KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Upaya Memperoleh Data Komoditas Perkebunan Yang Berkualitas.

Diposting     Sabtu, 21 Juli 2012 10:07 pm    Oleh    ditjenbun



Syarat data yang berkualitas adalah data yang sahih (valid), handal (reliable), mutakhir (up to date), obyektif (objective), konsisten (consistent). Sahih dimaksudkan adalah sah, dapat diterima karena dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, handal artinya dapat diandalkan, mutakhir adalah data terbaru, obyektif adalah keadaan yang sebenarnya dan konsisten yang dimaksudkan adalah data tersebut tetap tidak berubah-ubah. Upaya untuk mendapatkan data yang berkualitas tersebut tidaklah “gratis”, namun harus melalui tahap yang panjang, berjenjang dan memerlukan waktu yang bukan sebentar.

Pengguna data komoditas perkebunan adalah para investor, mahasiswa, pedagang, petani dan masyarakat umum. Hamper semua pengguna mengharapkan data tersebut benar dan sesuai realita kondisi yang sebenarnya di lapangan. Tidaklah heran harapan tersebut, karena data tersebut akan digunakan untuk menyusun strategi bagi para investor, untuk menyusun kebijakan bagi para pimpinan suatu instansi dan untuk mendapatkan kesimpulan yang benar bagi para mahasiswa dan peneliti.

Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dijelaskan bahwa yang dimaksud statistik adalah data yang diperoleh dengan cara pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis serta sebagai sistem yang mengatur keterkaitan antar unsur dalam penyelenggaraan statistik. Dari definisi tersebut tersurat bahwa tahap untuk menyusun data statistik yang benar adalah “pengumpulan”, “pengolahan”, “penyajian” dan “analisis”. Diamanahkan dalam Undang-Undang 16 Tahun 1997 tersebut pada pasal 27 adalah bahwa pengumpulan data perkebunan besar swasta (PBS), perkebunan besar swasta asing (PBSA) dan perkebunan besar negara (PBN) merupakan kewenangan Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan pengumpulan data perkebunan rakyat (PR) adalah tugas dan wewenang Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian.

Apa yang dilakukan oleh para petugas pengelola data komoditas perkebunan di lapangan?

Dalam pengelolaan data komoditas perkebunan, para petugas menggunakan buku pedoman resmi dari Kementerian Pertanian. Metodologi pengumpulan data komoditas perkebunan dilakukan melalui survey lapangan. Para petugas mencatat data yang diperoleh di lapangan sesuai realita, dengan menggunakan logika yang dapat diterima sesuai ketentuan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Petugas kecamatan sudah mulai melakukan analisis terhadap data yang dicatat dan yang akan dilaporkan kepada petugas kabupaten. Tanpa adanya analisis awal baik oleh petugas kecamatan maupun bersama-sama dengan petugas kabupaten, niscaya akan mendapatkan data yang berkualitas. Standar data yang berkualitas yang telah dikeluarkan dari lembaga penelitian baik lingkup Kementerian Pertanian maupun luar Kementerian Pertanian harus dipatuhi, berapa populasi tanaman setiap hektar, apa wujud produksi yang dihasilkan dan berapa produktivitas per hektar yang wajar. Hal seperti ini harus dianalisis dengan baik dan benar.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan data komoditas perkebunan?

Penyusunan data merupakan tanggung jawab bersama, yaitu petugas dan pimpinan kecamatan, kabupaten, provinsi dan Ditjen Perkebunan (perkebunan rakyat) serta BPS untuk perkebunan besar. Petugas statistik bertanggung tanggung untuk mencatat data yang ada di lapangan pada periode tertentu sesuai realita. Diperlukan komitmen dan kepedulian para pimpinan di berbagai tingkat. Diperlukan adanya pertemuan sinkronisasi berjenjang dari tingkat kabupaten, provinsi dan Ditjen Perkebunan dengan instansi terkait.

Sebagai contoh data komoditas perkebunan sebagai hasil sinkronisasi berjenjang dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan Angka Tetap 2010

No.

Komoditas

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas

(Kg/Ha)

Wujud Produksi

1

Kelapa sawit

8.385.394

21.958.120

3.595

CPO

2

Karet

3.445.415

2.734.854

986

Karet Kering

3

Kelapa

3.799.350

1.166.666

1.159

Kopra

4

Kopi

1.210.365

686.921

756

Biji Kering

5

Kakao

1.650.621

837.918

804

Biji Kering

6

Jambu Mete

570.930

115.149

371

Glondong Kering

7

Lada

179.318

83.663

756

Biji Kering

8

Cengkeh

470.041

98.386

322

Bunga Kering

9

The

122.898

156.604

1.533

Daun Kering

10

Jarak Pagar

50.106

7.081

462

Biji Kering

11

Kemiri Sunan

50.106

2

667

Biji Kering

12

Tebu

454.111

2.290.116

5.292

Hablur

13

Kapas

10.194

3.174

380

Serat

14

Tembakau

216.271

135.678

884

Daun Kering

15

Nilam

24.472

2.206

119

Minyak

Sumber: Statistik Perkebunan Angka Tetap 2010


Bagikan Artikel Ini  

“Link and Match” antara Pendidikan Tinggi Pertanian dengan Industri Kelapa Sawit .

Diposting     Jumat, 20 Juli 2012 10:07 pm    Oleh    ditjenbun



Setelah Indonesia berhasil menjadi Negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia, disamping peran ekonomi kelapa sawit diberi predikat sang primadona, secara bersamaan juga menerima hujatan dalam kaitannya dengan kerusakan sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan hidup, serta kritik terkait kelebihannya masih sebatas di bidang produksi, belum diikuti di bidang produktivitas dan berbagai bidang kegiatan lainnya.

Menyikapi serangkaian apresiasi, hujatan dan kritik tersebut, disamping secara terencana, bersama semua pemangku kepentingan, dilakukan langkah-langkah antisipasi dalam kaitannya dengan berbagai kritik yang berkembang, sangat disadari bahwa langkah strategis yang perlu diletakkan dasar-dasarnya dan dikondisikan kesiapannya serta bernuansa jangka panjang adalah pengembangan Sumberdaya Manusia untuk mendukung proses kegiatan industri kelapa sawit.  Langkah kunci meletakkan dasar dari upaya jangka panjang tersebut adalah membangun/menciptakan adanya link and match  antara Pendidikan Tinggi Pertanian dengan industri kelapa sawit.

Dalam rangka meletakkan dasar berkembangnya link and match  antara Pendidikan Tinggi Pertanian dengan industri kelapa sawit,  telah dilaksanakan Peresmian Kerjasama IPB – PT. Cargill, pada tanggal 18 Juli 2012, di IPB International Convention Center (IICC) Botani Square, Bogor.  Ruang lingkup kerjasama diproyeksikan bersifat jangka panjang dan menyeluruh, yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.  Peresmian kerjasama yang dilakukan  dimaksud untuk kegiatan tahap pertama, yaitu pembangunan Teaching Farm Kelapa Sawit, seluas 50 ha, di Jonggol, Jawa Barat.

Pembangunan Teaching Farm Kelapa Sawit, dilakukan di lahan IPB, sedangkan pembangunan kebun mulai TBM 0 – TBM 3, yang dimulai akhir tahun 2012 – 2015, dibiayai oleh dana CSR Cargill, yang salah satu kegiatan usahanya adalah perkebunan kelapa sawit.  Teaching Farm Kelapa Sawit selain diproyeksikan sebagai wahana pembelajaran dan pelatihan,  juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk penelitian bagi para dosen di IPB dan hasil produksinya dapat menjadi salah satu sumber beasiswa bagi mahasiswa.

Sebagai kelanjutan peresmian kegiatan tahap pertama dimaksud, akan diikuti pembahasan kerjasama tahap-tahap kegiatan selanjutnya, meliputi: pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan di kebun tersebut seperti laboratorium, asrama untuk peserta pelatihan, bangunan kelas, dan kantor.

Sedangkan dalam rangka pengembangan kompetensi lulusannya, dalam kesempatan tersebut IPB menegaskan kembali komitmennya dalam memberikan bekal technical skill maupun soft skill terutama yang terkait dengan industri kelapa sawit.  Hal tersebut selain dimaksudkan agar masing-masing mampu bersaing dalam menempati posisi pekerjaan, sebagai sarana untuk mengantarkan industri kelapa sawit Indonesia tidak hanya unggul di bidang produksi, tetapi juga akan menjadi berkelas di bidang produktivitas, industri hilir, pemasaran dan hal-hal terkait lainnya.

Dalam rangka link and match  antara Pendidikan Tinggi Pertanian dengan industri kelapa sawit, sebelum acara peresmian yang dimaksud, telah berlangsung pula langkah sejenis, dengan tujuan mendukung pemenuhan kebutuhan SDM lulusan Perguruan Tinggi industri kelapa sawit, yaitu : INSTIPER, di Yogyakarta, yang semula sebagai Institut Perkebunan, semenjak tahun 2005 membentuk program unggulan S1 dengan kompetensi yang khusus, selanjutnya dinamakan Sarjana Perkebunan Kelapa Sawit (SPKS). Karena minat dan kebutuhan yang cukup tinggi, maka sejak 2008 dikembangkan program-program unggulan kompetensi khusus yang baru, yaitu Sarjana Manajemen Bisnis Perkebunan (SMBP), Sarjana Teknik Industri Kelapa Sawit (STIK), dan Sarjana Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Industri turunannya.   Dengan terbentuknya jurusan kelapa sawit, terinformasi berlanjut kerjasama antara perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan INSTIPER, baik dalam bentuk beasiswa maupun rekruitmen lulusan yang ada.

Sejak tahun 2006 berdiri Politeknik khusus kelapa sawit, yaitu Citra Widya Edukasi (CWE), di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat.  Politeknik dimaksud juga berkembang seperti yang diharapkan, semua lulusan sampai angkatan ke-dua, seluruhnya telah terserap oleh industri kelapa sawit.  Demikian juga angkatan ke-tiga, yang direncanakan akan lulus pada tahun 2012, telah dipesan oleh industri kelapa sawit.  Seiring dengan semakin berkembangnya Politeknik CWE, maka untuk dapat menampung kebutuhan sarana belajar mengajar, pada awal Juli 2012 telah dilakukan peresmian pembangunan gedung delapan tingkat di Cibitung, Bekasi.  Diproyeksikan gedung tersebut telah dapat selesai pada bulan Agustus 2013 dan dapat digunakan untuk acara wisuda angkatan ke-empat, yang tahun-tahun sebelumnya harus menyewa di luar kampus.


Bagikan Artikel Ini  

Pendirian Desa Kakao.

Diposting        Oleh    ditjenbun



Indonesia perlu melakukan pengembangan kakao berbasis klaster agribisnis kakao yang didasarkan pada potensi kawasan dan kemampuan masyarakat.  Strategi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan nilai tambah yang diterima petani. Demikian salah satu kesepakatan yang dihasilkan padaFocus Group Discussion (FGD) Pengembangan Kakao Berkelanjutan dan Peningkatkan Nilai Tambah tahun 2011 yang berlangsung di Hotel Quality Yogyakarta (12/7). Acara ini diselenggarakan Direktorat Jenderal Perkebunan bekerjasama dengan Fakultas Teknologi Pertanian Univestasi Gadjah Mada yang dihadiri wakil dari pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan petani.

Pada pertemuan tersebut digagas pengembangan model desa kakao, direncanakan dilaksanakan di Gunung Kidul dan Kulon Progo, berbasis klaster agribisnis kakao, mencakup pengembangan sektor hulu hingga hilir.  Forum Discussion Groupmengusulkan agar kegiatan ini mendapatkan dukungan pendanaan dari APBN maupun APBD selama 4 tahun.

Pada 2 tahun awal pelaksanaan difokuskan pada sektor hulu dalam bentuk program pengembangan, rehabilitasi dan intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas petani, bersamaan dengan penguatan kelembangaan petani. Selanjutnya pada tahun ke 3  diarahkan pada pengembangan sektor pengolahan berupa pendirian pabrik mini yang akan menghasilkan tepung coklat atau finishing product.

Pada pertemuan ini juga disepakati perlunya mendirikan cocoa linker sebagai wadah para pemangku kepentingan kakao nasional dalam menyatukan persepsi dalam pengembangan kakao berkelanjutan. Serta perlunya regulasi yang mewajibkan petani maupun produsen kakao memproduksi biji kakao fermentasi.

Terkait  upaya peningkatan produktivitas dan mutu kakao nasional perserta FGD mengharapkan Gernas dilanjutkan yang difokuskan pada program peremajaan dan intensifikasi, dengan meningkatkan peran serta kredit perbankkan untuk pendanaannya dan menciptakan kemitraan antara petani dengan pengusaha kakao

 


Bagikan Artikel Ini  

Papua, Kep. Bangka Belitung dan Aceh : 3 Provinsi Terbaik Serapan Anggaran APBN Ditjen Perkebunan Pa.

Diposting     Senin, 16 Juli 2012 10:07 pm    Oleh    ditjenbun



Apresiasi patut diberikan kepada provinsi yang mampu mencapai target serapan Menteri Pertanian sampai dengan Triwulan II sebesar 50%, bahkan melampauinya. Ada 3 (tiga) provinsi yang capaian keuangannya tertinggi secara berurutan adalah Provinsi Bengkulu (77,09%), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (76,54%) dan Provinsi Aceh (75,66%). Untuk tingkat kabupaten/kota, 3 (tiga) kabupaten yang serapannya tertinggi yaitu Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua (98,13%), Kabupaten Nabire, Provinsi Papua (97,24%) dan Kabupaten Cilacap, Provinsi Jateng (96,40%), demikian salah satu poin hasil Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Semester I Tahun 2012 yang dilaksanakan di Aria Barito Hotel Jln. Haryono MT No.16 Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tanggal 11 s.d 13 Juli 2012.

Pertemuan tersebut dibuka oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan dan dihadiri oleh Asisten I Bidang Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan, narasumber dari Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan dan Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS, para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat/Petugas yang menangani monev dari Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi seluruh Indonesia kecuali Provinsi Kepulauan Riaudan Maluku Utara, UPT Pusat (Balai Besar P2TP Medan, Surabaya, dan Ambon serta BPTP Pontianak), Tim Monev Ditjenbun dan undangan lainnya yang terkait, yang semuanya berjumlah 100 orang.

Maksud dilaksanakan pertemuan adalah dalam rangka evaluasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran pembangunan perkebunan guna menghasilkan  data yang akurat sampai ketingkat yang sedetail mungkin sebagaimana terurai dalam RKA-KL Tahun 2012 atas capaian kegiatan pembangunan Perkebunan (fisik dan keuangan) sampai dengan Semester I tahun 2012 (30 Juni 2012) dan permasalahan yang dihadapi di setiap Satker sehingga dapat memberikan gambaran dan acuan untuk percepatan pelaksanaan kegiatan triwulan berikutnya.

Tujuan Pertemuanadalah untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan yang dibiayai melalui APBN (dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan) pada184 Satker lingkup Ditjen Perkebunan sampai dengan semester I tahun 2012.

Sasaran yang ingin dicapai adalah: (a) berjalannya program dan kegiatan pembangunan perkebunan secara efektif, efisien, ekonomis dan tertib sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku; (b) tercapainya target yang telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2012 dan Penetapan Kinerja (PK) tahun 2012.

Hasil pelaksanaaan pertemuan adalah sebagai berikut:

  1. Pertemuan diawali dengan sambutan “Selamat Datang” oleh Asisten I Bidang Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, arahan sekaligus pembukaan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan dan dilanjutkan dengan paparan dari narasumber yaitu Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan dan Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS.
  2. Arahan Sekretaris Ditjen. Perkebunan yang perlu mendapat perhatian sebagai berikut:
  • Pelaksanaan monev diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, Peraturan Menteri Pertanian No. 31 tahun 2010 tentang Pedoman Sistem Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan Pertanian dan Permenkeu No. 249 tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja  atas pelaksanaan RKA-KL.
  • Disadari bahwa format monev yang diminta dari berbagai instansi yang memerlukan (Bappenas, Kemenkeu, Setwapres, UKP4) sangat bervariasi sehingga mempersulit dan menambah pekerjaan dalam menyediakan laporan. Untuk itu diperlukan koordinasi dan duduk bersama untuk membahas format dimaksud yang dapat diseragamkan dan digunakan untuk semua instansi. Adapun bentuk laporan tersebut sebenarnya dapat ditarik benang merahnya, yaitu permintaan atas realisasi fisik, keuangan, permasalahan dan upaya tindak lanjut.
  • Kegiatan monev saat ini menjadi kegiatan yang sangat penting dan merupakan suatu keharusan. Terbukti dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden  khusus tentang kegiatan dan rencana aksi yang dimonitor setiap triwulan oleh UKP4. Pentingnya monev juga diwujudkan dengan target serapan keuangan oleh Menteri Pertanian per triwulan. Menteri Pertanian menargetkan capaian serapan anggaran satker tahun 2012 yaitu  triwulan I minimal 25%, triwulan II minimal 50%, triwulan III minimal 70% dan triwulan IV sebesar 95%.
  • Hal yang tidak kalah pentingnya adalah terbitnya Permenkeu Nomor 249/PMK.02/2011 tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja  atas pelaksanaan RKA-KL. Menteri sebagai penangggung jawab pelaksanaan kegiatan harus melakukan evaluasi kinerja tahun sebelumnya dan tahun berjalan untuk membuktikan dan mempertanggungjawabkan kepada masyarakat atas fungsi penggunaan anggaran yang dikelolanya. Salah satu hal terpenting yang diamanahkan dalam Permenkeu tersebut adalah setiap satker wajib menyusun laporan evaluasi kinerja pada akhir tahun 2012 sesuai format yang ditetapkan.
  • Pada tahun 2012 ini terdapat 184 satuan kerja (satker)  yang terdiri atas Satker Direktorat Jenderal Perkebunan (1 satker), Satker UPT Pusat (4 satker), Satker Dinas Provinsi (32 satker) dan Satker Dinas Kabupaten/Kota (147 satker). Capaian keuangan Ditjen Perkebunan posisi 30 Juni 2012  sebesar 45,56%. Meskipun belum mencapai target sebagaimana ditetapkan Menteri Pertaninan, serapan keuangan Ditjen Perkebunan menempati posisi tertinggi ke-4 di lingkup Kementerian Pertanian.
  • Diberikan apresiasi kepada provinsi yang mampu mencapai target serapan Menteri, bahkan melampauinya. Ada 3 (tiga) provinsi yang capaian keuangannya tertinggi secara berurutan adalah Provinsi Bengkulu (77,09%), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (76,54%) dan Provinsi Aceh (75,66%). Sebaliknya terdapat 3 (tiga) provinsi yang belum memenuhi target yaitu Kalimantan Timur sebesar 13,08%, Sulawesi Selatan 33,36% dan Sulawesi Tenggara (33,76%). Untuk tingkat kabupaten/kota, diberikan penghargaan untuk 3 (tiga) kabupaten yang serapannya tertinggi yaitu Kabupaten Sarmi, Prov. Papua (98,13%), Kabupaten Nabire, Prov. Papua (97,24%) dan Kabupaten Cilacap, Prov. Jateng (96,40%). Sedangkan yang terendah yaitu Kabupaten Konawe Selatan, Prov. Sultra (1,39%), Kabupaten Kutai Timur, Prov. Kaltim (0,00%), dan Kab. Kepulauan Anambas, Prov. Kepri (0,00%). Untuk satker yang capaiannya tinggi agar dipertahankan dan ditingkatkan, sebaliknya satker yang capaiannya masih rendah agar memperoleh perhatian yang lebih serius dan dapat lebih ditingkatkan kinerjanya.

    3.  Paparan tentang Evaluasi Pembangunan Perkebunan yang disampaikan oleh wakil dari Direktorat Sistem Penganggaran, Ditjen.  Anggaran Kementerian Keuangan

  • Konsistensi capaian kinerja sangat penting pada capaian penyerapan. Oleh karena itu penyerapan keuangan yang tinggi harus dibarengi dengan peningkatan capaian fisik. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara capaian penyerapan keuangan dengan peningkatan fisik, seperti penyerapan keuangan telah tinggi (>90%) tetapi capaian fisik masih rendah (>50%). Hal ini tidak sesuai yang diinginkan.
  • Saat ini yang dibutuhkan adalah pencapaian fisik dilapangan yang harus diinformasikan oleh instansi/institusi pengelola anggaran dalam hal ini Ditjen. Perkebunan kepada Ditjen. Anggaran Kemenkeu. Karena data tersebut belum dapat terinformasi dengan baik. Sedangkan untuk laporan realisasi penyerapan anggaran sesuai SAU telah dapat dilaksanakan melalui internet.
  •  Untuk mendapatkan data dan informasi pencapaian fisik dilapangan, perlu dilakukan pengisian form laporan monev yang sesuai RKA-KL. Hal ini baru dapat diterapkan sesuai Permenkeu No. 249/PMK.02/2011 tentang pengukuran dan evaluasi kinerja atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Kementerain Negara /Lembaga.

  4.   Paparan tentang Monev Pelaksanaan Pembangunan Perkebunan yang disampaikan oleh wakil dari Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS

  • Monev diperlukan adalah: (1) Untuk menjamin terlaksananya kebijakan, program dan proyek sesuai dengan target dan rencana yang telah ditetapkan (on Track – on Schedulle) (M); (2) Agar ada umpan balik terhadap kebijakan, program dan proyek, untuk dilanjutkan dengan perbaikan atau dihentikan (M/E); (3) Untuk membantu pemangku kepentingan belajar lebih banyak mengenai kebijakan, program dan proyek (E); (4) Agar  kebijakan, program dan proyek mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana publik (akuntabilitas) (E).
  • Monitoring adalah kegiatan yang mengamati perkembangan pelaksanaan rencana, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Hasil akhir dari pelaksanaan monev adalah pelaporan.
  • Pengendalian adalah serangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang cepat dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Hasil dari pengendalian adalah tindakan atau keputusan.
  • Evaluasi adalah proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau program dan sebuah penilaian yang seobyektif dan sesistematik mungkin terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan
  • Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan adalah untuk melihat rangkaian kegiatan dengan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar yang telah ditetapkan. Selanjutnya sebagai masukan untuk perencanaan yang akan datang.
  • Mandat dari pelaksanaan monev kinerja pembangunan nasional adalah UU Nomor 25 Tahun 2004 (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional)
    Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 (Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan). Mandat tersebut dipergunakan untuk: (1) Pemerintah melakukan perencanaan dan reformasi penganggaran, serta menerapkan perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja); (2) Pemerintah menerapkan pemantauan dan evaluasi untuk masukan proses perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja; (3) Evaluasi kinerja pembangunan nasional dilakukan untuk menilai pelaksanaan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L), Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

5.     Memperhatikan arahan, paparan dan pemikiran-pemikiran yang berkembang selama diskusi, dihasilkan hal-hal sebagai berikut:

a).  Permasalahan dan upaya penyelesaian dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan tahun 2012 antara lain adalah:

  •  Masih banyak pengajuan Revisi POK/DIPA
  • Terjadi mutasi dan pergantian pejabat sehingga memperlambat proses administrasi penyusunan juklak & juknis, penetapan CP/CL, sampai kepada pelaksanaan kegiatan
  • Masih ada proses pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan yang tendernya terlambat dan adanya sanggahan.

Sedangkan upaya penyelesaiannya adalah:

  • Percepatan proses revisi;
  • Pembinaan, pendampingan lebih intensif;
  • Penetapan CP/CL terhadap yang telah memenuhi syarat administrasi dan teknis;
  • Percepatan proses administrasi, pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan;
  • Momonitor Rekonsiliasi SP2D di KPPN setempat untuk keperluan up date data serapan.
  • Penerapan reward dan tpunishment;
  • Menerbitkan SK CP/CL yang sudah definitif dan melakukan transfer dana bansos ke rekening kelompok;
  • Memotivasi satker melalui penilaian capaian kinerja.

 b).  Dibagikan format laporan monev dalam bentuk CD untuk pengisian data base yang sudah detail sesuai RKA-KL/POK dengan mengisi realisasi keuangan dan fisik sampai dengan Triwulan II/Semester I (Posisi 30 Juni 2012). Dan untuk selanjutnya diminta agar dapat mengisi format dimaksud setiap bulannya dan disampaikan ke Ditjen. Perkebunan sebelum tanggal 7 bulan berjalan.

c).  Disepakati bahwa untuk pengisian kolom volume dari realisasi fisik dalam format laporan monev yang sesuai RKA-KL, khusus untuk kegiatan penanaman dengan satuan Ha yang belum dilaksanakan di lapangan tidak perlu diisi atau hanya diisi dest (-) saja. Tetapi pada laporan Triwulan IV atau laporan akhir tahun sudah harus diisi sesuai realisasi penanaman dilapangan (Ha). Namun untuk kolom % (realisasi fisik) harus diisi dengan mengikuti pembobotan fisik yang telah ditetapkan sesuai Pedoman Penilaian Kinerja Pembangunan Perkebunan Tahun 2012 dan Pedoman Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan Perkebunan Tahun 2012.

d). Pada kolom permasalahan dalam format laporan monev, apabila terjadi kendala atau permasalahan agar diisi atau ditulis dengan rencana tindak lanjutnya (RTL).

e). Mengenai perhitungan pembobotan fisik, perlu terus menerus disosialisasikan karena seringnya terjadi pergantian petugas monev baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten, terutama pada Satker Mandiri/Otonomi.

f).   Dari hasil workshop pengisian format laporan monev yang sesuai RKA-KL oleh pejabat/petugas monev provinsi yang hadir (30 provinsi dan 4 UPT Pusat), diperoleh penilaian cepat (quick evaluation) dengan uraian yaitu:

  • 3 (tiga) Provinsi  yang telah sesuai dan lengkap yaitu: Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggara;
  • 7 (tujuh) provinsi  dan 4 UPT Pusat yang telah sesuai dan hampir lengkap;
  • 18 (delapan belas) provinsi telah sesuai namun belum lengkap;
  • 2 (dua) provinsi tidak sesuai dan tidak lengkap;

Oleh karena itu kiranya dapat segera disesuaikan dan dilengkapi dalam pengisiannya dan segera disampaikan ke Ditjen Perkebunan.

g).  Lebih lanjut untuk pengisian format laporan monev ini agar diinformasikan dan diteruskan kepada satker kabupaten/kota diwilayah binaan provinsi.

h).  Laporan ditujukan kepada Sekretaris Ditjen. Perkebunan c.q. Bagian Evaluasi dan Pelaporan dengan alamat: Kanpus Deptan Gedung C lantai 3, Jl. Harsono RM. No.3 Pasar Minggu, Jakarta 12550 atau melalui faximile nomor: 021-7817693 dan e-mail dengan alamat [email protected] ,

i).  Pejabat/petugas yang menangani monev di Dinas Provinsi dalam membuat laporan agar berkoordinasi dengan pejabat/petugas Perencanaan, PPK dan Bendahara, serta pejabat/petugas yang menangani/penanggungjawab teknis dilapangan agar diperoleh perkembangan pelaksanaan kegiatan yang akurat.

j).  Dalam rangka efektivitas pelaksanaan kegiatan monev di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Ditjen Perkebunan telah mengusulkan kegiatan monev dalam RKA-KL Tahun 2013 untuk provinsi dan kabupaten antara lain yaitu pertemuan koordinasi monev secara periodik minimal 2 (dua) kali dalam satu tahun, sosialisasi pedoman penilaian kinerja dan pedoman pelaksanaan monev dan workshop lain-lain. Untuk itu setiap provinsi agar mengecek ulang apakah telah dialokasikan anggaran yang memadai dalam pagu indikatif Tahun 2013.


Bagikan Artikel Ini  

Definisi Lahan Gambut, Dari Ketidakjelasan Menjadi Jelas.

Diposting     Selasa, 10 Juli 2012 10:07 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA-Lokakarya definisi dan metodologi lahan gambut menghasilkan usulan definisi lahan gambut : “Daerah dengan akumulasi bahan organik yang sebagian lapuk, dengan kadar abu sama dengan atau kurang dari 35%, kedalaman gambut sama dengan atau lebih dari 50 cm, dan kandungan karbon organik (berdasarkan berat) minimal 12%”, selain membahas definisi lahan gambut lokakarya juga dijadikan sebagai ajang diskusi tentang metodologi delinasi serta pemetaan lahan gambut termasuk kegiatan monitoring yang sesuai dengan kepentingan nasional.

Lokakarya dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 2012 di Gedung Kementerian BUMN, yang dibuka oleh Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim, dan dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, LAPAN, BAPPENAS, Kementerian Dalam Negeri, BAKOSURTANAL, BPN, UKP4, BPPT, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pekerjaan Umum, Akademisi, Asosiasi, LSM, Swasta, Kedutaan, Donor, Organisasi dan Swasta Internasional.

Definisi gambut yang diperoleh merupakan ringkasan definisi gambut dari tiga kementerian yaitu; Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup ‘tanah gambut’ sebagai tanah hasil penumpukan bahan organik melalui produksi biomassa hutan hujan tropis (PERMEN LH No.7/2006). Kementerian Pertanian mendifinisikan ‘gambut’ sebagai tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih besar dari 65% yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang proses dekomposisinya terhambat suasana anaerob dan basah (PERMENTAN No.14/Permentan/PL.110/2009). Kementerian Kehutanan mendifinisikan ‘gambut’ sebagai satu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada kawasan yang sebagian besar terbentuk oleh sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu lama. Oleh karena itu ‘gambut’ adalah sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama (PERMENHUT No.P69/Menhut-II/2011). Dari ketiga kementerian tersebut hanya Kementerian Pertanian yang menyebutkan secara semi-kuantitatif sehingga perlu dikembangkan untuk dapat mengakomodasi persyaratan definisi lahan gambut yang dapat diadopsi untuk semua tujuan.

Metode Delineasi (penggambaran) Lahan Gambut diklasifikasikan menurut kedalaman gambut, lapisan gambut, daerah hidrologi lahan gambut dan pemanfaatan lahan gambut.

Untuk penggambaran berdasarkan klasifikasi tersebut akan dilaksanakan menggunakan metode citra satelit dan metode ground measurement, namun metode tersebut memiliki kelemahan masing-masing. Metode citra satelit dengan akurasi yang rendah dan metode ground measurement membutuhkan waktu lama dengan biaya tinggi. Sehingga diusulkan supaya menggunakan metode citra satelit dengan perbandingan 1:25.000 yang dikombinasi dengan ground measurement pada lokasi-lokasi terpilih yang segera untuk dilakukan pemanfaatan/penanganan.


Bagikan Artikel Ini  

Pemantauan Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Tahun 2011 .

Diposting     Ahad/Minggu, 08 Juli 2012 11:07 pm    Oleh    ditjenbun



Jakarta-untuk memastikan keberhasilan pembangunan perkebunan baik Pusat maupun Daerah, perlu dilakukan upaya percepatan realisasi capaian fisik dan anggaran Tahun 2011. Untuk memperlancar pelaksanaan percepatan tersebut dipandang perlu membentuk Tim Pemantaun Percepatan Pelaksanaan Anggaran Tahun 2011 dikukuhkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor :143/Kpts/OT.160/6/2011.  Tim tersebut mempunyai tugas: (a)Menyusun langkah-langkah percepatan penyerapan anggaran pembangunan perkebunan tahun 2011; (b)Melakukan pemantauan secara intensif pelaksanaan realisasi anggaran Tahun 2011; (c)Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan dengan pejabat Provinsi maupun Kabupaten/Kota penerima danan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Direktorat Jenderal Perkebunan; (d)Menugaskan pejabat baik intern maupun ekstern dari unit kerja eselon II lainnya untuk bersama-sama terjun ke lapangan menyelesaikan permasalahan yang terjadi; (e)Melaksanakan pengawalan pembinaan dan monitoring serta evaluasi pelaksanaan kegiatan di wilayah binaan; (f)Menyusun laporan perkembangan capaian pelaksanaan kegiatan dan keuangan sesuai tugas pokok fungsi setiap bulan.

Adapun susunan keanggotan dan wilayah pemantauan percepatan pelaksanaan anggaran tahun 2011, sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor :143/Kpts/OT.160/6/2011, adalah sebagai berikut :

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Bertugas memantau kegiatan Provinsi Bali, Lampung, Kalimantan Timur , Jawa Tengah dan Sumatera Selatan;
  2. Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Bertugas memantau kegiatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Kalimantan Tengah;
  3. Direktur Perlindungan Perkebunan Bertugas memantau kegiatan Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, D.I. Yogyakarta dan Kalimantan Selatan;
  4. Direktur Tanaman Tahunan Bertugas memantau kegiatan Provinsi Papua, Papua Barat, Banten, Kalimantan Barat, Jambi dan Kepulauan Riau;
  5. Direktur Tanaman Semusim Bertugas memantau kegiatan Provinsi Gorontalo, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Sulawesi Utara;
  6. Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha Bertugas memantau kegiatan Provinsi Bengkulu, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara dan Kepulauan Bangka Belitung.

Dengan adanya Tim Pemantauan ini diharapkan capaian kinerja dan serapan anggaran dapat menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan perkebunan dan dapat memenuhi target serapan anggaran tahun 2011 per triwulan sebagaimana ditugaskan oleh menteri pertanian. Dengan demikian perkembangan realisasi keuangan akan dijadikan sebagai bahan untuk penerapan rewarddan punishment pada pengalokasian anggaran tahun 2012 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 38 tahun 2010.


Bagikan Artikel Ini