KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Indonesia Salah Satu Produsen Dan Konsumen Cengkeh Terbesar Dunia .

Diposting     Kamis, 26 Mei 2011 11:05 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA-Sesungguhnya bumi nusantara ini sejak dahulu  kala sudah dikenal di dunia internasional terutama negara-negara Eropa  sebagai penghasil rempah. Kejayaan rempah di masa lalu dimana cengkeh merupakan salah satu komoditi andalannya. Khusus untuk cengkeh sangat spesifik karena Indonesia dikenal sebagai produsen sekaligus konsumen terbesar di dunia. Demikian dikatakan Direktur Jenderal Perkebunan Ir. Gamal Nasir, MS pada acara Musyawarah Nasional Asosiasi Petani Cengkeh Nasional (Munas APCI). Pertemuan tersebut di hadiri oleh Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar, Pengurus Dewan Pimpinan Nasional APCI, Pengurus DPD dan DPC- APCI dan Pejabat  Dinas Perkebunan.

Lebih lanjut Dirjen mengatakan dari berbagai daerah Indonesia penghasil rempah juga menghasilkan komoditi spesifik lokasi. Untuk komoditi rempah antara lain muntok white pepper, lampung black pepper ,koerintji dan Padang Cassia, Bali Vanila, Banda dan Siaou Nutmeg. Sedangkan produk specialty lainnya adalah Gayo Mountain Coffee, Toraja Coffee, Kintamani Coffee, Mandailing Coffee, Dan Bahliem Mountain Coffee. Komoditi ini mempunyai keunggulan kompratif dibanding komoditi sejenis yang di kembangkan ditempat lain baik dari sisi aroma maupun cita rasa,  sehingga tidak dapat digantikan oleh produk dari negara lain. Beberapa daerah penghasil rempah terkenal antara lain Kepulauan Maluku dan Sulawesi yang sampai abad 18 merupakan satu-satunya produsen cengkeh dan pala dunia, Lampung dan Bangka sebagai pemasok utama pasar lada dunia, Sumatera Barat penghasil kayu manis, NTT penghasil kemiri, serta Bali dan Lampung penghasil panili. Oleh karenanya, sangatlah tepat apabila Indonesia mendapat julukan sebagai “Spices Island Country“.

Selain memiliki nilai historis tersebut, komoditi rempah juga mempunyai peran strategis dengan kontribusinya yang signifikan dalam penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara, penyediaan bahan baku industri, peningkatan pendapatan petani, konservasi lingkungan, serta sekaligus merupakan sarana pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah. Dari komoditi utama rempah, diperkirakan kita memperoleh devisa US$ 350 juta. Khusus untuk komoditi cengkeh bersama-sama dengan tembakau mampu menghasilkan kontribusi terhadap cukai rokok pada tahun 2009 mencapai Rp 55 trilyun, tahun 2010 meningkat menjadi Rp. 59 trilyun, dan tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp 61 trilyun, tegas dirjen.

Dirjen mengatakan saat ini, penggunaan rempah telah berkembang sangat pesat, berbagai jenis komoditi rempah telah digunakan secara besar-besaran untuk bahan baku berbagai industri seperti industri makanan dan minuman, industri rokok, jamu, farmasi dan kosmetika. Namun demikian, dengan keunggulan komparatif yang dimiliki kita belum mampu mengimbangi untuk memenuhi tuntutan perkembangan pasar global tersebut. Disadari bahwa dalam melakukan pembangunan kita masih menghadapi berbagai permasalahan yang fundamental antara lain perubahan iklim global, keterbatasan sarana dan prasarana produksi, status kepemilikan lahan, skala usaha belum ekonomis, belum intensifnya industri perbenihan, serta keterbatasan akses petani terhadap teknologi dan permodalan kelembagaannya masih lemah.  Oleh karenanya, pembangunan yang dilaksanakan tidak dapat hanya bersifat partial akan tetapi dalam suatu tatanan pengembangan wilayah yang dilakukan secara ekonomis (memenuhi skala ekonomi/economic of scale), sistimatis (sesuai tuntutan kebutuhan pada berbagai tahapan pengembangan agribisnis), terintegrasi (on farm dan off farm), partisipatif (melibatkan seluruh stakeholder) serta berkelanjutan (dalam suatu periode tertentu/multi years).

Dengan demikian, melalu upaya tersebut dapat diwujudkan usaha ekonomi produktif dalam suatu kemitraan usaha yang sehat, saling menguntungkan dan berkelanjutan. Petani dan kelembagaanya mandiri, kreatif dan inovatif yang mampu mengoptimalkan seluruh potensi sumberdaya yang ada Industri berkembang dengan bahan baku yang berkualitas dan berkesinambungan serta mutu hasil sesuai standar dan akses pasar yang optimal. Konsepsi ini diadopsi dalam gerakan peningkatan produksi dan produkivitas kakao nasional. Ke depan Konsepsi – konsep seperti diatas akan lebih diutuhkan lagi melalui pengembangan komoditi berbasis atau menggunakan pendekatan kluster, lanjut dirjen.

Dirjen Perkebunan juga menyampaikan bahwa cengkeh merupakan salah satu dari 15 komoditi yang diutamakan penanganannya dalam pembangunan perkebunan khususnya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sebagai tanaman asli Indonesia dengan tetuanya cengkeh AFO, tanaman cengkeh mempunyai peranan strategis karena hampir seluruhnya diupayakan oleh petani (98 % dari total areal) dan hasilnya sebagian besar (Iebih dari 90 %) diserap oleh pabrik rokok. Cengkeh juga mempunyai karakteristik spesifik yaitu siklus produksi periodik (4 tahun) yang ditandai panen besar, kecil dan panen raya. Dengan demikian, sering terjadi fluktuasi harga yang relatif tinggi sebagai akibat tidak stabilnya pasokan cengkeh. Sementara, untuk panen dan pengolahan memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak dengan biaya upah yang cukup tinggi. Namun demikian, selama 3 tahun harga cengkeh relatif tinggi, dengan rata – rata sekitar Rp 50 ribu rupiah per kg. Suatu harga yang cukup layak bagi petani dan perusahaan masih memperoleh keuntungan secara ekonomi dan finansial.  Perkembangan cengkeh mengalami pasang surut dari waktu ke waktu. Areal cengkeh pernah mencapai luasan tertinggi pada tahun 1987 yaitu 742 ribu ha, kemudian mengalami penurunan sampai titik terendah pada tahun 2000 dengan luasan 415 ribu ha. Saat ini, luas areal cengkeh mencapai sekitar 470 ribu ha dengan produksi 84,8 ribu ton. Dari luasan tersebut, Sulawesi Utara sebagai penghasil utama seringkali dijadikan barometer cengkeh nasional, memberikan kantribusi areal seluas 75 ribu ha atau 16 % dari luasan nasional.

Dengan fenomena-fenomena seperti tersebut diatas, dan adanya kecenderungan peningkatan kebutuhan cengkeh khususnya untuk pabrik rokok yang diperkirakan antara 110.000-120.000 ton, sementara produktivitas rata-rata cengkeh nasional masih dibawah potensinya yaitu antara 260 – 360 kg/ha selama 3 tahun terakhir dari potensi sebesar 500-600 kg/ha. Rendahnya produktivitas ini disebabkan banyaknya tanaman tua dan rusak akibat serangan hama dan penyakit, kondisi tanaman kurang optimal (minimnya kepemilikan tanaman, kurangnya pemeliharaan, dan ditanam di lereng melebihi ketentuan), belum intensifnya penggunaan benih unggul, serta mutu belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan. Disamping itu, kelembagaan petani belum optimal dan akses pembiayaan terhadap lembaga keuangan rnasih rendah, tegas dirjen

Dirjen mengatakan terlepas dari permasalahan tersebut, banyak potensi di sekitar kita yang dapat dioptimalkan yaitu tersedianya lahan yang cocok untuk pengembangan cengkeh, banyaknya unit kerja terkait untuk pengembangan cengkeh (Kementrian, Lembaga Penelitian, perguruan Tinggi, Industri Pengolah, Eksportir, GAPPRI, Dewan Rempah Indonesia, Kelompok Tani, APCI, dan GAPERINDO), serta Hasil Rekayasa Teknologi (varietas unggul yang sudah direlease melalui SK Menteri Pertanian : AFO dan Karo Baru II, dengan Blok Penghasil tinggi : Gorontalo, Karang Anyar, Pemalang, Ciampea, Cikelet, Alor dan Ende). Menpertimbangkan kondisi diatas dan tuntutan kebutuhan cengkeh untuk industri semakin meningkat, serta trend pasar yang selalu exess demand, maka arah pengembangan ke depan difokuskan untuk mensinergikan seluruh sumberdaya yang ada dalam rangka peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk melalui partisipasi aktif seluruh stakeholder sehingga mampu memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan meningkatan pendapatan petani seeara berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mendukung terwujudnya pengembangan ini secara optimal, maka diperlukan data base usaha cengkeh secara akurat sebagai pijakan untuk melakukan pengembangan dengan menggunakan pendekatan kluster. Operasionalisasi pengembangan diutamakan dalam kawasan-kawasan pada sentra produksi cengkeh yang dapat rnemberikan dampak secara nyata dan langsung pada peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan petani. (djbun)


Bagikan Artikel Ini