KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

UU Perkebunan Lindungi Pelaku Usaha Perkebunan dan Masyarakat Adat.

Diposting     Rabu, 23 Maret 2016 07:03 pm    Oleh    ditjenbun



Jakarta (22/03), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (UU Perkebunan pada Senin (22/3). Agenda sidang Perkara Nomor 138/PUU-XIII/2015 tersebut adalah mendengarkan keterangan Pemerintah.

Dalam keterangannya, Pemerintah mempertanyakan kedudukan Pemohon selaku masyarakat hukum adat. Menurut Pemerintah, Pemohon tidak memiliki hubungan langsung dengan pasal yang diuji karena pasal-pasal a quo Undang-Undang Perkebunan pada dasarnya mengatur mengenai masyarakat hukum adat, pelaku usaha perkebunan, dan perusahaan perkebunan. Sedangkan Pemohon adalah sejumlah LSM, yakni Serikat Petani Kelapa Sawit, Perkumpulan Sawit Watch, dan Aliansi Petani Indonesia.

“Pemerintah berpendapat, para Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum sebagaimana dimaksud oleh ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu,” ujar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir yang mewakili Pemerintah.

Lebih lanjut, Pemerintah beranggapan tujuan penyelenggara perkebunan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, meningkatkan sumber devisa negara, menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha, meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, pangsa pasar, meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri.

“Juga memberikan perlindungan kepada pelaku usaha perkebunan dan masyarakat, mengelola dan mengembangkan sumber daya perkebunan secara optimal, bertanggungjawab dan lestari serta meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan,” ucap Gamal kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat.

Dalam persidangan, Pemerintah juga menghadirkan Direktur Ligitasi Perundang-undangan Kemenkumham Yunan Hilmy. Yunan mengungkapkan, ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Perkebunan dimaksudkan untuk jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak masyarakat hukum adat. Tujuannya dalam rangka musyawarah dan mufakat dengan pelaku usaha perkebunan.

“Penempatan masyarakat hukum adat adalah untuk menegaskan kedudukan hukum masyarakat hukum adat, dengan memberikan kepastian dan jaminan hukum. Dalam praktik selama ini, peraturan perundang-undangan yang bersinggungan dengan hak-hak masyarakat hukum adat pada umumnya telah memberikan pengakuan atas keberadaan dan hak-hak masyarakat adat,” jelas Yunan.

Pemerintah juga memberikan keterangan perihal keberadaan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Perkebunan terkait frasa dapat, yang menurut Pemerintah, sifatnya adalah pilihan. Dengan kata lain, orang perseorangan atau badan hukum tidak memiliki kewajiban untuk melakukan kegiatan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik.

“Namun, jika orang per orang atau badan hukum ingin melakukan kegiatan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik, maka perlu memenuhi sejumlah persyaratan dan kewajiban. Dengan demikian, keberadaan Pasal 27 ayat (3) tidaklah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” tegas Yunan.

Sebagaimana diketahui, Pemohon yang merupakan lembaga swadaya masyarakat yang peduli nasib petani kecil, menguji Pasal 12 ayat (2), Pasal 13, Pasal 27 ayat (3), Pasal 29, Pasal 30 ayat (1), Pasal 42, Pasal 55, Pasal 57 ayat (2), Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 107, dan Pasal 114 ayat (3) Undang-Undang Perkebunan.

Menurut Pemohon, pelaksanaan musyawarah dengan masyarakat adat tidak seharusnya diatur dalam peraturan perundang-undangan, dalam hal ini UU Perkebunan karena hukum masyarakat adat telah mengatur dalam hukum mereka sendiri. Menurut kuasa hukum Pemohon, sebelum pemberlakuan pasal tersebut harus ada pemetaan dan penjelasan konflik yang menyeluruh di lahan-lahan perkebunan dan juga mengenai masalah hukum adat.


Bagikan Artikel Ini