DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN

Pertumbuhan Areal Kelapa Sawit Meningkat.

Diposting     Selasa, 25 November 2014 09:11 pm    Oleh    ditjenbun



Pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2004 – 2014 sebesar 7,67%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09% per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga CPO yang relatif stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya petani, yang cukup menguntungkan.
Berdasarakan buku statistik komoditas kelapa sawit terbitan Ditjen Perkebunan, pada Tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO. Luas areal menurut status pengusahaannya milik rakyat (Perkebunan Rakyat) seluas 4,55 juta Ha atau 41,55% dari total luas areal, milik negara (PTPN) seluas 0,75 juta Ha atau 6,83% dari total luas areal, milik swasta seluas 5,66 juta Ha atau 51,62%, swasta terbagi menjadi 2 (dua) yaitu swasta asing seluas 0,17 juta Ha atau 1,54% dan sisanya lokal.

Tabel   Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2004-2014

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri, ekspor CPO yang menghasilkan devisa dan menyediakan kesempatan kerja.
Produksi kelapa sawit pada Tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 29,34 juta ton dengan produktivitas rata-rata sebesar 3,568 Kg/Ha/Th. Perkebunan kelapa sawit milik rakyat menghasilkan CPO sebesar 10,68 juta ton, milik negara menghasilkan CPO sebesar 2,16 juta ton, dan swasta menyumbang produksi CPO sebesar 16,5 juta ton.

Tabel Volume dan Nilai Ekspor CPO Tahun 2003-2013

Laju pertumbuhan rata-rata volume ekspor kelapa sawit khususnya CPO selama 2003-2014 sebesar 12,94% per tahun dengan peningkatan nilai ekspor rata-rata 25,76% per tahun. Realisasi ekspor komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai volume 20,58 juta ton (minyak sawit/CPO dan minyak sawit lainnya) dengan nilai US $15,84 milyar. Volume ekspor komoditas kelapa sawit sampai dengan bulan September 2014 mencapai 15,96 juta ton dengan nilai sebesar 12,75 juta US$. Hal ini mengalami kenaikan sebesar 7,59% jika dibandingkan dengan volume ekspor sampai dengan september 2013 sebesar 14,831 juta ton. Neraca perdagangan untuk komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai US $19,34 milyar.
Perkebunan kelapa sawit jadi primadona dan mampu mencapai perkembangan seperti sekarang ini, sehingga menjadi Negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia, hal ini disebakan antara lain : perkebunan kelapa sawit dapat memberikan manfaat positif pertumbuhan ekonomi yang dirasakan masyarakat dan pelaku usaha kelapa sawit, harga CPO dunia yang cukup baik dan stabil, sebagai minyak biofuel pengganti minyak fosil dan juga sangat dimungkinkan berkat prakarsa pemerintah yang diawali dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit melalui proyek-proyek Pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat)/NES (Nucleus Estate Smallholders) pada awal tahun ’80 an.

Tabel Sebaran Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2014

Tanaman kelapa sawit saat ini tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi Riau pada Tahun 2014 dengan luas areal seluas 2,30 juta Ha merupakan provinsi yang mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul berturut-turut  Provinsi Sumatera Utara seluas 1,39 juta Ha, Provinsi Kalimantan Tengah seluas 1,16 juta Ha dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha serta provinsi-provinsi lainnya.


Bagikan Artikel Ini  

Pengembangan Kopi Arabika Terus Ditingkatkan.

Diposting     Kamis, 06 November 2014 09:11 pm    Oleh    ditjenbun



Kementerian Pertanian akan terus mengembangkan kopi arabika. Meningkatkanya permintaan kopi arabika mesti dimanfaatkan peluangnya

Meningkatnya permintaan kopi Arabika mesti dimanfaatkan peluangnya. Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian pun memprioritaskan pengembangan pada kopi Arabika. Diharapkan proporsi produksi kopi Arabika mencapai minimum 30% dari total produksi kopi nasional dalam waktu 10 tahun ke depan. Meski tetap mempertahankan tingkat produksi dan ekspor kopi Robusta.

Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Azwar AB, mengatakan, kebijakan revitalisasi perkopian dilakukan dalam rangka memanfatkan peluang pasar internasional yang terus meningkat, baik dari segi permintaan (demand) maupun harganya.

Azwar menuturkan, pengembangan kopi Arabika diarahkan untuk menjaga posisi Indonesia sebagai sumber penting beberapa jenis kopi spesialti dunia. Apalagi faktor geografis yang sangat menunjang untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia tercatat memiliki kopi spesialti yang beragam, seperti Toraja coffee, Kalosi coffee, Java coffee, Gayo coffee, Mandheling coffee, Bali Kintamani coffee, Flores Bajawa coffee, Baliem Coffee, dan lain-lain. Bahkan, kopi spesialti dari daerah lain pun mulai muncul, seperti kopi Solok.

Menurut Azwar, pasar kopi spesialti saat ini sedang tumbuh di negara-negara konsumen utama, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. “Malahan negara-negara konsumen baru juga bermunculan, yakni Korea Selatan, Brasil, dan Indonesia,” ujarnya kepada Media Perkebunan

Azwar menyebutkan, luas areal pengembangan kopi mencapai 1,2 juta hektar (Ha) yang terdiri dari kopi robusta seluas 958 ribu ha (77,77%) dan kopi arabika 251 ribu Ha (22,23%). Dari luasan itu, usaha perkebunan kopi hampir 96,15% diusahakan oleh perkebunan rakyat dengan  melibatkan sekitar 1,9 juta kk.

Azwar mengungkapkan, total produksi kopi Indonesia pada 2012 mencapai 748 ribu ton yang terdiri dari produksi kopi robusta 601 ribu ton (78,37%) dan kopi arabika sebesar 147 ribu ton (21,63%). Dari produksi tersebut telah memberikan sumbangan dalam perolehan devisa sebesar US$ 824 juta.

Azwar melihat, kondisi pengembangan perkebunan kopi nasional saat ini belum optimal. Karena masih banyak kendala baik di hulu maupun di hilir yang memerlukan penanganan yang lebih intensif, terintegrasi dan berkelanjutan.

Menurut Azwar, di tingkat lapangan masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan kopi di Indonesia. Permasalahan itu antara lain rendahnya produktivitas tanaman yakni baru 920 kilogram (Kg)/Ha (arabika) dan 771 Kg/Ha (robusta) atau sekitar 60% dari potensi produksi. Hal ini terjadi karena masih menggunakan bibit asalan, sebagian tanaman tua dan tidak produktif.

Selain itu, kata Azwar, masih terbatasnya kemitraan antara pengusaha, industry, eksportir dengan petani pekebun. Demikian juga dengan industri pengolahan kopi yang masih berorientasi untuk memenuhi konsumsi domestik dan baru sekitar 1% produk olahan kopi yang diekspor. Akses terhadap permodalan untuk pengembangan komoditi ini masih terbatas.

Azwar mengatakan, kebijakan dan strategi dalam pengembangan kopi diarahkan pada peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman kopi berkelanjutan. Peningkatan itu ditempuh melalui perbaikan mutu tanaman, penerapan Good Agriculture Practices (GAP), pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyediaan benih unggul bermutu serta sarana produksi.

Peningkatan mutu juga terus ditingkatkan dengan penerapan standar nasional Indonesia (SNI), pengembangan SDM untuk petani dan petugas. Pengembangan kelembagaan serta kemitraan usaha antara petani dan pengusaha yang saling menguntungkan dan berkelanjutan perlu segera dibangun dan dikembangkan.

Dalam pengembangan kopi spesialti ke depan pemerintah menggunakan pendekatan kawasan atau kluster, dengan beberapa strategi. Pertama, peningkatan produksi nasional dengan perluasaan pada lahan yang sesuai, intensifikasi pertanaman yang sudah ada, dan konversi kopi Robusta ke Arabika pada lahan yang sesuai.

Kedua, perbaikan dan pemantapan mutu kopi spesialti yang dihasilkan di berbagai kondisi geografis. Ketiga, peningkatan konsumsi kopi spesialti domestik melalui edukasi cara minum kopi yang nikmat dan sehat.

Keempat, melakukan upaya terus-menerus memperluas pasar ekspor dengan cara menetrasi pasar-pasar baru. Kelima, memberikan stimulus untuk menggairahkan investasi dalam pembukaan kebun dan pendirian pabrik hilir kopi serta sektor-sektor lain pendukung klaster kopi.

Azwar mengatakan, kopi merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan yang mempunyai peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, mendorong agribisnis serta pengembangan wilayah.

Azwar melihat, perubahan iklim yang dirasakan akhir-akhir ini telah telah berdampak terhadap penurunan produktivitas tanaman, termasuk kopi. Untuk mengantisipasi kondisi iklim yang kurang menentu pada waktu-waktu yang akan datang, maka perlu diambil langkah-langkah antisipatif.

Azwar mengatakan, komoditas kopi di Indonesia akan memiliki daya saing yang tinggi jika dilakukan penguatan agribisnis secara utuh. Penguatan itu antara lain penggunaan klon unggul dengan produktivitas tinggi yang diperbanyak secara klonal, praktek budidaya yang baik atau good agricultural practices (GAP) secara konsisten, perbaikan mutu, dan perbaikan rantai nilai.

Dalam kaitan itulah, Kementan akan menggelar Indonesian International Coffee Symposium (IICS) 2014 di Banda Aceh pada 19-21 November 2014 mendatang. Simposium yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) tersebut mengambil tema “Penguatan Peran Strategis Kopi Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Regional Asia-Pasifik Secara Berkelanjutan“. (Medbun)


Bagikan Artikel Ini