KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Keistimewaan Kebun Entres UPTD Perkebunan Walambenowite sebagai Satu-satunya Kebun Entres Jambu Mete di Indonesia

Diposting     Selasa, 29 September 2020 02:09 pm    Oleh    ditjenbun



Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan tanaman perkebunan penghasil kacang mete.  Kacang yang diambil dari buah jambu mete ini memiliki kalori yang cukup tinggi, serta mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan serat. Kacang mete juga mengandung vitamin K, vitamin E, folat, dan vitamin B, kalsium, natrium, kalium, magnesium, fosfor, zinc, dan zat besi.

Pengembangan jambu mete sudah lama dilakukan di Indonesia terutama pada lahan marginal beriklim kering di wilayah Timur dan Barat Indonesia, hingga saat ini pengembangan tanaman jambu mete masih menggunakan cara generatif baik dari Kebun Induk maupun Blok Penghasil Tinggi. Penggunaan benih generatif berupa biji memiliki kekurangan berupa penurunan sifat, karena jambu mete melakukan penyerbukan silang  dari pohon sendiri maupun pohon lain di sekitarnya, sehingga keturunannya bisa berbeda dengan kedua asal tetuanya.

Sejumlah faktor yang diperkirakan menjadi penyebab rendahnya produktivitas mete Indonesia antara lain penggunaan bahan tanaman asalan, serangan hama dan penyakit, serta manajemen kebun yang masih sederhana. Upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui penggunaan bahan tanaman unggul bermutu cukup berpeluang, karena inovasi teknologi dengan bibit sambungan (grafting) telah tersedia, walaupun tingkat keberhasilan yang masih bervariasi (Saefuddin, 2009).

Benih mete sambungan adalah teknologi penggabungan karakter unggul dari dua individu berbeda, yaitu individu untuk batang bawah yang mempunyai keunggulan sistem perakaran yang dalam dan mampu beradaptasi dengan baik di daerah pengembangan dan individu untuk batang atas (entres) yang mempunyai keunggulan produksi yang tinggi. Oleh karena itu, dengan penggunaan benih grafting diharapkan akan diperoleh individu baru tanaman jambu mete dengan perakaran yang dalam dan telah beradaptasi baik di daerah pengembangan dan produktivitasnya tinggi dan stabil.

Di Indonesia terdapat satu-satunya kebun induk jambu mete yang berasal dari benih grafting, yaitu kebun induk jambu mete UPTD Perkebunan Walambenowite milik Dinas TPH Perkebunan Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara, ini adalah keistimewaan pertama. Kebun induk tersebut secara bertahap ditanam atas anggaran Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2012 dan 2014.

Keistimewaan kedua, karena berasal dari benih grafting maka pada usia lebih dari 3 tahun kebun ini telah bisa ditetapkan sebagai kebun induk, berbeda dengan kebun jambu mete yang berasal dari biji harus memenuhi usia 10 tahun baru bisa ditetapkan sebagai kebun induk.  Mengacu pada Kepmentan Nomor 327/Kpts/KB.020/10/2015 tentang  Pedoman Produksi, Sertifikasi, Peredaran dan Pengawasan Benih Tanaman Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) maka  kebun induk jambu mete UPTD Perkebunan Walambenowite milik Dinas TPH Perkebunan Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai kebun induk biji dan kebun induk entres pada tahun 2019 dengan Nomor Keputusan Menteri Pertanian RI No.13/Kpts/KB.020/2/2019 tgl 1 Februari 2019 Tentang Penetapan Kebun Induk dan Kebun Entres Jambu Mete Varietas Populasi Muna di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Keistimewaan ketiga, selain sebagai satu-satunya kebun induk hasil grafting, kebun ini juga satu-satunya kebun entres jambu mete di Indonesia.

Gambar 1. Kebun Sumber Benih Mete UPTD Perkebunan Walambenowite milik Dinas TPH Perkebunan Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pada saat penetapan kebun induk UPTD Perkebunan Walambenowite milik Dinas TPH Perkebunan Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara terbagi atas 2 kebun sumber benih mete, yaitu kebun sumber biji seluas 4 Ha, dengan potensi produksi benih gelondong sebanyak 765.022 gelondong per tahun, dan kebun sumber entres seluas 1,5 Ha dengan ppotensi produksi benih berupa entres sebanyak 260.945 entres per tahun.

Satu lagi yang menambah keistimewaan dari kebun induk jambu mete UPTD Perkebunan Walambenowite milik Dinas TPH Perkebunan Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara ini adalah kreativitas dari UPTD dalam memelihara kebun tersebut. Seperti kita ketahui, anggaran negara terkait perawatan kebun sumber benih semua komoditas perkebunan di seluruh Indonesia tentu terbatas, untuk mengatasi hal tersebut UPTD Perkebunan Walambenowite bekerjasama dengan penduduk sekitar. Masyarakat diizinkan untuk menanam nanas khas Kabupaten Muna yang bentuknya besar, berstektur kasar, manis dan berair di lahan kebun. Dengan syarat, piringan sekitar akar tanaman mete harus steril dari tanaman nanas agar perakaran tidak terganggu. Tentu saja hal ini merupakan simbiosis mutualisme, karena : (1) Nanas yang dipupuk, secara tidak langsung pupuknya juga meresap ke dalam perakaran tanaman mete, (2) Rasa memiliki (self belonging) dari masyarakat sekitar akan lahan tersebut, membuat mereka serta merta menjaga keutuhan lahan, demi kelangsungan hidup mereka, dan (3) Lahan bersih dari gulma, karena saat penduduk merawat kebun nanas mereka sekaligus merawat kebun sumber benih jambu mete.

Ke depannya Direktorat Jenderal Perkebunan terus berupaya mengembangkan kebun sumber benih jambu mete yang bermutu agar produksi, produktivitas, dan mutu tanaman mete sebagai penghasil jambu mete kita terus meningkat. (UFA)

 

 

Daftar Pustaka :

Adrian, Kevin. 2019. Manfaat Kacang Mete untuk Kesehatan. [Daring]. Tersedia : https://www.alodokter.com/7-manfaat-kacang-mete-yang-segurih-rasanya. Html. Diakses tanggal 26 Mei 2019.

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 327/Kpts/KB.020/10/2015 tentang Pedoman Produksi, Sertifikasi, Peredaran dan Pengawasan Benih Tanaman Mete (Anacardium occidentale L.).

Keputusan Menteri Pertanian RI No.13/Kpts/KB.020/2/2019 tgl 1 Februari 2019 Tentang Penetapan Kebun Induk dan Kebun Entres Jambu Mete Varietas Populasi Muna di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.

Ruhnayat, Agus dan M. Syakir. 2014. Penyediaan Benih Jambu Mete Unggul secara Cepat Melalui Mikro Grafting. Sirkuler Informasi Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Kementerian Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Saefudin. 2009. Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Keberhasilan Sambung Pucuk pada Tanaman Jambu Mete. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri : Vol. 15 Nomor 3, Desember 2009.


Bagikan Artikel Ini  

Pengendalian Hama Oryctes Rhinoceros Pada Kegiatan Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Di Kabupaten Ogan Komering Ilir

Diposting        Oleh    ditjenbun



Hama Oryctes rhinoceros atau yang sering disebut kumbang tanduk/badak merupakan salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit. Hama O. rhinoceros menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam sampai tanaman tua. Pada areal peremajaan (replanting), serangan hama O. rhinoceros dapat mengakibatkan tertundanya masa produksi kelapa sawit sampai satu tahun dan kematian tanaman hingga 25 %

Menindaklanjuti laporan adanya serangan hama O. rhinoceros pada lokasi peremajaan sawit rakyat (PSR) di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 3-5 Agustus 2020 telah dilakukan pengecekan di lokasi serangan. Kunjungan lapangan dilaksanakan oleh Tim dari Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, UPTD Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, serta Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten OKI. Kunjungan lapangan dilakukan ke lokasi serangan hama O. rhinoceros yang merupakan kebun peremajaan kelapa sawit yang tergabung dalam KUD/Koperasi Produsen Kelapa Sawit (KPKS) Jaya Bersama di Desa Cahaya Mulya, Kecamatan Mesuji Raya; KUD Lempuing Indah Sejahtera di Desa Lempuing Indah, Kecamatan Lempuing Jaya; dan KUD Panca Sawit Mandiri di Desa Balian Makmur, Kecamatan Mesuji Raya.

Gambar 1. Kunjungan ke lokasi serangan hama O. rhinoceros di (a) KUD PancaSawit Mandiri dan (b) KUD Tekad Mandiri

 

Hasil kunjungan lapangan, yaitu ditemukan tanaman kelapa sawit yang berumur ± 1 tahun setelah tanam terserang oleh hama O. rhinoceros. Gejala serangan hama O. rhinoceros, yaitu adanya potongan pelepah muda yang khas berupa guntingan segitiga berbentuk huruf “V” (terlihat jelas setelah daun membuka), pelepah melintir/tumbuh ke samping, dan matinya pupus/titik tumbuh bahkan dapat dicabut. Selain itu juga ditemukan larva dan imago hama O. rhinoceros di sekitar tanaman kelapa sawit yang terserang dan pada tumpukan cacahan batang kelapa sawit tua (chipping). Larva yang ditemukan pada chipping terdiri dari beberapa stadia/instar, sehingga diduga lokasi tersebut telah diletakkan telur oleh kumbang betina selama beberapa kali. Bahkan di KUD Jaya Bersama dengan luas areal PSR sebesar 522 ha setelah dilakukan pengutipan larva dan imago O. rhinoceros selama 2 bulan mencapai 20 ton.

Gambar 2. (a) Larva O. rhinoceros pada sisa tumpukan tumbang chipping, (b) Lubang bekas gerekan hama O. rhinoceros, (c) Pupus patah, dan (d) Larva dan imago O. rhinoceros hasil pengutipan

 

Sebagian besar tanaman kelapa sawit di lokasi PSR terserang hama O. rhinoceros. Pada saat dilakukan peremajaan akan menjadi sumber bagi perkembangbiakan hama O. rhinoceros. Hal ini disebabkan karena batang kelapa sawit yang tidak terdekomposisi dengan baik akan menjadi tempat yang disenangi oleh hama O. rhinoceros. Untuk memperkecil resiko, sebaiknya segera dilakukan penanaman Legume Cover Crop (LCC) agar semua batang kelapa sawit cepat terdekomposisi akibat tertutup LCC. Selain itu, lokasi PSR berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM) yang terserang oleh hama O. rhinoceros serta berdekatan dengan ternak sapi, sehingga menjadi endemis dan berpotensi terjadi ledakan hama O. rhinoceros.

Gambar 3. (a) Tumpukan batang kelapa sawit (chipping), (b) Penanaman LCC di lokasi PSR

 

Untuk mengendalikan serangan hama O. rhinoceros pada tanaman kelapa sawit (TBM), perlu rekomendasi pengendalian yang dilakukan secara terpadu dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengendalian, antara lain:

1. Kultur Teknis

– Penanaman Legume Cover Crop (LCC) sebanyak 750 biji/ha, antara lain: Mucuna bracteata satu bulan sebelum atau bersamaan dengan penanaman kelapa sawit, dengan curah hujan yang cukup tinggi agar mudah tumbuh.

– Perlu dilakukan pengamatan/monitoring lanjutan terhadap serangan hama rhinoceros di kebun secara berkala (maksimal 1 bulan sekali) terutama dengan memperhatikan dan mencatat jumlah tanaman yang terserang serta jumlah larva dan imago pada tempat-tempat perkembangbiakan hama O. rhinoceros, yaitu di tumpukan batang kelapa sawit (chipping).

– Pengendalian dapat juga dilakukan dengan memberikan butiran garam kasar 200 g/tanaman. Garam dikemas dalam kantong plastik yang ditusuk jarum di beberapa tempat agar saat hujan turun garam yang terkena tetesan air sedikit demi sedikit ke bagian pucuk kelapa.

2. Fisik dan Mekanis

– Pengumpulan/pengutipan imago rhinoceros secara manual di sekitar tanaman kelapa sawit yang terserang. Tindakan ini dilakukan tiap bulan apabila populasi imago O. rhinoceros 3 – 5 ekor/ha, setiap 2 minggu jika populasi imago O. rhinoceros mencapai 10 ekor/ha, dan setiap hari apabila populasi atau serangan sudah sangat tinggi (eksplosif).

– Pembongkaran rumpukan bahan organik yang tidak terdekomposisi sempurna karena menjadi tempat makan dan sarang perkembangbiakan (breeding site) bagi hama rhinoceros dengan cangkul dan dilakukan pengutipan ulat/larva O. rhinoceros secara manual, kemudian dikumpulkan dan dimatikan.

– Tumpukan batang kelapa sawit serta tunggul – tunggul tanaman lain yang sudah melapuk dapat dilakukan pelindasan dengan menggunakan alat berat (bila tersedia), kemudian disebarkan tipis secara merata di permukaan sehingga tidak menjadi tempat/sarang perkembangbiakan hama rhinoceros

– Pemasangan perangkap feromon berbahan aktif ethyl-4-methyloctanoat untuk memerangkap imago rhinoceros dengan dosis 1 sachet feromon/ha. Feromon dapat bertahan selama 2 bulan di lapangan. Pemasangan perangkap feromon dilakukan berulang sampai serangan hama O. rhinoceros menurun/terkendali. Pengamatan dilakukan maksimal setiap 1 minggu sekali dengan cara menurunkan perangkap feromon dan menghitung jumlah kumbang O. rhinoceros yang terperangkap. Beberapa lokasi pemasangan perangkap feromon, yaitu:

  1. Perangkap feromon dipasang pada daerah dengan serangan hama rhinoceros tinggi, misalnya di pinggir jalan karena imago O. rhinoceros sangat tertarik oleh cahaya/lampu.
  2. Perangkap feromon dipasang pada daerah perbatasan dengan kebun lain atau dengan areal pemukiman penduduk, sehingga imago rhinoceros akan terperangkap.

Gambar 4. Perangkap feromon untuk pengendalian hama O. rhinoceros

3. Hayati/Biologi

– Larva rhinoceros yang ditemukan mati atau terinfeksi jamur Metarhizium anisopliae atau virus Baculovirus oryctes dikumpulkan secara terpisah. Larva O. rhinoceros tersebut kemudian diblender atau dihancurkan, lalu ditambahkan air 100 kali berat larva O. rhinoceros yang ditemukan terinfeksi. Contoh jika larva O. rhinoceros yang ditemukan terinfeksi oleh M. anisopliae atau B. oryces seberat 100 g, maka air pencampurnya sebanyak 10 l. Larutan larva O. rhinoceros tersebut kemudian disiramkan kembali ke tempat/sarang O. rhinoceros agar larva O. rhinoceros pada sarang tersebut juga terinfeksi oleh M. anisopliae atau B. oryces dan mati.

– Sisa – sisa tumpukan tumbang chipping ditaburi dengan jamur anisopliae dengan dosis 25 g/m2 atau disemprot larutan jamur M. anisopliae hingga cukup basah dengan dosis 10 g/l air.

4. Kimiawi

Penggunaan insektisida butiran yang mengandung bahan aktif karbosulfan 5% maupun karbofuran 5% yang bersifat kontak dan sistemik efektif mengendalikan kumbang O. rhinoceros. Cara penggunaannya dengan cara ditabur di bagian pucuk tanaman dengan dosis 10-15 g/pucuk/pangkal pelepah tanaman muda (TBM) dengan interval 3 minggu hingga 1 bulan. Dosis dapat ditingkatkan sesuai umur tanaman.

             

Penulis : Yuni Astuti, SP. (POPT Ahli Muda)

 

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Y. 2020. Pengenalan dan Pengendalian Hama Utama Tanaman Kelapa Sawit. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Hamdani. 2020. Antisipasi Gangguan Hama Kumbang Tanduk pada Kegiatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Landak. Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak. Kalimantan Barat. Dikutip dari http://balaipontianak.ditjenbun.pertanian.go.id/web/page/title/886/antisipasi-gangguan-hama-kumbang-tanduk-pada-kegiatan-peremajaan-sawit-rakyat-psr-di-kabupaten-landak, dan diakses pada tanggal 7 Agustus 2020.

Ida, R.T.U.S., Syahnen, dan Sry E.P. 2019. Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Oryctes rhinoceros pada Lahan Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat (PSR) di Desa Selayang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan. Sumatera Utara. Dikutip dari: http://balaimedan.ditjenbun.pertanian. go.id/tempatupload/monev%20oryctes%20langkat.pdf, dan diakses pada tanggal 7 Agustus 2020.


Bagikan Artikel Ini  

Peluang Peningkatan Akses Pasar Serta Nilai Tambah Produk Utama Dan Produk Samping Kelapa Melalui Kemitraan Produksi Dan Pemasaran

Diposting     Senin, 28 September 2020 06:09 pm    Oleh    ditjenbun



Komoditas Kelapa berkontribusi cukup besar sebagai sumber devisa negara dari sisi ekspor. Saat ini kelapa berada pada peringkat ke 4 kontribusinya sebagai penyumbang devisa setelah sawit, karet dan kakao. Mengacu pada data BPS, hingga triwulan ke-2 tahun 2020, ekspor kelapa Indonesia sebesar 988,3 ribu ton atau senilai USD 519,2 juta. Angka volume ekspor ini tercatat meningkat 16% dan 17% dari sisi nilai ekspor dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

Saat ini sebagian besar petani kelapa memproduksi kelapa dalam bentuk kopra, sedangkan potensi produk turunan kelapa lainnya baik produk utama maupun produk samping sangat besar. Untuk itu melalui FGD Peningkatan Akses Pasar Serta Pengembangan Produk Utama dan Produk Samping Kelapa Berbasis Kelompok Tani yang merupakan rangkaian peringatan Hari Tani Nasional tahun 2020 dilaksanakan di Manado, 24 September 2020 dengan tujuan untuk menggali potensi-potensi produk turunan kelapa di provinsi sentra produksi kelapa untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia melalui kemitraan produksi dan pemasaran.

Direktur Jenderal Perkebunan, Dr. Ir. Kasdi Subagyono, M.Sc dalam sambutan dan pembukaan acara secara virtual menyatakan melalui FGD kelapa ini yang tuju tidak hanya persoalan nilai tambah produk kelapa tapi bagaimana mencari pasarnya, meningkatkan akses pasarnya. Untuk itu kita mengundang perwakilan dari ITPC Chennai India dan ITPC Shanghai China membicarkan potensi pasar dan hambatan ekspor produk kelapa Indonesia terutama di masa pandemic covid19, karena China dan India adalah 2 negara tujuan ekspor terbesar kelapa Indonesia.

Direktorat Jenderal Perkebunan terus melakukan upaya-upaya akselerasi peningkatan ekspor 3x lipat (Gratieks) melalui peningkaran produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida), tentunya dengan mengedepankan penguatan kelompok tani berbasis korporasi petani di Kawasan pengembangan. Melalui penguatan kelembagaan petani ini akan ada jaminan standarisasi kualitas dan keberlanjutan usaha hingga peningkatan kesejahteraan petani sebagai outcome yang harus kita tuju. Terakhir kami berharap tercapainya kesepakatan kerjasama pada FGD kelapa yang akan ditandatangani mampu mendorong percepatan ekspor sehingga pada triwulan ke-4 tahun 2020, perekonomian negara dapat terdongkrak naik untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemic terutama di sektor pertanian.

Hal senada juga disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ir. Dedi Junaedi M.Sc dalam pemaparannya bahwa tantangan pengembangan kelapa nasional tidak hanya persoalan produktivitas tetapi juga nilai tambah yang sangat butuh perhatian yang besar. Ditengah pandemic ini, pada hakikatnya produk kelapa seperti VCO semakin meningkat kebutuhannya karena memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk daya tahan tubuh. Tentunya perlu inovasi-inovasi yang lebih baik lagi di sisi petani dan pelaku usaha agar produk kelapa ini mendapat branding yang positif dalam hal pemasarannya. Juga sabut kelapa yang memiliki potensi sangat besar untuk bahan baku industry jok & dashboard kendaraan, media tanaman dan alat rumah tangga lainnya.

Ditambahkan Dedi Junaedi bahwa peningkatan daya saing produk perkebunan khususnya kelapa dapat dilakukan selain melalui kegiatan promosi juga melalui upaya diplomasi perundingan baik dalam skema PTA, FTA maupun CEPA yang sedang berjalan dan akan dilakukan upaya inisiatif baru dengan negara lain secara bilateral dan regional. Teknologi Informasi akan menjadi suatu kepatutan dalam sistem perdagangan komoditas ekspor. Penggunaan IT dalam bentuk Marketing Online Platform juga diharapkan dapat mendukung untuk setiap aktivitas Promosi.

FGD kelapa ini juga menghadirkan para narasumber yang kompeten dalam bidang nya seperti Direktur Eksekutif International Coconut Community (ICC), Kepala Dinas Perkebunan Prov. Sulawesi Utara, Kepala Bappeda Prov. Sulawesi Utara, Kepala Balai Penelitian Kelapa dan Palma (Balit Palma), Ketua Umum Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI), Kepala ITPC Chennai India, Kepala ITPC Shanghai China dan pelaku usaha VCO, Direktur Utama PT. Kepala Biru Nusantara.

Pada bagian akhir, Ir. Dedi Junaedi, M.Sc dan Refly Ngantung selaku Kepala Dinas Perkebunan Prov. Sulawesi Utara menyaksikan secara langsung proses penandatanganan 16 Kesepakatan Kerjasama/ MoU Pengembangan Kemitraan Pemasaran Produk Kelapa Berkelanjutan Berbasis Korporasi Petani Di Provinsi Sulawesi Utara antara Presiden Direktur PT. Mahligai Indococo Fiber (Pelaku usaha Sabut Kelapa dari Bandar Lampung) dengan 8 ketua kelompok tani kelapa prov. Sulawesi Utara serta Presiden Direktur PT. Kelapa Biru Nusantara (Pelaku usaha VCO dari Pasuruan, Jawa Timur) dengan 8 ketua kelompok tani kelapa prov. Sulawesi Utara.


Bagikan Artikel Ini  

Hadapi Perubahan Iklim, Kementan Antisipasi Jaga Produktivitas Komoditas Perkebunan

Diposting     Selasa, 22 September 2020 11:09 am    Oleh    ditjenbun



Lumajang – Perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap sektor pertanian karena aktivitas pertanian sangat tergantung pada matahari, udara, tanah dan air. Dampak perubahan iklim berupa peningkatan suhu udara, perubahan pola hujan, dan peningkatan frekuensi terjadinya iklim ekstrim akan berpengaruh langsung pada sistem produksi pertanian. Perubahan pola hujan dan pergeseran musim yang ekstrim diperkirakan akan menyebabkan lebih tingginya intensitas hujan pada musim penghujan dan semakin panjangnya musim kemarau. Hujan yang berlebihan sangat mungkin akan meningkatkan erosi, pencucian hara dan tanah longsor. Apabila air yang berlebih tidak dapat diserap oleh tanah di hulu akan meningkatkan aliran permukaan yang akhirnya menyebabkan banjir. Sebaliknya musim kemarau yang kering akan menyebabkan cekaman kekeringan dengan jangka waktu lama. Perubahan iklim yang mengakibatkan peningkatan kejadian iklim ekstrim atau anomali iklim, akan menimbulkan resiko yang cukup besar bagi produksi dan produktifitas serta mutu hasil sektor pertanian, termasuk sub sektor perkebunan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus mendorong dan memacu jajaran di Kementerian Pertanian, untuk lebih giat dan sigap dalam penerapan teknologi pada sektor pertanian. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya melakukan adaptasi, antisipasi dan mitigasi musim tahun 2020, sehingga ketersediaan komoditas dan produktifitas tetap aman dan terjaga.

Menyikapi hal tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya melaksanakan strategi untuk mengantisipasi, mitigasi dan adaptasi di bidang pertanian khususnya pada usaha perkebunan dalam menghadapi perubahan iklim tersebut.

Kegiatan mitigasi pada subsektor perkebunan adalah upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan untuk mengurangi sumber emisi gas rumah kaca (GKR), sedangkan adaptasi adalah tindakan penyesuaian untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim. Emisi karbon pada subsektor perkebunan dapat diminimalisir dengan pemanfaatan limbah perkebunan, mengintegrasikan dengan ternak (kebun-ternak), mengurangi atau menggantikan pemanfaatan pestisida dan pupuk kimia dengan organik, mengurangi penggunaan herbisida dan pemanfaatan pohon pelindung sebagai penyerap karbon.

Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Kresno Suharto, mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Perkebunan memiliki kebijakan yaitu mendorong penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah perkebunan termasuk lahan kritis, gambut, DAS Hulu dan pengembangan perkebunan di kawasan penyangga sesuai kaidah konservasi tahan dan air, Penerapan paket teknologi ramah lingkungan, Peningkatan pemanfaatan pupuk organik, pestisida nabati, agens pengendali hayati serta teknologi pemanfaatan limbah usaha perkebunan yang ramah lingkungan, Peningkatan kampanye peran perkebunan dalam kontribusi penyerapan karbon, penyedia oksigen, dan peningkatan peran serta fungsi hidrologis, Penerapan pembukaan lahan tanpa bakar, Rehabilitasi kebun dan penyesuaian kebutuhan tanaman pelindung bagi komoditi tertentu yang membutuhkan dan Penerapan Teknik Budidaya yang baik (Good Agricultural Practices-GAP).

Adapun aplikasi model teknologi mitigasi dan adaptasi pada sub sektor perkebunan dimulai pada bulan Maret 2020. Pada bulan Agustus lalu (27/08), Aplikasi model teknologi mitigasi dan adaptasi telah dilaksanakan di Kelompok Tani Langgeng Tani II, Desa Tamanayu, kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. “Pembangunan perkebunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan produktifitas dapat dipertahankan sehingga mampu mengurangi kehilangan hasil akibat dampak perubahan iklim,” ujarnya.

Kresno Suharto menambahkan bahwa, tahapan pelaksanakan kegiatan mitigasi dan dampak perubahan iklim dimulai dengan kegiatan sosialiasi kepada steakholder perkebunan. Sarana input yang telah diberikan kepada kelompok tani/masyarakat pekebunan berupa Pembangunan kandang ternak, ternak rumah kompos dan embung serta pembinaan teknis terkait budidaya kopi hingga pasca panen.

Pada kesempatan yang sama saat melakukan kunjungan kerja, Direktur perlindungan perkebunan Ardi Praptono, memberikan apreasiasi kepada kelompok tani yang telah melaksanakan kegiatan dengan baik, semakin yakin jika kelompok tani telah sigap menghadapi perubahan iklim ini maka resiko kegagalan panen bisa diantisipasi dan produktivitas tetap terjaga.

Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan memberikan bantuan kepada Kelompok Tani Langgeng Tani II, Desa Tamanayu, kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, antara lain Ternak 25 ekor, Kandang ternak, Rumah kompos, Embung, Peralatan pertanian kecil dan alat pengolah pupuk organic (APPO).

Mustofa, selaku Sekretaris dari Kelompok Tani Langgeng Tani II, Desa Tamanayu, kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, berharap dengan adanya bantuan sarana input produksi dan pembinaan teknis dari BBPPTP Surabaya, maka Kelompok tani akan bertekat lebih giat lagi dalam mengelola kebun kopinya sehingga akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat/petani. Ternak yang diberikan Ditjen Perkebunan akan dikelola dengan baik sehingga dapat menambah kas kelompok tani, selain itu kotoran kambing akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan pupuk untuk tanam kopi. Selain itu juga, Lanjut Mustofa, untuk memanfaatkan embung yang telah diberikan oleh Ditjen Perkebunan, maka akan dimanfaatkan untuk budidaya ikan sehingga nanti dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar.


Bagikan Artikel Ini  

Tingkatkan Kualitas Kakao Dengan Masker Pelindung Ala Kakao

Diposting        Oleh    ditjenbun



Sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo agar seluruh jajaran Kementerian Pertanian mendorong petani agar dapat menggenjot produktivitas komoditas pertanian termasuk perkebunan, sehingga memiliki kualitas yang bernilai tambah dan berdaya saing dipasar dunia. Karena tak dapat dipungkiri pandemik Covid-19 yang menyerang negeri ini melumpuhkan segala sektor kegiatan masyarakat. Keadaan yang terjadi seakan membatasi ruang gerak baik individu maupun kalangan organisasi demi meminimalisir rantai penyebaran virus ini.

Namun hal tersebut tak mematahkan semangat para petani, tidak terkecuali pekebun kita di lapangan yang tergabung dalam Regu Pengendalian OPT (RPO). RPO yang dibentuk dari kelompok tani atau gabungan kelompok tani tetap secara aktif dan dinamis bergerak melaksanakan kegiatan pengendalian OPT di lapangan, dengan selalu memerhatikan protokol kesehatan yang berlaku. Dalam pelaksanaan kegiatan, RPO berkoordinasi dengan Brigade Proteksi Tanaman (BPT) yang berada di UPTD Perlindungan Perkebunan di masing-masing Provinsi, dan BPT UPT Pusat dilakukan secara daring.

Sebut saja RPO Gotong Royong dari Provinsi Gorontalo yang digawangi oleh Slamet. RPO yang terbentuk 2 tahun silam ini telah mampu menghasilkan rupiah dari jasa pengendalian OPT yang diberikannya kepada warga sekitar.
“Di tengah pandemi ini, kami tetap gerak. Lha wong bukan hanya kita yang mau sehat tho, kakao ne juga kudu sehat, jadi OPT ne harus dibasmi, kalo dibiarin aja kakaonya mati kita malah jadi pusing malah jadi ga sehat kabeh,” ujar Slamet saat dihubungi via media daring oleh tim Brigade Proteksi Tanaman (BPT) Pusat bulan Agustus lalu.

Menurut Gusti, Tim Pendamping Petani Kakao, OPT yang banyak menyerang kakao di lahan sekitar yaitu hama Penggerek Buah Kakao (PBK). “Jika tidak dikendalikan, larva PBK mampu menyebabkan biji buah kakao saling lengket sehingga menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi buah menurun hingga 70%. Kita lakukan sarungisasi biar ulatnya ga bisa masuk ke buah, kita aja disuruh pake masker, kakaonya jadi nya dimaskerin juga,” katanya.

Metode sarungisasi ini dilakukan saat buah masih sangat muda, pentil berukuran kurang lebih 8 cm. Dengan berbekal peralatan sederhana yang terdiri dari karet gelang, pipa paralon, dan plastik, metode sarungisasi ini dapat mencegah imago PBK meletakkan telur pada kulit buah kakao sehingga larva tidak akan menggerek ke dalam buah. Kedua ujung plastik dilubangi agar udara dapat bertukar dan tidak lembab. Metode ini juga merupakan salah satu komponen PHT yang cenderung ramah lingkungan karena tidak menimbulkan residu kimiawi, resurgensi dan resistensi hama, serta sangat mudah dilakukan. Pemakaian plastik dapat berulang pada musim buah selanjutnya.

Usaha tidak akan mengkhianati hasil, buah kakao sebanyak lebih dari 1 ton/ha dapat dipanen dengan sukacita oleh Slamet beserta regunya. Harga kakao juga cenderung selalu bersahabat di angka Rp. 38.000,00 untuk kakao fermentasi, dan Rp. 20.000,00 untuk kakao non fermentasi. Semangat RPO Gotong Royong ini patut diapresiasi karena dengan semangat bergotong royong mampu tetap menjaga kesehatan diri dan tanaman kakaonya. Di akhir obrolan daringnya, Slamet mengatakan agar kerjasama dengan pihak pemerintah ini terus berjalan dan ditingkatkan dalam membangun kemandirian petani.


Bagikan Artikel Ini  

Kementan Dorong Pekebun Tingkatkan Kualitas Kopi

Diposting     Sabtu, 19 September 2020 05:09 pm    Oleh    ditjenbun



Kementerian Pertanian sangat concern terhadap peningkatan produksi atau ketersediaan komoditas pertanian termasuk perkebunan terutama produktivitas komoditas hingga memiliki kualitas yang bernilai tambah dan berdaya saing dipasar dunia. Sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo agar seluruh jajaran Kementerian Pertanian mendorong petani agar dapat mengembangkan atau menggenjot produksi komoditas perkebunan.

Salah satu agenda dalam Nawacita adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, dengan sub agenda peningkatan kedaulatan pangan yang salah satu sasarannya yaitu “1000 desa pertanian organik”. Adapun untuk Tanaman Pangan 600 desa, Hortikultura 250 desa, dan Perkebunan 150 desa. Pengembangan desa pertanian organik pada subsektor perkebunan akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2015 s.d tahun 2019. Dimana tahapan dalam pelaksanaannya adalah penetapan CP/CL pada tahun 2015, tahapan inisiasi berupa sosialisasi dan pengadaan input/sarana prasarana produksi pada tahun 2016, penyiapan dokumen, persiapan sertifikasi, sertifikasi produk, dan apresiasi produk organik pada tahun 2017 s.d 2019.

Berdasarkan informasi dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya diketahui bahwa BBPPTP Surabaya memiliki 7 kelompok tani binaan di kabupaten Lumajang yaitu 2 kelompok tani Desa organik dan 5 kelompok tani Kawasan organik dan siaga OPT dengan luas total seluruhnya mencapai 160 Ha dan merupakan areal terluas di indonesia untuk pertanian Organik, serta 1 Kelompok Tani pada Kegiatan Regu Pengendali OPT yang berada di Kecamatan Senduro. Dari 7 poktan hanya 2 poktan yang memiliki produk bubuk, Greenbeen, Roasbeen. Sebagian besar lahan kopi Desa Organik dan Kawasan Organik berada di wilayah perhutani, sehingga menyebabkan beberapa kendala dalam proses sertifikasi serta pengembangannya.

Untuk meningkatkan kualitas kopi maka Kementerian Pertanian melalui BBPPTP Surabaya melaksanakan Bimtek Pasca panen kopi pada tanggal 8-9 September 2020, di Kelompok tani Tani Makmur Jaya Desa Pasrujambe, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang. Pertemuan diawali dengan penyampaian teori pasca panen kopi, kemudian dilakukan praktek.

Pada kesempatan yang berbeda, Kresno Suharto Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya mengatakan, agar petugas balai baik PBT maupun POPT memberikan layanan kepada kelompok tani / masyarakat Perkebunan secara maksimal, mulai dari hulu hingga hilirnya. Jika petani menguasai hulu hilir maka insya Allah mereka akan sejahtera. ”Diharapkan petani dapat menerapkan praktek pasca panen kopi sehingga rasa kopi akan meningkat dan nilai jualnya akan lebih tinggi,” katanya.

Materi yang diberikan untuk pasca panen dan proses pengolahan kopi antara lain :
Kualitas kopi ditentukan oleh 60% budidaya, 30 % pasca panen dan pengolahan dan 10 % barista/penyeduh

Cacat Mutu Biji Kopi Indonesia
1. 13,48 % Berlubang (Hama Bubuk Buah)
2. 36,94 % Hitam ( Petik Muda)
3. 7,85 % Pecah (Huller Kurang Tepat)
4. 37,70 % Warna Coklat, Berkulit Ari, Bertutul-tutul (Fermentasi Dan Huller Kurang
5. Tepat)
6. 3,83 % Berbatu, Bergelondong, Campur kerikil-Tanah (Sortasi Longgar
7. Faktor yang mempengaruhi kualitas kopi

VARIETAS/KLON
Varietas tertentu dapat menghasilkan mutu fisik dan citarasa baik, akan tetapi ada juga sebaliknya

TINGGI TEMPAT PENANAMAN
Makin tinggi tempat penanaman mutu citarasanya akan semakin baik

KEJAGURAN TANAMAN
Tanaman yang pertumbuhannya kurang sehat akan menghasilkan mutu fisik dan citarasa yang kurang baik.

PENGGUNAAN PENAUNG
Tanaman kopi yang dinaungi cukup citarasanya lebih baik dibanding dengan yang tanpa dinaungi

TINGKAT SERANGAN OPT
Serangan hama dan penyakit dapat menurunkan mutu fisik maupun citarasa kopi biji

MUTU PETIK BUAH
Buah yang dipetik pada saat masak optimal mutu fisik dan citarasa lebih baik dibanding dengan buah yang dipetik racut

PROSES PASCA PANEN
Pengolahan basah akan menghasilkan mutu lebih baik dibanding olah kering. Penyimpanan buah kopi yang kurang baik dapat menimbulkan cacat rasa

Pengolahan Kopi
1. Olah Kering: Natural, Wine
2. Olah basah: Semiwash, Fullwash, Honey

Menurut Waris, Ketua Kelompok Tani Tani Makmur Jaya, Desa Pasrujambe, Kec. Pasrujambe Lumajang, Pekebun antusias dan semangat untuk belajar proses pasca panen kopi, karena dengan mengolah kopi secara benar tentunya akan menambah pendapatan. “Harapan kami agar selalu dibina, didampingi, dicarikan info pasar dan berharap juga alat pasca panen kopi. Karena ada beberapa kelompok tani yang dilatih belum memiliki alat pasca Panen,” ujarnya.


Bagikan Artikel Ini  

Virtual Meeting International Coffee Day tahun 2020, menjadi Sarana Peningkatan Akses Pasar Kopi Indonesia

Diposting     Rabu, 16 September 2020 03:09 pm    Oleh    ditjenbun



Virtual International Coffee Days merupakan acara tahunan sebagai perayaan global untuk berbagi kecintaan terhadap kopi dan juga mendukung jutaan petani kopi. Kali ini Bengkulu menjadi tuan rumah pada salah satu acara terbesar tahun ini berdasar pada Surat Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 287/IA/VIII/2019 pada tanggal 21 Agustus 2019 yang kemudian ditindaklanjuti pemerintah Provinsi Bengkulu dengan SK Gubernur No. R-307 Tahun 2020. Event ini diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu dengan menggandeng pelaksana event yakni the Bencoolen Coffee dan PT. Cybers Global Indonesia dan didukung oleh Kopi Blockchain. Virtual International Coffee Days mengusung misi untuk mempertemukan stakeholder kopi dari petani sampai dengan customer juga mempertemukan antara seller dan buyer kopi demi menuju visi Indonesia sebagai surga kopi dunia.

Seperti yang telah diketahui, Indonesia menduduki peringkat ke-4 sebagai penghasil kopi setelah Vietnam. Virtual International Coffee bekerja sama dengan berbagai kementerian di Indonesia demi mewujudkan misi event. Salah satunya dengan Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian mendukung penuh event ini dengan cara menyajikan berbagai informasi bagi petani kopi, juga ikut serta mempromosikan hasil kopi dari petani lokal.

Tanggal 1 – 4 Oktober 2020 dipilih sebagai waktu pelaksanaan event Virtual International Coffee. Pada acara hari pertama & kedua diperuntukkan bagi penjual kopi & pembeli baik dari lokal maupun internasional (Eksporter, Distributor, Horeka, Manufaktur) juga orang-orang yang serius tertarik untuk memulai industri kopi Indonesia. Hal yang spesial dari event ini adalah adanya virtual multistage trading yang informatif dan menyenangkan. Buyers dari berbagai negara akan hadir dan melakukan transaksi dari beberapa sellers pilihan. Seluruh jenis kopi dari berbagai wilayah di Indonesia akan dipromosikan pada sesi virtual trading.

Pada hari ketiga & keempat kami mengundang publik untuk menjelajahi seluruh ekosistem kopi, rantai global roastery hub, wisata kopi, dan akademi kopi Indonesia. Tak hanya itu, Virtual International Coffee juga akan menyajikan virtual showcase roasted bean dan berbagai jenis olahan produk kopi. Event ini dibuka untuk umum tanpa dipungut biaya bagi audience. Untuk pendaftaran dan informasi lebih lanjut dapat mengunjungi website event icd2020.cybers.id juga kunjungi linimasa Virtual International Coffee:

 


Bagikan Artikel Ini  

Antisipasi Perubahan Iklim Terhadap Produktivitas Kakao

Diposting        Oleh    ditjenbun



AMBON – Perubahan iklim memiliki dampak yang signifikan bagi keberlangsungan komoditas pertanian termasuk perkebunan. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo terus berupaya mendorong dan memacu jajarannya, untuk lebih sigap dalam upaya melakukan antisipasi perlindungan tanaman pada sektor pertanian maupun perkebunan sehingga ketersediaan komoditas tetap aman terjaga, dan dapat meningkatkan produktivitas serta pengembangan komoditasnya maupun usaha pertanian. Karena tak dapat dipungkiri banyak tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi, salah satunya disebabkan oleh serangan OPT.

Pada musim hujan sering terjadi peningkatan serangan penyakit tanaman hingga banjir yang dapat merusak areal perkebunan. Hal ini merupakan salah satu momok bagi petani kakao di 10 (sepuluh) provinsi yaitu Sulut, Sultra, Sulsel, Sulteng, Sulbar, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, wilayah kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon di bagian timur Indonesia, yang merupakan UPT Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan).

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tahun 2019, jumlah curah hujan rata-rata di 10 provinsi tersebut mencapai 1.870,63 mm yang termasuk dalam kategori curah hujan sangat tinggi (> 500 mm), sedangkan kelembapan rata-rata dan suhu rata-rata mencapai 82,05% dan 27,200C. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat rentan terhadap perubahan iklim khususnya curah hujan dan kelembapan. Pertumbuhan dan penyebaran jamur akan semakin cepat saat berada di lingkungan dengan curah hujan dan kelembapan tinggi.

Beberapa jenis OPT seperti busuk buah, kanker batang seringkali meningkat serangannya di musim hujan. Busuk buah kakao dan kanker batang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora, sedangkan VSD (Vascular Streak Dieback) disebabkan oleh jamur Ceratobasidium theobromae (Syn. Oncobasidium theobromae.) lebih mudah tersebar di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang tersebar merata sepanjang tahun daripada di daerah beriklim kering.

Dilain pihak serangan hama pada tanaman kakao cenderung meningkat saat memasuki musim kemarau, hal ini tentu sangat berbeda dengan pola serangan penyakit. Serangan hama yang pada tanaman kakao yang sering ditemui adalah penggerek buah kakao/ PBK (Conopomorpha cramerella) dan penghisap buah kakao (Helopeltis sp.).

Sebaran Serangan OPT Kakao

Data serangan OPT tanaman kakao dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 (kurun waktu 5 tahun) pada 10 Provinsi wilayah kerja BBPPTP Ambon digunakan untuk menentukan daerah endemis. Endemis memiliki pengertian keberadaan suatu hama dan penyakit yang terus menerus terjadi di suatu tempat, sedangkan sporadis adalah kejadian serangan hama dan penyakit yang relatif berlangsung singkat tetapi menyebar dengan cepat dan meluas. Data tertinggi maksimal dibagi menjadi tiga kelas serangan, yaitu 0 = Aman, 1 = Potensial, 2 = Sporadis, dan 3 = Endemis. Sejauh ini sudah ada tiga data sebaran serangan OPT Kakao yang sudah dibuat yakni serangan Penghisap Buah Kakao (Helopeltis sp.), VSD (Ceratobasidium theobromae) dan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella).

Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat merupakan sentra komoditi kakao, tetapi juga menjadi tiga daerah dengan serangan endemis OPT utama kakao terbanyak sepanjang tahun 2019. Menurut data iklim yang disajikan oleh BMKG, ketiga provinsi daerah endemis tersebut memiliki angka rata-rata suhu, kelembapan, penyinaran matahari dan curah hujan yang hampir sama, sehingga patut diduga bahwa iklim menjadi salah satu faktor peningkatan intensitas serangan OPT pada wilayah tersebut. Disamping itu, penyebaran juga dipengaruhi oleh faktor yang lain seperti populasi inang dan distribusi/ migrasi vektor atau agens pembawa.

Antisipasi perubahan iklim

Menurut informasi Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon, Azwin Amir, bahwa Melihat potensi serangan OPT dan cuaca ekstrem yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu dan berdampak pada areal perkebunan kakao, terdapat enam strategi yang dapat dilakukan petani kakao dalam menghadapi perubahan iklim.

Adapun enam strategi yang dapat dilakukan petani kakao dalam menghadapi perubahan iklim, antara lain :

a. Sanitasi dan rehab kebun meliputi sambung samping untuk tanaman kakao yang produktivitasnya sudah menurun atau tidak termasuk klon unggul, pemangkasan serta pemanenan buah matang/ panen sering dan pemetikan buah busuk.
b. Irigasi dan bak penampung, khusus pembuatan bak penampung dilakukan apabila tidak ada tempat pembuangan akhir saluran irigasi (sungai).
c. Rorak dan istana cacing, keduanya merupakan galian yang dibuat di sebelah pokok tanaman untuk menempatkan bahan organik dan dapat berfungsi sebagai lubang drainase. Rorak dimanfaatkan untuk mengumpulkan bahan organik yang apabila sudah cukup waktunya akan dimanfaatkan sebagai kompos, digali lalu ditaburkan ke piringan tanaman. Bedanya dengan rorak, istana cacing tidak diperlu digali untuk diambil komposnya dan ditaburkan ke permukaan, kompos tetap di bawah permukaan tanah dan dimanfatkan secara alami oleh akar tanaman.
d. Penanaman tanaman sela, dimana pemilihan dan pengkombinasian tanaman sela berhubungan erat dengan karakteristik tanah, periode tanam kakao (umur tanaman), jarak tanam kakao, peluang pasar dan pilihan pangan petani. Penanaman tanaman sela berguna sebagai nilai tambah bagi ekonomi dan menarik petani untuk bersemangat merawat kebunnya.
e. Pemupukan organik yang mengandung agens pengendali hayati (APH), dimana manfaat penggunaan agens pengendali hayati yakni sebagai penyuplai unsur hara dan menekan populasi organisme pengganggu tumbuhan.
f. Perangkap sederhana dan ramah lingkungan, dimana pembuatan perangkap sejatinya dilakukan di penghujung musim hujan untuk persiapan menghadapi awal musim kemarau, mengingat serangan hama biasanya menurun sepanjang musim penghujan.

“Penerapan enam strategi di atas diharapkan membuat tanaman kakao mampu bertahan hidup dalam menghadapi musim penghujan maupun kondisi ekstrem, menekan populasi OPT dan meningkatkan produktivitas,” ujar Azwin.


Bagikan Artikel Ini  

Solusi Layanan Perlindungan Perkebunan di Masa New Normal

Diposting     Sabtu, 12 September 2020 06:09 am    Oleh    ditjenbun



Pontianak – Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan kondisi new normal pada kehidupan masyarakat di berbagai wilayah Indonesia, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo selain meminta jajarannya untuk sigap menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan serta peningkatan produksi maupun produktivitas komoditas pertanian termasuk perkebunan, juga mengharapkan agar pekebun maupun generasi muda semangat berinovasi dan mampu terbiasa dengan teknologi atau sistem digital online dalam melakukan aktivitas khususnya di bidang pertanian.

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak, yang merupakan UPT Direktorat Jenderal Perkebunan tetap melaksanakan program – program pembangunan pertanian khususnya di bidang proteksi tanaman perkebunan. Sesuai dengan tugas pokok BPTP Pontianak antara lain melaksanakan analisis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan, BPTP Pontianak memberikan pendampingan dengan menumbuhkan kesadaran pekebun tentang arti pentingnya pengamatan dan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) perkebunan di kebun pekebun dengan meningkatkan pemahaman pekebun tentang jenis OPT, cara pencegahan serangan OPT dan pengendalian yang harus dilakukan.

Menurut Kepala Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak, Sajarwadi, bahwa pada masa new normal ini, BPTP Pontianak tetap berupaya memberikan respon terhadap pekebun yang terdampak Covid-19 dengan melakukan pendampingan terhadap kelompok tani terutama yang berada di daerah pedesaan. “BPTP Pontianak, ingin memastikan aktivitas pertanian berjalan lancar dan aman terutama dari gangguan serangan OPT sehingga bisa diperoleh hasil produksi yang maksimal. Tentunya kegiatan pendampingan dilaksanakan dengan menggunakan metode kekinian yang dapat menjangkau masyarakat tapi tetap mengikuti protokoler yang ada, salah satunya melalui Kegiatan Sosialisasi Klinik dan Layanan Perlindungan Perkebunan serta layanan mobile klinik BPTP Pontianak,” ujar Sajarwadi.

Pada kegiatan tersebut, Lanjut Sajarwadi, dikenalkan tentang Layanan publik dan diseminasi pengembangan proteksi tanaman perkebunan yang dilaksanakan oleh BPTP Pontianak. “Sesuai anjuran pemerintah untuk menerapkan Phsycal distancing, telah mendorong BPTP Pontianak untuk berinovasi memanfaatkan teknologi informasi yang sederhana, tersedia dan mudah diakses oleh masyarakat pedesaan seperti memanfaatkan smartphone dan media sosial sebagai media alternative,” katanya.

Sajarwadi menambahkan, bahwa pekebun dan stake holder terkait dapat berkonsultasi tentang permasalahan OPT yang dihadapi di kebunnya melalui telpon, sms, media sosial atau melalui aplikasi yang dikembangkan oleh BPTP Pontianak. “Aplikasi yang dikembangkan oleh BPTP Pontianak untuk mendukung dan mempermudah akses konsultasi, pelaporan permasalahan dan serangan OPT perkebunan yaitu Aplikasi Palabun, dKakao dan Ladabun. Aplikasi Palabun dan dKakao merupakan aplikasi berbasis android yang tersedia di Playstrore, sedangkan aplikasi Ladabun merupakan aplikasi yang berbasis web,” katanya.

Dengan adanya aplikasi tersebut, Sajarwadi berharap, hubungan interaksi antara BPTP Pontianak dengan petani dan stake holder terkait permasalahan OPT tidak terputus akibat adanya wabah Covid-19 sekaligus BPTP Pontianak dapat memonitor serangan OPT di wilayah binaan. Menurut Kepala BPTP Pontianak, Pada tahun 2020 kegiatan Sosialisasi Klinik dan Layanan Perlindungan Tanaman Perkebunan telah selesai dilaksanakan pada bulan Juli di empat lokasi yaitu Desa Kayu Ara Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak, Kelurahan Sedau Kecamatan Singkawang Selatan Kota Singkawang, Desa Seranggam Kecamatan Selakau Timur Kabupaten Sambas, dan Desa Tempapan Kecamatan Lembah Bawang Kabupaten Bengkayang. “Kegiatan ini mendapat apresiasi yang positif, dari tokoh masyarakat setempat, dinas terkait, petugas UPPT, serta anggota kelompok tani, karena menjadi wahana interaksi antara BPTP Pontianak dengan masyarakat umum maupun pekebun, sekaligus menyampaikan capaian yang dihasilkan oleh BPTP Pontianak dalam bidang pengembangan teknologi perlindungan tanaman perkebunan,” kata Sajarwadi.

Sajarwadi menuturkan bahwa, Pada kegiatan ditekankan pengenalan OPT perkebunan beserta cara pengendaliannya dan pendampingan praktek pembuatan Oleokimia Plus berbahan dasar minyak kelapa sawit dan Metabolit Sekunder dari jenis cendawan dan bakteri oleh petugas BPTP Pontianak. Pendampingan dimaksudkan memberikan motivasi kepada pekebun untuk tetap melaksanakan aktivitas berkebunnya ditengah wabah yang terjadi saat ini. “Proses pendampingan pekebun tetap berlangsung dengan penyesuaian kondisi sesuai prosedur pencegahan Covid-19. Protokol kesehatan yang diterapkan di lapangan untuk mencegah penyebaran Covid-19 adalah melakukan pengukuran suhu tubuh dengan Thermo Gun, penyemprotan hand sanitizier sebelum melakukan kegiatan, menggunakan masker, menjaga jarak dan menjaga kesehatan,” tambahnya.


Bagikan Artikel Ini  

Tercapainya Kesepakatan Kerjasama Kemitraan Usaha dan Pemasaran Produk Kelapa, Aren dan Sereh Wangi di Sumatera Selatan

Diposting     Jumat, 04 September 2020 11:09 am    Oleh    ditjenbun



Pada tanggal 3-4 September 2020, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan dan Direktorat Pengolahan & Pemasaran Hasil Perkebunan menyelenggarakan pertemuan Sosialisasi Hasil Sidang Internasional dan Capacity Building Pelaku Ekspor Komoditas Perkebunan di Hotel The Zuri Palembang. Kepala Dinas Perkebunan Prov. Sumatera Selatan, H. Fakhrurrozi Rais dalam pembukaan pertemuan menyatakan bahwa pertemuan ini menjadi semangat baru untuk menggali kembali bahkan memperkuat potensi-potensi komoditas perkebunan yang ada di Sumatera Selatan. Selain Karet dengan luasan terbesar di Indonesia, ada sawit, kopi, kelapa dan lada yang merupakan komoditas unggulan di Sumatera Selatan. Beberapa tahun terakhir, petani rakyat mulai mengembangkan produk aren dan sereh wangi sebagai bahan pangan (gula aren) dan industry minyak atsiri (sereh wangi). Kami mengharapkan Ditjen. Perkebunan mulai memperhatikan produk unggulan spesifik daerah ini, karena potensi yang sangat besar untuk ekspor. Melalui MoU ini kami juga mengharapkan terjalin kemitraan yang baik dan tentu nya berkelanjutan untuk mengangkat ekonomi petani didaerah sentra.

Selanjutnya dalam pemaparan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan menyampaikan rasa bangganya terhadap antusias petani dan pelaku usaha yang datang pada pertemuan ini melalui kesepakatan kerjasama yang akan ditandatangani. Ditjen. Perkebunan berharap melalui MoU ini akan membuka semakin luas arah pengembangan dan akses pasar produk perkebunan di Prov. Sumatera Selatan. Kami juga berharap Dinas Perkebunan Prov. Sumatera Selatan tidak berhenti sampai disini, terus melakukan pengawalan dan melakukan pembinaan kepada petani terkait aspek-aspek kualitas dan kontinuitas produk yang dipasarkan. Kami juga akan terus memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani dalam hal bimbingan teknis, alat pascapanen dan pengolahan juga pemasaran nya.

Ditambahkan oleh Direktur PPH Perkebunan, pada sidang-sidang Internasional perlu kita melihat peluang-peluang yang bisa diterapkan dari kebijakan yang dihasilkan dalam forum-forum Internasional seperti ICO untuk kopi, ICCO untuk kakao, IPC untuk lada, ICC untuk kelapa, ITRC dan ANRPC untuk karet, CPOPC pada kelapa sawit dan secara regional dalam tataran Asean (ANFPWG Pepper, Coffee, Teh, Cocoa, Coconut dan lainnya) terutama terkait kebijakan dinamika harga, peningkatan produktivitas, rantai pasok, konsumsi, distribusi, standarisasi kualitas, akses pasar dan promosi.

Sebagaimana data BPS diolah Ditjen. Perkebunan hingga Triwulan 2 tahun 2020, nilai ekspor komoditas perkebunan meningkat 7% atau senilai USD 12,27 juta jika dibandingkan periode yang sama tahun 2019 walaupun tidak diimbangi peningkatan volume ekspor sebagai dampak pandemic covid-19. Komoditas yang memiliki kinerja positif semama triwulan ke-2 tahun 2020 ini adalah jambu mete, teh, pala, kayu manis, vanili, cengkeh, kakao dan kelapa dengan pertumbuhan mencapai 4-69% dibandingkan triwulan ke 2 tahun 2019. India, China, Belanda, Pakistan dan Amerika Serikat masih menjadi tujuan ekspor utama komoditas perkebunan selama TW ke-2 tahun 2020 dengan total volume mencapai 7,5 juta ton atau senilai USD 5,2 juta.

Pada pertemuan ini juga dipaparkan mengenai Kinerja Ekspor Produk Perkebunan, peluang dan tantangan oleh Kepala Sub Direktorat Pemasaran Hasil yang menjelaskan bahwa perdagangan dunia semakin kompleks dan kompetitif, terdapat berbagai macam hambatan baik tarif dan non tarif. Diharapkan komoditas perkebunan Indonesia dapat memenangkan persaingan pasar ini, tentunya dengan mengedepankan kualitas, kontinuitas dan diplomasi pada forum-forum bilateral, regional dan multilateral. Selain itu dipaparkan oleh Dekan Fakultas Pertanian Univesitas Sriwijaya mengenai peran akademisi dalam peningkatan kualitas produk untuk ekspor melalui penelitian bidang perkebunan serta oleh Balai Karantina Pertanian kelas 1 Palembang yang menyampaikan mengenai peran karantina dalam akselerasi ekspor komoditas perkebunan.

Di akhir pertemuan ditandatangani 4 dokumen Kesepakatan Kerjasama Kemitraan Usaha dan Pemasaran Produk Perkebunan yaitu 1) UMKM Gasing Maju Bersama dengan Gapoktan Tirta Mandiri untuk produk kelapa dari Kabupaten Banyuasin; 2) UMKM Kelapa Rumbuh dengan Kelompok Tani Mustopa untuk produk kelapa dari Kabupaten Banyuasin; 3) CV. Rerira Global dengan Pemasok Munawarman untuk produk gula aren dan sereh wangi dari Kabupaten OKU Selatan; dan 4) CV. Rerira Global dengan Kelompok Tani Sereh Serumpun untuk produk gula aren dan sereh wangi dari Kabupaten OKU Selatan.


Bagikan Artikel Ini