KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pengembangan Kopi Arabika Terus Ditingkatkan.

Diposting     Kamis, 06 November 2014 09:11 pm    Oleh    ditjenbun



Kementerian Pertanian akan terus mengembangkan kopi arabika. Meningkatkanya permintaan kopi arabika mesti dimanfaatkan peluangnya

Meningkatnya permintaan kopi Arabika mesti dimanfaatkan peluangnya. Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian pun memprioritaskan pengembangan pada kopi Arabika. Diharapkan proporsi produksi kopi Arabika mencapai minimum 30% dari total produksi kopi nasional dalam waktu 10 tahun ke depan. Meski tetap mempertahankan tingkat produksi dan ekspor kopi Robusta.

Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Azwar AB, mengatakan, kebijakan revitalisasi perkopian dilakukan dalam rangka memanfatkan peluang pasar internasional yang terus meningkat, baik dari segi permintaan (demand) maupun harganya.

Azwar menuturkan, pengembangan kopi Arabika diarahkan untuk menjaga posisi Indonesia sebagai sumber penting beberapa jenis kopi spesialti dunia. Apalagi faktor geografis yang sangat menunjang untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia tercatat memiliki kopi spesialti yang beragam, seperti Toraja coffee, Kalosi coffee, Java coffee, Gayo coffee, Mandheling coffee, Bali Kintamani coffee, Flores Bajawa coffee, Baliem Coffee, dan lain-lain. Bahkan, kopi spesialti dari daerah lain pun mulai muncul, seperti kopi Solok.

Menurut Azwar, pasar kopi spesialti saat ini sedang tumbuh di negara-negara konsumen utama, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. “Malahan negara-negara konsumen baru juga bermunculan, yakni Korea Selatan, Brasil, dan Indonesia,” ujarnya kepada Media Perkebunan

Azwar menyebutkan, luas areal pengembangan kopi mencapai 1,2 juta hektar (Ha) yang terdiri dari kopi robusta seluas 958 ribu ha (77,77%) dan kopi arabika 251 ribu Ha (22,23%). Dari luasan itu, usaha perkebunan kopi hampir 96,15% diusahakan oleh perkebunan rakyat dengan  melibatkan sekitar 1,9 juta kk.

Azwar mengungkapkan, total produksi kopi Indonesia pada 2012 mencapai 748 ribu ton yang terdiri dari produksi kopi robusta 601 ribu ton (78,37%) dan kopi arabika sebesar 147 ribu ton (21,63%). Dari produksi tersebut telah memberikan sumbangan dalam perolehan devisa sebesar US$ 824 juta.

Azwar melihat, kondisi pengembangan perkebunan kopi nasional saat ini belum optimal. Karena masih banyak kendala baik di hulu maupun di hilir yang memerlukan penanganan yang lebih intensif, terintegrasi dan berkelanjutan.

Menurut Azwar, di tingkat lapangan masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan kopi di Indonesia. Permasalahan itu antara lain rendahnya produktivitas tanaman yakni baru 920 kilogram (Kg)/Ha (arabika) dan 771 Kg/Ha (robusta) atau sekitar 60% dari potensi produksi. Hal ini terjadi karena masih menggunakan bibit asalan, sebagian tanaman tua dan tidak produktif.

Selain itu, kata Azwar, masih terbatasnya kemitraan antara pengusaha, industry, eksportir dengan petani pekebun. Demikian juga dengan industri pengolahan kopi yang masih berorientasi untuk memenuhi konsumsi domestik dan baru sekitar 1% produk olahan kopi yang diekspor. Akses terhadap permodalan untuk pengembangan komoditi ini masih terbatas.

Azwar mengatakan, kebijakan dan strategi dalam pengembangan kopi diarahkan pada peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman kopi berkelanjutan. Peningkatan itu ditempuh melalui perbaikan mutu tanaman, penerapan Good Agriculture Practices (GAP), pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyediaan benih unggul bermutu serta sarana produksi.

Peningkatan mutu juga terus ditingkatkan dengan penerapan standar nasional Indonesia (SNI), pengembangan SDM untuk petani dan petugas. Pengembangan kelembagaan serta kemitraan usaha antara petani dan pengusaha yang saling menguntungkan dan berkelanjutan perlu segera dibangun dan dikembangkan.

Dalam pengembangan kopi spesialti ke depan pemerintah menggunakan pendekatan kawasan atau kluster, dengan beberapa strategi. Pertama, peningkatan produksi nasional dengan perluasaan pada lahan yang sesuai, intensifikasi pertanaman yang sudah ada, dan konversi kopi Robusta ke Arabika pada lahan yang sesuai.

Kedua, perbaikan dan pemantapan mutu kopi spesialti yang dihasilkan di berbagai kondisi geografis. Ketiga, peningkatan konsumsi kopi spesialti domestik melalui edukasi cara minum kopi yang nikmat dan sehat.

Keempat, melakukan upaya terus-menerus memperluas pasar ekspor dengan cara menetrasi pasar-pasar baru. Kelima, memberikan stimulus untuk menggairahkan investasi dalam pembukaan kebun dan pendirian pabrik hilir kopi serta sektor-sektor lain pendukung klaster kopi.

Azwar mengatakan, kopi merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan yang mempunyai peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, mendorong agribisnis serta pengembangan wilayah.

Azwar melihat, perubahan iklim yang dirasakan akhir-akhir ini telah telah berdampak terhadap penurunan produktivitas tanaman, termasuk kopi. Untuk mengantisipasi kondisi iklim yang kurang menentu pada waktu-waktu yang akan datang, maka perlu diambil langkah-langkah antisipatif.

Azwar mengatakan, komoditas kopi di Indonesia akan memiliki daya saing yang tinggi jika dilakukan penguatan agribisnis secara utuh. Penguatan itu antara lain penggunaan klon unggul dengan produktivitas tinggi yang diperbanyak secara klonal, praktek budidaya yang baik atau good agricultural practices (GAP) secara konsisten, perbaikan mutu, dan perbaikan rantai nilai.

Dalam kaitan itulah, Kementan akan menggelar Indonesian International Coffee Symposium (IICS) 2014 di Banda Aceh pada 19-21 November 2014 mendatang. Simposium yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) tersebut mengambil tema “Penguatan Peran Strategis Kopi Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Regional Asia-Pasifik Secara Berkelanjutan“. (Medbun)


Bagikan Artikel Ini