KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Ekspor Cocopeat Indonesia Meramaikan Pasar Dubai Dimasa Pandemic

Diposting     Ahad/Minggu, 30 Agustus 2020 09:08 am    Oleh    ditjenbun



Produk turunan kelapa Indonesia seperti cocopeat cukup diminati pasar Timur Tengah, utamanya negara Uni Emirat Arab. Produk Cocopeat ini adalah produk turunan kelapa yang berasal dari coconut fibre/coconut coir atau serabut kelapa yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan media tanam budidaya, pupuk dan absorben dalam industri. Cocopeat umumnya dikemas dalam bentuk kemasan serbuk curah atau dalam kemasan kompres (mampat dan padat) berbentuk balok (briket), lempengan papan, dan lempengan cakram.

Sumber Pangan Indonesia (PT. SPI), sebagai salah satu pelaku usaha nasional binaan Ditjen. Perkebunan yang bergerak dalam bidang perdagangan khususnya agrobusiness telah berpengalaman dalam bisnis industri pengolahan Kelapa menjadi cocopeat, tepung Kelapa dan olahan lainnya  dan saat ini  bisa bangkit kembali di tengah  Pandemic untuk bisa melakukan ekspor ke Dubai, UEA. Menurut Direktur Utama, PT. SPI, Siti Saidah bahwa tanggal 26 Juli 2020 dilakukan stuffing 3 container Cocopeat atau sekitar 20 ton melalui Pelabuhan  Tanjung Perak, Surabaya Jawa Timur.

Lebih lanjut dikatakan bahwa PT. SPI telah lama menjajaki dan melakukan kontrak kerjasama jangka panjang dengan salah satu perusahaan besar di Dubai , UAE  untuk supply buah Kelapa dan produk turunannya seperti cocopeat, tepung Kelapa, dan lainnya .Kami berharap, semoga kerjasama business to bussiness dengan pelaku usaha di UAE ini dapat membawa manfaat bukan hanya bagi  perusahaan tapi bisa mensejahterakan  para petani Kelapa, dan juga dapat menambah  devisa negara.

Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono menyatakan apresiasi setinggi-tingginya atas dukungan PT. SPI untuk mensukseskan peningkatan ekspor komoditas perkebunan Indonesia utamanya produk turunan kelapa dalam rangka akselerasi program Gratieks yaitu Gerakan 3x lipat ekspor hingga tahun 2024. Ditjen. Perkebunan terus memfasilitasi petani untuk memberikan bantuan sarana alat pascapanen dan pengolahan untuk menghasilkan produk-produk kelapa bernilai tambah tinggi. Produk-produk ini sudah punya pasar sendiri dan seharusnya kita bisa lebih dorong daya saing nya lebih baik di pasar dalam negeri dan dunia.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ir. Dedi Junaedi, M.Sc dalam keterangan persnya di Kantor Pusat Ditjen. Perkebunan mengatakan bahwa aktivitas ekspor yang dilakukan PT. SPI seharusnya bisa menjadi raw model untuk aktivitas pelaku usaha kelapa lainnya utamanya memperioritaskan ekspor produk turunan yang bernilai tambah tinggi. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemanfaatan sabut/ serabut kelapa untuk cocopeat ini masih bisa dikembangkan karena pengolahan sabut kelapa dapat menghasilkan produk-produk primer lainnya yaitu (1) Serat panjang (serat), (2) Serat halus atau serat pendek (Bristle), dan (3) Debu atau serbuk sabut. Serat dapat diproses menjadi matras, karpet, geotextile, dan lain-lain, sedangkan debu / serbuk sabut diproses lebih lanjut menjadi kompos, partikel papan untuk mebel, atau cocope


Bagikan Artikel Ini  

Peluang Kopi Nusa Tenggara Barat Mendunia Melalui Bussiness Matching

Diposting        Oleh    ditjenbun



 

Kopi provinsi Nusa Tenggara Barat berpeluang untuk dilakukan peningkatan akses pasar dan ekspor ditengah kondisi pandemic covid19. Hal ini terbukti dengan diadakannya acara Bussiness Matching antara Pelaku usaha/ Eksportir kopi dengan kelompok tani kopi provinsi NTB pada tanggal 25-26 Agustus di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Prov. NTB, Ir. Husnul Fauzi menyambut baik pelaksanaan Bussiness Matching ini. Hal ini menjadi momentum penguatan pasar kopi di Provinsi NTB walaupun saat ini terkendala akses pasar, kedepan  melalui kegiatan ini diharapkan ekspor kopi NTB bisa meningkat signifikan. Potensi perkebunan NTB selain kopi juga ada jambu mete, kakao, kelapa, vanili dan rempah-rempah perlu terus digali pengembangan hulu hilir dan ekspor. Kami jajaran Dinas Pertanian dan Perkebunan terus berada di depan Bersama Ditjen. Perkebunan dalam mendukung akselerasi peningkatan ekspor komoditas perkebunan, utamanya kopi.

Acara ini dihadiri oleh 2 pelaku usaha/ eksportir kopi dan rempah-rempah yang sudah berpengalaman lebih dari 10 tahun menjalankan bisnis ekspor di Luar Negeri utamanya pasar Eropa. PT. Madalle melalui Direktur Utama ibu Diandra Raunch mengharapkan petani kopi di NTB dapat mempertahankan kualitas kopi untuk memenuhi selera pasar, langkah awal adalah pengiriman sampel ke beberapa buyer di Eropa, mudah-mudahan ada hasil yang baik untuk peluang kedepan. Hal senada juga diungkap Direktur Utama PT. Alam Sari Interbuana, Bpk Sigit Ismaryanto bahwa potensi kopi di NTB ini cukup besar, tinggal bagaimana melakukan Branding yang baik dari produk kopi tingkat petani. Selain kopi, saya melihat kakao dan cengkeh NTB cukup potensial kedepan, untuk itu kami sebagai pelaku usaha terus berkomunikasi untuk menemukenali peluang akses pasar ekspor kedepan.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ir. Dedi Junaedi, M.Sc dalam sambutannya menyatakan ditengah kondisi perekonomian Indonesia yang defisit 5,32%, sub sektor perkebunan tumbuh positif dan menjadi jaminan pemulihan ekonomi nasional dari sektor pertanian. Tercatat PDB sektor Pertanian tumbuh 16,24% pada TW 2 tahun 2020, khusus komoditas kopi, ekspor Indonesia ke dunia meningkat 12% dari sisi volume ekspor jika dibandingkan TW 2 tahun 2019. Ini menjadi angin segar bagi pengembangan komoditas perkebunan Indonesia terutama di NTB. Saya harapkan kedepan komitmen Bersama antara Distanbun NTB, Ditjen. Perkebunan dan para pelaku usaha dalam mengakselerasi peningkatan ekspor komoditas kopi.

Pada kegiatan business matching ini juga dihadiri oleh Hari Prabowo, Direktur Perdagangan, Komoditas, dan Kekayaan Intelektual, Kementerian Luar Negeri melalui saluran video conference yang menyatakan akan mendorong kerjasama ekonomi melalui diplomasi untuk peningkatan akses pasar kopi NTB, selain itu Kepala Seksi Bahan Tanaman Penyegar, Kementerian Perdagangan, Abdul Rojak akan terus mendorong akses pasar kopi Indonesia terutama melalui promosi dan penyederahaan prosedur-prosedur ekspor.

Sampel kopi NTB yang akan dibawa ke Jakarta dan dikirimkan kepada buyer di Eropa dan negara lain berasal dari 12 Kelompok tani (Poktan) yaitu Poktan Kaki Rinjani, poktan Tumpang Sari I dan II, Poktan Gorok Sokong, Poktan Mangun Jaya, Poktan Kemang Arabika, Poktan Lembah Rinjani, Potan Bunga Mekar, Poktan Orong Tereng, Poktan King Coffee, Poktan Kopi Samba dan Poktan Mentari.

Direktur Jenderal perkebunan, Kasdi Subagyono menyatakan apresiasi kepada Distanbun NTB atas pelaksanaan business matching ini yang akan mendorong mensukseskan peningkatan ekspor komoditas perkebunan Indonesia utamanya produk kopi dalam rangka akselerasi program Gratieks yaitu Gerakan 3x lipat ekspor hingga tahun 2024. Ditjen. Perkebunan terus memfasilitasi petani untuk memberikan bantuan sarana alat pascapanen dan pengolahan untuk menghasilkan produk-produk kopi bernilai tambah tinggi, juga dalam hal pembinaan dan pendampingan petani. Saat ini hanya tercatat Kopi Robusta Tambora di tahun 2017 yang memperoleh sertifikat Indikasi Geografis, kami mendorong penetapan kopi-kopi di NTB lain yang memiliki kekhasan dari sisi geografis yang dihasilkan melalui perbedaan rasa dan aroma. Pengakuan indikasi geografis pada suatu produk diyakini akan membawa banyak dampak positif, terutama dari segi aspek perekonomian dan sosial antara lain mampu menghasilkan produk berday saing dan pada akhirnya mandongrak nilai jual suatu produk secara signifikan.


Bagikan Artikel Ini  

Kementan Dorong Produktivitas Kelapa

Diposting        Oleh    ditjenbun



Pontianak – Dalam rangka mendorong peningkatan produktivitas kelapa di wilayah Kalimantan Barat, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak sebagai instansi pemerintah, yang merupakan UPT Direktorat Jenderal Perkebunan melakukan kegiatan pelatihan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada tanaman kelapa.

Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada kunjungannya ke Provinsi Maluku akhir Mei lalu. Mentan meminta jajarannya agar sigap melakukan pendampingan dan terus berupaya menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan serta peningkatan produksi maupun produktivitas komoditas pertanian termasuk perkebunan. “Tingkatkan nilai tambah, daya saing dan keunggulan setiap komoditas pertanian, harus memperkuat sektor hulu dan mengembangkan sektor hilir sehingga ada nilai tambah,” ujar Mentan Syahrul.

Usaha perkebunan sebagai salah satu sub-sektor strategis memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, untuk itu produksi dan produktivitas serta kualitas komoditas sangat perlu dijaga, sehingga ketersediaan komoditas tetap tersedia dan berdaya saing. Tak dapat dipungkiri, untuk mewujudkannya pasti dihadapkan berbagai tantangan, salah satunya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada tanaman.

Salah satu OPT penting yang menyebabkan penurunan produktivitas kelapa adalah kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros). Pada tanggal 1 hingga 3 Juli 2020 lalu, BPTP Pontianak mengadakan demplot pengendalian kumbang tanduk bersama Kelompok Tani Nyiur Nusantara dusun Makraga Desa Parit Baru Kecamatan Salatiga Kabupaten Sambas. Acara ini dihadiri oleh Kepala Balai BPTP Pontianak, Kepala Desa Parit Baru, Kepala BPP Kecamatan Salatiga, PPL Parit Baru, tim BPTP Pontianak, Koordinator dan Petugas UPPT Pemangkat, serta 25 orang petani dari Kelompok Tani Nyiur Nusantara.

Menurut Kepala Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak, Sajarwadi, bahwa Pelatihan yang diberikan kepada pekebun kelapa salah satunya dalam bentuk demonstrasi plot (demplot) berupa pemberian percontohan kepada pekebun tentang cara pengendalian kumbang tanduk secara terpadu. “Kegiatan ini merupakan tahap pertama dari rangkaian kegiatan demplot pengendalian kumbang tanduk pada tanaman kelapa,” katanya.

Pada kegiatan tahap pertama ini, Lanjut Sajarwadi, Tim BPTP Pontianak mengadakan sosialisasi tentang pengenalan OPT Tanaman Kelapa yang difokuskan pada kumbang tanduk beserta cara pengendaliannya.

Selanjutnya diberikan percontohan salah satu cara pengendalian kumbang tanduk dengan penggunaan perangkap feromon. Tahap lanjutan kegiatan adalah pengamatan dari penggunaan perangkap feromon dan pemanfaatan jamur Metarhizium anisopliae untuk mengendalikan larva kumbang tanduk yang akan dilaksanakan sebulan setelah kegiatan ini.

“Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada para pekebun tentang makna dari OPT tanaman kelapa, termasuk pengertian hama, pernyakit, dan teknik pengendaliannya. Selain itu, juga ditekankan bahwa pengendalian OPT tidak efektif jika hanya dilakukan dengan satu cara saja dan individu (hanya di satu kebun tertentu), melainkan dengan berbagai cara atau disebut juga pengendalian hama/penyakit secara terpadu dan dilakukan secara serentak (bersama-sama dengan pekebun yang lain),” katanya.
Pada kegiatan ini turut dilaksanakan praktek pengamatan serangan kumbang tanduk dan pemasangan feromon trap. Feromon yang digunakan merupakan feromon sintetis dengan kandungan bahan kimia etil-4 metil oktanoat. Feromon tersebut efektif untuk mengendalikan hama kumbang tanduk dewasa dengan radius ± 2 Ha. Lahan yang dipilih menjadi lokasi demplot merupakan milik anggota kelompok tani Nyiur Nusantara dengan luas lahan ±5 Ha.

Diketahui dari tim BPTP Pontianak, umur tanaman kelapa bervariasi mulai dari 3-20 tahun. Adapun tanaman kelapa yang terserang kumbang tanduk rata-rata tanaman muda dengan usia tanam 3-8 tahun. Berdasarkan dari pengamatan kasar intensitas serangan kumbang tanduk di lokasi sebesar ≥20% (kategori berat). Perangkap feromon dipasang pada tiang kayu dengan ketinggian 3-4 meter dengan harapan senyawa feromon akan efektif terbawa udara dan mengundang kumbang tanduk untuk masuk ke perangkap.

Kepala BPTP Pontianak mengajak para pekebun kelapa untuk berpartisipasi aktif dalam mengikuti seluruh rangkaian kegiatan demplot pengendalian OPT Kelapa dan dapat menerapkannya dalam menjaga kebersihan kebun masing-masing.

“Diharapkan dengan adanya kegiatan demplot ini dapat meningkatkan skill dan pengetahuan pekebun sehingga tanaman terjaga, produksi kelapa terjaga, stabilitas perekonomian pekebun terjaga, terlebih dalam masa pandemic Covid-19,” ujar Sajarwadi.

Sajarwadi menambahkan, Di era New Normal (kebiasaan baru) akibat pandemi Covid-19, kegiatan pelatihan ini tentunya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur protokol Covid-19 seperti mencuci tangan sebelum kegiatan, pengecekan suhu tubuh peserta kegiatan, memakai masker, dan menjaga jarak (physical distancing).


Bagikan Artikel Ini  

Kementan : Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pembangunan Perkebunan TA 2020

Diposting        Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Ditengah masa pandemik ini, Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya mendorong dan memacu jajaran di Kementan untuk lebih sigap dalam percepatan pelaksanaan serapan kegiatan TA 2020 dengan melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan dilapangan pada sektor pertanian termasuk perkebunan, secara tepat dan berkualitas untuk peningkatan kesejahteraan petani.

Sesuai arahan Menteri Pertanian kepada seluruh jajaran lingkup Kementan dalam Rapat Pimpinan C tanggal 25 Juni 2020 lalu, agar segera mempercepat proses serapan kegiatan di lapangan, maka Direktorat Jenderal Perkebunan bergerak cepat dengan membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi (MONEV) Percepatan Kegiatan Pembangunan Perkebunan TA 2020 melibatkan Tim Inspektorat Jenderal (ITJEN) dan Tim Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Waktu dan tempat kegiatan Tim Monev dibagi menjadi tiga periode yaitu Periode I dimulai tanggal 2 s.d 6 Juli 2020 di Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, Periode II tanggal 7 s.d 11 Juli 2020 di Provinsi Jawa Barat, Riau, Sumatera Selatan, Aceh dan Maluku Utara, sedangkan Periode III tanggal 12 s.d 16 Juli 2020 di Provinsi Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur.

Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah sebagai Tim Monev Ditjen Perkebunan berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan ini dengan mengunjungi Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Maluku Utara, dan Provinsi Lampung. “Tugas Tim Monev ini memonitoring dan evaluasi dengan meninjau secara langsung progres kegiatan yang dilaksanakan di provinsi tersebut, selanjutnya mengawal strategi-strategi percepatan kegiatan dan serapan anggaran, serta diakhiri penandatangan komitmen pelaksanaan kegiatan di Provinsi Lampung oleh Itjen, BPKP, Satker Daerah dan Ditjen Perkebunan,” kata Hendratmojo Bagus Hudoro, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah mewakili Direktur Jenderal Perkebunan pada kegiatan monev tersebut.

Di Provinsi Sumatera Selatan, Tim Monev Ditjen Perkebunan bersama Satker Daerah Kabupaten OKI dan Kabupaten OKU Timur melakukan kunjungan lapangan, melihat progres kegiatan pembangunan komoditas tebu khususnya kegiatan perluasan dan rawat ratoon dan selanjutnya melakukan diskusi bersama dengan Kepala Desa dan Kelompok Tani Tebu di dua kabupaten tersebut mendapat respon positif. “Kami sangat antusias dan menyambut baik kehadiran Tim Monev dari Pusat. Dengan dilakukannya diskusi dengan para petani diharapkan dapat memecahkan persoalan yang dihadapi petani tebu di Kabupaten OKI dan OKU Timur, “ ujar Sapardi Kepala Desa OKU Timur.

Sedangkan di Provinsi Jawa Barat, Tim Monev melakukan kunjungan lapangan untuk melihat progres kegiatan pengembangan Tebu di Kabupaten Subang dan mengunjungi Pabrik Gula Subang, dilanjutkan mengunjungi lokasi pengembangan serai wangi.

Pada kesempatan kunjungan di Provinsi Maluku Utara, Tim Monev meninjau salah satu produsen benih di Desa Ake Diri Kabupaten Halmahera Barat yaitu CV. Nuada Maristika Jaya dan memberikan bantuan benih cengkeh kepada Kelompok Tani Simomi Gam di Desa Marimabati Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat. Bantuan benih ini merupakan bagian dari kegiatan Rehabilitasi Cengkeh Direktorat Jenderal Perkebunan seluas 150 hektar di Kabupaten Halmahera Barat seluas 150 hektar.

Sementara itu, pada kunjungan di Provinsi Lampung, Tim Monev berkesempatan berdiskusi bersama dengan Kelompok Tani Lada di Kab Tanggamus dan dilanjutkan dengan melakukan kunjungan ke lapangan untuk melihat progres kegiatan pengembangan komoditi lada.

Hal ini diapresiasi oleh anggota kelompok tani lada di Kabupaten Tanggamus, dengan mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian dalam penyaluran bantuan dalam bentuk HOK rehabilitasi tanaman lada. Harapannya semoga dengan adanya bantuan ini dapat lebih meningkatkan antusias petani untuk mengembangkan serta meningkatkan produksi lada di Kabupaten Tanggamus.

Dengan kunjungan Tim Monev ini, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Hendratmojo Bagus Hudoro berharap dapat membantu meningkatkan stimulus Satker Daerah untuk mempercepat serapan anggaran kegiatan, sehingga realisasi anggaran pada bulan Juli dan kedepannya di tahun 2020 ini sesuai dengan target yang ditetapkan.


Bagikan Artikel Ini  

Kementan Salurkan Bantuan Benih Cengkeh Ke Halmahera Barat

Diposting        Oleh    ditjenbun



Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya dalam menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan serta peningkatan produksi maupun produktivitas komoditas pertanian termasuk perkebunan.

Pada kunjungannya ke Provinsi Maluku akhir Mei lalu, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo meminta jajarannya melakukan pendampingan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing dan keunggulan setiap komoditas perkebunan termasuk rempah, harus memperkuat sektor hulu dan mengembangkan sektor hilir sehingga ada nilai tambah.

Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono mengungkapkan pihaknya menaruh perhatian besar pada peningkatan produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya saing produk perkebunan. Usaha perkebunan sebagai salah satu sub-sektor strategis yang memiliki peranan penting dalam pembangunan Nasional, untuk itu produksi dan produktivitas serta kualitas komoditas sangat perlu dijaga, sehingga ketersediaan komoditas tetap tersedia dan berdaya saing.

Tuntutan dalam meningkatkan produksi komoditas perlu didukung sepenuhnya dengan penggunaan benih berkualitas baik dan bukan benih asalan. Karena hasil produksi perkebunan merupakan bahan baku industri yang sangat dibutuhkan baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan ekspor, termasuk hasil dari komoditas cengkeh.

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan pada awal Juli lalu (10/07), memberikan bantuan benih cengkeh kepada Kelompok Tani Simomi Gam di Desa Marimabati Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat.

Dalam kunjungannya, mewakili Direktur Jenderal Perkebunan, Direktur Perlindungan Perkebunan Ardi Praptono mengatakan bahwa Bantuan benih ini merupakan bagian dari kegiatan Rehabilitasi Cengkeh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Dimana Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan kegiatan Rehabilitasi Cengkeh untuk Kabupaten Halmahera Barat seluas 150 hektar. Benih sebanyak 9750 batang untuk 6 (enam) kelompok tani, dimana masing-masing kelompok tani sebanyak 1625 batang benih cengkeh.

Pada kesempatan yang sama, turut melakukan kunjungan ke salah satu produsen benih di Desa Ake Diri Kabupaten Halmahera Barat yaitu CV. Nuada Maristika Jaya. “Kunjungan ini dimaksudkan untuk meninjau ketersediaan dan kondisi benih dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi cengkeh di kabupaten Halmahera Barat Tahun 2020,” ungkapnya.

Diharapkan dengan adanya bantuan benih cengkeh ini, dapat mendorong dan mendukung petani dalam meningkatkan atau memperbaiki mutu, kualitas maupun produksi dan produktivitas cengkehnya serta membantu memenuhi kebutuhan hidupnya.


Bagikan Artikel Ini  

Kilau Emas Hijau Bersanding Emas Merah

Diposting        Oleh    ditjenbun



TEMANGGUNG – Sejumlah petani di beberapa daerah tetap giat dan tidak menyerah dalam pembudidayaan vanili, menjadi tantangan bagi para petani vanili agar emas hijau ini dapat terus bersaing di pasar internasional. Pengembangan budi daya tanaman vanili menyusul permintaan pasar cenderung meningkat dan memiliki prospek yang cukup baik untuk mendorong pendapatan ekonomi.

Vanili termasuk ke dalam tujuh komoditas perkebunan yang saat ini memiliki potensi untuk peningkatan ekspor, dimana peningkatan produktivitas dan volume ekspor pada komoditas tersebut dilakukan melalui program Kementerian Pertanian, khususnya Program Gerakan Peningkatan Produksi, Nilai Tambah, dan Daya Saing (Grasida).

Untuk itu Kementerian Pertanian mendorong petani agar dapat mengembangkan atau menggenjot produksi komoditas perkebunan termasuk vanili. Guna mendukung ketersediaan vanili, sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya sebagai instansi pemerintah, yang merupakan UPT Direktorat Jenderal Perkebunan memiliki tugas dan fungsi yang salah satunya untuk memberikan informasi dan pengawasan serta pengembangan komoditas perkebunan agar diperoleh kualitas yang bermutu atau produktivitas yang tinggi.

Pada awal bulan Juli lalu, BBPPTP Surabaya melakukan peninjauan ke lokasi yang bernama Sucen, sebuah desa yang terletak di lereng gunung Sindoro – Sumbing dengan ketinggian 600 s.d 700 mdpl dan melewati trek hamparan kebun kopi yang cukup menantang untuk sampai pada sebuah tempat yang disebut sebagai salah satu penghasil Emas Hijau tujuan ekspor Jepang seperti dikatakan oleh C Masrik Amin Zuhdi, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Temanggung.

Salah satu perwakilan kelompok tani, Sudin mengungkapkan bahwa sudah tiga tahun terakhir Komunitas Petani Vanili (Kompeni) Sucen menjadi langganan eksportir Jepang, hal ini menjadi nilai tambah ekonomi bagi petani, akan tetapi keberhasilan tersebut tak lepas dari pencurian terhadap tanaman yang mempunyai taksiran Rp 300.000,-/kg bobot basah menjadi ancaman. Berawal dari hal tersebut membuat Kompeni tidak hanya mengandalkan keuntungan dari panen saja, akan tetapi harus ada nilai tambah lain.

Sudin juga menuturkan, “Saat ini Kompeni sudah dapat melayani pemesanan bibit, akan tetapi hanya dapat melayani permintaan lokal karena terkendala aspek legalitas. Besar harapan dari kegiatan identifikasi yang berlangsung dapat menghasilkan legalitas terkait peredaran vanili milik petani desa Sucen,” ujarnya (09/07). Kegiatan identifikasi pun berlanjut dengan pengamatan langsung pada vanili yang ditanam di kebun milik beberapa anggota Kompeni. Cukup menarik ketika kegiatan identifikasi berlangsung karena vanili yang ditanam dikebun memiliki pola beraneka ragam. Mulai dari tumpangsari vanili di greenhouse tanaman hortikultura hingga tumpangsari pada pohon penaung kopi yang dirambatkan pada bariernya.

Sudin, yang juga merupakan pemilik kebun kopi yang ditanami vanili tersebut, mengatakan bahwa pola ini sebagai salah satu cara untuk mengelabui terhadap pencurian vanili disamping menambah nilai ekonomis dari hasil panen emas merah (kopi) tersebut. Alasan lainnya, Lanjut Sudin, selain memudahkan pengawasan ketika perawatan kebun emas merah, lokasi yang cukup dekat dari rumah pemilik kebun menjadi salah satu faktor pertimbangan.

Berdasarkan dari peninjauan tim identifikasi tersebut, Endang, salah satu tim identifikasi menuturkan bahwa Hasil yang diperoleh tim dari awal hingga akhir identifikasi di Kabupaten Temanggung diperoleh kesimpulan bahwa kecenderungan vanili yang ditanam oleh petani adalah varietas Vania 1 dan Vania 2 walaupun ada beberapa tanaman mengalami perbedaan pertumbuhan namun tumbuh dan cenderung kembali ke ciri salah satu dari dua varietas yang telah menjadi binaan Kementerian Pertanian.

Menurut tim identifikasi, syarat untuk dikatakan sebagai klon unggul harapan baru masih perlu dipenuhi karena salah satu perubahan unsur genetiknya tidak bersifat stagnan. Demikian pula yang disampaikan oleh Munir, selaku PBT BBPPTP Surabaya yang menjadi anggota tim identifikasi, bahwa setelah teridentifikasi jelas, maka langkah selanjutnya adalah terkait aspek legalitas. “Diperlukan kerja bersama agar peredaran benih vanili di Temanggung terjamin legalitasnya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan salah satunya dengan pemanfaatan kebun vanili yang sudah ada dan dengan memperhatikan kesamaan lokasi geografis, maka persyaratan luas dapat dipenuhi dengan catatan mengikuti kaidah kebun sumber benih,” katanya.

Temanggung adalah sebuah daerah yang pada zaman Hindia-Belanda terkenal dengan Kopi, Tembakau, dan Vanili sebagaimana tergambar pada lambang Kabupaten tersebut. Pasang-surut petani menikmati hasil bumi tersebut. Perlahan ketiga komoditi yang memiliki nilai ekonomi tinggi tersebut mulai kembali menampakkan pesona keunggulan atau potensinya, dan inilah mengapa dikenal sebagai The Hidden Taste of Middle Java.


Bagikan Artikel Ini  

Pekebun Tetap Konsisten Produksi Lada & Rawat Kebunnya

Diposting     Kamis, 27 Agustus 2020 09:08 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya menjamin ketersediaan pangan dan komoditas pertanian lainnya termasuk komoditas perkebunan, menghadapi new normal atau kenormalan baru. Sesuai arahan Menteri Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan diharapkan dapat menjamin ketersediaan komoditas perkebunan, termasuk komoditas lada.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perkebunan Kasdi Subagyono, mengatakan Direktorat Jenderal Perkebunan memberikan fasilitasi sarana Pascapanen, peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan pekebun. Ditengah pandemik COVID-19 ini, petani terus berjuang memproduksi dan memelihara kebunnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga memasok kebutuhan pertanian dan perkebunan Indonesia. Tentunya kesehatan petani juga sangat diperhatikan oleh Kementan, antara lain dihimbau agar para pekebun tetap menjaga kesehatan dalam melakukan aktivitas berkebun sehari-hari, tetap memperhatikan SOP kesehatan dan kebersihan, baik kesehatan tubuh maupun mutu kualitas tanamannya.

Salah satu contoh, pemeliharaan kebun yang tetap dilakukan oleh anggota-anggota Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Sukadana Baru, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. LEM Sukadana Baru telah terbentuk sejak tahun 2018 yang beranggotakan sebanyak 70 orang. “Untuk produksi lada alhamdulillah tidak turut terdampak COVID-19 dan kami tetap konsisten merawat kebun agar hasil maksimal seperti biasanya,” ungkap Eko, Ketua LEM Sukadana Baru saat dihubungi oleh Ditjen Perkebunan (22/06).

Disaat berkebun, lanjut Eko, petani kebanyakan melakukannya sendiri, tidak kontak dengan petani lainnya sehingga sangat aman dan sesuai anjuran protokol kesehatan. Namun tantangan yang dihadapi petani lada saat ini adalah cuaca dan harga jual. Menurutnya, hasil produksi lada tahun lalu rata-rata sebanyak 700-1000 kg kering per hektar. 90% hasil panen tahun lalu sudah terjual ke pedagang pengumpul terdekat dengan kemasan karung plastik, sedangkan untuk tahun ini akan panen di bulan Agustus nanti. Eko menambahkan, bahwa Harapan Eko dan juga petani-petani lada lainnya, harga lada bisa menguntungkan petani dan ada pendampingan dari pemerintah kepada petani lada.


Bagikan Artikel Ini  

Kebangkitan Emas Hijau Salatiga

Diposting        Oleh    ditjenbun



SALATIGA – Kementerian Pertanian menargetkan pertumbuhan ekspor untuk sejumlah komoditas perkebunan seperti kopi, kelapa, lada, pala dan vanili hingga tiga kali lipat sampai lima tahun ke depan. Menteri Pertanian mendorong agar para produsen dari hulu dan eksportir dapat memacu produksi komoditas perkebunannya hingga tiga kali lipat. “Harus dibantu oleh stakeholder lainnya, eksportir, pengusaha hingga di level paling bawah untuk mengembangkan. Tiga kali lipat ini dalam lima tahun, karena perkebunan paling tidak tanam dua sampai tiga tahun baru bisa tumbuh,” kata Syahrul.

Dalam upaya mendukung Gerakan Ekspor Tiga Kali Lipat (Gratieks), Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono mengatakan bahwa terdapat tujuh komoditas perkebunan yang saat ini memiliki potensi untuk peningkatan ekspor. “Ketujuh komoditas tersebut, yakni kopi, kakao, kelapa, jambu mete, lada, pala, dan vanili. Peningkatan produktivitas dan volume ekspor pada tujuh komoditas tersebut akan dilakukan melalui program Gerakan Peningkatan Produksi, Nilai Tambah, dan Daya Saing (Grasida),” katanya.

Untuk itu Kementerian Pertanian giat menggenjot produksi komoditas perkebunan termasuk vanili. Salah satunya melalui Tim Identifikasi Vanili yang terdiri dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya dan Balai Penelitian Rempah dan Obat (Balittro) melakukan peninjauan ke lokasi yang menjadi awal mula penyebaran vanili di Salatiga – Semarang, dan Sekitarnya, khususnya di mulai dari Desa Randu Acir, Kecamatan Argomulyo, Salatiga.

Dimana kegiatan ini diagendakan oleh Balai Benih Tanaman Perkebunan (BBTP) Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah berlangsung dari tanggal 8 sampai 9 Juli 2020. Salah satu petani vanili di desa Randu Acir masih melestarikan tanaman tersebut dari tahun 1960 yaitu Harjo, pria berusia 90 tahun tersebut, menuturkan bahwa dulu vanili salatiga pernah mencapai kejayaannya yang mana hasil panennya bisa untuk membeli ternak, lahan dan menyekolahkan anak hingga jenjang perguruan tinggi. Namun masa keemasan tersebut memudar ketika harga emas hijau jatuh dipasar internasional yang pada waktu itu vanili lndonesia hanya dihargai Rp. 100,- per Kilogramnya.

Mbah Harjo, sapaan akrabnya, sangat prihatin dengan tantangan yang mesti dihadapi emas hijaunya. Namun roda terus berputar hingga Jito, putra Mbah Harjo, giat dan tekun memoles kembali emas hijau tersebut hingga berkilau saat ini. Mbah Harjo menuturkan bahwa, Jito, pensiunan PNS Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan bersama Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Griya Vanili Salatiga Semarang berhasil mengangkat kembali harumnya vanili Salatiga.  Pada kunjungan ke kebun Mbah Harjo tersebut, Wakil Walikota Salatiga, Muhammad Haris mengatakan perlunya bimbingan dari segenap unsur agar Salatiga bisa menjadi tuan rumah vanili dan akan terus mengupayakan pembangunan infrastruktur terutama sumber air agar perekonomian di desa Randu Acir meningkat.

Wakil Walikota Salatiga menghimbau kepada Eko selaku Ketua P4S Griya Vanili Salatiga Semarang agar bersabar dan istiqomah dalam menggiatkan vanili, dan Pemkot Salatiga terus mendukung langkah tersebut, serta berharap Pemulia Vanili dari Balittro akan terus memberikan bimbingan agar vanili Salatiga dapat berkualitas dan berdaya saing, sedangkan untuk BBPPTP Surabaya diharapkan dapat membantu agar benih vanili Salatiga jelas legalitasnya.
Sejarah membuktikan bahwa Salatiga turut berpotensi sebagai lumbung hasil bumi bernilai ekonomi tinggi seperti kopi, karet, vanili, aren, kelapa dan masih banyak lainnya, serta bernilai tinggi ini selayaknya menjadi kekayaan bangsa sendiri dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar daerah tersebut pada khususnya.


Bagikan Artikel Ini  

Teknologi Mitigasi dan Adaptasi, Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Bagi Komoditas Perkebunan

Diposting     Sabtu, 01 Agustus 2020 09:08 pm    Oleh    ditjenbun



Jakarta – Ditengah masa pandemik ini, Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya mendorong dan memacu jajaran di Kementan, untuk lebih sigap dalam penerapan teknologi pada sektor pertanian. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya melakukan adaptasi, antisipasi dan mitigasi musim kemarau di tahun 2020, sehingga ketersediaan komoditas tetap aman terjaga. Perubahan iklim menyebabkan terjadinya peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada lapisan atmosfer dan berlangsung untuk jangka waktu tertentu. Penyebab terjadinya perubahan iklim ini perlu menjadi perhatian setiap orang. Apalagi, berbagai dampak dari perubahan iklim ini sangat merugikan bagi kehidupan, khususnya pada subsektor pertanian termasuk perkebunan.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono mengatakan bahwa, Apabila terjadi kekeringan di lahan perkebunan di berbagai wilayah di Indonesia, tentunya akan mempengaruhi produksi dan produktivitas tanaman perkebunan. Sehingga perlu segera diantisipasi dalam bentuk paket teknologi baik berupa kegiatan mitigasi maupun adaptasi untuk menekan efek negatif dari perubahan iklim terhadap komoditas perkebunan. Dalam upaya untuk mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK) Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan khususnya Direktorat Perlindungan Perkebunan pada Tahun 2020 mengalokasi kegiatan dalam bentuk Paket Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim pada 6 (enam) Propinsi yang rawan kekeringan yaitu Propinsi Jawa Barat (Subang), Jawa Tengah (Temanggung), Jawa Timur (Lumajang), Bali (Tabanan), Nusa Tenggara Barat (Lombok Utara), Sulawesi Tengah (Parigi Moutong), dan Sulawesi Utara (Bolaang Mongondow).

“Kegiatan mitigasi pada subsektor perkebunan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan untuk mengurangi sumber emisi gas rumah kaca, sedangkan adaptasi adalah tindakan penyesuaian untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim,” kata Ardi Praptono, Direktur Perlindungan Perkebunan, mewakili Direktur Jenderal Perkebunan saat melakukan kunjungan kerja ke Temanggung, Jawa Tengah pada bulan Juni lalu.

Ardi menerangkan bahwa, Emisi karbon pada subsektor perkebunan dapat diminimalisir dengan pemanfaatan limbah perkebunan, mengintegrasikan dengan ternak (kebun-ternak), mengurangi atau menggantikan pemanfaatan pestisida dan pupuk kimia dengan organik, mengurangi penggunaan herbisida dan pemanfaatan pohon pelindung sebagai penyerap karbon. Baru-baru ini, Lanjut Ardi, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan telah menyerahkan bantuan 1 (satu) unit paket teknologi mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim subsektor perkebunan kepada Kelompok Tani Merkun Tani Desa Rejosari Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Bantuan Paket Teknologi dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi yang diberikan meliputi antara lain pembuatan embung, mesin lubang biopori, alat pencacah kompos, alat pengayak kompos, kereta dorong, pompa air, instalasi pipa air, rumah kompos, bantuan kendang kambing dan kambing sebanyak 25 ekor. Adapun bantuan diserahkan langsung oleh Direktur Perlindungan Perkebunan, kepada Ketua Kelompok Tani Merkun Tani, Sukirno pada tanggal 26 Juni 2020. Menurut Ardi, Perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap dunia global, termasuk pada subsektor perkebunan. Kekeringan pada lahan perkebunan di berbagai wilayah di Indonesia harus segera diantisipasi agar upaya peningkatan produksi dan produktivitasnya dapat tercapai dengan baik. “Perlu ada paket teknologi baik berupa kegiatan mitigasi maupun adaptasi untuk menekan efek negatif dari perubahan iklim terhadap komoditas perkebunan” ujarnya.

Ardi menambahkan bahwa, Aplikasi model teknologi mitigasi dan adaptasi pada subsektor perkebunan perlu dilaksanakan di daerah agar pembangunan perkebunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan produktifitas dapat dipertahankan sehingga mampu mengurangi kehilangan hasil akibat dampak perubahan iklim. Bantuan yang diberikan diharapkan mampu menjadi contoh dan memberikan stimulus untuk pengembangan pengelolaan perkebunan pada wilayah rawan kekeringan. Pemerintah daerah maupun petani pekebun dapat mengadopsi model teknologi ini agar dampak kekeringan terhadap produksi dan produktivitas komoditi perkebunan dapat diminimalisasi.

“Perlu sinergi bersama Pemerintah daerah dan petani pekebun serta stakeholder lainnya, kami harapkan kegiatan mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim (DPI) di daerah ini akan berdampak positif pada produksi dan produktifitas tanaman perkebunan,” pungkas Ardi.


Bagikan Artikel Ini