KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Gerakan Revitalisasi Pembangunan Rempah.

Diposting     Selasa, 04 Agustus 2009 12:08 pm    Oleh    ditjenbun



Solo-Untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia, mulai tahun depan akan digelar Gerakan Revitalisasi Pembangunan Rempah. Paling tidak dimulai dengan revitalisasi lada. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pertanian,  Anton Apriyantono ketika membuka Rapat Umum Anggota dan Pertemuan Koordinasi Kebijaksanaan Pembangunan Rempah Indonesia. Pertemuan  yang diselenggarakan di Solo, Rabu ( (29/7) dihadiri oleh anggota Dewan Pimpinan Pusat dan Daerah Dewan Rempah Indonesia (DRI), pelaku usaha,  perusahaan jamu dan obat tradisionil.

Komoditas rempah sebenarnya sangat beragam, namun pemilihan lada ini bukannya tanpa alasan. Mentan mengungkapkan tidak mungkin untuk menangani seluruh komoditi rempah yang jenisnya sangat banyak secara sekaligus. “Untuk itu perlu dipilih berdasarkan prioritasnya dan penetapan prioritas hendaknya didasarkan pada komoditi yang mencakup hajat hidup orang banyak dan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi,” kata Mentan.

Selain itu, lanjutnya, prioritas juga berdasar komoditi yang mempunyai peluang pasar baik di dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor dan komoditi unggulan nasional maupun lokal. Untuk mendukung kebangkitan rempah Tanah Air tersebut, Mentan juga menegaskan perlu ada komoditi rempah prioritas tingkat nasional dan di setiap provinsi dan kabupaten/kota di  sentra rempah perlu menetapkan komoditi rempah prioritas masing-masing provinsi dan kabupaten.

Tabel. Daerah penghasil lada menurut provinsi tahun 2008

 

No. Provinsi                                 Province LUAS AREAL/AREA (Ha) Produksi/  Production (Ton) Rerata Produksi / Yield (Kg/Ha) Jumlah Petani / Farmers (KK)
 TBM/       Immature TM/     Mature TTM/TR/   Damaged Jumlah/  Total
1 NANGGROE ACEH D. 300 557 166 1,023 268 482 2,354
2 SUMATERA UTARA 11 163 174 91 562 738
3 SUMATERA BARAT 82 374 19 475 133 356 228
4 RIAU 11 51 13 74 25 500 864
5 KEPULAUAN RIAU 119 171 70 360 57 335 799
6 JAMBI 30 55 8 93 32 578 715
7 SUMATRA SELATAN 4,76 6,215 1,016 11,991 3,498 563 15,197
8 KEP. BANGKA BELITUNG 10,158 16,942 8,654 35,754 14,736 870 21,442
9 BENGKULU 961 5,567 1,447 7,975 3,866 694 16,58
10 LAMPUNG 9,286 47,018 8,531 64,835 22,964 448 107,187
SUMATERA 25,718 77,113 19,924 122,755 45,672 592 166,104
11 JAWA BARAT 731 1,788 254 2,772 704 394 28,318
12 BANTEN 382 569 99 1,05 381 670 6,595
13 JAWA TENGAH 480 1,141 79 1,7 1,046 917 13,803
14 DI. YOGYAKARTA 20 33 10 64 11 320 388
15 JAWA TIMUR 380 485 40 905 329 679 8,87
JAWA 1,993 4,016 482 6,491 2,471 615 57,974
16 BALI 23 3 26 5 215 1,083
17 NUSA TENGGARA BARAT 32 54 53 138 16 304 152
18 NUSA TENGGARA TIMUR 252 249 19 520 87 344 804
NUSA TENGGARA 284 326 74 684 108 331 2,038
19 KALIMANTAN BARAT 2,443 5,836 2,462 10,741 5,172 886 21,954
20 KALIMANTAN TENGAH 1,964 2,988 2,853 7,804 3,191 1,068 5,721
21 KALIMANTAN SELATAN 195 712 171 1,078 535 751 4,293
22 KALIMANTAN TIMUR 2,324 9,531 2,912 14,766 11,267 1,182 15,165
KALIMANTAN 6,925 19,067 8,397 34,389 20,164 1,058 47,133
23 SULAWESI UTARA 224 246 186 655 278 1,134 3,526
24 GORONTALO
25 SULAWESI TENGAH 466 508 149 1,123 159 312 1,256
26 SULAWESI SELATAN 2,359 8,31 1,542 12,21 1,08 732 26,161
27 SULAWESI BARAT 184 519 84 788 220 424 1,634
28 SULAWESI TENGGARA 3,602 7,33 623 11,565 4,557 622 19,703
SULAWESI 6,836 16,912 2,593 26,341 11,294 668 52,279
29 MALUKU
30 MALUKU UTARA 34 28 4 66 3 95 110
31 PAPUA 2 43 2 47 13 309 160
MALUKU+PAPUA 36 71 6 117 16 225 269
INDONESIA 41,792 117,505 31,476 190,773 79,725 678 325,799

 

“Penetapan suatu komoditi apakah masuk ke dalam prioritas tingkat nasional atau lokal (provinsi atau kabupaten) agar mempertimbangkan tingkat penyebarannya,” katanya. Ia mencontohkan komoditi prioritas nasional misalnya lada, cengkeh dan pala,  sedangkan komoditi prioritas lokal misalnya kina dari Jawa Barat, Gambir dari Sumatera  Barat, kayumanis dari Kabupaten  Kerinci dan Tanah Datar. Sedangkan bawang merah dari Brebes dan Nganjuk, temulawak dari Kabupaten Semarang dan Purworejo, panili dari Bali dan NTT, kumis kucing dari Jawa Tengah dan Jawa Barat) dan lain sebagainya.

Standardisasi Rempah

Di tempat yang sama, Ketua Umum DRI, Adi Sasono, kembali menegaskan ekspor komoditas rempah merupakan salah satu koridor pemasaran yang strategis dan penting dalam pengembangan komoditas rempah tanah air. Menurutnya, mutu produk rempah Indonesia baik yang diperdagangkan dalam negeri maupun luar negeri, harus didasarkan pada mutu setara dengan standar internasional. Karena itu produk rempah harus mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) agar mendapat pengakuan di negara-negara konsumen, khususnya negara-negera Eropa dan di Amerika Serikat. “Saat ini, pertanyaan pertama ketika suatu komoditas ingin masuk pasar dunia, bukanlah berapa harganya melainkan bagaimana kesesuaian dengan standar internasional,” kata Adi Sasono.

Saat mengunjungi Pasar Rempah Nguter, Sukoharjo, ia kembali memaparkan hal ini. “Lebih baik kita repot sedikit dalam menyesuaikan produk rempah dengan standar demi menaikkan nilai tambah dan pendapatan daripada bekerja seadanya tapi produk kita dihargai murah oleh pembeli,” ungkapnya dihadapan pengusaha jamu setempat dan pedagang pasar.

Sementara itu, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Bambang Setiadi, mengajak pemangku kepentingan rempah yang diwakili oleh regulator, industri, konsumen dan pakar untuk duduk bersama sebagai panitia teknis. Panitia ini merumuskan standar yang kemudian setelah disepakati akan ditetapkan oleh BSN. Hingga Juli 2009, menurut catatan BSN, hingga Juli 2006 telah ditetapkan 26 standar yang terkait rempah. Di antaranya lada, pala, puli, gambir, kapulogo lokal, jahe segar dan kayumanis bubuk (Inung/MP)


Bagikan Artikel Ini