikan apresiasi kepada perusahaan perkebunan PT. Sawit Sumbermas Sarana dalam penyediaan benih kepada masyarakat sekitar perkebunan dan juga mengucapkan terima kasih yang secara arif telah memulai memenuhi dan melaksanakan “amanah” dari Undang-undang perkebunan dan amanah NAWACITA semoga keberhasilan menyertai dan semoga dapat memotivasi perusahaan besar swasta (PBS) lainnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terkait atas terlaksananya acara penanaman perdana ini.

Perkebunan kelapa sawit harus terintegrasi antara industri dengan petani swadaya (plasma), sehingga dapat terkendali dan terukur jelas letaknya antara plasma dengan industri, hal ini sebagai perwujudan dari amanat UU nomor 39 tentang Perkebunan, tegas Bambang.

Presiden pertama kita Soekarno mengatakan suatu negara didunia ini yang bisa menguasai produk pangan dan energi, maka akan berpengaruh dan bisa menguasai dunia,  dalam hal  ini kelapa sawit Indonesia mempunyai produk pangan dan energi yang luar biasa perkembangannya, dan ini tentunya tidak membuat nyaman dunia internasional. Kelapa sawit saat ini memiliki tantangan dari dunia internasional karena semakin gencar dan masifnya kampanye negatif yang selama ini dibesar-besarkan seperti kampanye internasional tentang deforestasi, kebakaran, dll

Selain itu juga bambang berpesan kepada seluruh satkeholder yang membidangi perkebunan di Kalimantan Tengah untuk mempersiapkan diri dalam penyiapan lahan di sentra-sentra komoditas perkebunan serta mempersiapkan infrastruktur perbenihan untuk program di tahun 2017 yaitu desa mandiri benih

Lebih lanjut Bambang menyampaikan bahwa sebagimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014 antara lain  mengamanatkan bahwa penyelenggaraan perkebunan ditujukan untuk:

  • · Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
  • · Meningkatkan sumber devisa negara
  • · Menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha
  • · Meningkatkan produksi, produktivotas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan pangsa pasar.
  • · Meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan bau industri dalam negeri
  • · Memberikan perlindungan pada pelaku usaha perkebunan dan masyarakat
  • · Mengelola dan mengembangkan sumberdaya perkebunan secara optimal, bertanggungjawab dan lestari
  • · Meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan

Potensi nyata yang sangat besar di lahan perkebunan jika dimanfaakan secara optimal akan mampu meningkatkan kesejahteraaan petani pekebun. Hal ini disebabkan selain dukungan pasar, industri dan ekspor produk perkebunan  dan lain-lain serta luas areal TBM perkebunan yang demikian besar secara nasional (mencapai lebih kurang 4,5 juta ha TBM atau 5,29%, yaitu : kelapa sawit 2,5 Juta ha, karet 0,5 juta ha, kelapa 0,5 juta ha dst), jarak tanam yang cukup untuk tanaman sela misalnya di sela tanaman kelapa sawit yang masih muda (TBM) bisa ditanami padi gogo, jagung, kedele, kacang-kacangan, pisang bahkan tanaman perkebunan dan peternakan, lanjut Bambang

Lebih lanjut disampaikan bahwa untuk mendukung kegiatan pengembangan jagung di lahan perkebunan Bapak Menteri telah mengamanatkan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan untuk menanam jagung terintegrasi dengan lahan perkebunan seluas minimal 1 juta ha secara nasional, sebagai upaya agar kita bisa mengurangi impor jagung, bahkan mampu swadaya jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Target ini diharapkan ditanam di lahan PBS pada tanaman yang belum menghasikan (TBM). Disaat upaya mencari calon petani dan calon lahan jagung ini PT. Sawit Sumbermas Sarana,TBK menginisiasi melakukan penanaman perdana tanaman kelapa sawit swadaya pola kemitraan dan integrasi jagung di lahan perkebunan.

Tanam jagung di lahan perkebunan kelapa sawit yang di prakarsai oleh PT. Sawit Sumbermas Sarana,TBK ini, menunjukkan salah satu bentuk bahwa insan perkebunan serius dalam mendukung kedaulatan pangan nasional. Namun demikian kearifan ini harus didukung oleh semua stakeholders terkait. Jika saat ini kita dikhawatirkan dengan menurunnya produktivitas tanaman perkebunan karena anomali iklim dan berbagai kendala/hambatan lainnya, petani pekebun masih mampu berdiri di atas kaki sendiri tanpa harus beralih profesi. Hal ini sangat penting karena eksistensi perkebunan perlu dipertahankan dan ditingkatkan oleh insan perkebunan sendiri. Penanaman jagung di perusahaan besar swasta (PBS) ini diharapkan dapat diikuti oleh PBS yang lainnya, tegas Bambang.


Bagikan Artikel Ini  

Press Realase.

Diposting     Kamis, 15 Juni 2017 04:06 pm    Oleh    ditjenbun



Kementerian Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/KB.410/6/2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan (Permentan 21/2017)

Latar belakang dari permentan 21/2017 adalah karena perkembangan tuntutan masyarakat dan keterbatasan ketersediaan lahan negara untuk usaha perkebunan.

Pasal yang diubah adalah Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 (Permentan 98/2013).

Adapun penjelasan dari perubahan Pasal 11 dan Pasal 12 tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Dalam Pasal 45 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (UU 39/2014) disebutkan bahwa “usaha Pengolahan Hasil Perkebunan harus memenuhi sekurang-kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri”.
  2. Konsekuensi dari Pasal 45 ayat (2) huruf b UU 39/2014 yaitu batalnya Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 49 Permentan 98/2013 yang mengecualikan kewajiban pemenuhan bahan baku 20% bagi industri pengolahan hasil perkebunan, sehingga terbitlah Peraturan Menteri Pertanian 29/Permentan/KB.410/5/2016 (Permentan 29/2016) sebagai perubahan permentan 98/2013 yang menghapuskan Pasal-Pasal dimaksud.
  3. Untuk mnindaklanjuti UUU 39/2014 dan mengakomodir kebutuhan di lapangan, maka perlu dilakukan perubahan kedua Permentan 98/2013.
  4. Dalam Pasal 11A Perubahan Kedua Permentan 98/2013, disebutkan bahwa Kebun yang diusahakan sendiri dapat diperoleh dari hak milik atas tanah Pekebun, hak guna usaha  dan/atau hak pakai.
  5. Kebun yang diperoleh dari hak milik atas tanah Pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) dapat dilakukan dengan sewa atau sesuai kesepakatan antara Pekebun dan Perusahaan Industri Pengolahan Hasil Perkebunan, sedangkan Kebun yang diperoleh dari hak guna usaha dan/atau hak pakai dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Pada Pasal 11C Permentan 21/2017.ditambahkan, yang berbunyi Kebun yang diusahakan sendiri harus dilakukan kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan sendiri oleh Perusahaan Industri Pengolahan Hasil Perkebunan.Kegiatan itu merupakan serangkaian kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasi. Apabila Kebun yang diusahakan sendiri telah  terbangun, Perusahaan Industri Pengolahan Hasil Perkebunan melanjutkan pemeliharaan tanaman sesuai baku teknis budidaya perkebunan.
  7. Untuk kebun yang diperoleh dari hak milik atas tanah Pekebun atau hak pakai, maka perjanjian antara Perusahaan dengan pemegang hak milik maupun hak pakai menjadi sangat krusial dalam konsep ini. Luasan lahan yang diperjanjikan akan masuk dalam IUP-P yang berakibat apabila perjanjian tersebut berakhir, maka IUP-P juga berakhir dan dicabut oleh pemberi izin.
  8. Penambahan pasal-pasal tersebut lebih memperjelas pengertian diusahakan sendiri sehingga tidak menimbulkan multitafsir dalam pelaksanaannya.
  9. Untuk mempertegas kewajiban Perusahaaan, maka dibuat norma sanksi bagi perusahaan yang tidak memiliki kebun yang diusahakan sendiri yaitu perubahan Pasal 58 yang berisi “Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya IUP-P, Perusahaan Industri Pengolahan Hasil Perkebunan harus telah mengusahakan kebun sendiri. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan, maka Perusahaan tersebut diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 4 (empat) bulan untuk mengusahakan kebun sendiri. Jika peringatan ke-3 tidak dipenuhi, IUP-P dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21 Tahun 2017 tersebut dapat di download disini


Bagikan Artikel Ini