KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pemerintah Mengenakan Bea Keluar (BK) Terhadap Ekspor Biji Kakao.

Diposting     Senin, 24 Mei 2010 12:05 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA-Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 tanggal 22 Maret 2010 mengenakan Bea Keluar (BK) terhadap ekspor biji kakao. Penerapan BK ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri dan menyeiimbangkan dukungan terhadap daya saing industri kakao di dalam negeri yang pada akhirnya berdampak kepada nilai tambah yang diterima petani kakao. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah No. 55/2008 tentang pengenaan Bea Keluarterhadap barang ekspor yang salah satu tujuan pengenaan BK adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri.

Besarnya  tarif Bea Keluar untuk ekspor biji kakao adalah sebagai berikut :

 

NO

Harga rata-rata Internasional *)

(US$/ton)

Bea Keluar (%)

1

≤ 2.000

0

2

> 2.000 – 2.750

5

3

> 2.750 – 3.500

10

4

> 3.500

15

Ket *) Harga rata-rata pasar internasional berpedoman pada harga rata-rata CIF New York Board of Trade.

 

BK dibebankan kepada eksportir

Komitmen ASEAN-CEPT dimana mulai 1 Januari 2010 bea masuk produk olahan kakao antara negara ASEAN menjadi 0%, telah mengunci besaran bea masuk produk kakao olahan di Indonesia yang semula ditetapkan 5 % dihapus menjadi 0%. Hal tersebut berdampak pada terbukanya peluang pasar terhadap membanjirnya produk kakao olahan dari negara ASEAN (khususnya Malaysia) ke Indonesia. Memperhatikan tingginya penerapan bea masuk produk kakao olahan di negara tujuan ekspor lainnya diluar negara ASEAN (berkisar 2–30%), dan ekspor biji kakao Indonesia selama ini tidak dikenakan bea keluar (0%),  hal tersebut telah mendorong terjadinya persaingan yang tidak sehat bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri dengan negara pesaing/pengimpor biji kakao Indonesia. Untuk itu diperlukan satu rambu-rambu yang mampu memberikan perlindungan industri dalam negeri seperti penerapan Bea Keluar.

Manfaat pengenaan BK Ekspor Biji Kakao adalah : 1) Meningkatkan suplai intermediate product (produk antara) dari industri dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor produk kakao (intermediate produc Cocoa Liquor, Cocoa cake, Cocoa Butter, dan Cocoa powder) sebagai bahan industri kakao (end product). 2) Untuk jangka menengah dan panjang ditargetkan meningkatkan investasi dibidang industri pengolahan kakao dalam negeri dan mengoptimalkan kapasitas produksi industri  pengolahan kakao dalam negeri, yang pada dasarnya juga berdampak kepada kesejahteraan petani. 3) Dari penerimaan BK yang meningkat diharapkan sebagian dapat dikembalikan kepada komoditi terkait (kakao) untuk pengembangan, pembinaan, dan penelitian.

Ekspor kakao Indonesia tahun 2009 mencapai 535,191 ton dengan nilai US$ 1.413,4 juta, dan sekitar 70% diekspor dalam bentuk biji sehingga nilai tambah belum dapat dinikmati didalam negeri. Ekspor biji kakao Indonesia lebih dari 50% dikirim ke Malaysia tanpa dibebani pungutan ekspor/bea keluar, selanjutnya diolah di Malaysia dengan produk olahannya diekspor kembali ke Indonesia dengan bea masuk 0%. Hal ini berdampak kepada persaingan yang tidak sehat antar industri, disamping kehilangan nilai tambah yang seharusnya dinikmati oleh Indonesia.

Luas areal tanaman kakao Indonesia tahun 2009 mencapai 1,4 juta hektar dengan produksi 803 ribu ton,  menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading diikuti Ghana pada urutan ketiga.  Kinerja industri pengolahan kakao nasional belum sesuai harapan, realisasi kapasitas sekitar 42% dari kapasitas terpasang. Dari 16 perusahaan yang ada saat ini yang berjalan hanya 5 perusahaan. Salah satu penyebabnya adalah kesulitan mendapatkan bahan baku berkualitas karena biji kakao banyak diekspor ke luar tanpa adanya pungutan/bea keluar.


Bagikan Artikel Ini