Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) Sebagai Ujung Tombak Keberhasilan Program Pembangunan Perkebunan.
Diposting Kamis, 11 Juni 2009 01:06 pmYOGYAKARTA-Disatu sisi pemerintah semakin gencar melaksanakan berbagai program pembangunan perkebunan antara lain Program Revitalisasi Perkebunan, Akselerasi Peningkatan Produksi Tebu, Pengembangan Kapas dan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao). Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani-pekebun. Namun, di sisi lain, semakin terbatasnya tenaga penyuluh yang akan melaksanakan program tersebut. Atas dasar itu, Ditjen Perkebunan sejak tahun 2007 telah merekrut Tenaga Kontrak Pendamping (TKP).

Mereka yang telah dilatih ini akan bertugas mengkoordinasikan segala kegiatan di lapangan untuk melaksanakan berbagai program tersebut. Mereka ini dapat membaur dengan masyarakat setempat untuk membantu dan mengecek Calon Peserta (CP) dan Calon Lahan (CL) Petani kepada instansi terkait (Pemda setempat). Tugas mereka telah tercantum dalam kontrak kerja. Sejak tahun 2007 telah dilatih Tenaga Harian Lepas/Tenaga Kontrak Pendamping sebanyak 232 orang.

Kegiatan Revitalisasi Perkebunan dilaksanakan dari 2007 – 2010 yang akan mengembangkan perkebunan rakyat 2 juta ha yaitu komoditi kelapa sawit, karet dan kakao. Kegiatan didukung oleh kredit revitalisasi untuk perluasan 1,5 juta hektar (kelapa sawit 1,3 juta hektar, karet 50 ribu hektar dan kakao 110 ribu hektar). Flafon kredit yang tersedia saat ini sebesar Rp.37,4 triliyun. Sedang untuk peremajaan seluas 429 ribu hektar meliputi 54 ribu hektar kakao, 125 ribu hektar kelapa sawit dan 250 ribu hektar karet. Sementara rehabilitasi tanaman kakao seluas 36 ribu hektar.
Untuk kegiatan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional yang dilaksanakan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun, yaitu tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, lokasinya di 9 Provinsi dan 40 Kabupaten dengan kegiatan utama peremajaan seluas 70 ribu hektar, rehabilitasi seluas 235 ribu hektar dan intensifikasi seluas 145 ribu hektar. Gagasan gerakan ini disebabkan antara lain adanya penurunan produksi kakao dari 1.100 kg/ha/tahun pad a tahun 2003 menjadi 690 kg/ha/tahun pada tahun 2007. disamping itu mutu biji yang dihasilkan rendah akibat serangan PBK, VSD dan busuk buah serta penanganan pasca panen yang belurn sesuai dengan GHP (Good Handling Practices). (e&p djbun)