KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pemerintah Akan Mengembangan Industri Gula di Wilayah Timur Indonesia.

Diposting     Senin, 27 Juli 2009 09:07 pm    Oleh    ditjenbun



MAKASAR-Untuk mencapai swasembada gula nasional, pemerintah akan mencari peluang baru untuk mendorong pengembangan industri gula. Peluang tersebut sebenarnya  banyak terdapat di Kawasan Timur Indonesia (KTI).  Terdapat potensi yang sangat besar di KTI  terutama lahan dan agroklimat yang cocok untuk dikembangkan industri gula, jelas Dirjen Perkebunan, Achmad Mangga Barani, pada seminar Pengembangan Agribisnis Gula Wilayah  Indonesia Timur,  Rabu, 23/7 di Makassar, Sulsel.
Pelaksanaan Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula yang telah berlangsung selama tujuh tahun sejak tahun 2002/2003 dan sampai tahun 2008 telah mampu meraih swasembada gula untuk konsumsi langsung  dan juga meningkatkan  daya saing industri pergulaan nasional. Dengan tingkat konsumsi gula masyarakat tahun 2008 sekitar 2,7  juta ton, sedangkan produksi sudah mencapai 2,71 juta ton. Hal ini merupakan hasil kerja keras seluruh stakeholders industri pergulaan nasional, tegas Dirjen lebih lanjut.

Dalam mendukung peningkatan produksi gula nasional, Wilayah Timur Indonesia akan dikembangkan industri gula. Wilayah timur perlu mendapatkan prioritas khusus mengingat saat ini ada ketimpangan dari lokasi geografis existing PG dan produksi gula.  Dari 60 PG yang ada di Indonesia, hanya 4 PG yang berada di wilayah timur Indonesia, yaitu 3 di Sulawesi Selatan dan 1 di Gorontalo, dengan total produksi sekitar 79 ribu ton per tahun. Sementara dari 8 pabrik gula rafinasi, hanya 1 yang terdapat di wilayah timur Indonesia yaitu pabrik gula rafinasi Makassar Tene di Makassar, dengan kapasitas terpasang 500 ribu ton gula per tahun. Seyogyanya perlu direncanakan dengan baik pengembangan industri gula di KTI. Untuk wilayah KTI perlu ditempuh upaya peningkatan produksi paling tidak penyiapan pasokan yang dapat memenuhi kebutuhan bagi masyarakat ataupun industri di kawasan KTI sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sampai saat ini telah tercatat sebanyak 22 calon investor, beberapa diantaranya sudah merencanakan untuk pengembangan/pembangunan PG di kawasan KTI seperti Sultra dan Papua, serta adanya peluang untuk untuk Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, NTT dan NTB. Rencana pengembangan tersebut tentunya didasari pada perhitungan potensi serta kesesuaian agroklimat yang memungkinkan untuk pengembangan atau pendirian pabrik gula.

Berdasarkan hasil survey P3GI Tahun 2000, dari potensi areal pengembangan tebu seluas + 750 ribu ha secara nasional, diantaranya berada di KTI sekitar 500 ribu ha. Dari luasan tersebut sekitar 60% merupakan peluang atau potensi yang bisa ditangani lebih lanjut kedepan. Namun demikian diakui bahwa untuk memanfaatkan dan mewujudkan peluang dan harapan tersebut tidaklah mudah, masih banyak kendala atau hambatan yang perlu diatasi seperti kepastian lahan, infrastruktur  serta kesiapan SDM/masyarakat yang biasanya menjadi pertimbangan bagi masuknya investor.

Melihat potensi dan prospek KTI, Dirjen mengharapkan  melalui seminar ini diperoleh kesepakatan dan komitmen bersama bahwa potensi wilayah KTI harus segera ditangani secara lebih serius. Tentu  melalui koordinasi antara semua stakeholders terutama Pemda dari tingkat Propinsi hingga Kabupaten bersama masyarakat dan investor. Jika penegambangan industri gula dapat segera  dilaksanakan, akan tercipta keseimbangan pasokan kebutuhan gula secara merata. Sebab, selama ini dipasokan gula sekitar 62 % berasal dari Jawa dengan jumlah pabrik 48 PG. Sementara PG yang ada di Jawa umumnya sudah tua dan merupakan warisan sejak jaman Belanda. Pasokan lainnya dari Sumatera dengan jumlah PG 8 buah yang dibangun setelah kemerdekaan. Dengan demikian untuk mencapai swasembada gula nasional secara menyeluruh baik untuk konsumsi langsung rumah tangga/masyarakat maupun untuk kebutuhan industri seperti industri minuman dan makanan sebesar 1,5 juta ton secara bertahap dapat dipenuhi. Rumusan seminar dapat diakses pada menu Hasil Pertemuan (e&p-djbun)MAKASSAR-Untuk mencapai swasembada gula nasional, pemerintah akan mencari peluang baru untuk mendorong pengembangan industri gula. Peluang tersebut sebenarnya  banyak terdapat di Kawasan Timur Indonesia (KTI).  Terdapat potensi yang sangat besar di KTI  terutama lahan dan agroklimat yang cocok untuk dikembangkan industri gula, jelas Dirjen Perkebunan, Achmad Mangga Barani, pada seminar Pengembangan Agribisnis Gula Wilayah  Indonesia Timur,  Rabu, 23/7 di Makassar, Sulsel.

Pelaksanaan Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula yang telah berlangsung selama tujuh tahun sejak tahun 2002/2003 dan sampai tahun 2008  telah mampu meraih swasembada gula untuk konsumsi langsung  dan juga meningkatkan  daya saing industri pergulaan nasional. Dengan tingkat konsumsi gula masyarakat tahun 2008 sekitar 2,7  juta ton, sedangkan produksi sudah mencapai 2,71 juta ton. Hal ini merupakan hasil kerja keras seluruh stakeholders industri pergulaan nasional, tegas Dirjen lebih lanjut.

Dalam mendukung peningkatan produksi gula nasional, Wilayah Timur Indonesia akan dikembangkan industri gula. Wilayah timur perlu mendapatkan prioritas khusus mengingat saat ini ada ketimpangan dari lokasi geografis existing PG dan produksi gula.  Dari 60 PG yang ada di Indonesia, hanya 4 PG yang berada di wilayah timur Indonesia, yaitu 3 di Sulawesi Selatan dan 1 di Gorontalo, dengan total produksi sekitar 79 ribu ton per tahun. Sementara dari 8 pabrik gula rafinasi, hanya 1 yang terdapat di wilayah timur Indonesia yaitu pabrik gula rafinasi Makassar Tene di Makassar, dengan kapasitas terpasang 500 ribu ton gula per tahun. Seyogyanya perlu direncanakan dengan baik pengembangan industri gula di KTI. Untuk wilayah KTI perlu ditempuh upaya peningkatan produksi paling tidak penyiapan pasokan yang dapat memenuhi kebutuhan bagi masyarakat ataupun industri di kawasan KTI sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sampai saat ini telah tercatat sebanyak 22 calon investor, beberapa diantaranya sudah merencanakan untuk pengembangan/pembangunan PG di kawasan KTI seperti Sultra dan Papua, serta adanya peluang untuk untuk Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, NTT dan NTB. Rencana pengembangan tersebut tentunya didasari pada perhitungan potensi serta kesesuaian agroklimat yang memungkinkan untuk pengembangan atau pendirian pabrik gula.

Berdasarkan hasil survey P3GI Tahun 2000, dari potensi areal pengembangan tebu seluas + 750 ribu ha secara nasional, diantaranya berada di KTI sekitar 500 ribu ha. Dari luasan tersebut sekitar 60% merupakan peluang atau potensi yang bisa ditangani lebih lanjut kedepan. Namun demikian diakui bahwa untuk memanfaatkan dan mewujudkan peluang dan harapan tersebut tidaklah mudah, masih banyak kendala atau hambatan yang perlu diatasi seperti kepastian lahan, infrastruktur  serta kesiapan SDM/masyarakat yang biasanya menjadi pertimbangan bagi masuknya investor.

Melihat potensi dan prospek KTI, Dirjen mengharapkan  melalui seminar ini diperoleh kesepakatan dan komitmen bersama bahwa potensi wilayah KTI harus segera ditangani secara lebih serius. Tentu  melalui koordinasi antara semua stakeholders terutama Pemda dari tingkat Propinsi hingga Kabupaten bersama masyarakat dan investor. Jika penegambangan industri gula dapat segera  dilaksanakan, akan tercipta keseimbangan pasokan kebutuhan gula secara merata. Sebab, selama ini dipasokan gula sekitar 62 % berasal dari Jawa dengan jumlah pabrik 48 PG. Sementara PG yang ada di Jawa umumnya sudah tua dan merupakan warisan sejak jaman Belanda. Pasokan lainnya dari Sumatera dengan jumlah PG 8 buah yang dibangun setelah kemerdekaan. Dengan demikian untuk mencapai swasembada gula nasional secara menyeluruh baik untuk konsumsi langsung rumah tangga/masyarakat maupun untuk kebutuhan industri seperti industri minuman dan makanan sebesar 1,5 juta ton secara bertahap dapat dipenuhi. Rumusan seminar dapat diakses pada menu Hasil Pertemuan (e&p-djbun)


Bagikan Artikel Ini