Hari Perkebunan Ke-57 Tahun 2014 : Momentum Mengembalikan Kejayaan Perkebunan.
Diposting Kamis, 04 Desember 2014 08:12 pmJakarta (02/12), Sudah bukan rahasia bahwa Indonesia dahulu dikenal dengan hasil perkebunan. Terbukti pada masa kolonial Belanda berbagai komoditi perkebunan seperti rempah-rempah, kopi, teh, tembakau, tebu, rosela, kina, karet dan kelapa sawit telah menjadi tambang emas hijau bagi kolonial Belanda untuk membangun dan membiayai perang negaranya. Bahkan, perkebunan telah menjadi andalan perekonomian negaranya.
Bukan hanya itu, pendiri Republik ini telah mengajarkan kepada bangsa Indonesia tentang patriotisme yang merupakan dasar bagi solidaritas. Patriotisme melahirkan pemaknaan untuk membela tanah air untuk dapat mencapai kemajuan-kemajuan yang luar biasa melalui tekad dan kualitas pengembangan sumberdaya yang dimiliki.
“Salah satu sifat dan sikap patriotisme tersebut dimanifestasikan pada tanggal 10 Desember 1957,” terang Irmijati Rachmi Nurbahar, Sekretaris Ditjen Perkebunan, dalam Acara Dialog Interaktif Hari Perkebunan Ke-57 Tahun 2014 di Metro TV pada tanggal 2 Desember 2014.
Namun seiring berjalannya waktu beberapa komoditas perkebunan ada yang merosot, meskipun tidak dipungkiri ada yang yang sampai saat ini masih tetap bertahan mengusasi pasar dunia. Diantaranya yaitu sektor kelapa sawit sebagai penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar didunia, kakao sebagai penghasil nomor tiga di dunia, karet sebagai penghasil nomor dua di dunia dan lainnya.
Meski demikian, Indonesia tidak boleh terlena dengan masih bertenggernya beberapa sektor perkebunan minimal 5 besar di dunia, sebab jika hal tersebut tidak dibenahi tata niaga dan produksinya bukan tidak mungkin hasil perkebunan Indonesia akan disalip oleh negara penghasil perkebunan juga.
“Oleh karena itu, di peringatan Hari Perkebunan yang Ke-57 (tanggal 10 Desember) ini, harus dapat dijadikan momentum dan wahana dalam berkiprahnya insan perkebunan untuk meningkatkan pengabdian dan peran dalam pembangunan perkebunan berkelanjutan,” harap Irmijati.
Hal senada Soedjai Kartasasmita, Ketua Dewan Pembina GPPI, bahwa dihari Perkebunan ini bisa menjadi tonggak kembalinya kejayaan perkebunan Indonesia. Namun menurunnya komoditas perkebunan nasional bukan tanpa sebab.
Berdasarkan catatannya, menurunnya komoditas perkebunan karena merosotnya permintaan sebagai akibat dari melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara konsumen. Kemudian efek dari turunnya harga minyak bumi dari sekitar USD 120 menjadi kurang lebih USD 70/barrel (Brent) sekarang ini.
“Lalu, persaingan dari produk-produk tandingan seperti kedelai untuk minyak kelapa sawit dan setelah anjloknya harga BBM karet sintetik untuk karet alam.,” terang Soedjai.
Namun, menurut Soedjai untuk mengembalikan kejayaan tersebut tidaklah semudah membalikan tangan. Ada berbagai tantangan berat baik di tingkat nasional maupun global, diantaranya yaitu adanya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) ditahun 2015.
Sehingga dalam hal ini menyebabkan beberapa stakeholders yang merasa resah. Namun pelaku perkebunan tidak boleh mengambil sikap pesimistis karena dibalik tantangan pasti ada peluang-peluang yang positif bagi industri perkebunan.
“Untuk itu perlu ada pemikiran-pemikiran baru, diikuti dengan langkah-langkah penjabarannya supaya perkebunan di Indonesia tetap berjaya dan tetap mampu untuk bertahan sebagai pilar ekonomi Indonesia,” pungkas Soedjai. (humas-djbun)