KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

TEMBAKAU : Dari Sejarah Penemuan Virus Dunia Hingga Potensinya Sebagai Vaksin Virus

Diposting     Selasa, 09 Maret 2021 09:03 am    Oleh    ditjenbun



Komoditas perkebunan yg satu ini memang selalu menarik untuk dibicarakan, mulai dari peran pentingnya sebagai sumber devisa negara dari pungutan cukainya, pro kontra rokok sebagai olahannya, hingga mengulik keterkaitan virus Covid-19 dengan komoditas ini.

Jika menilik dari sejarah penemuan virus, dunia mencatat pada tahun 1883 Adolf Meyer, ilmuan asal Jerman, menemukan serangan virus pada daun tembakau, dengan gejala bintik-bintik dan warna belang seperti mozaik pada daun.  Namun belum diketahui dengan pasti penyebabnya.  Baru pada tahun 1935, seorang ahli biokimia dari Amerika Serikat, Wendell M. Stanley, melakukan penelitian dengan menggunakan satu ton daun tembakau yang terinfeksi, dan ditemukan kristal berbentuk jarum.  Kristal ini disimpan dalam botol dan tidak menunjukkan adanya aktivitas kehidupan.  Namun saat kristal tersebut dilarutkan, kemudian larutannya diusapkan pada permukaan daun tembakau yang sehat ternyata daun tersebut terjangkit penyakit yang sama.  Dengan hasil percobaan ini, Stanley membuat kesimpulan bahwa penyebab penyakit bintik kuning pada daun tanaman tembakau adalah virus.

Virus tidak memiliki sel, mengandung asam nukleat (DNA dan RNA), tidak dapat bereproduksi sendiri (hanya dapat bereproduksi/replikasi jika bahan genetikanya memasuki sel inang dan mengambil alih prosesnya). Dalam beberapa hal, virus tumbuhan berbeda dengan virus hewan ataupun bakteri. Salah satu perbedaannya yaitu mekanisme penetrasi virus ke dalam inang, virus tumbuhan hanya dapat masuk melalui luka mekanis atau dengan bantuan serangga vektor (Liswarni, 2019). Seperti halnya Virus Mozaik yang menyerang tembakau (Tobacco Mozaic Virus), menular melalui benih ataupun secara mekanis melalui serangga vektor dari ordo Homoptera atau karena perlakuan tangan manusia. Gejala yang timbul yaitu warna daun menjadi belang kuning-hijau menghasilkan warna seperti mozaik, timbul bintik-bintik atau bercak-bercak pada daun, nekrosis atau kematian sel jaringan pada lokasi-lokasi tertentu, serta ukuran daun menjadi lebih kecil dan perawakan tanaman kerdil karena pertumbuhan terhambat. Penyakit TMV sangat merugikan petani tembakau karena dapat menyebabkan kehilangan hasil/produksi sampai dengan 30%.

Uniknya, sebagai tumbuhan yang dapat terserang virus, ternyata tembakau ini juga dapat digunakan sebagai anti virus. Pabrik tembakau Anak perusahaan bioteknologi British American Tobacco (BAT) di Amerika Serikat, Kentucky BioProcessing (KBP) telah mengkloning sebagian urutan genetik COVID-19 yang mengarah pada pengembangan antigen potensial. Antigen kemudian dimasukkan ke dalam tanaman tembakau untuk direproduksi. Setelah panen, antigen dimurnikan (saat ini berada dalam tahap pengujian pra-klinis), dan  vaksin siap disuntikkan ke manusia dengan tujuan untuk memicu respons kekebalan dan melindungi seseorang dari COVID-19.

Menurut Crop Biotech 2020, keunggulan vaksin potensial menggunakan teknologi tanaman tembakau dibandingkan teknologi produksi vaksin konvensional, antara lain:

  1. Berpotensi aman karena tanaman tembakau tidak dapat menjadi inang patogen yang menyebabkan penyakit pada manusia;
  2. Lebih cepat karena unsur-unsur vaksin dapat menumpuk jauh lebih cepat di tanaman tembakau dibandingkan menggunakan metode konvensional;
  3. Formulasi vaksin dalam pengembangan tetap stabil pada suhu kamar, tidak seperti vaksin konvensional yang sering membutuhkan pendinginan; serta memiliki potensi untuk memberikan respon imun yang efektif dalam dosis tunggal.

Penelitian sebelumnya dengan memanfaatkan tanaman tembakau pernah dilakukan pada tahun 2007 silam oleh peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Arief Budi Witarto. Arief mencoba untuk menghasilkan protein pencetus (Growth Colony Stimulating Factor/GCSF), suatu hormon yang sangat penting dalam menstimulasi produksi darah yang dibuat oleh DNA diganti menggunakan tanaman tembakau (Nicotiana spp L) varietas Genjah Kenongo. DNA dipindahkan ke tembakau melalui bakteri, begitu masuk, tumbuhan ini akan mampu membuat protein sesuai DNA yang telah dimasukkan tersebut. Kemudian, jika tumbuhan itu dipanen, maka didapatkan protein-nya. Protein inilah yang bisa dipakai sebagai protein antikanker. Selain untuk protein antikanker, GSCF bisa juga untuk menstimulasi perbanyakan sel induk (stem cell) yang bisa dikembangkan untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak (LIPI, 2008).

Ahli biologi tumbuhan Kathleen Hefferon juga setuju bahwa tumbuhan dapat memainkan peran penting dalam masa depan pengobatan. Menurut Hefferon, ada banyak contoh versi protein terapeutik yang dibuat dari tumbuhan, untuk itu diperlukan eksplorasi dan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.

Penulis: Farriza Diyasti, SP., MSi, Yani Maryani, SP., Eva Lizarmi, SP.

 

Sumber bacaan :

CROP BIOTECH. 2020. Peringatan Covid-19 Pengembangan Vaksin COVID-19 Gunakan Teknologi Tanaman Tembakau Mutakhir.

LIPI. 2008. Vaksin Tembakau Berpotensi Sembuhkan Kanker. https://lipi.go.id/berita/single/Vaksin-Tembakau-Berpotensi-Sembuhkan-Kanker/2418, Diakses pada Febuari 2021.

Liswarni Y. 2019. Bahan Ajar Virologi Tumbuhan. inspirasiebook.files.wordpress. com/2019/04/ bahan-ajar-virologi.


Bagikan Artikel Ini