KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Keterbukaan Informasi Badan Publik Pondasi Membangun Tata Pemerintahan Yang Baik.

Diposting     Rabu, 26 Agustus 2015 07:08 pm    Oleh    ditjenbun



Yogyakarta (20/08), Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai badan publik di lingkungan Kementerian Pertanian, dalam rangka reformasi birokrasi menyadari bahwa keterbukaan informasi publik menjadi salah satu prasyarat menuju tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance), transparan dan akuntabel,  demikian disampaikan oleh Dirjen Perkebunan dalam arahan tertulisnya yang dibacakan oleh Any Widiastuti (Sekretaris Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I. Yogyakarta) sekaligus menyampaikan ucapan selamat datang dan membuka secara resmi kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Informasi Publik Lingkup Ditjen Perkebunan Tahun 2015 yang dilaksanakan pada hari Kamis-Jumat, 20-21 Agustus 2015 di Hotel Crystal Lotus – Yogyakarta.

Bimbingan Teknis dihadiri oleh Atasan Langsung PPID, PPID Pelaksana, PPID Pembantu Pelaksana Unit Kerja dan UPT Pusat, serta Petugas Pengelola dan Pelayanan Informasi & Dokumentasi lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan. Acara diawali dengan laporan kegiatan yang disampaikan oleh Kepala Bagian Umum Sekretariat Ditjen Perkebunan Selaku PPID Pelaksana Ditjen Perkebunan, antara lain dilaporkan bahwa tujuan Bimbingan Teknis adalah untuk memberikan pemahaman kepada Atasan Langsung, PPID Pelaksana, PPID Pembantu Pelaksana dan Petugas Pengelola Informasi dan Dokumentasi lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya serta Meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan informasi kepada publik secara transparan, efektif, efisien dan akuntabel berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Transparansi atas setiap informasi publik membuat masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah sehingga penyelenggaraan kekuasaan dalam negara demokrasi dapat dipertanggungjawabkan kembali kepada rakyat. ”Keterbukaan informasi publik merupakan pondasi dalam membangun tata pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang transparan, terbuka dan partisipatoris dalam seluruh proses pengelolaan kenegaraan termasuk seluruh proses pengelolaan sumber daya publik sejak dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasinya, ” ujar Dirjen menambahkan.

Sosialisasi menghadirkan 6 narasumber yaitu Sekretaris Ditjen Perkebunan yang diwakili oleh Kepala Bagian Umum Sekretariat Ditjen Perkebunan memaparkan materi “Implementasi Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan”, Kepala Biro Hukum dan Informasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian diwakili oleh Kepala Bagian Pengelolaan Informasi Publik memaparkan “Arah dan Kebijakan Pengelolaan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pertanian”, Ketua Komisi Informasi Pusat memaparkan “Strategi Pengelolaan Sengketa Informasi pada Badan Publik“, Kepala Sub Direktorat Organisasi Kemasyarakatan, Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum, Kasubbag Pelayanan Informasi,  Bagian Pengelolaan Informasi Publik,  Biro Hukum dan Informasi Publik, Setjen Kementerian Pertanian memaparkan “Implementasi Penilaian Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Pertanian”, dan Kasubbag Multimedia, Bagian Pengelolaan Informasi Publik,  Biro Hukum dan Informasi Publik, Setjen Kementerian Pertanian memaparkan “Implementasi Pengelolaan  Informasi dan Dokumentasi Berbasis TIK”.

Kegiatan Bimbingan Teknis diakhiri dengan penyusunan rumusan dan tindak lanjut yang dipandu oleh Kepala Bagian Umum selaku PPID  Pelaksana Ditjen Perkebunan. Rumusan dan tindak lanjut Bimbingan Teknis Pengelolaan Informasi Publik Lingkup Ditjen Perkebunan Tahun 2015 sebagai berikut :

  1. Pengelolaan informasi publik harus dikelola dengan baik oleh PPID Ditjen Perkebunan dan UPT Pusat lingkup Ditjen Perkebunan, berdasarkan ketentuan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
  2. PPID Pelaksana Ditjen Perkebunan dan PPID Pelaksana UPT Pusat lingkup Ditjen Perkebunan membuat Daftar Informasi
  3. PPID Pelaksana Ditjen Perkebunan dan PPID Pelaksana UPT Pusat lingkup Ditjen Perkebunan bertanggungjawab mengkoordinasikan pengumpulan, penyimpanan, dan pendokumentasian seluruh Informasi Publik secara fisik dari setiap unit/satuan kerjanya yang meliputi informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala; informasi yang wajib tersedia setiap saat; informasi serta-merta dan informasi terbuka lainnya yang diminta Pemohon Informasi Publik.
  4. Publik (DIP) yang dikuasai, dan selanjutnya DIP tersebut ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Perkebunan.
  5. PPID mengelola informasi dan dokumentasi secara baik dan bekerja profesional sesuai ketentuan, termasuk mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi.
  6. PPID Pelaksana dan PPID Pembantu Pelaksana lingkup Ditjen Perkebunan harus akomodatif dan menyokong kesuksesan PPID dengan cara memberikan akses seluas-luasnya demi pengintegrasian informasi dan dokumentasi.
  7. Melayani permohonan informasi dari Pemohon secara baik sesuai ketentuan peraturan perundangan.
  8. Mengusulkan bahan Uji Konsekuensi terhadap informasi-informasi yang dikecualikan.
  9. Membangun komunikasi dengan Pemohon Informasi untuk menghindarkan terjadinya sengketa informasi.
  10. PPID Pelaksana Ditjen Perkebunan dan PPID Pelaksana UPT Pusat lingkup Ditjen Perkebunan menyiapkan sarana dan prasarana ruang pelayanan informasi.
  11. Dalam rangka Pembinaan dan Koordinasi Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik, Ditjen Perkebunan akan melaksanakan Bimbingan Teknis Layanan Informasi Publik dan Aplikasi Pendukung Sistem Informasi Publik kepada PPID Pelaksana dan PPID Pembantu Pelaksana.
  12. Meningkatkan keterbukaan informasi publik dari pimpinan maupun staf yang melayani informasi di lingkup Ditjen Perkebunan.
  13. Meningkatkan Kompetensi SDM PPID terkait Teknis Pengelolaan, Teknis Pelayanan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
  14. Mengalokasikan anggaran pengelolaan Informasi Publik pada masing-masing unit Eselon II dan UPT lingkup Ditjen Perkebunan.
  15. PPID Pelaksana UPT dan PPID Pembantu Pelaksana Unit Eselon II wajib membuat laporan tahunan pengelolaan dan pelayanan informasi setiap akhir tahun anggaran. (humas-djbun)

Bagikan Artikel Ini  

Ditjen Perkebunan Dukung Tingkatkan Mutu Biji Kakao.

Diposting     Rabu, 03 Juni 2015 07:06 pm    Oleh    ditjenbun



Dewan Kakao Indonesia beserta seluruh pelaku sektor kakao dengan dukungan dari Kementerian terkait (Pertanian, Perdagangan, Perindustrian, Keuangan dan Kemenko Bidang Perekonomian) telah menyelenggarakan lokakarya dengan tema menyongsong pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian No. 67/Permentan/OT.140/5/2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao, pada tanggal 27-28 Mei 2015 di Surabaya dan dibuka oleh Direktur Mutu dan Standardisasi, Ditjen. PPHP mewakili Direktur Jenderal PPHP, dan dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lembaga Penelitian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Dinas Perkebunan Provinsi dan Kabupaten, Dewan Kakao Indonesia dan Asosiasi Kakao, Industri Kakao, Cokelat dan Swasta terkait, dll, sebanyak ± 70 orang peserta. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah biji kakao Indonesia, mendukung pengembangan industri berbahan baku kakao dalam negeri, memberikan perlindungan pada konsumen dari peredaran biji kakao yang tidak memenuhi persyaratan mutu, meningkatkan pendapatan petani kakao, dan mempermudah penelusuran kembali kemungkinan terjadinya penyimpangan produksi dan peredaran. Maksud dari lokakarya adalah untuk memberikan ulasan pandangan atau usulan dari berbagai pihak atas pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian No. 67/Permentan/OT.140/5/2014, agar pelaksanaan permentan dapat berjalan dengan lancar. Hasil yang diharapkan pada lokakarya tersebut adalah terkumpulnya hasil kajian dan masukan-masukan/pendapat dari seluruh pelaku di sektor kakao yang dapat melengkapi Peraturan Menteri Pertanian No. 67/Permentan/OT.140/5/2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao dan membantu pelaksanaan permentan ini dapat lebih baik bagi perkakaoan Indonesia, selanjutnya hasil kajian dan masukan ini akan diserahkan kepada pemerintah untuk dapat digunakan di lapangan.

 

“Sektor kakao dalam perdagangan semakin banyak tuntutan persyaratan, baik terkait bagaimana cara memproduksi kakao yang baik tanpa mengganggu/merusak lingkungan dan sesuai dengan dinamika perubahan tuntutan konsumen. Tantangan bagi komoditi kakao saat ini adalah meningkatkan produksi dan produktivitas serta mutu biji kakao. Merespon tantangan dan dinamika yang luar biasa dalam rangka peningkatan kualitas biji kakao maka salah satunya telah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 67/Permentan/OT.140/5/2014. Perubahan tidaklah mudah pasti berat dan terdapat beberapa penyesuaian, namun hasilnya diharapkan kearah yang lebih baik, sehingga dalam penerapan permentan tersebut dapat berjalan lebih lancar, membangun kakao yang sesuai dengan pasar atau dinamika perubahan tuntutan konsumen serta ketentuan yang berlaku. Kedepannya, dalam perjalanan atau pelaksanaan Permentan Nomor 67/Permentan/OT.140/5/2014 pasti ada perubahan karena permentan tersebut tidaklah sempurna dimana masih memungkinkan terdapat penambahan/perbaikan dalam upaya meningkatkan daya saing dan mutu biji kakao yang beredar, sehingga minimal dapat meningkatkan kualitas biji kakao Indonesia,” demikian disampaikan Gardjita Budi,Direktur Mutu dan Standardisasi, Ditjen. PPHP mewakili Direktur Jenderal PPHP dalam acara Lokakarya dengan tema menyongsong pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian No. 67/Permentan/OT.140/5/2014.

 

Gardjita Budi menambahkan Biji kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki potensi besar dalam meningkatkan devisa negara dan pendapatan petani. Mutu yang dihasilkan masih rendah (umumnya belum difermentasi). Pemotongan harga di pasar luar negeri yang menyebabkan harga di tingkat petani lebih rendah dari harga internasional.  Industri kakao dalam negeri kekurangan bahan baku. Dan tuntutan pasar akan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi semakin meningkat.

 

“Perlunya meningkatkan kelas kakao karena saat ini masih ada yang menjual kakao dengan kualitas kurang baik. Untuk itu upaya kebijakan antar sesama produsen dari hulu hilirnya dilakukan dalam rangka menambah daya saing kakao. Karena sudah saatnya kakao dibenahi kualitasnya. Tuntutan pasar pada kakao baik pada mutu dan kualitas serta ditingkatkan infrastruktur benih dan keamanan produk. Peraturan/kebijakan baru pasti mempunyai dampak dan kekurangan, untuk itu dikaji bersama dalam rangka meningkatkan nilai daya tambah kakao”, jelas mangga barani dalam lokakarya tersebut.

Sesi Diskusi antara Narasumber dengan Peserta Lokakarya

Diharapkan dengan pelaksanaan kegiatan ini dapat meningkatkan mutu biji kakao yang beredar dan sebagai dasar dalam pemenuhan persyaratan mutu biji kakao sesuai Permentan Nomor 67/Permentan/OT.140/5/2014, sehingga biji kakao yang beredar dapat memenuhi persyaratan serta sesuai dengan pasar atau dinamika perubahan tuntutan konsumen. Dengan demikian dapat membangun persepsi positif terhadap upaya peningkatan mutu kualitas biji kakao.

Peserta Lokakarya


Bagikan Artikel Ini  

Membangun Sistem Usaha Perkebunan Sawit Yang Layak Ekonomi, Sosial dan Ramah Lingkungan.

Diposting     Rabu, 13 Mei 2015 07:05 pm    Oleh    ditjenbun



Jakarta (11/5), Perkembangan pembangunan perkebunan khususnya komoditi kelapa sawit kian pesat. Namun pertumbuhan industri minyak sawit Indonesia kerap kali disertai dengan terpaan isu dan menghadapi berbagai tantangan/tuduhan, baik mengenai perluasan perkebunan kelapa sawit terkait deforestasi, konflik sosial, menggeser komoditi lain/lahan persawahan/kawasan hutan, mengancam habitat hewan (gajah/orangutan,dll), penyebab kebakaran hutan, pemanasan global, merusak lingkungan serta kampanye hitam sawit lainnya, demikian disampaikan oleh Ir. Gamal Nasir, MS (Direktur Jenderal Perkebunan) dalam Acara Konperensi Pers tanggal 11 Mei 2015 bertempat di Ruang Rapat Gedung C Lantai I, Kantor Pusat Kementerian Pertanian.

 

Dalam Konperensi Pers yang dihadiri oleh Para Pejabat Eselon II Lingkup Ditjen Perkebunan dan Wartawan Media Cetak dan Elektronik yang tergabung dalam FORWATAN, Dirjen Perkebunan, menjelaskan bahwa kita tidak perlu khawatir terkait isu yang sedang berkembang saat ini dan pengakuan ISPO di mata Negara Konsumen atau Internasional, karena kita terus berusaha mensosialisasikan ISPO ke dunia internasional. Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan/Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial dan ramah lingkungan berdasarkan perundangan di Indonesia. Maksud dari ISPO untuk mengatur pengelolaan sertifikasi ISPO dengan tujuan memastikan perusahaan perkebunan kelapa sawit dan usaha pekebun kelapa sawit telah menerapkan prinsip dan kriteria ISPO secara benar dan konsisten dalam menghasilkan minyak sawit berkelanjutan.

 

“Perusahaan perkebunan yang belum mengajukan Sertifikat ISPO sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 diberikan tenggang waktu untuk mengajukan pendaftaran permohonan sertifikat ISPO sampai dengan 25 September 2015,” jelas Gamal.

Gamal menambahkan, apabila sampai dengan tanggal tersebut, perusahaan belum mengajukan, kelas kebun akan diturunkan menjadi kelas IV oleh Pemberi Izin (Gubernur atau Bupati sesuai kewenangannya). Dan apabila telah memiliki kelas kebun namun belum mengajukan permohonan sertifikasi, maka diberikan peringatan 3 kali dengan selang waktu 4 (empat) bulan. Jika tetap belum mengajukan permohonan sertifikasi ISPO, maka izin usaha akan dicabut.

 

Berdasarkan Sidang Komisi ISPO pada hari Kamis 30 April 2015, telah dibahas 57 (lima puluh tujuh) dokumen dan 3 lembaga konsultan, dengan hasil sebagai berikut terdapat 34 perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh pengakuan oleh Komisi ISPO, 23 perusahaan yang belum memenuhi persyaratan dan harus memperbaiki/melengkapi dokumen, dan terdapat 3 (tiga) lembaga konsultan ISPO yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh pengakuan oleh Komisi ISPO. Perkembangan pelaksanaan Sertifikasi ISPO berdasarkan hasil penilaian usaha perkebunan tahun 2012, perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk mengajukan permohonan Sertifikat ISPO sejumlah 660 (enam ratus enam puluh) perusahaan yang setiap tahunnya bertambah disesuaikan dengan pelaksanaan penilaian usaha perkebunan tahap operasional oleh daerah. Dari jumlah tersebut, yang sudah mengajukan permohonan untuk Sertifikat ISPO sejumlah 562 perusahaan dan 97 diantaranya telah memperoleh sertifikat ISPO.  Dengan demikian sejumlah 98 perusahaan belum mengajukan permohonan Sertifikat ISPO.

 

Berdasarkan sidang Komisi ISPO pada hari Kamis  30 April 2015, telah dibahas 57 (lima puluh tujuh) dokumen dan 3 lembaga konsultan, dengan hasil sebagai berikut:

Adapun rinciannya sebagai berikut:

 

No

Kategori Perusahaan

Nama Perusahaan

A

Memenuhi Persyaratan untuk memperoleh pengakuan oleh Komisi ISPO

1)     PTPN V Sei Pagar,

2)     PT Hutan Hijau Mas,

3)     PT Socfin Indonesia (PKS Tanah Gambus),

4)     PT Socfin Indonesia (PKS Bangun Bandar),

5)     PT Dasa Anugerah Sejati,

6)     PT Brahma Binabakti,

7)     PT Sekarbumi Alamlestari,

8)     PT Astra Agro Lestari,

9)     PT Borneo Indah Marjaya,

10)  PTPN V Sei Galuh,

11)  PTPN V Sei Garo,

12)  PT Bakrie Pasaman Plantations,

13)  PT Perkebunan Milano,

14)  PT Bakrie Sumatera Plantations

15)  PT Rimba Mujur Mahkota,

16)  PT Parit Sembada,

17)  PT Austindo Nusantara Jaya Agri (Siais),

18)  PT Tamaco Graha Krida,

19)  PT PP London Sumatera Indonesia (PKS Gunung Malayu),

20)  PT PP London Sumatera Indonesia (PKS Bagerpang),

21)  PT Padasa Enam Utama (PKS Teluk Dalam),

22)  PT Agro Muko,

23)  PT Perkebunan Nusantara VI (PKS Rimbo Dua).

24)  PT Kresna Duta Agroindo (PKS Jelatang).

25)  PT Sumber Kharisma Persada.

26)  PT Perkebunan Nusantara III (PKS Sei Mangkei).

27)  PT Gemareksa Mekarsari.

28)  PT Pasangkayu.

29)  PT Unggul Widya Teknologi Lestari.

30)  PT Aneka Inti Persada (AIP).

31)  PT Supra Matra Abadi

32)  PT Langgeng Muara Makmur (LMR).

33)  PT Guthrie Pecconina.

34)  PT Bangun Jaya Alam Permai.

B

Belum Memenuhi Syarat dan harus Memperbaiki/ Melengkapi Dokumen

1)      PT Hari Sawit Jaya,

2)      PT Dendymarker Indah Lestari

3)      PT Harapan Sawit Lestari,

4)      PT Tunggal Yunus Estate,

5)      PT Limpah Sejahtera,

6)      PT First Lamandau Timber International,

7)      PT Karyanusa Ekadaya,

8)      PT Alamraya Kencanamas.

9)      PT Tapian Nadenggan (PKS Semilar),

10)    PT PP London Sumatera Indonesia (PKS Dolok),

11)    PT Padasa Enam Utama (PKS Koto Kampar),

12)    PT Swadaya Mukti Prakarsa,

13)    PT Teguh Sempurna,

14)    PT Sepanjang Intisurya Mulia, dan

15)    PT Gawi Makmur Kalimantan (PKS Jorong).

16)    PT Wana Sawit Subur Lestari.

17)    PT Socfin Indonesia – Perkebunan Negeri Lama.

18)    PT Kresna Duta Agroindo (PKS Muara Wahau).

19)    PT Rigunas Agri Utama.

20)    PT Kebun Pantai Raja.

21)    PT Perkebunan Nusantara III (Sei Silau).

22)    PT Forestalestari Dwikarya.

23)    PT Tidar Kerinci Agung (TKA).

 

No

Nama Lembaga Konsultan

1)

PT Gagas Dinamiga Aksenta

2)

PT Surveyor Indonesia,

3)

PT Shantika Valuindo Lestari.

 

Diakui masih terdapat kendala yang harus dihadapi Ditjenbun, terkait penerapan legalitas usaha kebun, manajemen perusahaan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tanggung jawab sosial, peningkatan usaha, dll. “Dalam waktu dekat akan dilaksanakan kunjungan untuk mempromosikan ISPO ke 5 (lima) Negara,” jelas Gamal.

 

Selain membahas ISPO, dalam konperensi pers tersebut, Soedjai Kartasmita (Ketua Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera/BKS-PPS), menjelaskan tentang rencana pembangunan Museum Perkebunan Indonesia. Pentingnya peran perkebunan untuk ekonomi negara kita baik di masa lalu maupun di masa mendatang. “Untuk itu besar harapan agar generasi muda dapat menikmati museum tersebut sehingga dapat terinformasi tentang tumbuh kembang perkebunan”, jelas Soedjai Kartasasmita.

 

“Pendekalarasian MUSPERIN pada tanggal 8 Mei 2015 di Jakarta Convention Center, Jakarta, sedang peresmian Museum BKS-PPS pada Hari Perkebunan 10 Desember 2015 di Medan, Peresmian museum di Kompleks PPKS mudah-mudahan dapat dilaksanakan pada Hari Perkebunan tahun 2016”, tambah Soedjai Kartasasmita.


Bagikan Artikel Ini  

Membangkitkan Kejayaan Teh Indonesia.

Diposting     Senin, 30 Maret 2015 07:03 pm    Oleh    ditjenbun



Bandung (23/3), Demikian tema yang diangkat pada kegiatan Kunjungan Pers Ditjen Perkebunan Tahun 2015 di Bandung tanggal 23-24 Maret 2015 yang dihadiri oleh Pejabat Kehumasan Lingkup Eselon I Kementerian Pertanian, Pejabat Fungsional Pranata Humas, Wartawan Media Cetak (FORWATAN) dengan menghadirkan Narasumber dari Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar Ditjen Perkebunan, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, Dewan Teh Indonesia, dan PPTK Gambung.

 

Dirjen Perkebunan dalam arahan tertulisnya yang dibacakan oleh Kepala Biro Umum dan Humas Setjen Kementerian Pertanian, sekaligus membuka secara resmi kegiatan tersebut, menjelaskan bahwa salah satu komoditas unggulan Indonesia adalah Teh. Untuk meningkatkan citra produk teh Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan mengadakan Kunjungan Pers dengan tema “Membangkitkan Kejayaan Teh Indonesia”.

Lebih lanjut, dalam arahannya Dirjen menjelaskan bahwa, berdasarkan data Ditjenbun, pada tahun 2014 perkebunan teh mencapai 121.034 ha, dengan produksi 143.751 ton. “Adapun sentra pengembangan teh di Indonesia adalah Jawa Barat dengan luas areal 93.520 ha atau 77,27 % dari luas areal teh nasional. Dari total areal tersebut diusahakan dalam bentuk Perkebunan Rakyat seluas 47.920 ha (51,24%), Perkebunan Besar Negara seluas 25.011 ha (26,74%) dan Perkebunan Besar Swasta seluas 20.589 ha (22,02%). Ekspor teh di Indonesia tahun 2013 mencapai 70,8 ribu ton dengan nilai $ US 157,5 juta, sedangkan untuk impor sebesar 20,5 ton dengan nilai impor $ US 29,3 juta”, jelas Dirjen.

Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar, dalam paparannya yang disampaikan oleh Kasubdit Pemberdayaan dan Kelembagaan, menjelaskan bahwa, pengembangan Teh Indonesia membutuhkan komitmen, tekad dan upaya yang tulus dari para stakeholder di bidang Teh untuk menerapkan langkah-langkah operasional yang didasarkan pada kebijakan pembangunan perkebunan yang dilaksanakan secara proporsional dan profesional sesuai dengan wewenang, tugas, fungsi dan peran masing- masing.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, memaparkan bahwa, strategi kebijakan pengembangan teh di Jawa Barat difoskuskan untuk memperkuat di hulu dan memperkuat di hilir, yaitu dengan rehabilitasi kendala dan permasalahan dasar, revitalisasi potensi, rekonstruksi agribisnis pertehan, dan akselerasi pengembangan. “Untuk akselerasi pengembangan dilakukan dengan penyediaan benih teh klon unggul, peningkatan ketersediaan sarana produksi, peremajaan, perluasan dan rehabilitasi kebun, pengendalian hama penyakit dan gulma, peningkatan kualitas SDM, peningkatan produksi dan menjaga kontinuitas supplay, peningkatan mutu hasil dan daya saing produk, peningkatan posisi tawar, penataan sistem tata niaga yang transparan dan akuntabel, penataan kelembagaan Agribisnis Teh dari Hulu ke Hilir, peningkatan dukungan permodalan agribisnis, dan perbaikan regulasi pertehan nasional”, ujarnya.

Ketua Umum Dewan Teh Indonesia, menjelaskan bahwa mensikapi kinerja pertehan Indonesia yang terus menurun, di lain pihak ada prospek untuk meningkatkan industri teh Indonesia, maka di tahun 2011 Dewan Teh Indonesia mencanangkan Program Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN). “Kami sebut gerakan, karena dimaksudkan untuk mengundang partisipasi dari semua pemangku kepentingan”, katanya. Sasarannya adalah meningkatnya kualitas dan produktivitas the Indonesia 15% per tahun, meningkatnya harga jual 5% per tahun dan dukungan regulasi pemerintah menuju iklim usaha yang lebih kondusif. Sasaran akhir dari gerakan ini adalah distribusi pendapatan pada rantai pasok yang lebih adil, terutama bagi mata rantai yang sangat vital yaitu Petani Teh yang menguasai 46% areal teh nasional tetapi produktivitasnya yang paling rendah.

Karyudi, Direktur PPTK Gambung , memaparkan bahwa, produksi dan konsumsi teh dunia bearada pada posisi yang relatif seimbang, sehingga harga komoditas teh tidak bisa diharapkan meningkat secara signifikan. “Untuk memperbaiki masalah teh harus didekati dengan memperbaiki strategi dari resources based menjadi innovation based industry dengan memperluas diversifikasi produk hilir, yaitu bukan hanya sebagai produk beverage tetapi juga untuk kesehatan, kecantikan dan bahan baku industri pangan. Peranan PPTK sangat strategis untuk menciptakan inovasi yang mengintegrasikan dari sektor hulu sampai hilir”, kata Direktur PPTK .

 

Kunjungan Lapangan

Karyudi, Direktur PPTK Gambung, pada kunjungan lapangan di PPTK Gambung menjelaskan bahwa, seiring meningkatnya gaya hidup sehat masyarakat, maka meningkat pula konsumsi teh nasional. Bahkan saat ini bukan hanya teh hijau yang diminati tapi jenis teh putih pun juga meningkat. Dirinya mengaku kewalahan untuk memenuhi permintaan teh putih. “Permintaan teh putih meningkat karena sudah mengetahui akan dampak dari mengkosumsi teh, terutama teh putih. Seperti diketahui teh putih tidak sekedar untuk penghilang dahaga, tapi juga juga memiliki kandungan antioksidan tinggi”, katanya.

Bukan hanya itu, teh putih juga sangat berkhasiat untuk kaum hawa karena bisa untuk memperbaiki sel-sel yang telah mati karena usia. Seperti diketahui, antioksidan dapat melindungi tubuh dari proses oksidasi, serta menangkal radikal  sel-sel dalam tubuh. Kerusakan sel inilah yang dapat memicu terjadinya berbagai penyakit berbahaya dalam tubuh, misalnya kanker, jantung, hingga penuaan dini.

“Jadi dengan mengonsumsi teh bisa mengeluarkan racun. Bahkan khusus bagi perempuan jika mengkosumsi teh putih setiap hari maka wajahnya bisa tampak 15 tahun lebih muda,” terang Karyudi saat Kunjungan Pers Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian ke PPTK Gambung.

Tidak hanya itu, Karyudi mengingatkan, saat ini Indonesia jangan terpaku kepada penjualan hasil perkebunannya saja tapi sudah saatnya memikirkan hasil hilirnya. Hal itu karena jika hanya menjual barang mentah maka harga akan naik turun. Sebab harga perkebunan tergantung dari pasar luar negeri. Tapi jika hasilnya diolah terlebih dahulu maka tidak akan terpengaruh terhadap harga di luar.

“Sehingga meski lahan di Indonesia masih cukup luas, jangan hanya memikirkan peningkatkan produksi, tapi juga bagaimana memikirkan produk hilir sehingga tidak terpengaruh terhadap harga diluar,” pungkas Karyudi. (humas-djbun)


Bagikan Artikel Ini  

Kementan Kembangkan Kelapa Sawit Rakyat.

Diposting     Kamis, 12 Maret 2015 07:03 pm    Oleh    ditjenbun



akarta (10/3), Kementerian Pertanian (Kementan) tetap akan mengembangkan kelapa sawit rakyat dengan upaya peningkatan produksi dan produktivitas melalui konsep pembangunan berkelanjutan. Dengan luasan 41 persen dari total areal, perkebunan rakyat sangat berperan penting.

Demikian dikatakan Direktur Jenderal Perkebunan Gamal Nasir dalam pembukaan pertemuan kelompok (working group) proyek Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk Usaha di Jakarta, Selasa (10/3). Pertemuan dihadiri berbagai pemangku kepentingan, seperti Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani, Country Director UNDP Indonesia, Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), ejabat Eeselon II Ditjen Perkebunan.

Gamal menuturkan, peningkatan produktivitas menjadi perhatian khusus mengingat tanpa ada upaya mendasar tersebut sama halnya dengan mempertahankan sikap boros terhadap penggunaan sumber daya. Dalam kaitan itu, perhatian khusus akan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas usaha pekebun yang masih rendah.

Gamal mengatakan, pengembangan usaha kelapa sawit pekebun merupakan agenda besar pembangunan pertanian ke depan, yakni peningkatan produktivitas usaha pekebun skala kecil yang umumnya diwarnai capaian tingkat produktivitas di bawah potensi normalnya.

Menurut Gamal, dewasa ini merupakan momentum untuk melakukan perubahan orientasi dari penggunaan teknologi pertanian berbais pestisida kimia menjadi pertanian tekno-ekologis yakni penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.

Lebih lanjut Gamal mengatakan, kegiatan Inisiatif Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan/Sustainable Palm Oil Initiatives (SPOI) selama lima tahun meliputi lima komponen strategis. Pertama, memperkuat pelaksanaan sertifikasi ISPO bagi pekebun terutama dalam pelaksanaan praktek pertanian yang baik (Good Agricultural Practices/GAP) dan pelestarian lingkungan.

Kedua, memperkuat ISPO untuk pelestarian hutan, meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati dan mitigasi serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Ketiga, memfasilitasi dalam memediasi permasalahan/perselisihan dan pemberdayaannya.

Keempat, memperkuat sistem dan standar ISPO sehingga dapat diakui dan mendapat dukungan serta diterima masyarakat lebih luas. Kelima, mewujudkan platform nasional dan provinsi dalam memastikan transparansi dan mempromosikan kelapa sawit berkelanjutan. (humas-djbun).


Bagikan Artikel Ini  

Menggapai Asa Perkebunan Indonesia .

Diposting     Rabu, 11 Maret 2015 07:03 pm    Oleh    ditjenbun



Bogor (3/3), Belajar dari pengalaman guna meningkatkan produksi dan produktivitas lebih besar lagi, itulah tekad Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) di tahun 2015 ini.

Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementan dalam Pertemuan Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Tahunan 2015 optimis bahwa produksi dan produktivitas tahun 2015 ini akan lebih meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun untuk mencapai hal tersebut tidaklah semudah membalikan tangan.

Artinya perlu ada evaluasi di tahun 2014 agar di tahun 2015 ini tidak terulang kembali. Alhasil dengan melakukan tersebut bukan tidak mungkin peningkatan produksi dan produktivitas bisa dilakukan dengan cepat. “Harus kita akui masih banyak kendala yang kita hadapi di tahun 2014 (kemarin) yang tentunya tidak boleh kita ulangi di tahun 2015 (ini),” jelas Gamal dalam acara pertemuan tersebut.

Masalah tersebut, menurut Gamal, pertama, masih banyaknya Revisi POK/DIPA 2014 yang diajukan bahkan sampai bulan November 2014. Kedua, lambatnya penetapan CP/CL oleh Bupati, bahkan perubahan CP/CL tidak pernah dilaporkan ke Ditjen Perkebunan Kementan. Ketiga, kurangnya dukungan pendanaan APBD Provinsi dan Kabupaten. Keempat, terlambatnya proses pengadaan barang dan jasa. Kelima, implementasi teknologi belum sepenuhnya diterapkan dan belum tersosialisasi dengan baik.

Keenam, kurang optimalnya sinergi dan koordinasi, baik vertikal ataupun horizontal. Ketujuh, ketepatan waktu penyediaan benih dan pengadaan sarana dan prasaranan yang kurang sinkron antara Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dan terakhir kedelapan yaitu, pelaksanaan pembangunan kebun sumber benih tidak menggunakan benih bina.

“Kendala-kendala tersebut tentunya harus menjadi tekad kita memperbaikinya di tahun 2015 ini,” harap Gamal.

Disisi lain, menurut Gamal bahwa dengan anggaran sebesar Rp 173,9 miliyar untuk Direktorat Tanaman Tahunan angka tersebut terlalu kecil jika dibandingkan anggaran keseluruhan Ditjen Perkebunan yang mencapai Rp.1,32 triliun. Melihat hal tersebut maka anggaran yang ada akan difokuskan kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menciptakan multiplier effect yang optimal sehingga dapat menangkap peluang. Menjawab tantangan.

“Tidak hanya itu, kegiatan yang bersifat multiplier effect  mampu mengatasi permasalahan gerakan di masyarakat  sehingga dapat memfasilitasi pencapaian sasaran Pembangunan Perkebunan Tahun 2014,” jelas Gamal.

Sejatinya, Gamal menegaskan, meskipun anggaran kegiatan peningkatan produksi dan produktivitas minim, namun  perannya sangat penting dan strategis sehingga pelaksanaan kegiatan tersebut dapat mendukung pencapaian Pembangunan Perkebunan Tahun 2015. “Kemudian dengan tercapainya pembangunan perkebunan maka otomatis akan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran akhir pembangunan tahun 2015,” pungkas Gamal. (humas-djbun).


Bagikan Artikel Ini  

Partisipasi Ditjenbun pada Pameran Pangan Nasional 2015.

Diposting     Jumat, 20 Februari 2015 07:02 pm    Oleh    ditjenbun



akarta (12/2), Penyelenggaraan Jakarta Food Security Summit-3 merupakan acara rutin KADIN Indonesia yang pada kali ini merupakan penyelenggaraan yang ke-3 yaitu berupa kegiatan yang berfokus pada peningkatan produksi  dan produktivitas, nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan. Selain acara puncak berupa Seminar, diselenggarakan juga Pameran Pangan Nasional 2015 yang dilaksanakan selama tiga hari dari tanggal 12 – 14 Februari 2015 di Assembly Hall Jakarta Convention Center (JCC) – Jakarta.

 

Ditjen Perkebunan bersama-sama dengan Eselon I lingkup Kementerian Pertanian ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan pameran yang dilaksanakan selama tiga hari bertempat di Assembly Hall JCC dengan mengusung tema Pangan Lestari Untuk Masyarakat “Sustainable Food for People”.

Untuk mengusung tema pameran yang terkait dengan swasembada pangan, stand Ditjen Perkebunan menampilkan Program Swasembada Gula Nasional yang diwujudkan dalam bentuk poster dengan judul Strategi Pencapaian Swasembada Gula dan Prosedur Sertifikasi Benih Tanaman Tebu.

 

Dalam pencapaian Swasembada Gula, salah satu strategi yang dilakukan adalah Peningkatan Produktivitas melalui Penataan Varietas-Varietas Tebu. Stand Ditjen Perkebunan menampilkan beberapa sampel varietas benih tebu antara lain Bululawang, PS 865, PS 881, PSDK 923, PSJT 941.

Selain itu, dalam strategi Perluasan Areal langkah operasional yang dilaksanakan Ditjen Perkebunan melalui Penyediaan Benih Tebu Kultur Jaringan dengan menampilkan Bud Chip dan Chip Set.

Untuk mengedukasi serta menambah wawasan pengetahuan pengunjung pameran, Stand Ditjen Perkebunan juga menyiapkan berbagai publikasi dalam bentuk leaflet tentang petunjuk singkat budidaya tanaman perkebunan, antara lain Tebu, Kelapa Sawit, Kakao, Kopi serta publikasi lainnya. Dalam pameran tersebut, Paviliun Kementerian Pertanian mendapat penghargaan sebagai Juara I Stand Terbaik. (humas-djbun).


Bagikan Artikel Ini  

Peran perkebunan dalam perekonomian nasional.

Diposting     Selasa, 13 Januari 2015 07:01 pm    Oleh    ditjenbun



Komoditas perkebunan merupakan salah satu andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara Indonesia, yang dapat dilihat dari kontribusi subsektor perkebunan pada tahun 2013 mencapai US$ 45,54 milyar atau setara dengan Rp.546,42 trilliun (asumsi 1 US$ = Rp. 12.000,-) yang meliputi ekspor komoditas perkebunan sebesar US$ 35,64 milyar, cukai hasil tembakau US$ 8,63 millyar dan bea keluar (BK) CPO dan biji kakao sebesar US$ 1,26 milyar. Jika dibandingkan dengan tahun 2012 kontibusi subsektor perkebunan mengalami peningkatan sebesar 27,78% atau naik sebesar US4 9,90 milyar.

 

Dengan meningkatnya peran sub sektor perkebunan terhadap terhadap perekonomian nasional diharapkan dapat memperkokoh pembangunan perkebunan secara menyeluruh, demikian harapan Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun), Ir. Gamal Nasir,MS., pada saat menyampaikan arahan di depan kepala satker lingkup Ditjen. Perkebunan baik pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten) seluruh Indonesia, pada pertemuan percepatan kegiatan pembangunan perkebunan Tahun 2015 di Bogor-Jawa Barat (8/1).

Dirjenbun mengingatkan penyelenggaraan perkebunan mengemban amanat dalam mendukung pembangunan nasional, hal ini sebagaimana yang diamanatkan dalam UU no 39 tahun 2014 tentang perkebunan yang menyatakan bahwa perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengelolaan dan pemasaran terkait tanaman perkebunan.

 

Dengan pengertian tentang perkebunan yang lebih luas tersebut, penyelenggaraan perkebunan mengemban amanat dalam mendukung pembangunan nasional. Amanat tersebut mengharuskan penyelenggaraan perkebunan ditujukan antara lain : (1) untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; (2) untuk meningkatkan sumber devisa negara; (3) menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (4) untuk meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan pangsa pasar; (5) untuk meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri; (6) untuk memberikan perlindungan pada pelaku usaha perkebunan dan masyarakat; (7) untuk mengelola dan mengembangkan sumber daya perkebunan secara optimal, bertanggung jawab dan lestari; dan (8) untuk meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan, tegas Dirjenbun.

 

Lebih lanjut Dirjen menyampaikan, program strategis ditjen. perkebunan Tahun 2015-2019 adalah peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan,  dengan kegiatan yang meliputi : (1) Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman semusim; (2) Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman rempah penyegar; (3) Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman tahunan; (4) Dukungan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha; (5) Dukungan perlindungan perkebunan; (6) Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya; (7) Dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan BBP2TP Medan, BBP2TP Surabaya dan BBP2TP Ambon;

Sementara itu Sekretaris Ditjen Perkebunan (Sesdit), Ir. Irmidjati R Nurbahar, M.Sc., dalam sambutan ketua panitia Pertemuan Percepatan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Tahun 2015 melaporkan bahwa pertemuan ini dilaksanakan dalam rangka memantapkan persiapan percepatan pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015, sehingga segala sesuatu yang telah direncanakan sebelumnya dapat dioperasionalkan secara cepat dan tepat serta sesuai dengan peraturan perundangan.

Pertemuan ini dihadiri oleh 275 orang yang terdiri dari para penanggungjawab kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015 baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten, serta narasumber dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian yang akan memberikan arahan tentang simpul-simpul kritis pelaksanaan kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015, tegas Sesdit.

Lebih lanjut Sesdit mengatakan bahwa pertemuan ini merupakan forum silaturahmi dan diskusi keluarga besar Direktorat Jenderal Perkebunan dari Pusat dan Daerah.


Bagikan Artikel Ini