KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Hatta Rajasa : Kedepan Ekspor Kelapa Sawit Harus 70% Oleochemichal .

Diposting     Jumat, 15 April 2011 11:04 pm    Oleh    ditjenbun



Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan ada tiga pilar utama bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa maju, salah satunya adalah adanya nilai tambah  di dalam negeri. “Tidak ada lagi cerita ekspor raw material, kini saatnya melakukan pengolahan di wilayah sumberdaya ada sehingga dapat membangun cluster industri. Kelapa sawit saat ini  60-65% diekspor dalam bentuk CPO, sedang sekitar 30-40% diolah di dalam negeri, artinya setiap tahun ada belasan juta ton CPO yang diekspor. Indonesia belum memanfaatkan menjadi rumpun industri oleochemical. Tantangan 20 tahun kedepan 70% harus sudah diolah menjadi oleochemical”katanya.

Pilar kedua adalah konektivitas. Produktivitas tinggi, efisensi suplychain bisa tercapai kalau sudah ada koneksi  jalan dan  pelabuhan yang menyambungkan satu tempat dengan tempat lain yang secara nasional terpadu dan terhubung secara global. Kalau hal ini dapat dicapai, baru Indonesia akan efisien sebagai suplie dunia.

Pilar ketiga adalah inovasi. Disini peran penting sumberdaya manusi dan iptek  yang mandiri sangat menentukan tanpa dua hal ini tidak akan ada inovasi. Harus ada  masyarakat yang mau berinovasi.”Dalam era ekonomi global yang terintegrasi, kita  bukan sekedar berdiri di atas kaki sendiri tetapi harus memiliki  kemampuan daya saing. Kelapa sawit tahun 2010 memberikan devisa 12% dari total ekspor 2010. Luar biasa hasil ekspornya yang mencapai Rp 122 triliun. Kita senang dan   bangga sekaligus cemas, sebab apabila  diolah di dalam negeri maka akan lebih efisien, sehingga nilai tambahnya bisa  3 kali lipat.”katanya.

USDA (United States Departement of Agriculture) yaitu Kementerian Pertanianya negara Paman Sam dalam laporan terbarunya menyebutkan  mungkin tahun ini dan tahun depan produksi CPO Indonesia mencapai 25,4 juta ton dan ekspor 19,53 juta ton. “Angka bisa diperdebatkan tetapi esensinya adalah negara dunia mengamati kita. Ada  dua kemungkinan dari pengamatan ini, orang melihat kita sebagai bagian suply  minyak nabati dunia, sisi lainya melihat sebagai ancaman sehingga beberapa Negara lain melakukan sesuatu untuk menganggu. Hal ini sudah kita rasakan dengan  banyaknya persoalan, untuk itu perlu adanya kerjasama yang kuat. Industri ini harus menkedepankan ISPO (Indonesia Sustainable PalmOil). Dengan cara ini bangsa Indonesia menunjukkan memiliki integritas, tidak merusak lingkungan, dan bukan sekedar mencari keuntungan.

Hatta mendukung visi 3526nya GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) yaitu tahun 2025 produksi 35 ton tandan buah segar rendemen 26%. Pelaksanaanya harus mengikuti peraturan ISPO. “Sembari meningkatkan produktivitas dan hasil dengan ISPO ada  rambu-rambu yang dipatuhi dan memperhatikan aturan alam dengan tidak rusak lingkungan.”katanya.

Visi dapat tercapai bila diminimalkan kesenjangan antara perusahan perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Lahan kelapa sawit mencapai  8 juta ha, kalau produktivitasnya mencapai 4 ton minyak per tahun maka  harusnya produksi bisa 32 juta ton. Perkebunan rakyat yang masih menghasilkan 2 ton minyak/tahun harus didorong untuk meningkatkan produksinya. Visi 3526 untuk mengangkat perkebunan rakyat supaya bisa meningkat bersama-sama. Pemerintah akan memberi dukungan kepada semua hal yang berkaitan dengan industi kelapa sawit.

Mengenai hilirasi kelapa sawit saat ini sudah terbangun Sei Mangke di Sumut. Dalam waktu bersamaan sebagai pendukung juga dibangun yaitu Bandara Kuala Nau, pelabuhan, jalan dan rel kereta api. Pendanaan dari pemerintah sekitar USD95 , dan swasta USD65 juta. Hilirisasi merupakan keharusan”katanya.


Bagikan Artikel Ini