Mewujudkan Swasembada Gula Nasional Tahun 2014.
Diposting Senin, 08 Februari 2010 12:02 pmJAKARTA-Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014) telah berkomitmen untuk mewujudkan swasembada gula nasional pada tahun 2014. Sebab, kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi maupun industri akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2009, dengan jumlah penduduk 230,6 juta jiwa, Indonesia membutuhkan 4,85 juta ton gula yang terdiri dari 2,7 juta ton untuk konsumsi langsung (rumah tangga) masyarakat dan 2,15 juta ton untuk keperluan industri.
Pada tahun 2009, capaian produksi dalam negeri baru sekitar 2,6 juta ton. Jumlah ini baru untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung masyarakat. Hal ini sesuai dengan pengertian dari swasembada yaitu swasembada untuk produk di suatu negara akan tercapai apabila secara netto jumlah produk dalam negeri minimal mencapai 90% dari jumlah konsumsi. WTO melarang pencapaian 100 % karena harus ada unsur pertukaran 2 negara yaitu sebesar 10%.
Komitmen pemerintah tersebut sesuai dengan kontrak politik dan program kerja Menteri Pertanian dan menteri terkait lainnya dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Hal ini juga telah dituangkan di dalam program kerja 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II. Untuk mencapai swasembada tersebut, pemerintah bersama stakeholder industri pergulaan nacional telah menyusun Cetak Biru Swasembada Pangan Tahap II untuk Gula, Kedelai dan Daging Sapi Tahun 2010-2014.
Pemerintah bersama Stakeholders telah sepakat untuk bersama-sama mendorong bangkitnya kembali industri pergulaan nasional. Diharapkan pada tahun 2014 produksi gula dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan gula konsumsi serta industri makanan dan minuman sebesar 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,96 juta ton untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2,74 juta ton untuk keperluan industri.
Untuk mewujudkan sasaran produksi 5,7 juta ton hal strategis yang perlu dilakukan dengan segera adalah (1) mengupayakan penyediaan areal bekerjasama dengan Departemen Kehutanan, BPN, Pemerintah Daerah, (2) dukungan pendanaan dan prasarana pendukung dan (3) rekondisi dan peningkatan kapasitas pabrik dan pembangunan pabrik gula baru.
Pemerintah dalam waktu dekat akan melakukan koordinasi antar instansi terkait, pelaku usaha danstakeholders lainnya sehingga dapat mengatasi masalah – masalah teknis dan ketersediaan pendanaan serta penguatan kelembagaan pada aspek-aspek produksi, pengolahan, tataniaga dan distribusi serta pengembangan SDM dan penelitian. Sejalan dengan itu, akan disusun jaminan keamanan dan kepastian hukum yang diperlukan guna menciptakan iklim yang kondusif bagi investor. Untuk itu, secara konkrit akan disusun kebijakan dari instansi terkait baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden serta Peraturan Menteri yang terintegrasi dalam sistem jejaring kerja yang mantap.
Menurut Direktur Jenderal Perkebunan, Achmad Mangga Barani dalam rangka swasembada gula nasional, kebutuhan GKR (Gula Kristal Rafinasi) secara bertahap akan dapat dipenuhi dari surplus atau kelebihan GKP (Gula Kristal Putih) dengan ICUMSA (penetapan harga gula berdasarkan mutu) sesuai dengan kebutuhan industri makanan dan minuman. Karena itu beberapa aspek penting dalam industri gula memerlukan penanganan secara khusus, cepat dan tepat agar tidak berdampak luas pada ekonomi dan sosial, jelas Dirjen pada Rapat Kerja Nasional Kementerian Pertanian, 4-5 Februari 2010 di Kantor Dep. Pertanian, Jakarta.
Lebih lanjut Dirjen menjelaskan bahwa ada 5 (Lima) Strategi pencapaian swasembada gula 2010 – 2014 yaitu perluasan areal, peningkatan produktivitas, merevitalisasi pabrik-pabrik yang ada dan pembangunan pabrik gula baru, kelembagaan dan pembiayaan, kosistensi kebijakan pemerintah. Yang menjadi fokus Ditjen Perkebunan adalah peningkatan produksi, produktivitas dan perluasan areal. Sedangkan masalah merevitalisasi pabrik-pabrik yang ada dan pembangunan pabrik baru merupakan tanggung jawab Kementerian Perindustrian.
Untuk pencapaian swasembada, perlu dilakukan perbaikan kemampuan pembibitan dengan sistem kultur jaringan dan penambahan luas areal. Produktivitas yang tinggi akan diawali dengan bibit yang baik, sehingga sangat perlu dilakukan pembibitan yang baik pula. Saat ini, ujicoba pembibitan dengan kultur jaringan sedang dilakukan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian. Tahun 2010 juga sudah disediakan anggaran Rp 20 milyar lebih dari APBN untuk pembibitan.
Sementara untuk penambahan luas areal, Departemen Kehutanan akan menginventarisasi lahan seluas 500 ribu ha. Lahan ini rencananya akan dibuka di Papua seluas 300 ribu ha, pulau jawa seluas 37 ribu ha dan sisanya untuk wilayah lain di Indonesia seperti Sumatera bagian Selatan dan Sulawesi. Batas maksimum luas areal pengembangan tebu setiap perusahaan ditentukan oleh Menteri Pertanian yaitu seluas 150 ribu h. Tapi khusus di Papua dapat 2 kali lipatnya atau 300 ribu ha. Sedangkan untuk pabrik rafinasi harus punya kebun tebu dan sewaktu-waktu harus menghentikan impor gula rafinasi. Sementara itu, sudah ada 38 investor yang berminat untuk membangun pabrik gula dari dalam dan luar negeri yang salah satunya dari China(Rizal/Khonik-Djbun).
Tabel. Keuntungan Pembibitan Sistem Kultur Jaringan dengan Konvensional
Kultur Jaringan |
Konvensional |
1. Perbanyakan secara cepat hingga 40.000 x
2. Bebas penyakit RSD 3. Pertumbuhan batang normal dengan diameter besar 4. Potensi produksi PC hingga keprasan maksimal |
1. Perbanyakan 6-12 x
2. Tingkat Infeksi RSD cukup tinggi 3. Pertumbuhan terhambat dengan diameter batang mengecil 4. Produksi keprasan semakin rendah |
Tabel. Rencana Pengembangan Areal Tebu Untuk Mencapai Swasembada Gula Tahun 2010 – 2014
No. | Propinsi |
Tahun |
||||
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
||
Luas Areal(Ha) |
Luas Areal(Ha) |
Luas Areal(Ha) |
Luas Areal(Ha) |
Luas Areal(Ha) |
||
1
2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 |
Jawa Barat
Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Total Jawa Sumatera Utara Lampung Sumatera Selatan Jambi Riau Aceh Sulawesi Selatan Gorontalo Sulawesi Tenggara Kalimantan Barat NTT NTB Papua Total Luar Jawa Total Indonesia
|
25.000 57.000 6.640 205.000 293.640 12.000 123.000 18.000 – – – 10.800 7.200 – – – – – 171.000 464.640
|
26.000 59.010 6.750 210.000 301.760 12.000 126.500 19.500 – – – 12.402 7.360 28.000 10.500 – – 54.100 270.362 572.122
|
28.000 65.000 6.800 220.000 319.800 12.000 127.866 20.000 – 6.000 6.000 14.000 7.470 29.710 11.000 6.000 11.000 61.000 312.046 631.846
|
29.000 68.000 6.900 230.000 333.900 12.000 131.320 23.000 6.000 8.500 8.000 14.500 7.480 36.252 14.000 8.000 13.000 76.000 358.052 691.952 |
30.000 70.000 7.000 240.000 347.000 12.000 134.900 25.000 10.000 15.000 10.000 17.000 7.490 59.923 15.000 10.000 14.300 89.000 419.613 766.613 |
Tabel. Proyeksi Produksi Gula Hablur Untuk Mencapai Swasembada GulaTahun 2010 – 2014
No. |
Propinsi |
Tahun |
||||
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
||
Produksi Hablur (Ton) |
Produksi Hablur (Ton) |
Produksi Hablur (Ton) |
Produksi Hablur (Ton) |
Produksi Hablur (Ton) |
||
1
2 3 4
5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 |
Jawa Barat
Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Total Jawa Sumatera Utara Lampung Sumatera Selatan Jambi Riau Aceh Sulawesi Selatan Gorontalo Sulawesi Tenggara Kalimantan Barat NTT NTB Papua Total Luar Jawa Total Indonesia
|
135.000 331.388 35.945 1.274.354 1.776.686 48.889 992.712 84.903
– – – 51.654 41.156 –
– – – – 1.219.314 2.996.000 |
178.449 374.692 39.562 1.306.200 1.898.902 59.520 1.043.274 121.521
– – – 65.890 42.378 184.377
77.845 – – 373.522 1.968.327 3.867.230 |
191.942 426.978 43.620 1.367.460 2.030.001 62.085 1.090.585 140.800
– 39.250 43.300 82.356 44.277 204.541
85.607 42.763 86.981 443.522 2.366.194 4.396.195 |
201.892 462.984 45.675 1.519.620 2.230.171 63.390 1.133.148 162.237
30.190 55.619 57.732 85.203 44.402 249.595
108.969 57.036 102.872 554.163 2.704.554 4.934.725 |
212.291 485.000 48.778 1.735.199 2.481.269 66.530 1.188.771 183.708
74.358 111.537 74.795 107.076 44.918 414.575
117.150 72.358 113.256 649.700 3.218.731 5.700.000 |