KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pestisida Nabati : Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata Linn.) Dapat Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Pada Tanaman Tembakau

Diposting     Senin, 12 Desember 2022 09:12 am    Oleh    perlindungan



Indonesia merupakan salah satu penghasil tembakau dengan mutu yang terbaik. Dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman tembakau, masih terkendala oleh adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).  Gangguan OPT tersebut dapat menimbulkan kerusakan berarti yang pada akhirnya menimbulkan kerugian hasil dan pendapatan petani.

Gambar 1. Gejala serangan S. litura
Sumber : Ditlinbun

Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan produksi, produktivitas dan mutu tembakau akibat adanya serangan OPT yaitu hama ulat Spodoptera litura atau dikenal dengan nama ulat grayak. Ulat grayak merupakan salah satu jenis hama pemakan daun yang sangat penting Ulat grayak menyerang tanaman tembakau yang baru ditanam sampai tanaman tua.. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 80% sehingga perlu pengendalian yang tepat.

Gambar 2. a) Kelompok telur, b) Larva, c) Pupa, dan d) Imago S. litura

Telur biasanya diletakkan di bawah permukaan bawah daun secara berkelompok berkisar 4-8 kelompok. Jumlah telur setiap kelompok antara 30-100 butir. Telur tersebut ditutupi dengan bulu-bulu berwarna coklat keemasan. Diameter telur 0,3 mm sedangkan lama stadia telur berkisar antara 3-4. Larva mengalami perkembangan sebanyak 6 instar dan berlangsung selama 20 – 46 hari. Instar 1− 2 berwarna bening, mulai instar ke -3 berwarna hijau gelap dengan garis punggung berwarna gelap memanjang. Larva instar 4−6 pada bagian dorsal terdapat sepasang spot berbentuk bulan sabit di setiap ruas tubuhnya. Pada sisi samping terdapat garis gelap dan terang. Setelah masa larva berakhir, selanjutnya masuk pada fase pupa yang berlangsung selama 7 − 10 hari. Pupa ini berwarna merah kecokelatan, panjang tubuh 15−20 mm, berada di dalam tanah sekitar tanaman terserang. Imago berupa ngengat dengan panjang tubuh 15 − 20 mm dan ditutupi sisik berwarna abu-abu kecokelatan. Bentang sayap berkisar 30−38 mm, sayap depan berwarna cokelat atau keperakan, sedang sayap belakang berwarna keputihan dengan noda hitam. Setiap induk dapat menghasilkan telur lebih dari 2.000 butir dalam waktu sekitar 6−8 hari. Siklus hidup hama ini berkisar 30−61 hari.

Pengendalian hama tembakau yang umum dilakukan adalah dengan menyemprotkan pestisida kimia sintesis pada tanaman. Penggunaan pestisida kimia sintesis selain harganya mahal juga berbahaya bagi lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkannya antara lain: hama menjadi kebal (resistensi), peledakan hama baru (resurjensi), terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia, kecelakaan bagi pengguna bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global atau yang bisa disebut global warming dan penipisan lapisan ozon. Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. World Health Organization (WHO)  dan program lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang meninggal setiap tahunnya.

Berdasarkan kasus tersebut, untuk itu perlu alternatif penggunaan pestisida kimia sintesis dalam mengendalikan serangan akibat hama ulat grayak.  Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan pestisida nabati seperti ekstrak biji sirsak (Annona muricata Linn.).

Gambar 3. Biji Sirsak
Sumber : FMIPA UNY

Menurut Peneliti FMIPA UNY bahwa biji sirsak mengandung anomuricin, annonacin, anomurine, atherospermine, caclourine, cohibin, panatellin, xylomaticon, reticuline, sabadelin, dan solamin. Dengan adanya kandungan zat tersebut maka biji sirsak dapat digunakan sebagai cairan insektisida dan larvasida yang dapat berperan sebagai cairan penolak serangga dan juga sebagai racun kontak dan perut serangga.

Ekstrak biji sirsak merupakan salah satu pestisida nabati yang memiliki kelebihan antara lain: degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari; toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia dan lingkungan; memiliki spektrum pengendalian yang luas (broad spectrum); tidak bersifat fitotoksisitas (tidak meracuni/merusak tanaman); murah; mudah didapat dan dapat dibuat sendiri oleh petani.

Selain itu biji sirsak memiliki pengaruh yang cepat dalam menghentikan nafsu makan (palatabilitas) serangga tertinggi, yaitu 49,80%, walaupun jarang menyebabkan kematian. Pelarut yang baik  untuk mengekstrak biji sirsak  adalah metanol  dengan penurunan  aktivitas makan rata-rata 41,30% daripada menggunakan pelarut air. Penelitiannya dilakukan di Laboratorium Biopestisida, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor.

a. Cara pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut metanol dan air

  • Pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut metanol
    Biji sirsak segar sebanyak 25 g ditumbuk kemudian diekstrak dengan pelarut metanol sebanyak 100 ml selama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menit dengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan menggunakan freezer dryer hingga volume ± 1 ml. Larutan tersebut kemudian diencerkan menggunakan akuades menjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siap digunakan untuk perlakuan.
  • Pembuatan ekstrak biji sirsak dengan pelarut air
    Biji sirsak segar sebanyak 100 g ditumbuk kemudian diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/ blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama 24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan selanjutnya larutan siap digunakan sebagai perlakuan.

b. Aplikasi di lapangan

Ekstrak biji sirsak ini efektif untuk mengendalikan serangga seperti ulat grayak pada tanaman tembakau. Selain itu juga dapat mengendalikan hama lainnya seperti kutu kapas (Aphis gosypii), lalat buah (Drosophila melanogaster), serta dapat mengendalikan nyamuk penyebab demam berdarah pada manusia (Aedes aegypti).  Ekstrak biji sirsak yang telah diberi pelarut dan disaring selanjutnya dilakukan penyemprotan.

Penulis : Alimin, S.P., M.Sc.

Sumber Pustaka

Balittas.  2011.  Monograf: Tembakau Virginia. Dept. Hutbun. Malang.

Batubara, R. dan Afifuddin D.  2015.  Pengendalian Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabaccum) dengan Pestisida Nabati dari Kulit Kayu Mindi (Melia azedarach). Biofarmasi Vol. 14, No. 1, pp. 33-37 ISSN: 1693-2242 Februari 2016.

Deflianto.  2020.  Pengenalan Ulat Grayak Spodoptera Litura. Internet: https://cybex.pertanian.go.id.  Diakses tanggal 18 November 2022.

Setyaningsih R.B. dan Alimin.  2015. Buku Saku: Pengendalian OPT Penting Tanaman Tembakau. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Ditjenbun. Jakarta.

Tohir, A.M.  2010.  Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Pestisida Nabati untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (S. litura).  Buletin Teknik Pertanian Vol.15, No.1, 2010: 37-40.  Bogor.


Bagikan Artikel Ini  

TEMBAKAU : Dari Sejarah Penemuan Virus Dunia Hingga Potensinya Sebagai Vaksin Virus

Diposting     Selasa, 09 Maret 2021 09:03 am    Oleh    ditjenbun



Komoditas perkebunan yg satu ini memang selalu menarik untuk dibicarakan, mulai dari peran pentingnya sebagai sumber devisa negara dari pungutan cukainya, pro kontra rokok sebagai olahannya, hingga mengulik keterkaitan virus Covid-19 dengan komoditas ini.

Jika menilik dari sejarah penemuan virus, dunia mencatat pada tahun 1883 Adolf Meyer, ilmuan asal Jerman, menemukan serangan virus pada daun tembakau, dengan gejala bintik-bintik dan warna belang seperti mozaik pada daun.  Namun belum diketahui dengan pasti penyebabnya.  Baru pada tahun 1935, seorang ahli biokimia dari Amerika Serikat, Wendell M. Stanley, melakukan penelitian dengan menggunakan satu ton daun tembakau yang terinfeksi, dan ditemukan kristal berbentuk jarum.  Kristal ini disimpan dalam botol dan tidak menunjukkan adanya aktivitas kehidupan.  Namun saat kristal tersebut dilarutkan, kemudian larutannya diusapkan pada permukaan daun tembakau yang sehat ternyata daun tersebut terjangkit penyakit yang sama.  Dengan hasil percobaan ini, Stanley membuat kesimpulan bahwa penyebab penyakit bintik kuning pada daun tanaman tembakau adalah virus.

Virus tidak memiliki sel, mengandung asam nukleat (DNA dan RNA), tidak dapat bereproduksi sendiri (hanya dapat bereproduksi/replikasi jika bahan genetikanya memasuki sel inang dan mengambil alih prosesnya). Dalam beberapa hal, virus tumbuhan berbeda dengan virus hewan ataupun bakteri. Salah satu perbedaannya yaitu mekanisme penetrasi virus ke dalam inang, virus tumbuhan hanya dapat masuk melalui luka mekanis atau dengan bantuan serangga vektor (Liswarni, 2019). Seperti halnya Virus Mozaik yang menyerang tembakau (Tobacco Mozaic Virus), menular melalui benih ataupun secara mekanis melalui serangga vektor dari ordo Homoptera atau karena perlakuan tangan manusia. Gejala yang timbul yaitu warna daun menjadi belang kuning-hijau menghasilkan warna seperti mozaik, timbul bintik-bintik atau bercak-bercak pada daun, nekrosis atau kematian sel jaringan pada lokasi-lokasi tertentu, serta ukuran daun menjadi lebih kecil dan perawakan tanaman kerdil karena pertumbuhan terhambat. Penyakit TMV sangat merugikan petani tembakau karena dapat menyebabkan kehilangan hasil/produksi sampai dengan 30%.

Uniknya, sebagai tumbuhan yang dapat terserang virus, ternyata tembakau ini juga dapat digunakan sebagai anti virus. Pabrik tembakau Anak perusahaan bioteknologi British American Tobacco (BAT) di Amerika Serikat, Kentucky BioProcessing (KBP) telah mengkloning sebagian urutan genetik COVID-19 yang mengarah pada pengembangan antigen potensial. Antigen kemudian dimasukkan ke dalam tanaman tembakau untuk direproduksi. Setelah panen, antigen dimurnikan (saat ini berada dalam tahap pengujian pra-klinis), dan  vaksin siap disuntikkan ke manusia dengan tujuan untuk memicu respons kekebalan dan melindungi seseorang dari COVID-19.

Menurut Crop Biotech 2020, keunggulan vaksin potensial menggunakan teknologi tanaman tembakau dibandingkan teknologi produksi vaksin konvensional, antara lain:

  1. Berpotensi aman karena tanaman tembakau tidak dapat menjadi inang patogen yang menyebabkan penyakit pada manusia;
  2. Lebih cepat karena unsur-unsur vaksin dapat menumpuk jauh lebih cepat di tanaman tembakau dibandingkan menggunakan metode konvensional;
  3. Formulasi vaksin dalam pengembangan tetap stabil pada suhu kamar, tidak seperti vaksin konvensional yang sering membutuhkan pendinginan; serta memiliki potensi untuk memberikan respon imun yang efektif dalam dosis tunggal.

Penelitian sebelumnya dengan memanfaatkan tanaman tembakau pernah dilakukan pada tahun 2007 silam oleh peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Arief Budi Witarto. Arief mencoba untuk menghasilkan protein pencetus (Growth Colony Stimulating Factor/GCSF), suatu hormon yang sangat penting dalam menstimulasi produksi darah yang dibuat oleh DNA diganti menggunakan tanaman tembakau (Nicotiana spp L) varietas Genjah Kenongo. DNA dipindahkan ke tembakau melalui bakteri, begitu masuk, tumbuhan ini akan mampu membuat protein sesuai DNA yang telah dimasukkan tersebut. Kemudian, jika tumbuhan itu dipanen, maka didapatkan protein-nya. Protein inilah yang bisa dipakai sebagai protein antikanker. Selain untuk protein antikanker, GSCF bisa juga untuk menstimulasi perbanyakan sel induk (stem cell) yang bisa dikembangkan untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak (LIPI, 2008).

Ahli biologi tumbuhan Kathleen Hefferon juga setuju bahwa tumbuhan dapat memainkan peran penting dalam masa depan pengobatan. Menurut Hefferon, ada banyak contoh versi protein terapeutik yang dibuat dari tumbuhan, untuk itu diperlukan eksplorasi dan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.

Penulis: Farriza Diyasti, SP., MSi, Yani Maryani, SP., Eva Lizarmi, SP.

 

Sumber bacaan :

CROP BIOTECH. 2020. Peringatan Covid-19 Pengembangan Vaksin COVID-19 Gunakan Teknologi Tanaman Tembakau Mutakhir.

LIPI. 2008. Vaksin Tembakau Berpotensi Sembuhkan Kanker. https://lipi.go.id/berita/single/Vaksin-Tembakau-Berpotensi-Sembuhkan-Kanker/2418, Diakses pada Febuari 2021.

Liswarni Y. 2019. Bahan Ajar Virologi Tumbuhan. inspirasiebook.files.wordpress. com/2019/04/ bahan-ajar-virologi.


Bagikan Artikel Ini