KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Wamentan : Hati-Hati dengan Status Terbesar.

Diposting     Rabu, 20 April 2011 11:04 pm    Oleh    ditjenbun



Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi ketika membuka semarak 100 tahun sawit di Indonesia menyatakaan saat ini Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia. Dengan status itu selain bangga juga harus hati-hati. “ Hati-hati karena yang besar sering jatuh oleh kerikil kecil yang lupa diperhatikan. Kita pernah jadi produsen gula terbesar, tetapi sekarang swasembada saja susah. Demikian juga teh, kakao dan  karet kita pernah jadi yang terbesar, sekarang tidak lagi. Kalau tidak hat-hati tidak ada  jaminan  akan menjadi terbesar selama-lamanya” katanya.

Kelapa sawit merupakan anugerah Tuhan untuk Indonesia dan persembahan Indonesia pada dunia yang harus dibanggakan. Setelah 100 tahun saat ditanam di Indonesia menjadi  negara produsen dan eksportir terbesar di dunia. “Sebagai yang terbesar kita harus bertindak yang terbesar juga, kita yang menentukan bukan orang lain, sebagai yang terbesar kok masih ditentukan orang lain, masih  minder,  harusnya  bangga menjadi yang terbesar” katanya.

Ada hal yang harus dibereskain dan disikapi. Di Kebun Raya Bogor dari empat pohon kelapa sawit yang ditanam tahun 1848 saat ini tinggal satu yang masih hidup. Perlu ditanam lagi cucu-cucunya yang sudah tersebar di seluruh Indonesia. Ini juga jadi suatu refleksi kedepan akan jadi apa cucu-cucunya nanti, 100 tahun ke depan bagaimana posisi kelapa sawit di Indonesia ini.

Dengan peremajaan tanaman dan peningkatan produktivitas, maka target tahun 2020 produksi  40 juta ton akan mudah dicapai. “Kita harus menyikapi secara  bijaksana target 40 juta ton ini. Jangan-jangan sebenarnya kita  harus menahan diri. Ekspansi jangan-jangan hanya akan mendatangkan kesulitan. Setiap hasil  harus ada yang membeli, harus dipikirkan siapa yang akan beli dengan produksi sebesar itu.  Jangan-jangan  moratorium itu baik supaya jangan terlalu ekspansi” katanya.

Indonesia saat ini mengolah sendiri CPO untuk industri di dalam negeri sekitar 25-30% dari produksi CPO. Industri  minyak goreng menyerap sekitar  5 juta ton tidak akan bertumbuh dengan  pesat karena jumlah penggunaan oleh masyarakat relatif konstan. Perlu memperbesar oleo chemical karena selama ini kapasitasnya masih kecil hanya 1-1,5 juta ton, dari dulu juga jumlahnya hanya begitu-begitu saja. Konsumsi industri yang besar di masa depan diperkirakan adalah biofuel. Biofuel ini adalah kunci,  industri hilir biofuel harus didukung, karena investasi di industri hilir menjadi kunci.

Ekspor CPO Indonesia sebentar lagi akan menembus 17 juta ton, harus dipikirkan kemana menjualnya. Selama ini CPO Indonesia paling banyak diekspor ke  India, Bangladesh dan Pakistan, setelah  itu paling banyak  kedua adalah China. Indonesia perlu mencari teknologi yang dapat mencegah pembekuan pada  suhu dingin sehingga Negara China akan membeli lebih banyak lagi.

Eropa Timur dengan penduduk 400 juta orang yang kondisi perekonomiannya sedang tumbuh adalah pasar yang perlu digarap. Sedangkan wilayah Eropa barat permintaanya tinggi tetapi Negara ini tidak mempersyaratkan aturan yang sangat ketat. “Mereka bisa jadi pasar masa depan. Kalau kita lihat di peta dunia di atas Pakistan, India dan Bangladesh ada negara-negara eks Uni Soviet yang tumbuh pesat seperti Uzbekistan, Turkemenistan, Arjabaizan dan lain-lain yang berakhiran tan. Kita manfaatkan India, Bangladesh dan Pakistan untuk masuk ke pasar ini sedang di Eropa Timur lewat Serbia. Pasar ini harus digarap sebab kalau tidak kita akan dibanjiri produk sendiri”kata Bayu.

Bayu juga mengapresiasi perusahaan minyak goreng yang meskipun  jumlahnya tidak banyak tetapi sudah menambahkan vitamin A,  upaya mengekstraks beta karoten dari CPO sehingga tidak  perlu mengimpor vitamin A lagi dan mengubah minyak goreng  curah menjadi kemasan sehingga lebih higienis. Saat ini di dunia tinggal Indonesia dan satu dua  negara lainnya  yang masih mengkonsumsi minyak goreng curah.


Bagikan Artikel Ini