Tahun 2009, Produksi dan Ekspor Komoditas Perkebunan Meningkat Cukup Signifikan.
Diposting Senin, 30 November 2009 12:11 pmJAKARTA-Tahun 2009, walaupun dibayangi-bayangi oleh krisis ekonomi global, ternyata produksi dan ekspor komoditas perkebunan Indonesia meningkat cukup signifikan. Hampir semua komoditas utama perkebunan produksinya relatif meningkat, jelas Dirjen Perkebunan, Achmad Mangga Barani pada acara konperensi pers akhir tahun, Kamis (31/12) di Kantor Ditjen Perkebunan-Jakarta. Yang signifikan kepeningkatannya adalah kelapa sawit yaitu produksi dari 18,12 juta ton CPO di tahun 2008 menjadi 18,78 juta ton di tahun 2009 ton atau meningkat 3,6 %. Komoditas lainnya yang meningkat tetapi tidak terlalu besar adalah kelapa, kopi, tembakau, lada, dan cengkeh.
Sementara itu, volume dan nilai ekspor juga meningkat. Tahun 2008 total volume ekspor sebesar 24 juta ton dengan nilai USD 24 milyar. Dan pada tahun 2009 meningkat. Angka sementara 2009 yang diperoleh dari BPS adalah volume ekspor 28.71 juta ton dengan nilai USD 26.50 milyar atau produksi meningkat sebesar 19,6% dan nilai meningkat 10,4%
Sejalan dengan peningkatan produksi dan nilai ekspor, yang juga penting menurut Dirjen adalah bagaimana peningkatan tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap kesejateraan petani-pekebun. Sub sektor perkebunan tambah Dirjen telah memberikan kontribusi mengatasi persoalan ekonomi nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan pengembangan wilayah. Pengembangan subsektor perkebunan di desa-desa dan di daerah terpencil selama ini telah dapat menggerakan sektor ekonomi lainnya (multiplyer effect) menjadi pusat–pusat pertumbuhan perekonomian di pedesaan.
Tabel. Perkembangan Keterlibatan Tenaga Kerja di Sub Sektor Perkebunan Tahun 2005-2009
Tahun |
Keterlibatan Tenaga Kerja (juta Orang) |
Pangsa Tenaga Kerja Perkebunan (%) terhadap |
|||
Nasional |
Pertanian |
Perkebunan |
Nasional |
Pertanian |
|
2005 |
105,86 |
42,31 |
18,95 |
17,90 |
45,87 |
2006 |
106,39 |
40,14 |
19,03 |
17,89 |
47,41 |
2007 |
109,94 |
41,21 |
19,05 |
17,33 |
46,23 |
2008 |
111,95 |
41,33 |
19,40 |
17,33 |
46,94 |
2009 |
113,74 |
43,03 |
19,70 |
17,32 |
45,78 |
Laju Pertumbuhan (% tahun) |
1,82 |
1,06 |
0,98 |
Tabel. Perkembangan Pendapatan Petani-Pekebun tahun 2005-2009
Tahun |
2005 |
2006 |
2007 |
2008 |
2009 |
Pendapatan Petani-Pekebun (USD/KK/2Ha/th) |
920 |
1.178 |
1.389 |
1.551 |
1.555 |
Pertumbuhan (%/th) |
– |
28,04 |
17,91 |
11,66 |
0,26 |
Lebih lanjut Dirjen menjelaskan bahwa anggaran APBN Tahun 2009 yang dialokasikan untuk membiayai pembangunan sub sektor perkebunan adalahsebesar Rp 1,450 triliyun yang terdiri dari Rp 450 milyar untuk pengembangan 15 komoditi utama yang sebagian besar dialokasikan ke daerah baik dalam bentuk dana Tugas Pembantuan (TP) maupun dana Dekonsentrasi. Sedangkan anggaran Rp 1 triliyun untuk program Gernas-Kakao di 9 provinsi dan 50 kabupaten terutama di Kawasan Timur Indonesia.
Program Tahun 2010.
Berdasarkan hasil keputusan BAPPENAS bahwa di masing- masing unit kerja hanya ada 1 program kerja, dimana tahun lalu ada 3 program kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mengukur kinerja di masing-masing unit kerja. Program kerja yang ada di Ditjen perkebunan untuk tahun 2010 adalah meningkatkan produksi,produktivitas dan mutu tanaman komoditas perkebunan dengan cara rehabilitasi, intensifikasi, diversifikasi dan peremajaan. Program pembangunan perkebunan tahun 2010 disesuaikan dengan Visi Pembangunan Perkebunan 2010-2014 yaitu “Terwujudnya Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Perkebunan”.
Berdasarkan komoditas yang menjadi tanggung jawab pembinaan Ditjen Perkebunan ada 127 komoditas. Bandingkan dengan negara Malaysia hanya menangani 5 komoditas, maka kegiatan pokok pembangunan sektor perkebunan adalah 1)Peningkatan produksi, produktivitas, mutu tanaman semusim, 2) Peningkatan produksi, produktivitas, mutu tanaman rempah dan penyegar, 3) Peningkatan produksi, produktivitas, mutu tanaman tahunan, 4) Pemilihan benih unggul dan sarana produksi, 5) Perlindungan gangguan usaha perkebunan 6) Pengujian mutu bahan tanaman dan 7) Proteksi benih.
Produksi kakao untuk wilayah Indonesia Timur mengalami penurunan dimana untuk tahun lalu rata-ratanya 1.1 ton perhektar sekarang menjadi 500 kg perhektar. hal ini disebabkan karena semakin banyak Tanaman Rusak (TR), pemeliharaan yang kurang bagus dan serangan hama penyakit. Untuk komoditi tebu, tahun 2015 harus bias mencapai swasembada gula yaitu dengan cara perluasan areal, pembangunan pabrik baru, perbaikan pabrik lama khususnya di daerah Sumatera (Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Lampung).
Tabel. Sasaran Makro Pembangunan Perkebunan Tahun 2010-2014
Indikator |
Sasaran |
|||||
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
Rerata Perthan
(%) |
|
Pertumbuhan PDB
|
10,84 2,97 |
11,03 3,02 |
11,22 3,08 |
11,41 3,14 |
11,60 3,19 |
1,71 1,80 |
Keterlibatan T.Kerja (jt.org) |
19,78 |
20,08 |
20,45 |
20,9 |
21,42 |
2,01 |
Tambahan lapangan kerja (rb.org) |
226,00 |
300,00 |
370,00 |
450,00 |
520,00 |
23,31 |
Investasi (Rp. Triliun) |
45,18 |
51,73 |
57,31 |
62,9 |
68,49 |
10,98 |
Neraca Perdagangan Pertanian (US$ jt.) |
26,24 |
30,81 |
36,12 |
42,45 |
49,80 |
17,37 |
Pendapatan petani perkebunan (US$/KK/2Ha) |
1.600,00 |
1.660,00 |
1.720,00 |
1.780,00 |
1.840,00 |
3,56 |
Ekspor perkebunan (USD milyar) |
23,48 |
27,03 |
30,96 |
35,19 |
39,73 |
14,06 |
NTP Perkebunan Rakyat |
105,02 |
106,07 |
107,1307 |
108,20 |
109,28 |
1,00 |