KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Konsistensi Ekspor Kopi Arabika Sumatera Koerintji Menembus Pasar Eropa

Diposting     Selasa, 28 Juli 2020 08:07 am    Oleh    ditjenbun



Sekali lagi, kopi arabika yang berasal dari Kabupaten Kerinci, Jambi ini di ekspor tanggal 28 Juli 2020 ke pasar Eropa, tepatnya negara Belgia. Acara pelepasan Ekspor kali ini sudah barang tentu teramat spesial karena dilakukan secara resmi oleh Gubernur Jambi dan Bupati Kerinci bersama dengan Direktur Jenderal Perkebunan, Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Pengolahan & Pemasaran Hasil Perkebunan dan perwakilan dari Sucafina (Buyer Kopi di Belgia) dan Rikolto, LSM asal Belgia yang melakukan pembinaan dan pendampingan kepada petani kopi di Kabupaten Kerinci.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal dalam keterangan resminya di Kantor Dinas Perkebunan Provinsi Jambi bahwa Ekspor kali ini merupakan ekspor perdana langsung menuju Belgia melalui Pelabuhan Talang Duku Jambi, sebelumnya Ekspor perdana dilakukan melalui Pelabuhan Belawan Medan pada bulan Oktober 2019 dan secara simbolis dilakukan pelepasan ekspor di Desa Jernih Jaya, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci.

Lebih lanjut dikatakan Rikolto telah melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para petani kopi di Kerinci, yang tergabung dalam Kelompok Tani Koperasi Barokah Bersama di Kayu Aro selama 3 tahun sejak tahun 2017. Rikolto melakukan pendampingan kepada petani dalam pemrosesan kopi sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan oleh buyer (pembeli) di Belgia dan pasar Uni Eropa, salah satunya Sucafina, dan ekspor ini merupakan hasil dari bentuk komitmen Bersama antara Pemerintah Provinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten Kerinci, Kementerian Pertanian, Kelompok Tani kopi Kerinci dan Pelaku usaha (Sucafina dan Rikolto) dalam pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Kerinci untuk perluasan pasar Eropa.

Ketua Poktan Koperasi Barokah Bersama, Triyono yang juga berprofesi sebagai Barista mengatakan bahwa Ekspor Kopi Arabika Koerintji kali ini volumenya sekitar 15,9 ton yang terdiri atas grade perlakuan Natural, Washed, Honey, Anaerobic Natural dan Anaerobic Honey. Ekspor kali ini meningkat jika dibandingkan ekspor perdana di tahun 2019 lalu sebesar 15,6 ton. Saat ini pihaknya juga telah mempersiapkan green bean kopi untuk di permintaan ekspor pada bulan Agustus 2020. Lebih lanjut dikatakan Triyono bahwa buyer Sucafina sanggup untuk menyerap kopi kerinci hingga 40 ton pertahun, dan saat ini sedang menjajaki potensi ekspor kopi robusta Jangkat di Kabupaten Merangin, Jambi.

Direktur Jenderal Perkebunan ditempat terpisah menyatakan sangat mengapresiasi langkah-langkah yang ditunjukkan oleh Pemerintah Provinsi Jambi dan Kabupaten Kerinci dalam mendukung akselerasi peningkatan ekspor komoditas perkebunan, salah satunya Kopi yang menjadi prioritas komoditas ekspor. Melalui strategi peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida), Ditjen. Perkebunan mengharapkan target ekspor komoditas perkebunan seperti kopi bisa tercapai yaitu meningkat 3x lipat hingga tahun 2024 sebagimana main policy Kementerian Pertanian pada program Gratieks. Saat ini kondisi eksisting nilai ekspor kopi tahun 2019 sebesar USD 883 juta dan ditargetkan mencapai USD 2,6 milyar hingga tahun 2024.

Ditambahkan juga bahwa data ekpor komoditas kopi ditengah kondisi pandemic covid19 ini cukup menggembirakan. Data BPS diolah Ditjen. Perkebunan menyatakan nilai ekspor kopi meningkat 5,05% (yoy) jika dibandingkan nilai ekspor januari hingga mei 2019 dengan januari hingga mei 2020 atau dari USD 296,96 juta menjadi USD 311,95 juta. Demikian juga dengan volume ekspor meningkat 31,15%, dari 96,57 ribu ton menjadi 127 ribu ton hingga bulan Mei 2020. Kondisi ini jangan menjadikan kita berpuas diri, Ditjen. Perkebunan terus mendorong petani untuk terus memperbaiki kualitas produk sesuai permintaan pasar. Yang terpenting juga adalah menjaga konsistensi kualitas, selain itu diperlukan penekanan pada prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan dalam penanaman sampai panen kopi, dan pascapanen.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi menambahkan bahwa potensi-potensi komoditas ekspor provinsi Jambi perlu terus dikembangkan, selain kopi juga ada komoditas kayu manis yang banyak dibutuhkan negara buyer terutama Eropa. Secara kekhasan, kopi dan kayu manis Kerinci sudah diakui melalui sertifikasi Indikasi Geografis (IG) di tahun 2017 dan 2016 lalu. Tantangan pengembangan kopi kedepan tidak hanya persoalan produksi, produktivitas dan mutu tetapi bagaimana bisa menciptakan produk bernilai tambah dan mengefisienkan rantai supply chain. Ekspor kali ini akan menjadi tonggak atau pioneer tentang efisiensi rantai produksi dan pemasaran dari produsen atau kelompok tani, langsung kepada buyer/ pembeli. Kedepan, ekspor juga perlu diperhatikan penerapan kepatuhan negara-negara buyer/konsumen/ pembeli atas aspek-aspek environment GAP, tracesibility atau ketelusuran, standar organic product dan penerapan standar lainnya.


Bagikan Artikel Ini  

Kinerja Positif Ekspor Lada, Pala Dan Cengkeh Indonesia Ke Uni Eropa Di Masa Pandemik

Diposting     Sabtu, 25 Juli 2020 05:07 am    Oleh    ditjenbun



Uni Eropa merupakan salah satu Kawasan yang menjadi mitra perdagangan penting bagi ekspor Indonesia, tercatat beberapa negara di Kawasan ini seperti Belanda, Spanyol, Italia, Jerman dan Belgia berkontribusi sebagai penyumbang terbesar ekspor komoditas perkebunan Indonesia ke Kawasan Uni Eropa. Walaupun ditengah pandemic, ekspor komoditas perkebunan terutama rempah ke Uni Eropa cukup berkontribusi menyumbang devisa negara.
Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono, mengatakan dalam keterangan tertulisnya (8/7/20) bahwa komoditas perkebunan yang paling mendominasi ekspor ke Kawasan Uni Eropa adalah Paling besar Kelapa Sawit, diikuti komoditas kakao, kelapa, kopi, rempah (lada, pala, cengkeh, kayumanis) dan karet. Ekspor komoditas perkebunan terutama rempah, memiliki potensi untuk ditingkatkan seiring dengan pendekatan pemerintah dalam perundingan Indonesia-EU CEPA.

Kasdi Subagyono menambahkan, kinerja ekspor rempah Indonesia seperti lada, pala dan cengkeh ke Uni Eropa menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini terlihat dari data BPS diolah Ditjen. Perkebunan selama periode januari hingga April tahun 2019 dibandingkan tahun 2020 secara rata-rata menunjukkan kinerja positif. Untuk ekspor Lada meningkat 28% dari sisi volume dan 12% dari sisi Nilai ekspor, Ekspor pala meningkat 16% dari sisi nilai ekspor dan ekspor cengkeh meningkat 26% dari sisi volume ekspor. Dalam keterangan penutupnya, Dirjen. Perkebunan mengatakan Ditjen. Perkebunan terus mendorong akselerasi peningkatan ekspor komoditas perkebunan seperti yang ditargetkan Menteri Pertanian untuk peningkatan ekspor 3 kali lipat (Gratieks) hingga tahun 2024 melalui berbagai kebijakan dalam peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing.

Ditempat terpisah, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi menambahkan bahwa peningkatan akses pasar komoditas perkebunan terutama rempah ke Uni Eropa cukup terbuka lebar ditengah peningkatan skala perundingan IEU-CEPA. Kesepakatan-kesepakatan yang akan dijalankan dalam perundingan tersebut adalah terkait akses pasar perdagangan barang dan jasa, kepabeanan dan fasilitasi perdagangan, serta regulasi teknis di bidang sanitari dan fitosanitasi (SPS). Selain itu, dibahas pula regulasi teknis di bidang hambatan teknis perdagangan (Technical Barriers to Trade/TBT), pengadaan pemerintah, Hak Kekayaan Intelektual dan semacamnya, persaingan usaha, transparansi kebijakan, penyelesaian sengketa, serta perdagangan dan pembangunan yang berkelanjutan.


Bagikan Artikel Ini  

Kementan Siapkan Subang Kembangkan Serai Wangi

Diposting     Jumat, 17 Juli 2020 02:07 pm    Oleh    ditjenbun



Jakarta – Ditengah pandemik covid-19, tak menyurutkan tingginya permintaan minyak serai wangi baik di dalam maupun di luar negeri. Hal tersebut mendorong Kementerian Pertanian melakukan pengembangan serai wangi di beberapa wilayah di Indonesia. Menurut Menteri Pertanian, pertanian harus digenjot untuk menghadapi tantangan yang ada di depan mata, salah satunya yaitu dampak covid-19 berkaitan dengan ekonomi, distribusi, pasar dan lainnya. Solusinya ada di pertanian. Tidak ada yang rugi di pertanian, ada tanah yang bisa ditanami. Hal tersebut disampaikan Mentan saat kunjungan kerja ke Subang pada bulan Juni lalu.

Pada kesempatan yang berbeda, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono menerangkan bahwa, komoditas serai wangi tak hanya mempunyai banyak manfaat tapi juga peluang usaha yang menjanjikan. Saat melakukan peninjauan kesiapan lokasi pengembangan serai wangi di Kabupaten Subang pada bulan Juni 2020 lalu, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Hendratmojo Bagus Hudoro mengatakan Kabupaten Subang ditetapkan menjadi salah satu lokasi potensial karena didukung agroklimat yang sesuai bagi pengembangan serai wangi.

Menurutnya, Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan berencana untuk mengalokasikan anggaran yang cukup bagi kebutuhan pengembangan serai wangi di Kabupaten Subang. Pada pertemuan tersebut juga disepakati penyusunan Grand Design pengembangan komoditas serai wangi di Kabupaten Subang yang akan disusun dengan melibatkan Ditjen Perkebunan, Dinas Provinsi Jabar dan Kabupaten terkait. “Perancangan Grand Design sangat penting bagi pengembangan komoditas pertanian khususnya komoditas serai wangi agar dapat berkembang secara lebih terarah dan terencana ke depannya sehingga kebutuhan terhadap komoditas serai wangi di dalam dan di luar negeri dapat tercukupi,” katanya.

Bupati Kabupaten Subang menyambut baik rencana Ditjen Perkebunan mengembangkan serai wangi di Kabupaten Subang. “Sebagai langkah awal kami berharap agar Kabupaten Subang dapat menjadi Pilot Project bagi pengembangan serai wangi,” kata H. Ruhimat Bupati Kabupaten Subang (13/06). Menurut Bupati Kabupaten Subang, luas lahan potensial yang dapat dioptimalkan bagi pengembangan serai wangi di Kabupaten Subang yaitu mencapai 9500 Ha yang terdiri dari 2000 Ha eks PTPN, 1500 Ha eks RNI, dan 6000 Ha lahan milik perhutani.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, pengembangan serai wangi di Kabupaten Subang pada tahun 2020 tercatat seluas 190 ha dengan total produksi mencapai 795 ton dan tingkat rata – rata produktivitas 4.18 ton / ha. “Pengembangan serai wangi tersebut tersebar di Kecamatan Serang Panjang, Kecamatan Jalan Cagak dan Kecamatan Cijambe. Pengembangan serai wangi di Kabupaten Subang cukup menjanjikan”, demikian diungkapkan Asep yang merupakan ketua Gapoktan Agro Atsiri Rekatama.

Menurut Asep, selama ini petani mampu menghasilkan 30 – 40 juta / ha / tahun dari penjualan daun basah terlebih apabila petani melakukan proses penyulingan sehingga mampu meningkatkan pendapatan 2 – 3 x lipat. Hal tersebut dapat dicapai dengan asumsi harga jual daun Rp 500/Kg, hasil daun basah sebesar 2 kg/Rumpun, jumlah populasi 10.000 Rumpun/Ha, dan pemanenan dilakukan sebanyak 3 kali pada tahun pertama, dan 4 kali pada tahun kedua dan seterusnya sehingga menghasilkan produksi daun sebanyak 60- 80 Ton per Ha/Tahun. “Tidak hanya itu, untuk meningkatkan nilai tambah serai wangi, beberapa petani di Kabupaten Subang juga berupaya menghasilkan produk olahan siap pakai yang berasal dari minyak serai wangi, seperti aroma terapi, sabun, karbol, penghemat bahan bakar, dan berbagai macam jenis produk siap pakai lainnya,” katanya.

Asep menambahkan, Selain serai wangi, petani juga mengolah minyak atsiri dari cengkeh, pala, dan kayu Manis. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap program pemerintah hilirisasi produk dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan daya saing.


Bagikan Artikel Ini  

Sertifikasi Virtual, Cara Baru Melayani Negeri

Diposting     Senin, 13 Juli 2020 02:07 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Ditengah pandemik Covid-19, kebutuhan masyarakat terhadap benih perkebunan bersertifikat tidak berkurang. Benih memiliki peran penting dan strategis dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan. Penyediaan benih unggulan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ekspor komoditas perkebunan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Guna mendukung ketersediaan perbenihan dalam negeri, tahun 2020 ini sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan sebagai instansi pemerintah, yang merupakan UPT Direktorat Jenderal Perkebunan memiliki tugas dan fungsi pengawasan dan sertifikasi benih tanaman perkebunan ikut berperan besar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di sektor pengawasan dan sertifikasi benih.

Menyikapi hal tersebut Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Sigit Wahyudi mengatakan, Ditengah Pandemik Covid-19, kegiatan sertifikasi tetap di laksanakan, tentunya dengan menggunakan metode kekinian yang bisa menjangkau masyarakat tapi tetap mengikuti protokoler yang ada. “Dalam kondisi pandemik ini petani tetap beraktifitas di kebun. Ini terlihat dengan tidak berkurangnya permohonan sertifikasi tanaman perkebunan khususnya benih kelapa sawit, bahkan cenderung meningkat,” kata Sigit Wahyudi, Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan pada keterangan tertulisnya (06/07).

Berdasarkan data BBPPTP Medan, menunjukkan Surat Keterangan Pemeriksaan Kecambah Kelapa Sawit (SKPKKS) sejumlah 2310 dokumen dan Sertifikat Mutu Benih (SMB) sejumlah 113 Sertifikat yang telah diterbitkan Balai sebagai bukti sertifikasi, meningkat selama bulan Maret s.d Juni 2020. “Sertifikasi di BBPPTP Medan menggunakan sistem online melalui aplikasi Pesona Seribu. Selama pandemi covid-19 pemeriksaan di lapangan dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT) dilaksanakan secara virtual melalui media elektronik atau video call (aplikasi whatsapp/zoom/skype),” katanya.

Adapun tahapan aplikasi Pesona Seribu antara lain :

1. Pemohon mengajukan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Balai secara elektronik melalui aplikasi PESONA SERIBU dengan melampirkan persyaratan yaitu Foto lokasi kebun berbasis geo tagging, Surat pernyataaan dari produsen bahwa benih yang akan disertifikasi sudah seragam, Izin usaha produksi benih, Dokumen asal usul benih, SMB hasil pengujian laboratorium, Dokumen keberadaan SDM, Dokumen kegiatan pemeliharaan kebun, SP2BKS dan Dokumen lain yang dipersyaratkan

2. Produsen membayar PNBP melaui e-billing

3. Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang ditugaskan Kepala Balai, melakukan pemeriksaan adminsitrasi

4. PBT menyampaikan tata cara pemeriksaan di lapangan

5. PBT melaksanakan sertifikasi melalui video call/zoom/skype

6. PBT mendokumentasikan sertifikasi secara foto dan video dan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan dikirim ke Produsen untuk ditandatangani dan distempel dan dikirimkan kembali ke BBPPTP Medan

7. Setelah dokumen lengkap, SKPKKS/Sertifikat dapat diterbitkan.

Setelah situasi dinyatakan normal, BBPPTP Medan akan melakukan groundcheck terhadap benih yang telah disertifikasi selama pandemi.


Bagikan Artikel Ini  

Ditengah Pandemik Covid-19, Kementan Dorong Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Pala

Diposting        Oleh    ditjenbun



Jakarta – Sesuai arahan Menteri Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan diharapkan dapat menjamin ketersediaan komoditas perkebunan, termasuk komoditas pala. Saat ini produktivitas tanaman pala dihadapkan pada berbagai tantangan, antara lain disebabkan oleh tanaman tua, serangan OPT, penggunaan benih dan penerapan budidaya serta pemanenan atau pengolahan hasil yang kurang tepat. Saat kunjungan ke kebun sumber benih pala di Provinsi Maluku akhir Mei lalu, Mentan memberikan semangat dan dukungan kepada petani untuk tetap kreatif di masa-masa sulit.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meminta kepada jajarannya melakukan pendampingan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing dan keunggulan setiap komoditas pertanian termasuk komoditas perkebunan berupa rempah, yaitu pala. Hal itu disampaikan SYL ketika mengunjungi kebun bibit pala di Desa Seith Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, Sabtu (30/5).

Menyikapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perkebunan Kasdi Subagyono, mengatakan Ditjenbun sangat menaruh perhatian besar pada peningkatan produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya saing produk perkebunan. “Upaya pemerintah yang telah ditempuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pala antara lain penyediaan benih pala bersertifikat dan berlabel. Sekalipun di masa pandemik, permintaan konsumen untuk sertifikasi tanaman pala tidak mengalami penurunan,” katanya pada keterangan tertulis (02/07).

Berdasarkan data statistik Ditjen Perkebunan tahun 2018, luas areal tanaman pala di Indonesia 202.325 ha dengan produksi 36.242 ton. Total nilai ekspor tahun 2018 tercatat 20.202 ton, menjadi konsumsi nasional untuk keperluan industri dan rumah tangga. Menurut informasi Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon, Azwin Amir mengatakan, saat ini layanan sertifikasi benih masih berjalan normal. Permintaan produsen untuk mensertifikasi benih pala tetap tinggi. Sampai dengan Juni 2020, untuk provinsi Maluku dan Maluku Utara, layanan sertifikat benih pala sebanyak 282.190 terdiri dari anakan dan kecambah, pemenuhan layanan sertifikat diselenggarakan secara virtual maupun onsite. Pemenuhan ketersediaan benih juga dilaksanakan melalui nursery modern.

Kementerian Pertanian berkomitmen untuk menyediakan benih secara kontinyu ke masyarakat. Kapasitas nursery modern yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perkebunan untuk penyediaan benih Pala di Kota Ternate dan Kota Tidore sebanyak 50.000 batang per tahun, dan masih akan ditambahkan di waktu yang akan datang dengan penyediaan kebun sumber benih dan nursery modern. “Upaya ini dilaksanakan untuk menyediakan benih dalam rangka rehabilitasi tanaman tua dan tanaman terserang OPT serta perluasan areal dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas tanaman pala,” katanya.

Bagaimana dengan pengendalian OPT pala ?

Berbicara mengenai pengendalian OPT Pala, Azwin menjelaskan bahwa, OPT pala yang paling berpengaruh terhadap penurunan produksi adalah penggerek batang, dan berimbas pada kerugian hasil yang diderita oleh petani. Selain ini, terdapat OPT lain seperti busuk buah basah dan kering, kanker batang, pecah buah muda, dan jamur akar putih. Jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian tanaman dan berpotensi menyebabkan kehilangan hasil sebesar + 8 ton per tahun.

Pengendalian OPT ini dilakukan dengan cara Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yakni secara kultur teknis dengan penggunaan benih bermutu, dan pemangkasan serta pemupukan berimbang; secara mekanis dengan sanitasi, eradikasi untuk tanaman terserang berat; secara biologis dengan aplikasi agens pengendalian hayati jamur entomopatogen dan antagonis. Sedangkan pengendalian secara kimiawi menjadi pilihan akhir, apabila semua tindakan pengendalian yang lain tidak berhasil dengan menggunakan bahan aktif yakni Asefat dan Karbofuran.

Penerapan konsep PHT pertimbangannya tidak semata-mata tergantung pada teknik pengendalian hama dan penyakit serta pengelolaan ekosistem tertentu, tetapi PHT juga sangat mempertimbangkan keberdayaan dan kemandirian petani pala dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, pelaksanaan PHT di suatu daerah bisa jadi berbeda dengan daerah lain karena perbedaan kondisi sosial-ekonomi petani pala dan ekosistem setempat. “Keberhasilan pengendalian OPT pala di lapangan sangat ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia khususnya petugas lapangan dan petani pemilik kebun, perlunya penerapan pengendalian OPT yang baik dan tepat agar tidak merugikan petani, sehingga pendapatan dari hasil produksi khususnya tanaman pala bisa lebih meningkat dari tahun ke tahun,” kata Azwin.

Upaya lain yang dikerjakan oleh pemerintah, lanjut Azwin, dengan meningkatkan mutu produk dan nilai jual. Sebagai komoditi ekspor, produk pala telah memiliki pasar internasional. Untuk itu, pada tahun 2020 di Provinsi Maluku telah dilaksanakan sertifikasi produk organik skema eksport (SNI dan EU) dengan ruang lingkup produk biji, fuli dan daging buah. “Minat petani agar produknya dapat disertifikasi cukup tinggi. berawal dari 6 kelompok tani menjadi 20 kelompok tani dengan jumlah petani yang terlibat sebanyak 533 orang, dengan luas areal 748,5 ha. Potensi produk biji kering 53,6 ton, fuli 5,3 ton dan daging buah 15,8 ton,” ujarnya.

Azwin menambahkan, Peran eksportir sangat diperlukan dalam mengoptimalkan nilai jual pala dan perluasan pasar agar potensi bahan baku yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan nilai tambah komoditas pala, meningkatkan nilai ekspor dan perbaikan pendapatan petani pala.


Bagikan Artikel Ini  

Sertifikasi Benih Di Tengah Pandemi

Diposting     Kamis, 02 Juli 2020 10:07 am    Oleh    ditjenbun



Pandemi Covid-19 tidak semata-mata berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga sosial ekonomi masyarakat. Di sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan pandemi ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi terhadap pelaku usaha termasuk usaha perbenihan. Benih perkebunan sebelum diedarkan (diperjualbelikan) harus melewati proses sertifikasi benih. Proses ini merupakan serangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap benih yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi yaitu UPT Pusat/UPTD yang mempunyai tugas dan fungsi sertifikasi dan pengawasan benih, melalui pemeriksaan lapangan, pengujian laboratorium dan pengawasan serta memenuhi persyaratan untuk diedarkan. Hal ini mengharuskan seorang Pengawas Benih Tanaman (PBT) turun ke lapangan untuk melaksanakan sertifikasi benih.

Dengan adanya pandemi ini yang dibarengi dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) praktis sertifikator dalam hal ini PBT tidak dapat secara langsung ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan, apalagi di beberapa daerah pemerintah setempat mengeluarkan aturan yang melarang sementara para ASN untuk melakukan perjalanan dinas.

Pelayanan sertifikasi benih harus tetap berjalan, Pandemi Covid-19 tidak boleh menjadi sebab terhambatnya layanan kepada masyarakat (pemohon sertifikasi), justru pandemi ini bisa dijadikan momentum reformasi pada subsektor perkebunan, lebih khusus lagi bidang perbenihan perkebunan. Dibutuhkan lebih banyak inovasi dan terobosan untuk memastikan roda kegiatan lapangan tetap berjalan. Sertifikasi bisa terlaksana dan benih dapat disalurkan.

Teknologi informasi digital saat ini cukup memungkinkan dilakukannya sertifikasi benih secara online (jarak jauh). Perkembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat cepat mempengaruhi cara pandang orang terhadap teknologi perkebunan secara keseluruhan. Beberapa hal yang dulunya dilakukan secara manual dan memakan waktu lama didorong untuk lebih cepat dan dilakukan secara otomatis atau digital. Teknologi geotagging saat ini dianggap mampu untuk membantu sebagai sarana untuk dilakukannya sertifikasi secara online.

Geotagging adalah sebuah proses untuk menambahkan konten identifikasi geografis. Proses geotagging berasal dari GPS yaitu dengan menambahkan konten-konten media berupa koordinat latitude, longitude, jarak dan nama lokasi. Sehingga saat dilakukan sertifikasi benih jarak jauh, pemohon atau petugas di lapangan dapat melakukan pemeriksaan benih di lokasi berdasarkan panduan dari sertifikator yang berada di tempat yang berbeda. Pada saat pengambilan foto atau video, petugas lapang menggunakan open camera (timestamp camera) sehingga akan dimunculkan waktu, tanggal, tempat/lokasi hingga desa/kelurahan (dengan titik koordinat) dan keterangan lainnya sehingga mendukung keabsahan pemeriksaan.

Pemeriksaan benih di lapangan mencakup beberapa kriteria yang terdapat dalam standar teknis pemeriksaan, yang secara umum seperti tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, warna daun, dan kesehatan benih. Pemeriksaaan beberapa kriteria tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi video call, zoom meeting, atau skype. Aplikasi tersebut saat ini sudah sangat familiar bagi hampir kebanyakan orang. Benih-benih dalam bendengan atau penangkaran diperiksa oleh petugas lapang atas instruksi atau arahan secara online dari PBT. Beberapa sampel tanaman yang diukur/diperiksa ditunjukkan secara langsung melalui video tersebut. Data-data hasil pemeriksaan yang telah dicatat dan direkap oleh petugas lapang diserahkan kepada institusi sertifikator sebagai eviden (bukti) untuk dilakukan verifikasi, analisis, dan evaluasi. Hasil evaluasi inilah yang menjadi salah satu dasar diterbitkannya Sertifikat mutu Benih.

Pemeriksaan benih di lapangan yang ‘tidak biasa’ ini, memunculkan pertanyaan apakah hasil ini memiliki tingkat kepercayaan yang memadai terhadap hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam sertifikat mutu benih yang dikeluarkan institusi sertifikasi. Hal ini harus dijawab oleh pemerintah melalui regulasi sehingga data-data dan informasi berupa foto, video dan dokumen lainnya yang dijadikan bukti bisa menjadi jaminan mutu benih serta legalitas benih tersebut.

Beberapa hal yang mesti diatur terkait hal tersebut antara lain :

  • Surat pernyataan (di atas materai) dari pemohon (produsen benih) terkait penyampaian data secara jujur sesuai kondisi yang ada dan bertanggungjawab terhadap keragaan benih di kemudian hari dan bersedia mengganti kerugian terhadap benih yang tidak sesuai standar.
  • Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) benih di lapangan dapat diberikan keterangan tambahan bahwa pemeriksaan ini dilakukan secara daring (online) dan pernyataan tambahan terkait dimungkinkannya pemeriksaan langsung dalam rangka validasi kebenaran proses pemeriksaan.
  • LHP tidak hanya ditandatangani oleh PBT dan pemohon tapi perlu diketahui dan dikuatkan dengan keterlibatan pimpinan insitusi sertifikasi.
  • Sertifikat yang merupakan ‘produk akhir’ dari kegiatan sertifikasi benih harus diberikan penciri/penanda khusus sehingga jika terjadi ketidaksesuaian hasil yang memerlukan klarifikasi atau semacam validasi, maka dapat dengan mudah ditelusur bahkan sertifikat tersebut bisa dibatalkan.
  • Proses pelabelan benih sebagai kegiatan setelah sertifikasi dapat juga mengadopsi prosedur pemeriksaan benih di lapangan karena sejatinya pelabelan harus juga disaksikan oleh PBT.

Teknologi bukanlah tanpa kelemahan, oleh karena itu untuk menjamin keabsahan dari pemeriksaan, perlu pendampingan yang dilakukan kapan pun dan di mana pun. Untuk itu, sektor usaha perbenihan perkebunan dan pemerintah perlu beradaptasi dengan perubahan ini. Meminimalisir resiko kerugian ekonomi terhadap pelaku usaha dan tetap berjalannya program pemerintah. Kita harus bisa menciptakan efisiensi rantai pemeriksaan benih perkebunan dengan tetap menjamin mutu dan legalitas benih. (M. Subhi)


Bagikan Artikel Ini  

Tindak lanjut Kunjungan Kerja Menteri Pertanian di Kabupaten Subang

Diposting        Oleh    ditjenbun



Kunjungan Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan Ir. H. Bagus Hudoro, M.Sc bersama Direktur Pengolahan Hasil Perkebunan didampingi oleh Direktur Perbenihan (diwakilkan oleh Kasi Benih Rempah), Kasubdit Tanaman Kakao, Kopi dan Teh, Kasubdit Tebu dan Kasubdit Pengolahan Hasil Perkebunan yang dihadiri oleh Bupati Kabupaten Subang, Asda 1, Kepala Dinas pertanian Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas Badan Ketahanan Pangan, Kepala Dinas Pertanian (diwakilkan oleh Kabid Perkebunan), Kepala Dinas Peternakan, Dinas Pariwisata atau yang mewakili, Kelompok tani atsiri (seraiwangi) dan Asosiasi tembakau Kabupaten Subang sebagai tindak lanjut Kunjungan Menteri Pertanian Indonesia di Kabupaten Subang.

Pertemuan ini bertempat di rumah dinas Bupati Subang yang berlokasi di Soklat, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang, Jawa Barat 41215. Pelaksanaan pertemuan ini di laksanakan pada hari sabtu, tanggal 13 Juni 2020 pada pukul 13.00 WIB sampai dengan sekitar 17.00 WIB.

Pertemuan ini dipandu oleh Asisten 1 dan pertama dibuka oleh sambutan dari Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, dilanjut sambutan dari Bupati Kabupaten Subang, kemudian diteruskan dengan diskusi yang dipandu oleh Direktur Pengolahan Hasil Perkebunan.

Sambutan dari Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar maksud dan tujuannya adalah tindak lanjut kunjungan Menteri Pertanian, serta mengidentifikasi potensi alam di Kabupaten Subang dalam mendukung sektor perkebunan.

Dalam pelaksanaan pertemuan ini, Direktur Tanaman semusim dan Rempah menyampaikan perlu adanya dukungan dari Bupati Kabupaten Subang agar bisa sinergi dengan pemerintah pusat. Dukungan pemda baik provinsi maupun kabupaten untuk berbagi peran dan juga peran pelaku usaha. Dalam masa pandemic covid-19 ini banyak sektor-sektor perkebunan yang kena dampaknya, misalnya pada komoditas kopi pada saat negara tujuan diperlakukan lockdown, ekspor kopi menjadi terhambat karena tidak bisa masuk negara tujuan, sehingga kopi yang ada di tingkat petani menumpuk atau tidak terbeli.

Antara pemerintah pusat maupun daerah harus duduk bersama mencari solusi, kapan kegiatan komoditas perkebunan akan tercapai, tahap demi tahap untuk saling berperan, baik pemerintah pusat maupun daerah berbagi tugas tentang kondisi perkebunan di Kabupaten Subang. Untuk mewujudkan kegiatan tersebut, kedepan perlu adanya grand desain atau pilot project yang menjadi etalase. Kalau ini dibangun menjadi konsepsi membangun perkebunan menjadi suatu yang utuh antara hulu dan hilir.

Kemudian dilanjutkan oleh sambutan dan tanggapan dari Bupati Subang. Bupati Subang menyampaikan potensi yang dimiliki Kab. Subang adalah masih banyak lahan yang nganggur dan belum dimanfaatkan secara optimal. Bupati Subang juga menyampaikan pada suatu hari pernah ada kunjungan dari walikota Gimcheon (Korea Selatan), melihat banyak lahan tidur yang tidak dipakai. Semisal Kabupaten Subang dijadikan pilot projec ditingkat nasional oleh Kementerian Pertanian, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat Kabupaten Subang maupun masyarakat daerah lainnya, apalagi mampu mengekspor dari hasil pertanian, perkebunan dan  hortikultura.

Kemudian pertemuan dilanjut dengan diskusi yang dipandu oleh Direktur Pengolahan Hasil Perkebunan. Direktur Pengolahan Hasil Perkebunan menyampaikan tindak lanjut kunjungan Menteri Pertanian di Kabupaten Subang, pertama sangat penting terhadap penguatan kelembagaan kelompok tani, baik selain pemberian bantuan benih atau pun yang lain. Peningkatan produktivitas, nilai tambah dan daya saing komoditas perkebunan dalam hal pengolahan hasil perkebunan, misalnya alat perajangan tembakau. Dalam diskusi pertanyaan dari Bapak Asep (petani dan pedagang seraiwangi), untuk komoditas seraiwangi, petani sudah memahami budidaya seraiwangi dengan baik dan pangsa seraiwangi sangat terbuka, sedangkan masih sangat luas lahan tidur di Kabupaten Subang yang tidak dimanfaatkan. Segera Bupati Subang untuk mengambil kebijakan terkait pemanfaatan lahan yang tidak dipakai agar menjadi lahan yang berproduktif. Bapak Samhir (Ketua Asosiasi tembakau di Kabupaten Subang), di Kabupaten Subang ada sekitar 20 kelompok tani tembakau, kendala sekarang ini adalah terkait hujan, sehingga susah dalam penanganan tembakau. Kegiatan yang berjalan di kelompok yaitu demplot. Dari DBHC pada tahun 2014 mendapatkan 3 milyar, tahun 2016 mendapatkan 3,3 milyar, tahun 2019 mendapatkan 4,7 milyar. Selain itu permasalahan yang lain terkait perizinan perdagangan dan produksi yaitu untuk mendapatkan NPPBKC dari kepabean. Kemudian dilanjut penyampaian dari Kepala Dinas Badan Tanaman Pangan, Kepala Dinas Pertanian (Kabid Perkebunan), Kepala Dinas Peternakan dan Kadis Pariwisata (yang mewakili).

Kemudian dilanjutkan oleh tanggapan Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar dalam diskusi terhadap pertanyaan sebagai berikut alokasi anggaran di Kabupaten Subang dari Kementerian Pertanian sekitar 100 Milyar dari semua sektor, baik dari Dirjen PSP, BKP, Perkebunan, Tanaman Pangan, Hortikultura, maupun Peternakan. Perlu adanya koordinasi yang intensif antara pemerintah pusat maupun daerah dalam mewujudkan tercapainya kinerja. Terkait lahan perlu kejelasan status lahan (legalitas lahan) harus clear and clear. Pada kegiatan pengembangan komoditas perlu perencanaan yang matang, baik lahan, benih, sumber daya manusia, pengolahan hasil maupun pasar. Misalkan pada pengembangan tanaman seraiwangi usahakan hamparan tidak spot-spot, sehingga mudah dalam pengawalan dan distribusi, terkait benih apakah benih seraiwangi tersedia, kalau tidak tersedia perlu segera dibangun kebun sumber benihnya untuk mencukupi kebutuhan pengembangan. Untuk mendukung kegiatan pengembangan perlu juga pendampingan dari daerah, serta bersinergi antar SKPD daerah. Dalam waktu dekat ini pemerintah pusat Direktorat Jenderal Perkebunan akan fokus dalam komoditas seraiwangi. (Iswandi)


Bagikan Artikel Ini  

Pengenalan dan Pengendalian Hama Ulat Kipat (Cricula Trifenestrata) Pada Kayu Manis

Diposting        Oleh    ditjenbun



A. Pendahuluan

Kayu manis merupakan salah  satu komoditas perkebunan yang mempunyai manfaat sekaligus nilai ekonomis yang tinggi karena merupakan komoditas ekspor Indonesia. Tanaman kayu manis yang dikembangkan di Indonesia terutama adalah Cinnamomum burmanii Blume dengan daerah produksinya di Sumatera Barat dan Jambi dan produknya dikenal sebagai cassia-vera atau  Korinjii cassia. Selain itu terdapat Cinnamomum zeylanicum Nees, dikenal sebagai kayu manis Ceylon karena sebagian besar diproduksi di Srilangka (Ceylon) dan produknya dikenal sebagai cinnamon. Jenis kayu manis ini juga terdapat di Pulau Jawa.

Gb 1. Pohon Kayu Manis

Sebagian besar kulit kayu manis yang diekspor  Indonesia adalah jenis Cinnamomum burmanii yang banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma dan citarasa dalam makanan dan minuman, bahan aditif pada pembuatan parfum, obat-obatan serta dapat diolah menjadi anti mikroba. Keunggulan kayu manis di Indonesia yaitu memiliki kadar koumarin yang sangat tinggi daripada kayu manis di negara lain.  Di samping manisnya devisa yang diraih akibat ekspor kayu manis, banyak kendala-kendala yang membatasi produksi dan produktivitas kayu manis di Indonesia.

Salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang diketahui menjadi OPT penting pada tanaman kayu manis adalah ulat kipat (Cricula trifenestrata).  Akibat serangan hama ini dapat menyebabkan kerusakan berarti yang dapat menimbulkan kerugian hasil dan pendapatan petani. Di Sri Lanka, akibat serangan OPT pada pertanaman kayu manis menyebabkan penurunan produktivitas rata-rata nasional sebesar 44,5% yaitu dari produktivitas 1.000 kg/ha menjadi 445 kg/ha.

Rendahnya produktivitas tanaman kayu manis disebabkan oleh berbagai faktor terutama penerapan teknik budidaya yang baik umumnya  belum  diterapkan  oleh  petani,  apalagi  komoditi  ini  awalnya  hanya dianggap sebagai tanaman penghijauan.  Di samping itu, tanaman ini diidentifikasi juga dapat diserang oleh  berbagai Organisme Pengganggu Tumbuhan  (OPT).

 

B. Siklus Hidup

Ulat kipat atau ulat kenari termasuk Ordo Lepidoptera dan Famili Saturniidae, yang mempunyai siklus hidup:

1. Telur

Telur diletakkan oleh induknya secara teratur dan disusun rapi pada pinggiran daun sebelah  bawah atau pada tangkai daun dalam jumlah banyak mencapai 200 – 325 butir.  Telur muda berwarna putih kekuningan yang kemudian berwarna kelabu.  Bentuknya bulat agak oval/gepeng dan memiliki bintik hitam di salah satu ujungnya.  Telur berukuran panjang 2,27± 0,15 mm dan lebar 1,86 ± 0,12 mm.  Stadia telur sekitar 8 – 11 hari.

Gb 2.  Telur C. trifenestrata

2. Ulat/Larva

Ulat hidup bergerombol. Ulat besar biasanya berukuran 50-70 mm. Ulat muda berwarna kuning muda. Stadia larva sekitar 25 – 35 hari yang terdiri atas 5 instar.  Ulat instar 1, warna tubuhnya kuning sampai kuning kecoklatan/kemerahan dengan kepala hitam. Ulat instar 2 berwarna kombinasi kuning-merah-hitam dengan kepala coklat.  Ulat instar 3 berwarna kuning kemerahan dengan kepala coklat, tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna putih dan bagian ventralnya berwarna merah. Ulat instar 4 dan 5 berwarna merah dengan kepala merah serta tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna putih.  Ukuran ulat instar 1 sampai 5 yaitu panjang 4,08 ± 0,15 mm sampai 81,49 ± 0,23 mm dan lebar 2,17 ± 0,18 mm sampai 11,22 ± 0,22 mm.

Gb. 3.  Ulat C. trifenestrata

3. Kepompong/Pupa

Kepompong terbungkus dalam kokon yang merupakan anyaman air liurnya yang berbentuk jala berwarna kuning emas dan sangat liat.  Dalam keadaan normal stadia kepompong berkisar 21 – 26 hari, tetapi apabila keadaan tidak menguntungkan sampai 3 bulan.  Kepompong betina berukuran panjang 35,57 ± 0,40 mm dan lebar 12,58 ± 0,31 mm, sedangkan kepompong jantan berukuran panjang 31,64 ± 0,37 mm dan lebar 10,61 ± 0,31 mm.

Gb. 4.  Kepompong C. trifenestrata

4. Ngengat/Imago

Ngengat betina mulai bertelur satu hari setelah kawin. Ngengat betina yang tidak kawin juga bertelur pada hari kedua setelah keluar dari pupa namun telur yang dihasilkan adalah telur yang infertil. Ukuran tubuh betina lebih besar dari jantan.  Panjang dan lebar rata-rata imago jantan adalah 22.35  ±  0.31  mm  dan 32.02 ± 0.28 mm, sedangkan panjang dan lebar rata-rata  imago  betina  adalah 32.48 ± 0.34 mm dan 74.14 ± 0.36 mm.  Lama hidup imago menunjukkan bahwa lama hidup imago jantan rata-rata adalah 2.90 ± 0.38 hari, sedangkan betinanya adalah 4.20 ± 0.42 hari.

Gb. 5.  Ngengat C. trifenestrata : a, jantan dan b, betina

C. Gejala Serangan

Serangan awal (ulat kecil) yaitu menyerang daun – daun muda dari bagian bawah daun, dan serangan lanjut, ulat – ulat yang lebih besar lebih rakus menyerang daun tua sehingga dapat membuat tanaman menjadi gundul.(hanya tertinggal tulang daun). Jika daun pada satu tanaman kayu manis telah habis maka ulat akan berpindah ke tanaman lain melalui ranting atau cabang yang bersinggungan. Serangan pada tanaman muda dapat menyebabkan kematian tanaman dan pada tanaman tua dapat menyebabkan turunnya produksi dan mutu kulit kayu manis karena kulit sulit dikupas.

 

D. Pengendalian

Pengendalian ulat kipat perlu dilakukan secara terpadu dari berbagai cara pengendalian sebagai berikut:

  1. Pemantauan dan identifikasi jenis hama, stadia hama, bagian dan jenis tanaman yang terserang, tingkat/intensitas serangan, serta kondisi lingkungan untuk disampaikan kepada petugas terkait.
  2. Lakukan pengendalian secara mekanis dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan ulat, antara lain dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah.
  3. Pemasangan lampu perangkap (light trap) untuk memperangkap ngengat yang aktif di malam hari dan sifatnya tertarik cahaya.
  4. Mengumpulkan kepompong dan memasukannya ke dalam botol plastik yang diberi lubang-lubang, sehingga ngengat yang muncul tidak dapat keluar, sedangkan parasit yang muncul dapat keluar dan kembali berperan di alam.
  5. Memelihara dan meletarikan musuh alami seperti predator burung dan semut rangrang dengan cara melarang penangkapan burung dan pengambilan telur semut rangrang di pohon.
  6. Menggunakan agen pengendali hayati (APH) seperti insektisida hayati seperti parasitoid telur Trichogramma, parasitoid larva Xanthopimpla sp. dan parasitoid pupa Brachymeria criculae.
  7. Menggunakan insektisida hayati berupa jamur seperti Beauveria bassiana dan Metarhizium
  8. Bisa menggunakan insektisida alami yang relatif ramah lingkungan, berupa insektisida nabati (berasal dari tumbuhan), seperti mimba, tembakau, akar tuba, piretrum, gadung, suren dan lainnya.
  9. Pada kondisi kritis, maka jalan terakhir dapat digunakan insektisida kimia sintetis berbahan aktif fenvalerat dengan dosis 1 ml/liter air atau sipermetrin dengan dosis 1,5 ml/liter air.

 

Oleh: Alimin, S.P., M.Sc.

 

Sumber Pustaka

Andriani, T.L.  2009.  Cricula trifenestrata (Lep: Saturniidae) , Perkembangan Embrio, Penundaan Penetasan Telur, dan Pemecahan Dormansi Pupa.  Sekolah Pascasarjana, IPB.  Bogor. <https://repository.ipb.ac.id>. Diakses tanggal 6 maret 2020.

 Aprianto, A.  2011.  Ekstraksi Kayu Manis. Tesis. Magister Teknik Kimia. Univ. Diponegoro.  Semarang. <https://ejournal.undip.ac.id>. Diakses tanggal 4 maret 2020.

 Ditjenbun. 2001. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Jambu Mete. Jakarta. Departemen Pertanian.

 Javasinghe, G.G. et all. 2015.  Relationship between pest and disease   incidences and agronomic operations implemented by farmers in cinnamon (Cinnamomum zeylanicum Blume) fields  in Southern Sri Lanka. Nationnal Cinnamon Research & Training CenterDept. of Export Agriculture, Sri Lanka. <https://www.researchgate.net>. Diakses tanggal 12 Maret 2020.

 Nuryanti.  2017.  Pengendalian Hama pada Budidaya Tanaman Kayu Manis. BBPPTP.  Surabaya. <https://balaisurabaya.ditjenbun.pertanian.go.id>. Diakses tanggal 5 Maret 2020.

 Jahudin, R. dkk.  2012.  Pengendalian Ulat Kipat (Cricula trifenestrata) pada Tanaman Jambu Mete. Fak. Pertanian, Univ. Islam Makasar. <https://paradigmarahmatjahudin,blogspot.com>.  Diakses tanggal 11 Maret 2020.


Bagikan Artikel Ini  

Potensi Limbah Jambu Mete Sebagai Pestisida Nabati

Diposting        Oleh    ditjenbun



Siapa yang tidak mengenal jambu mete ???… sebagian orang menyebutnya jambu monyet. Jambu mete (Anacardium occidantale L.)  merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pada umumnya tanaman jambu mete dikemas dalam bentuk kacang mete kupas dan gelondongan mete. Sedangkan kulitnya seringkali hanya menjadi limbah karena dianggap tidak memiliki daya guna. Berdasarkan penelitian para ahli,  limbah jambu mete bisa diolah menjadi minyak mete (Cashew Nut Shell Liqiud) yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan pestisida nabati. Minyak mete atau CNSL bersifat viscous, lekat-lekat kental, berwarna coklat kehitaman, pahit, pedas, sangat reaktif dalam reaksi oksidasi maupun polimerisasi. Menurut Asogwa et.al., (2007) asam anakardat yang terkandung didalam CSNL dapat berfungsi sebagai insektisida, dengan cara kerja menghambat kerja enzim prostaglandin sintetase, yaitu enzim yang diperlukan untuk pembentukan prostaglandin yang berperan dalam sistim fisiologis dan reproduksi serangga. Atmadja dan Wahyono (2006) mengemukakan bahwa larutan CNSL dapat membasmi hama Helopeltis antonii pada bibit jambu mete, menekan perkembangan dari hama Cricula trifenestrata, Sitophilus sp. dan Tribolium castaneum.  CNSL mampu mematikan larva dan imago Sitophilus sp. antara 22,50 – 55% dengan konsentrasi 6,25 – 50%. Dewi et.all., menyebutkan bahwa CNSL  memiliki efek antifeedant dan penghambatan waktu perkembangan larva.

Keuggulan lainnya menggunakan CNSL sebagai pestisida nabati yaitu CNSL memiliki biodegrabilitas yang tinggi dan ramah lingkungan, berbeda dengan senyawa fenol sintetis yang sulit terdegradasi oleh alam. Tyman dan Bruce (2004) menyatakan bahwa senyawa surfaktant turunan CNSL seperti kardanol polietoksilat dan kardol polietoksilat dalam periode 28 hari terdegradasi masing-masing sebanyak 75% dan 64%.

Proses pembuatan CNSL cukup sederhana.  Kulit mete yang sudah dibersihkan, dipanaskan diatas tungku yang berisi minyak goreng.  Fungsi minyak goreng untuk memancing keluarnya minyak mete, sehingga komposisi minyak goreng yang dipakai hanya sedikit.  Sebagai gambaran, untuk lima hingga sepuluh kilogram limbah mete, dibutuhkan minyak goreng yang berasal dari minyak kelapa sekitar satu liter.  Dari hasil olahannya itu, dapat dihasilkan minyak mete tiga sampai lima liter.

Teknik lainnya yaitu menggiling kulit mete dengan mesin rakitan sederhana guna mengeluarkan minyaknya kemudian dialirkan keenam kolam tahap demi tahap untuk menghasilkan minyak yang jernih diperlukan waktu dua minggu, dari 5 ton kulit mete dapat dihasilkan 600 kilogram minyak CNSL.

Manfaat yang terkandung didalam CNSL sebagai bahan pestisida nabati yang dihasilkan dari kulit jambu mete diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang cukup besar disamping hasil olahan gelondong mete menjadi kacang mete.

 

Penulis : Merry Indriyati K

 

Daftar Pustaka

Asogwa, E.U., I.U. Mokwunye, L.E. Yahaya and A.A. Ajao. 2007. Evaluation of cashew nut shell liquid as a potential natural insecticide against termites. Research Journal of Applied Sciences 2(9) : 939 – 942.

Atmadja, W. H. Dan T.E. Wahyono. 2006. Pengaruh cashew nut shell liquid (CNSL) terhadap mortalitas Helopeltis antonii Sign pada bibit mete. Buletin Litro 17(2) :66- 70.

Cahyaningrum, A., T. Setyowati dan A. Nur. 2006. Ekstraksi cashew nut shell liquid dari kulit biji mete. Ekuilibrium 5(1) : 40 – 45.

Cardolite Corporation. 2005. Test Plan for Cashew Nut Shell Liquid. https://www.cardolite.com

Dewi MS, Dono D dan Hartati S. 2018. Bioaktifitas ekstrak Kasar Kulit Biji Jambu Mete (Anarcadium occidentale L.,) terhadap ulat crop kubis (Crocidolomia pavonana F.)

Edoga, M.O., L. Fadipe and R.N. Edoga. 2006. Extraction of polyphenols from cashew nut shell. Leonardo Electronic Journal of Practices and Technologies 9 : 107 – 112.

Paramashivappa, R., P.P. Kumar, P.J. Vithayathil and A.S. Rao. 2001. Novel method for isolation of major phenolic constituents from cashew nut shell liquid. Journal Agric Food Chem. 49 : 2548 – 2551.

Risfaheri, T. T. Irawadi, M. A. Nur dan I. Sailah. 2004. Pemisahan kardanol dari minyak kulit biji mete dengan metode mestilasi vakum. Jurnal Pascapanen 1(1) : 1 – 11


Bagikan Artikel Ini  

Gula Semut Organik Purbalingga Tembus Pasar Negeri Para Dewa (Yunani)

Diposting     Rabu, 01 Juli 2020 10:07 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan terus berupaya mendorong potensi produk organik agar bisa tembus pasar Internasional. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, bahwa pertanian berbasis organik sudah banyak digencarkan di negara lain. Menurutnya, pertanian dengan sistem organik akan meningkatkan kualitas produksi pertanian yang lebih sehat. “Pendekatan pertanian organik menjadikan lebih sehat, berkualitas, dan menjadi pilihan di pasar-pasar yang ada,” kata Syahrul Yasin Limpo Menteri Pertanian dalam kunjungan kerja di Denpasar, Januari lalu.

Direktur Jenderal Perkebunan, Kementan, Kasdi Subagyono menyampaikan bahwa Indonesia memiliki peluang dan potensi produk organik yang cukup besar untuk bersaing dan diminati pasar internasional. “Potensi ini harus didukung dengan strategi produksi dan pemasaran yang tepat. Saat ini trend konsumsi makanan sehat makin meningkat, banyak konsumen di dalam maupun luar negeri menginginkan produk organik karena ketika dikonsumsi lebih sehat bagi tubuh,” katanya.

Ditengah pandemik Covid-19, kerja keras petani gula semut asal Purbalingga berbuah manis.

Pasalnya produk gula semut organik yang di produksi oleh petani gula semut organik yang tergabung di KUB. Sumber Rejeki di Desa Ponjen, Kec. Karanganyar, Kab. Purbalingga, Jawa Tengah, pada Rabu lalu (24/06), diekspor ke negeri para dewa (Yunani) sebanyak 13 Ton dengan nilai sebesar Rp. 312.000.000, atau Rp. 24.000/Kg. Gula semut organik hasil produksi Petani KUB. Sumber Rejeki dihargai dengan adanya selisih harga yang lebih tinggi perkilogramnya sebesar Rp. 5.000,- dibandingkan harga rata-rata gula semut konvensional.

“Gula semut organik yang diekspor ke Yunani ini telah tersertifikasi organik berstandar European Union (EU), sedangkan untuk fasilitasi pembiayaan sertifikasi gula semut organik dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan melalui dana Tugas Pembantuan ke Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah,” kata Ardi Praptono Direktur Perlindungan Perkebunan Kementan (24/06/2020).

Menurut Ardi, KUB. Sumber Rejeki merupakan salah satu Binaan Ditjen Perkebunan dalam kegiatan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditi Perkebunan. Luas areal perkebunan kelapa organik di KUB. Sumber Rejeki seluas 28,6 Ha dan diusahakan oleh 188 KK petani. “Salah satu tujuan kegiatan Desa Pertanian Organik Berbasis Perkebunan adalah untuk meningkatkan nilai tambah komoditi organik dan menyasar ke pangsa pasar lokal dan ekspor,” katanya.

Dalam kegiatan tersebut, Lanjut Ardi, dilakukan pembinaan, pendampingan, penyediaan input produksi dan sertifikasi organik kepada kelompok tani perkebunan yang diusahakan secara organik. “Semoga dengan ekspor gula semut oranik ini, dapat meningkatkan kesejahteraan petani kelapa di Purbalingga,” ujarnya.


Bagikan Artikel Ini