KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Mobil Laboratorium Klinik Tanaman Perkebunan, Solusi Jitu Kendalikan OPT

Diposting     Ahad/Minggu, 24 September 2023 07:09 pm    Oleh    ditjenbun



Magetan – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), menggerakkan seluruh jajaran Kementerian Pertanian sigap atasi dampak El Nino, karena sangat berdampak pada sektor pertanian, khususnya tanaman perkebunan, salah satu upaya strategis yang dilakukan Kementan yaitu melalui pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

Sejalan dengan arahan Mentan SYL tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan gencar melakukan tindakan pengendalian secara tepat dan sesuai dengan ketentuan berlaku, demi mencegah dampak El Nino yang lebih besar lagi, atau melindungi tanaman perkebunan dari kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit. “Penanganan OPT ini sangat penting dilakukan, harus konsisten dan komitmen diterapkan di seluruh wilayah sentra perkebunan, demi menjaga keberlanjutan produksi hingga hasilnya tetap terjaga ketersediaannya. Kita terus sosialisasikan dan lakukan pembinaan atau edukasi kepada para pekebun agar mereka terinformasi cara pengelolaan hama dan penyakit yang benar, agar bisa diterapkan dikebunnya,” ujar Andi Nur Alam Syah, Direktur Jenderal Perkebunan.

Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya bersinergi dengan Gapoktan Murakapi dari Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan, bersama dengan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Magetan, melakukan pengendalian OPT terhadap komoditas perkebunan melalui layanan Mobil SIANI.

“Mobil Sahabat Setia Petani, atau biasa dikenal SIANI, merupakan bentuk inovasi pelayanan publik berupa laboratorium klinik tanaman perkebunan menggunakan mobil keliling untuk mendatangi lokasi yang membutuhkan dan memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan pekebun. Salah satunya tersedia layanan dokter tanaman untuk mengidentifikasi serangan serta mendapatkan edukasi teknik pengelolaannya,” jelas Andi Nur.

Andi Nur menambahkan, tim laboratorium klinik tanaman perkebunan BBPPTP Surabaya akan segera menindaklanjuti laporan-laporan, dengan pengecekan langsung ke lapangan untuk melakukan identifikasi serangan dan edukasi teknik pengelolaannya.

“Edukasi untuk pekebun dan masyarakat diperlukan untuk memberi pemahaman terkait gejala, serangan, siklus hidup hama, dan rekomendasi penanganan yang tepat. Keberhasilan pengelolaan OPT tanaman cengkeh maupun pada komoditas perkebunan lainnya, bergantung kepada komitmen dan kesungguhan pekebun. Untuk itu butuh kolaborasi atau sinergi dari seluruh pihak terkait, agar keberlangsungan komoditas perkebunan kedepannya dapat terjaga dan tersedia,” ujarnya.

Menurut informasi BBPPTP Surabaya, berdasarkan hasil pengamatan di lapang tanaman cengkeh menunjukkan gejala sesuai dengan yang disampaikan pekebun, yaitu ranting tanaman cengkeh mengering dimulai dari bagian pucuk tanaman yang diawali dengan layunya daun kemudian mengering dan gugur.

Berdasarkan hasil kajian atau telaahan BBPPTP Surabaya, diketahui gejala khas yang dijumpai pada tanaman cengkeh didiagnosis terserang Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yaitu Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC).

Tim laboratorium klinik tanaman perkebunan BBPPTP Surabaya menjelaskan, Patogen penyebab penyakit ini adalah Pseudomonas syzygii. Bakteri ini dapat menyebar dari tanaman satu ke tanaman yang lain melalui serangga vektor yaitu Hindola sp. dan melalui alat-alat pertanian seperti sabit, cangkul, gunting pangkas, gergaji, bor dan lain sebagainya. Selain tanaman cengkeh bergejala terserang BPKC, sebagian besar tanaman cengkeh juga terserang penggerek batang.

Untuk meningkatkan efektivitas dalam melakukan edukasi teknik pengelolaan BPKC dan penggerek batang, Tim laboratorium klinik tanaman perkebunan BBPPTP Surabaya menggelar kegiatan bersama Gapoktan Murakapi, termasuk praktek pengelolaan OPT di lokasi. Dalam pertemuan ini tim BBPPTP Surabaya menyampaikan pengetahuan tentang OPT yang dihadapi oleh pekebun dan teknik pengelolaannya serta dilanjutkan dengan diskusi.

Tim menekankan, langkah pertama yang harus dilakukan pekebun dalam pengelolaan BPKC adalah pemenuhan nutrisi tanaman cengkeh dengan mengaplikasikan bahan organik secara rutin dan terus-menerus. “Tanaman cengkeh yang tercukupi nutrisinya akan lebih tahan terhadap serangan BPKC. Aplikasi bahan organik juga akan mengurangi resiko tanaman cengkeh mengalami kekeringan pada saat musim kemarau,” jelasnya.

Sedangkan untuk praktek pengelolaan OPT dilapang dilakukan dengan pemanfaatan bahan kimia sintetik. Tindakan ini diambil berdasarkan dari hasil pengamatan dilapang, dimana intensitas serangan BPKC pada umumnya sudah pada kondisi intensitas serangan berat (intensitas serangan pada masing-masing pohon >50%).

Lebih lanjut tim mengatakan, adapun alat yang digunakan sebagai sarana pengelolaan OPT adalah injektor dan bahan yang digunakan adalah bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat. Setiap pohon tanaman cengkeh diinjeksi bakterisida sebanyak 30-50 mL tergantung umur dan kondisi tanaman. Selanjutnya dilakukan pengamatan, apabila intensitas serangan BPKC telah menurun signifikan maka aplikasi bakterisida sintetik dihentikan dan dua minggu kemudian dilakukan aplikasi Agens Pengendali Hayati (APH) yaitu Pseudomonas fluorescens sebagai upaya prefentif munculnya serangan BPKC yang baru.

BBPPTP Surabaya Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, berharap dengan adanya kegiatan ini, dapat membantu para pekebun dalam pengelolaan OPT yang menyerang tanaman perkebunan, khususnya para pekebun cengkeh. Diharapkan dengan adanya edukasi yang tepat, dapat membantu para pekebun dalam membudidayakan tanaman cengkeh hingga panen.


Bagikan Artikel Ini