KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Komite II DPD-RI Mendukung Adanya Direktorat Gangguan Usaha Perkebunan .

Diposting     Rabu, 16 Juni 2010 12:06 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA- Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD)  Republik Indonesia mendukung dibentuknya Direktorat Gangguan Usaha Perkebunan. Dukungan DPD ini merupakan salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan Direktur Jenderal Perkebunan dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) tanggal 15 Juni 2010 di Ruang Rapat Komite II DPD RI, Senayan-Jakarta

Menurut Dirjen Perkebunan, Achmad Mangga Barani, Direktorat Gangguan Usaha Perkebunan sangat diperlukan untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh pelaku usaha perkebunan terutama masalah lahan. Masalah lahan yang banyak terjadi selama ini adalah sengketa lahan antara masyarakat adat dangan perusahaan perkebunan dan  masalah tambang di dalam areal perkebunan. Ini perlu mendapat perhatian. Kita akui bahwa banyak juga perusahan yang bermitra dengan rakyat ataupun dalam mengembangkan perkebunannya tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik,  akan menggangu iklim usaha di bidang perkebunan, tegas Dirjen.

Terkait dengan lahan, Komite II DPD RI memahami tentang perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta aspirasi masyarkat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi distribusi, manfaat kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan. Oleh sebab itu, Komite II DPD-RI menghimbau kepada pemerintah bahwa sistematika dan mekanisme perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagai diatur dalam PP No.10 tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan harus dipahami dengan persepsi yang sama serta dilakukan secara terpadu/komprehensif  baik antar kementerian maupun antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Komite II DPD RI dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia juga menyepakati untuk duduk bersama membahas PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Dalam hal ini, Komite II juga akan mengundang Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan RI, Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, dan Badan Pertanahan Nasional sehingga Prmasalahan yang muncul dengan diberlakukannya PP tersebut dapat terselesaikan.

Sementara itu, dalam mengatasi lahan terlantar, Komite II DPD RI menyambut baik dengan adanya PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban Tanah Terlantar. Dalam realisasinya, Komite II DPD RI menghimbau untuk lebih memanfaatkan lahan terlantar yang berada di daerah secara maksimal dengan memperhatikan potensi yang dimiliki untuk memajukan perekonomian daerah.

Komite II DPD RI menilai bahwa program kemitraan usaha perkebunan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22 UU Perkebunan masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, Komite II DPD RI bersama dengan Ditjen Perkebunan perlu melakukan pengawalan dan pengawasan terhadap implementasi kemitraan usaha perkebunan oleh perusahaan perkebunan.

Terkait dengan kemitraan perkebunan, Dirjen Perkebunan menjelaskan bahwa sesuai dengan Permentan No. 26 Tahun 2007 tentang Izin Usaha Perkebunan,   telah ditetapkan bahwa perusahaan perkebunan harus membangun kebun plasma untuk masyarakat sekitar minimal setara dengan 20 % luas areal kebun perusahaan. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar masyarakat sekitar usaha perkebunan dapat meningkat kesejahteraannya dengan hadirnya usaha perkebunan.

Pelaksanaan pembangunan kebun bagi masyarakat sekitar perusahaan diatur  sebagai berikut, a) Bagi usaha perkebunan yang baru, areal 20% untuk kebun masyarakat sekitar sudah termasuk dalam areal izin lokasi perusahaan. b) Bagi perusahaan perkebunan lama yang belum pernah membangun kebun plasma untuk masyarakat sekitar, areal untuk kebun bagi masyarakat sekitar berasal dari lahan yang dimiliki masyarakat, bukan memotong HGU perusahaan. Dirjen Perkebunan juga menyampaikan tentang posisi Indonesia sebagai produsen komoditas perkebunan. Untuk CPO Indonesia adalah No. 1,  untuk Karet No. 2, untuk Kakao No. 2 dan untuk Kopi No. 4 (e&p-djbun)


Bagikan Artikel Ini