Memaknai Sebuah Anugerah : Sumbangsih Kelapa Sawit Indonesia Bagi Dunia.
Diposting Selasa, 07 Juli 2009 01:07 pm
Jakarta-Memaknai Sebuah Anugrah : Sumbangsih Kelapa Sawit Indonesia Bagi Dunia, Inilah judul buku yang ditulis oleh Achmad Mangga Barani. Bersama buku Perkebunan Dalam Lintasan Zaman versi Bahasa Inggris, diluncurkan Rabu, (7/7). Acara peluncuran di Auditorium Dep. Pertanian, Jakarta berlangsung meriah. Tampak hadir pengamat ekonomi Fadil Hasan, Bayu Krisnamurti, Deputi Menteri Perekonomian Bidang Pertanian. Hampir semua pejabat eselon I lingkup Dep.Pertanian menghadiri acara ini. Bahkan beberapa mantan Dirjen Perkebunan seperti Dr. Rachmat Soebiapradja dan M.Badrun juga kelihatan hadir .
Dr. Firmazah, Dekan Fakultas Ekonomi-Universitas Indonesia yang mengulas kedua buku tersebut menyampaikan apresiasi. Dekan termuda ini mengatakan bahwa kedua buku ini memberikan informasi penting kepada kita dan generasi berikutnya tentang sejarah bangsa Indonesia sebagai bangsa besar. Kebesaran itu, dibuktikan bahwa Belanda datang ke Indonesia rela melepas cadangan emasnya untuk bisa ditukar atau dibelanjakan demi memperoleh hasil rempah dari Indonesia. Maka, sesungguhnya kita, terutama genarasi muda harus memaknai bagsa kita sebagai bangsa besar, bangsa yang kaya dengan sumber daya hayati dan non hayati salah satunya adalah sebagai penghasil minyak sawit terbesar, tagas Firmanzah. Hal inilah yang diungkapkan di dalam buku Memaknai Sebuah Anugrah : Sumbangsih Kelapa Sawit Indonesia Bagi Dunia yang ditulis oleh seorang intelektual dan birokrat yang kaya dengan pengalaman, jelas Firmanzah lebih lanjut.
Sementara itu, Menteri Pertanian, Anton Apryantono, dalam sambutannya menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Achmad Mangga Barani. Buku Memaknai Sebuah Anugrah : Sumbangsih Kelapa Sawit Bagi Dunia yang ditulis oleh Achmad Mangga Barani dapat memotivasi kita dan generasi muda agar bisa menuangkan pemikran dan pengalamannya dimanapun mereka mengabdi dan bekerja. Apakah di bidang pertanian, perkebunan atau di bidang lainnya, ujar Mentan. Bagi kita, ide dan pengalaman dalam bekerja sehari-hari mungkin merupakan hal biasa. . Tapi kalau kita tuangkan dalam tulisan, apalagi dalam buku, hal ini akan sangat berharga dan sangat bermanfaat bagi generasi kita berikutnya, tegas Mentan. Untuk itu, apa yang telah dilakukan oleh Achmad, baik beliau sebagai seorang intelektual maupun sebagai pejabat birokrat di Dep. Pertanian yaitu sebagai Direktur Jenderal Perkebunan dapat menjadi contoh dan memotivasi kita dan pejabat di lingkungan Dep. Pertanian untuk membiasakan menulis dan menuangkan pengalamannya baik dalam bentuk artikel atau buku, tambah Mentan.
Achmad Mangga Barani, alumni IPB tahun 1973 dalam sambutan pengantarnya, menyampaikan bahwa dia terobsesi menulis buku tersebut didorong oleh adanya pandangan kontroversi, sikap pro dan kontra masyarakat dunia terhadap pengembangan kelapa sawit. Di satu sisi tidak dapat dipungkiri, tanaman kelapa sawit telah memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber bahan pangan (minyak goreng), bahan baku industri dan bahkan sebagai sumber energi yang dapat diperbahurui ( renewable energy). Sementara, di sisi lain, pengembangan tanaman dengan nama latin Elaeis guineensis telah mendapat hujatan dari sebagian kalangan terutama dari pemerhati lingkungan, baik di dalam maupun luar negeri.
Dengan memahami dan merenungkan sikap pro dan kontra tersebut, Achmad berkeyakinan dan memandang bahwa tanaman kelapa sawit sama seperti makhluk hidup lainnya. Dia adalah ciptaan Tuhan yang tidak bersalah. Oleh sebab itu, tanaman yang dapat hidup dan berkembang di bumi nusantara ini adalah sebagai anugrah. Sebagai anugrah Tuhan, sudah barang tentu adalah kewajiban kita sebagai hambaNya untuk mensyukuri yang diwujudkan dengan memelihara dan mengelola dengan baik, sehingga benar-benar memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan umat manusia, khususnya bangsa ini. Sedangkan, buku Perkebunan Dalam Lintasan Zaman, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada kita tentang sejarah perjalanan panjang sejarah perkebunan Indonesia.
Di dalam buku Perkebunan Dalam Lintasan Zaman menjelaskan tiga periode penting yang patut dicatat sebagai masa yang paling mempengaruhi perkembangan usaha perkebunan di Indonesia yaitu masa berkuasanya perusahaan Belanda yaitu dikenal dengan VOC (Vereeniging Oost Indische Compagnie), masa Tanaman Paksa dan masa diberlakukannya Agrarisch Wet tahun 1870. Selanjutnya, di era kemerdekaan terdapat periode yang sangat menentukan masa depan perkebunan Indonesia yaitu nasionalisasi perusahaan perkebunan milik Belanda. Nasionalisasi atau pengambil-alihan perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda pada tanggal 10 Desember 1957 merupakan periode yang sangat penting sebagai titik pijak berkembangnya pembangunan perkebunan di Indonesia. Untuk itu, pada acara seminar dan peluncuran awal buku Perkebunan Dalam Lintasan Zaman di LPP (Lembaga Pendidikan Perkebunan) Yogyakarta tanggal 9 Desemeber 2008 telah disepakati bahwa 10 Desember 1957 merupakan titik awal kebangkitan perkebunan di Indonesia. Atas dasar itu, seluruh pemangku kepentingan di bidang perkebunan sepakat bahwa tanggal 10 Desember sebagai HARI PERKEBUNAN, yang perlu dikenang dan diperingati setiap tahun untuk selalu membangkitkan semangat menjayakan perkebunan sebagai perekat dan sumber kesejaheraan bangsa.
Kedua buku tersebut, patut dibaca, tidak saja oleh para pelaku usaha perkebunan, tetapi juga oleh generasi muda, agar kita memahami sejarah kebesaran bangsa kita ini yang didukung oleh potensi perkebunannya. Pontensi tersebut, harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat dinikmati hasilnya untuk kesejaheraan dan kejayaan bagsa kita ini (e&p-djbun)