KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

ATI: Indonesia Tahun 2018 Ekspor Teh 49 Ribu Ton

Diposting     Ahad/Minggu, 15 September 2019 10:09 am    Oleh    ditjenbun



Sebagai produsen teh dunia, Indonesia pada tahun 2018  mampu ekspor komoditas teh sebanyak 49 ribu ton. Ekspor komoditas teh tersebut paling banyak ditujukan ke Malaysia, kemudian Rusia,Pakistan dan Jerman. Sekretaris Eksekutif Asosiasi Teh Indonesia (ATI), Atik Darmadi mengatakan, sebagian besar teh yang diekspor berupa black tea (80%) dan green tea (20%). ” Rata-rata produksi teh yang dihasilkan dari sejumlah petani dan perusahaan BUMN 140 ribu ton/tahun,” ujar Atik Darmadi, di Jakarta (10/9). Bahan baku teh sekitar 70% diproduk sejumlah petani teh Jawa Barat (Jabar). Sedangkan sisanya sebanyak 30% dari petani Jawa Tengah, Jawa Timur,Sumatera Utara dan Bengkulu.

Menurut Darmadi, harga teh di pasar ekspor sampai saat ini cukup  bagus. Untuk black tea biasa US$ 1,7/kg, black tea  serbuk US$ 3,5 /kg, green tea US$ 2,5- 3 /kg dan yang berupa white tea Rp 1 juta-Rp 1,5 juta/kg. Darmadi juga menyebutkan, market share atau pangsa pasar ekspor teh Indonesia saat ini tinggal 3%.” Dulu market share kita di pasar dunia sebesar 6%,” ujarnya.

Menurut Darmadi, komoditas teh Indonesia saat ini kalah dengan China, India, Kenya, Srilanka, Turki, dan Vietnam. ” Dulu kita no.3 dunia. Sekarang no 7 dunia  di bawah Vietnam dan posisinya di atas India dan Bangladesh,” tutur Darmadi.

Pesaing pasar teh Indonesia, lanjut Darmadi adalah Vietnam. Sebab teh yang dihasilkan Vietnam harganya murah  kualitasnya rendah. ” Di tahun 1972/73 kita masih berjaya karena produksi teh pada saat itu cukup banyak, sehingga eskpornya bisa mencapai 97 ribu ton/tahun,” katanya. Selain ekspor,Indonesia juga impor teh sebanyak  24 ribu ton/tahun (2014-2015), dan saat ini sudah berkurang menjadi 14 ribu ton/tahun. ” Karena itu kami mendorong petani untuk meningkatkan produksi teh di kebunnya masing-masing. Mengingat, kita masih punya potensi besar di komoditas teh ini,” paparnya.

Perbaikan Hulu-Hilir

Darmadi mengemukakan, ekspor teh sejak beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Pada tahun 2014 ekspor teh tercatat sebanyam 66 ribu ton.Dua tahun berikutnya yakni pada tahun 2016 turun menjadi 51 ribu ton, dan pada tahun 2018 ekspor teh turun lagi menjadi 49 ribu ton. ” Karena banyak faktor  seperti tanaman sudah tua dan lemahnya  kelembagaan petani. Karena itu, perlu pembenahan hulu- hilir hingga pemasaran,” kata Darmadi.

Dia juga mengatakan, industri teh dari hulu dan hilir juga perlu dukungan investasi. “Saat ini banyak pabrik teh yang sudah tua. Bahkan ada sekitar 10 pabrik teh yang kapasitas terpasangnya 50 ton pucuk/hari tutup,” paparnya.

Darmadi juga memperkirakan, produksi teh pada tahun ini besar kemungkinan akan turun. Penyebabnya, selain banyak tanaman sudah tua, musim kemerau yang panjang juga menjadi penyumbangnya. “Kalau kami lihat per kebun petani saja dari Juni-Agustus produksinya hanya 10 ton/kebun, dari sebelumnya 20 ton/kebun,” ujarnya.

Hampir dipastikan, dengan turunnya produksi teh petani akan berdampak terhadap menurunnya ekspor tahun ini. ” Karena itu, untuk mendorong laju industri teh nasional butuh perbaikan infrastruktur, pabrik, ketersediaan pupuk, mekanisasi dan peningkatan SDM,” jelasnya.

Di tingkat kosumen pun, lanjut Darmadi perlu edukasi cara minum teh yang sehat. Sebab, komsumsi teh masyarakat Indonesia hanya 350 gram/kapita/tahun  atau sekitar 1 cangkir/hari. ” Idealnya 4 cangkir/hari atau 500 gram/kapita/tahun. Kosumsi teh kita jauh dengan masyarakat Inggris 1,5 kg/kapita/tahun dan China lebih dari 1,1 kg/kapita/tahun,” kata Darmadi.(idt)


Bagikan Artikel Ini