KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Forum Bussiness on Agriculture di Trade Expo Indonesia 2019 sebagai Sarana Komunikasi Goverment to Bussiness dalam Perluasan Akses Pasar Komoditas Pertanian Indonesia

Diposting     Jumat, 18 Oktober 2019 01:10 pm    Oleh    ditjenbun



Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 merupakan ajang bisnis perdagangan Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 diselenggarakan tanggal 16 s/d 20 Oktober 2019 yang dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Indonesia, Bapak Jusuf Kalla 16 Oktober 2019 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City Kabupaten Tangerang.

Salah satu kegiatan TEI 2019 yang dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober adalah Business Forum bidang pertanian dengan tema “Indonesian Agricultural Products Going Global” dengan moderator Sekretaris Direktur Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri dan narasumber yaitu, Pertanian Direktur PPH Perkebunan, Direktur PPH Hortikultura, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Direktur PT. Alam Sari Interbuana, Direktur PT. Saribhakti Bumi Agri. Forum ini dihadiri sekitar 150 peserta yang mayoritas merupakan potential buyers dari luar negeri.

Dari sisi pemerintah menyampaikan kebijakan untuk memastikan penyediaan produk pertanian yang berkualitas, berkelanjutan dan memiliki nilai tambah. Selain itu pemerintah juga berkomitmen untuk menyederhanakan regulasi perizinan dalam mendorong ekspor pertanian. Peserta yang hadir mengungkapkan ketertarikan yang sangat tinggi terhadap produk-produk pertanian Indonesia dan akan menindaklanjuti secara personal dengan pelaku-pelaku usaha yang ada di TEI 2019.


Bagikan Artikel Ini  

MEKSIKO LIRIK LADA DAN KAYU MANIS INDONESIA

Diposting        Oleh    ditjenbun



BOGOR – Komoditas rempah Indonesia mulai dilirik untuk ekspor ke Kawasan Amerika Tengah, tepatnya Meksiko. “Komoditas lada dan kayu manis merupakan 2 komoditas rempah Indonesia yang memiliki potensi perluasan akses pasar ke Meksiko yang sebagian besar digunakan untuk cita rasa makanan,” demikian disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Meksiko merangkap Belize, El Salvador dan Guatemala Cheppy T. Wartono dalam pertemuan singkat Bersama Sekretaris Ditjen. Perkebunan (17/10/2019).

Tercatat ada sekitar 400-500 jenis rempah di dunia dan 275 jenis diantaranya berada di Kawasan Asia Tenggara dan Indonesia menjadi negara yang dominan hingga mendapat julukan sebagai Mother of Spices. Dari keragaman jenis dan wilayah penghasil rempah tersebut, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pemasok rempah dunia dimana menurut data FAO permintaan dunia terhadap rempah-rempah setiap tahunnya mengalami kenaikan sebesar 7-8%. Data BPS diolah Ditjen. Perkebunan tahun 2018 menunjukkan bahwa sebagian besar ekspor RI ke Meksiko adalah komoditas karet dengan volume 32,6 ribu ton dan nilai mencapai USD 45,6 juta lalu CPO Indonesia juga secara continue di ekspor dengan volume sebesar 14,7 ribu ton dan nilai mencapai USD 11,7 juta. Sedangkan kakao Indonesia cukup diminati di Meksiko dengan volume sebesar 11,3 ribu ton dengan nilai mencapai USD 42,9 juta.

Sekretaris Ditjen. Perkebunan mengatakan bahwa rempah Indonesia sangat diminati di seluruh dunia. “saat ini Indonesia menempati posisi ke-4 terbesar dunia sebagai penghasil rempah-rempah (lada, pala, cengkeh, vanili dan kayu manis) dengan ekspor tahun 2018 mencapai USD 582, 84 juta walaupun untuk ekspor rempah RI ke Meksiko didominasi oleh kayu manis dengan ekspor sebesar 232 ton/ tahun dan nilai mencapai USD 735 ribu,” ujar Antarjo Dikin Sekretaris Ditjen Perkebunan pada kesempatan yang sama.

Antarjo menambahkan, kebijakan pemerintah dalam mengembalikan kejayaan rempah nusantara dimulai dengan penyediaan benih yang bermutu dan bersertifikat melalui program BUN-500. “dimana komoditas lada salah satu dari 10 komoditas yang dicanangkan dalam program tersebut. Selain itu Ditjen. Perkebunan mengembangkan integrasi hulu-hilir di daerah-daerah sentra pengembangan rempah Indonesia dengan menetapkan Kawasan nasional berbasis korporasi petani. Perbaikan mutu rempah dari aspek pascapanen juga menjadi prioritas Ditjen. Perkebunan dalam meningkatkan ekspor rempah Indonesia,” tambahnya.


Bagikan Artikel Ini  

Ditjenbun Dorong Pelaporan Tepat Waktu Dan Akurat

Diposting     Kamis, 17 Oktober 2019 10:10 pm    Oleh    ditjenbun



Pertemuan Workshop penyusunan Laporan Keuangan Ditjen Perkebunan TRIWULAN III TAHUN 2019 dilaksanakan pada tanggal 14 sd 19 Oktober 2019, dibuka oleh Kepala Bagian Umum Ditjen Perkebunan mewakili Sekretaris Ditjen Perkebunan.

Laporan Keuangan Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2018 berhasil mempertahankan opini audit dari BPK-RI ”Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)”, pencapaian ini harus tetap dipertahankan seterusnya, untuk itu seluruh Satker Direktorat Jenderal Perkebunan harus meningkatkan kualitas Laporan Keuangan. Oleh karena itu penyelenggaraan Workshop Penyusunan Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Perkebunan Triwulan III Tahun 2019 menjadi sangat penting karena menjadi ruang untuk berkoordinasi data dan informasi dengan seluruh Satker Dinas Provinsi dan Satker UPT Pusat di daerah sehingga diharapkan penyusunan Laporan Keuangan dapat tepat waktu, akurat serta dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan yang berlaku.

Tujuan dari pertemuan ini antara lain
Menindaklanjuti permasalahan-permasalahan dalam Laporan Keuangan Semester I Tahun 2019, selanjutnya memantau agar tidak terjadi permasalahan yang sama pada Laporan Keuangan Triwulan III Tahun 2019;
Melakukan verifikasi atas ADK (Arsip Data Komputer) dan kelengkapan dokumen keuangan;
Menyamakan persepsi agar seluruh pejabat/petugas yang mengelola di bidang keuangan Lingkup Ditjen Perkebunan memahami dan menaruh perhatian yang tinggi bahwa Laporan Keuangan dan Barang Milik Negara tahun 2019 harus disusun akurat dan tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditetapkan, dan Tersusunnya seluruhnya Laporan Keuangan Triwulan III satker lingkup Ditjen Perkebunan Tahun Anggaran 2019 beserta Catatannya.

penyusunan laporan keuangan merupakan kewajiban masing-masing Satker yang mengelola dana APBN yang sudah ada tata cara penyusunan, mekanisme dan jadwal penyampaian laporannya sudah ditetapkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 213/PMK.05/2013 tentang perubahan PMK Nomor 233/PMK.05/2011 tentang perubahan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Dalam penyusunan laporan keuangan, setiap entitas pelaporan diminta untuk menyajikan Laporan Keuangan Tahun 2018 Unaudited sesuai dengan format pada BAB Ill Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.05/2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Keuangan Negara/Lembaga.


Bagikan Artikel Ini  

Upaya Percepatan BUN500

Diposting        Oleh    ditjenbun



Solo – Tim Pelepasan Varietas (TPV) Tanaman Perkebunan melaksanakan sidang pelepasan varietas Semester II Tahun 2019 pada tanggal 16 s.d 18 Oktober 2019 di Novotel Hotel Kota Solo, Jawa Tengah.

Diketahui bahwa Proposal usulan yang mengikuti sidang Pelepasan Varietas Semester II Tahun 2019, sebanyak 19 (sembilan belas) usulan, yaitu untuk komoditas Kelapa Sawit, Tebu, Teh, Tembakau, Kelapa Dalam, Kelapa Hibrida, Pala, Cengkeh, Kayu Manis, dan Abaka.

Seluruh proposal usulan yang diajukan oleh penyelenggara pemuliaan telah dilaksanakan penilaian awal dan monitoring evaluasi (monev) oleh Tim Penilai Varietas (TPV) Perkebunan. “Sidang pelepasan varietas tersebut dilakukan dalam rangka mendukung program BUN500, dimana dengan dilaksanakannya sidang pelepasan varietas tanaman perkebunan akan diperoleh varietas-varietas unggul baru, yang memiliki keunggulan antara lain produksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit serta tahan kekeringan,” kata DR.Ir.M. Saleh Mokhtar, M.P Direktur Perbenihan Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementan (16/10/2019)


Bagikan Artikel Ini  

GELIAT EKSPOR KARET SUMSEL TEMBUS EROPA & AMERIKA

Diposting     Senin, 14 Oktober 2019 01:10 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Ekspor karet Indonesia mulai menunjukkan eksistensi kembali setelah beberapa pekan ditunjukkan dengan fluktuasi harga. Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu Kawasan pengembangan karet nasional yang secara eksisting berkontribusi terhadap peningkatan produksi karet nasional untuk tujuan ekspor. Program BUN-500 ditujukan untuk peningkatan produksi dan produktivitas karet nasional melalui penyediaan benih karet yang bersertifikat, unggul dan bermutu. Menurut Keputusan Menteri Pertanian nomor 472 tahun 2018 tentang Lokasi Kawasan Pertanian Nasional, bahwa kabupaten yang menjadi sentra pengembangan karet nasional di Provinsi Sumatera Selatan meliputi kabupaten Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Musi Banyuasin, OKI, Muara Enim, Penukal Abab Lematang Ilir dan Banyuasin dengan produksi karet tahun 2018 mencapai 1,06 juta ton pada luasan areal sebesar 850,9 ribu hektar (data BPS diolah Ditjen. Perkebunan, 2018).

PT. Hok Tong (Crumb Rubber Company) merupakan salah satu mitra Direktorat Jenderal Perkebunan yang bergerak di bidang trading komoditas karet Indonesia, khususnya ekspor karet ke pasar internasional. Data menunjukkan PT. Hok Tong yang beralamat di Keramasan dan Plaju, Sumatera Selatan melakukan ekspor komoditas karet untuk SIR 5, SIR 10, SIR 20, dan SIR 50 ke negara-negara di Amerika dan Eropa. Pada bulan Agustus 2019, PT Hok Tong telah mengekspor SIR 20 ke Amerika sebanyak 11.673,62 ton dan ke Eropa sebanyak 1.939,84 ton dan ekspor SIR 50 sebanyak 19.658,986 ton. Pemanfaatan SIR ini adalah untuk rubber dock fender, komponen-komponen untuk keperluan pabrik/industri seperti cement mill, centrifuge latex mill, crumb rubber mill, sugar mill, aluminium plant, oil palm mill, komponen bangunan tahan gempa dan beberapa aplikasi lainnya seperti conveyor belt, rubber mats, rubber bands dan lain-lain.

Tercatat dari data BPS diolah Ditjen. Perkebunan bahwa tahun 2018 ekspor karet Indonesia sebesar 2,81 juta ton dengan nilai ekspor mencapai USD 3,95 milyar. Ekspor TSNR-20 berkontribusi sebesar 92,1% atau sebesar 2,59 juta ton dari total volume karet Indonesia. Sebagian besar ekspor TSNR-20 ini ke negara Amerika Serikat, Jepang, India, China, Korea Selatan, Turki, Brazil dan Kanada.
“Indonesia sebagai negara produsen karet nomor 2 dunia setelah Thailand, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan ekspor komoditas karet Indonesia yang di dukung oleh kualitas bokar yang tinggi dan menjadi standar kebutuhan ekspor,” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.

Kasdi Subagyono menambahkan bahwa, Ditjen. Perkebunan terus membina UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar) di beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi karet nasional dimana selain dalam upaya memperkuat kelembagaan petani juga dilakukan pendampingan kepada para petani dalam meningkatkan kualitas bokar sehingga akan dapat mendongkrak harga karet ditingkat petani,” tambahnya.


Bagikan Artikel Ini  

Cokelatku Budayaku Indonesiaku : TUMBUHKAN BUDAYA KORPORASI PEKEBUN KAKAO

Diposting     Ahad/Minggu, 06 Oktober 2019 09:10 am    Oleh    ditjenbun



Solok – Komoditas kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia yakni sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, mendorong agribisnis dan agroindustri serta pengembangan wilayah.

“Saat ini luas areal pengembangan kakao mencapai 1,6 juta hektar dengan produksi sekitar 593 ribu ton menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen terbesar dunia (posisi ke-4),” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan dalam sambutannya pada acara Peringatan Hari Kakao Indonesia Tahun 2019 di Kampus Universitas Muhammad Yamin Kab Solok Padang (5/10/2019).

Kasdi Subagyono menambahkan, Komoditas kakao juga merupakan komoditas sosial, dalam arti usaha perkebunan kakao tersebut hampir 97% diusahakan oleh perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 1,7 juta KK. Disisi lain komoditas kakao memberikan sumbangan dalam perolehan devisa sebesar US$ 1,24 milyar dan merupakan penghasil devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet.

Dilihat dari perkembangan produksi, Lanjutnya, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan volume dan mutu produksinya. Beberapa faktor pendukung potensi tersebut antara lain luas lahan yang cukup sesuai untuk kakao, minat pekebun cukup tinggi, tersedianya bahan tanam unggul, tersedianya paket teknologi, tersedianya SDM peneliti yang berkualitas, dukungan pemerintah pusat dan daerah yang tinggi serta potensi pasar yang besar.

Produksi kakao dunia saat ini mencapai sekitar 4,79 juta ton yang sebagian besar dipasok oleh Pantai Gading (43%), Ghana (20%), Ekuador (6%), Indonesia (6%) dan sisanya oleh negara-negara produsen lainnya yang relatif kecil.

“Pada kondisi ekonomi saat ini, kita harus pandai menangkap peluang terbukanya pasar baru untuk komoditas kakao seperti China, Rusia, India, Jepang dan Timur Tengah disamping negara pengimpor lama seperti Eropa dan Amerika Serikat yang cukup memberikan dampak positif dalam perekonomian nasional,” tambahnya.

Di Indonesia, kakao merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan dari 16 komoditi unggulan lainnya yang mempunyai peran ekonomi yang cukup strategis. Menurut data  statistik perkebunan tahun 2018 (angka sementara) menunjukkan bahwa areal kakao nasional mencapai 1.678.000 ha dengan produksi mencapai 593,83 ton, sedangkan untuk produktivitas kakao nasional rata-rata sebesar 737 kg/ha. Dari total areal nasional tersebut, Sumatera Barat memiliki areal kakao seluas 157.856 Ha (9,41%). Produksi kakao di wilayah Sumatera Barat sendiri mencapai 52,15 ton yang menyumbang sharing 8,78% terhadap produksi kakao nasional. Produksi ini masih berpotensi untuk ditingkatkan dengan melakukan intensifikasi intensif di kebun.

Kinerja komoditas kakao saat ini menunjukkan performance yang cukup prospektif dipandang dari aspek agribisnis karena pertumbuhan konsumsi dunia cenderung meningkat signifikan. Namun konsumsi kakao masyarakat Indonesia saat ini relatif rendah yaitu rata-rata 0,4 kg/kapita/tahun sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 8 kg/kapita/tahun.

Pengembangan perkebunan kakao nasional saat ini belum optimal, masih banyak kendala baik di hulu maupun di hilir yang memerlukan penanganan yang lebih intensif, terintegrasi dan berkelanjutan.

“Tahun 2020 Indonesia telah ditunjuk sebagai host country dalam penyelenggaraan World Cocoa Conference (WCC) ke 5 yang mewakili negara Asia. WCC merupakan konferensi internasional yang saat ini akan fokus pada petani kakao di semua wilayah penghasil kakao seluruh dunia serta menyoroti peluang dan tantangan spesifik sektor kakao di Asia sebagai tuan rumah konferensi,” katanya.

Seiring dalam pengembangan kakao, tak dapat dipungkiri ditemui kendala atau permasalahan seperti dampak perubahan iklim, kondisi tanaman yang sudah tua dan tidak produktif, dan lainnya, namun pemerintah tentunya terus berupaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan telah melakukan berbagai upaya antara lain Gernas Kakao (Tahun 2009 – 2013) dan pengembangan kakao berkelanjutan yang hingga tahun 2019 telah mencapai lebih dari 477 ribu ha melalui kegiatan utama perluasan, peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi. Pada tahun 2019 ini, telah dialokasikan kegiatan pengembangan kakao seluas 7.730 ha melalui kegiatan peremajaan dan perluasan yang didukung operasional substation dan pilot project fertigasi kakao. Selain itu juga telah diluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus perkebunan yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh petani di Indonesia.

“Benih merupakan salah satu faktor penting dalam mendongkrak peningkatan produksi. Oleh karena itu, Ditjen Perkebunan saat ini sedang membuat Grand Design BUN500 untuk memenuhi kebutuhan benih sepuluh komoditi unggulan perkebunan salah satunya adalah kakao melalui pembangunan logistik benih, nursery modern dan kebun induk di sentra pengembangan komoditi. Program besar ini memerlukan dukungan seluruh stakeholder perkakaoan nasional,” katanya.

Peringatan Hari Kakao Indonesia tahun ini, Lanjutnya, diselenggarakan di kebun petani yang pada tahun 2018 meraih penghargaan sebagai Juara 1 dalam lomba kebun kakao berproduksi tinggi. Langkah ini mencerminkan tingginya apresiasi kita terhadap prestasi petani dalam usaha taninya. “Tahun ini kami mengapresiasi kepada para pemenang lomba kebun kakao berproduksi tinggi. Selamat kami ucapkan pula kepada Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi maupun kabupaten serta Bupati yang menjadi pembina dan telah mengantarkan petani kakaonya menjadi juara. Harapan kami semoga prestasi ini menjadi langkah awal bagi peningkatan produksi dan produktivitas kakao di wilayah-wilayah penghasil kakao nasional lainnya,” tambahnya.

Kasdi Subagyono menambahkan, Kami menghimbau agar para pelaku usaha, petani dan lembaga penelitian bersama-sama pemerintah baik pusat maupun daerah bersinergi serta bekerja sama secara intensif dalam mewujudkan kebun kakao berproduksi tinggi dan berkelanjutan. “Diharapkan agar semua pemangku kepentingan kakao bersama-sama dalam sesi Talkshow dengan tema “Korporasi Pekebun Menuju Peningkatan Produksi dan Produktivitas Kakao Nasional” ini dapat mendiskusikan seluruh aspek terkait pengembangan agribisnis kakao secara utuh dan terintegrasi khususnya di sektor hulu sehingga dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kinerja komoditi kakao nasional secara signifikan. Adapun tema ini menurut saya sangat tepat karena korporasi merupakan solusi tepat untuk mewujudkan kemandirian petani dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas dengan prinsip keberlanjutan produksi,” tambahnya.

“Sekali lagi saya mengucapkan selamat dan sukses kepada para petani, dinas maupun bupati yang telah mendapatkan penghargaan dalam lomba kebun kakao berproduksi tinggi, semoga prestasi yang telah dicapai ini dapat dipertahankan dan ditingkatkan serta semoga memberikan manfaat bagi kita semua,” katanya.


Bagikan Artikel Ini  

PERJUANGAN PENGEMBANGAN INVESTASI SECANGKIR KOPI “BOCA ITALIANO”

Diposting     Rabu, 02 Oktober 2019 09:10 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Perusahaan kopi BOCA Italia yang diwakili oleh Mrs. Alessandra Carelli (Direktur Sales) dan Mr. Chris Beachley (Direktur) berkunjung ke Ditjen. Perkebunan sebagai tindak lanjut pertemuan informal gathering ambassador beberapa waktu lalu.

Pertemuan yang diadakan diruang kerja Sekditjen Perkebunan, dipimpin oleh Sekretaris Ditjen. Perkebunan dan turut hadir Direktur Tanaman Tahunan & Penyegar, Kasubdit Penyegar, Kasubdit Data & Kelembagaan Pengendalian OPT, Kasubdit Pemasaran Hasil, Kasie Pemasaran Internasional, Kasie Kerjasama Multilateral KLN, Kasie Standarisasi Mutu dan Kasubbag Kerjasama.

Agenda diskusi pada pertemuan tersebut adalah pemaparan profile company BOCA untuk kerjasama pemasaran produk kopi indonesia khususnya kopi Gayo yang selama ini cukup dikenal luas dikalangan peminum kopi di Italia.  BOCA Italia telah memasarkan produk diberbagai gerai kopi, hotel, mall dan pada event-event dengan 4 varian dengan blending kopi yang berbeda sehingga menghasilkan taste yang berbeda dari berbagai negara seperti Brazil, Kolombia dan Indonesia.

BOCA mengharapkan kerjasama dengan petani kopi Indonesia yang dapat menyediakan bahan baku dengan standar ekspor yang baik, kontinuitas produk dan Jaminan mutu produk. Selain itu tahun 2020 akan dibahas kemungkinan rencana kunjungan ke lokasi produsen kopi dari hulu hilir yg terintegrasi di seluruh Indonesia.

Chrish dan Alessandra berencana dalam waktu dekat akan berkunjung ke Aceh dan Sumatera Selatan, dari tampilan Packaging kopi dari 2 industri desa cukup layak di bawa ke Uni Eropa, dengan alasan roasted coffee yang telah dikemas itu punya tampilan kemasan sangat baik, ramah lingkungan, soft, self life panjang dapat menjaga cita rasa serta memberikan jaminan keamanan pangan bagi customers.

Sekretaris Ditjen Perkebunan mengatakan akan terus memperkenalkan bahwa kopi Indonesia terbentang dari Sabang hingga Papua walau satu pulau dengan varietas sama, karena keragaman kesuburan lahan memiliki keragaman cita rasa. “Semoga misi investasi dan pemasaran kopi Indonesia dapat mengangkat kesejahteraan petani kopi yang ada di Indonesia.” ungkap Antarjo Dikin, Sekretaris Ditjen. Perkebunan (1/10/2019).


Bagikan Artikel Ini