KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Wamentan: ISPO Merupakan Tonggak Kebangkitan Kelapa Sawit Indonesia Ke II .

Diposting     Senin, 28 Juni 2010 12:06 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA– Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa penerapan konsep Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)merupakan Tonggak Kebangkitan Pengembangan Kelapa Sawit Indonesia Kedua. Tonggak Kebangkitan Pertama menurut Bayu adalah dimulainya pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat melalui pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-Bun) pada awal tahun 1980’an. Demikian ditegaskan oleh Wamentan pada acara penyerahan konsep ISPO dan peluncuran Buku Kelapa Sawit dan Kakao, Jum’at (25/6) di Auditorium-Kantor Kementerian Pertanian-Jakarta.

Acara yang berlangsung cukup meriah karena penyerahan konsep ISPO ini diikuti pula dengan peluncuran Buku Rekam Jejak Perjalanan Pengembangan Kelapa Sawit Indonesia yang disusun oleh M.Badrun, mantan Dirjen Perkebunan 1992-1995, adalah salah seorang pelaku sejarah pengembangan kelapa sawit Indonesia. Sudah barang  tentu isi buku ini memberikan informasi yang sesungguhnya dalam proses pengembangan kelapa sawit Indonesia hingga  berkembang seperti saat ini.

Dr. Sri Adiningsih, pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada  ikut pula memberikan komentar positif terhadap penerbitan buku tersebut. Sri menyarankan agar pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan harus dilakukan secara intensif.  Tidak kurang dari  300 undangan menghadiri acara ini dari kalangan pelaku usaha perkebunan, Duta Besar Negara Sahabat, para Kepala Dinas Perkebunan Provinsi dan pejabat dan mantan pejabat eselon I lingkup Kementerian Pertanian.

Lebih lanjut Wamentan menjelaskan hakekatnya mengenai tonggak kebangkitan kelapa sawit melalui pola PIR, yaitu :

Pertama; perubahan bentuk usaha, yang semula hanya diusahakan sebagai usaha perkebunan besar, mulai juga dikembangkan sebagai usaha perkebunan rakyat;

Kedua; perubahan bentuk usaha perkebunan baru, yang menggabungkan aspek positif dari masing-masing bentuk usaha perkebunan rakyat dan perkebunan besar, yang pada periode sebelumnya berjalan sendiri-sendiri;

Ketiga; perubahan bentuk usaha perkebunan baru, yang menggabungkan aspek positif dari masing-masing bentuk usaha perkebunan besar, yang pada periode sebelumnya berjalan sendiri-sendiri;

Ketiga; perubahan arah pembangunan, yang semula hanya diusahakan di sekitar wilayah tradisional, menjadi perluasan di wilayah bukaan baru;

Keempat; perubahan dari tidak ada perkembangan, menjadi berkembang dengan pesat, dalam arti pertumbuhan luas areal maupun jangkauan penyebaran pengusahaannya;

Kelima; perubahan dari budaya tradisional, menjadi tumbuhnya budaya modern Indonesia yang sadar disiplin, kualitas produksi dan paham pasar global,

Sementara itu, ISPO) menurut Wamentan  adalah merupakan sikap dasar bangsa Indonesia terhadap persoalan global, seperti yang telah diamanatkan UUD 1945, pasal 33, ayat 4 pasca amandemen tahun 2002. Oleh sebab itu, ISPO bukanlah atas permintaan atau tekanan dari pihak luar atau pihak manapun, tegas dosen IPB ini.

Saat ini luas areal kelapa sawit mencapai 7,5 juta ha dengan produksi sekitar 21 juta ton, padahal  sampai akhir tahun 1970an baru seluas 250 ribu ha, dan semuanya diusahakan oleh perkebunan besar. Sekarang sekitar 42% diusahakan oleh rakyat dengan  melibatkan sekitar 3,7 juta teanaga kerja langsung,  dan menghasilkan devisa sekitar US $ 12 miliar/tahun.

Menurut Wamentan, pangan dan energi, merupakan tuntutan kebutuhan dasar penduduk dunia, kapan saja dan dimana saja, Maka masalah pelestarian lingkungan hidup, kemiskinan dan pengangguran juga merupakan masalah global. Oleh sebab itu tudingan yang dilakukan oleh beberapa NGO pemerhati lingkungan dengan intensif dan sistematis, bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit Indonesia merusak lingkungan, keaneka ragamanhayati dan lain-lain, perlu pula secara intensif kita tegaskan, bahwa kondisi Indonesia yang berada dikhatulistiwa, yang memiliki keaneka ragaman hayati yang kaya dan langka, bangsa Indonesia tidak mungkin menutup mata terhadap persoalan global yang menyangkut lingkungan hidup.

Untuk menjawab persoalan lingkungan hidup tersebut, ISPO yang merupakan komitmen pemerintah bersama pelaku usaha pada intinya adalah penerapan seluruh paket perundangan terkait,  yang berlaku di Indonesia untuk dipatuhi penerapannya dalam pengembangan kelapa sawit. Oleh sebab itu hal ini bersifat mandatory,  artinya wajib, sehingga dilakukan penindakan bagi yang tidak mentaatinya, tegas Wakil Menteri Pertanian.

Terkait dengan penyampaian konsep ISPO, Wamentan mengharapkan masukan pemikiran dari para pelaku usaha dan  organisasi pemerhati lingkungan untuk memberikan saran-saran perbaikan, penyempurnaan dan penyesuaian, sehingga berbagai pemikiran yang berkembang akan dapat diakomodasi  sebelum ditetapkan.

Kita, bangsa Indonesia patut mensyukuri bahwa bumi nusantara yang memiliki agroklimat yang cocok untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman kelapa sawit.  Ini dengan sadar dipandang sebagai anugerah dan sebagai Amanah Allah SWT untuk dikelola dengan sebaik-baiknya, melalui pendekatan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan menurut sistem Indonesia yaitu ISPO.

Bayu Krisnamurti, yang sebelumnya menjabat Deputi  Menko Perekonomian ini mengharapkan bahwa dibalik berbagai upaya yang telah dan akan terus kita dilakukan, maka masalah besar yang sejak dini harus diperhatikan  adalah kepatuhan penerapannya oleh semua pemangku kepantingan, Ketidak-patuhan yang dilakukan oleh suatu perusahaan secara tidak sengaja, apalagi kalau sengaja, akan berdampak sangat serius bagi perkelapa sawitan Indonesia, tegasnya (e&p-djbun).


Bagikan Artikel Ini