KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

KEBAKARAN TANGGUNG JAWAB BERSAMA.

Diposting     Kamis, 10 April 2014 10:04 pm    Oleh    ditjenbun



Pontianak (3/4), Kecil jadi kawan besar jadi lawan begitulah sifat api. Untuk itu, jangan pernah bermain-main dengan api karena akan meberikan efek negatif jika api tersebut besar.

Ir. Gamal Nasir, MS (Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian) dalam kunjungan kerja di Kalimantan Barat mengimbau kepada seluruh stakeholder perkebunan bahwa kebakaran yang terjadi belakangan ini bukanlah semata-mata tanggung jawab perusahaan perkebunan saja. Meskipun dalam kebakaran lahan tidak ditemukan bukti bahwa perusahaanlah pelakunya.

“Jadi masyarakat, perusahaan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat ikut andil dalam menjaga lahan,” tegas Gamal dalam penandatangan MOU perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam menjaga lingkungan hidup dan disaksikan oleh Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya.

Melihat hal tersebut, Gamal menambahkan maka diperlukan sebuah komitmen dalam Penerapan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). Sebab, seperti diketahui saat ini masih ada beberapa masyarakat dalam membuka lahan masih menggunakan sistem pembakaran. Hal itu karena lantaran maraknya kebakaran yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh masyarakat.

Bukan hanya itu, perusahaan juga harus menerapkan aturan sanitasi lahan dan limbah hasil sanitasi yang tidak boleh dibakar. Lalu, tata kelola air yang baik pada lahan gambut, serta pemanfaatan limbah hasil pembukaan lahan dengan dibuat kompos, briket, dan arang.

“Sebab seperti diketahui lahan gambut mudah terbakar, untuk itu perusahaan wajib membuat satuan anti kebakaran dan ditempatkan di titik-titik yang rawan terjadinya kebakaran,” saran Gamal.

Sementara itu, Hudi Haryono, Direktur Perlindungan Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian menjelaskan, saat ini ada 8 daerah yang berpotensi terjadinya kebakaran. Diantaranya Sumatera Selatan, Sumatera Utara,  Riau, Jambi, dan seluruh wilayah di Kalimantan.

Akan tetapi, saat ini yang paling parah dan membutuhkan ekstra perhatian yaitu Riau dan Kalimantan Barat. Karena tahun 2014 ini musim panasnya lebih panjang dan lebih dulu. Terbukti jika biasanya bulan Juni baru mulai masuk bulan rawan kebakaran, tapi tahun ini bulan Januari sudah terjadi kebakaran, diantaranya seperti di Riau. “Tahun ini adalah tahun rawan kebakaran bisa hingga akhir tahun atau akhir bulan Desember,” himbau Hudi.

Disisi lain, Hudi menerangkan pada dasarnya jika lahan sudah menjadi kebun tidak akan dibakar, karena jika membakar perkebunan berarti sama saja membakar investasi dan harapan, maka jika terjadi kebakaran di kebun itu artinya terbakar. “Tapi jika belum menjadi kebun maka kemungkinan dibakar. Biasanya dilahan tidur atau terlantar itulah yang dibakar oleh masyarakat,” pungkas Hudi. (humas-djbun).


Bagikan Artikel Ini