KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

VCO Konawe Selatan Sultra Menembus Pasar Abu Dhabi

Diposting     Rabu, 29 April 2020 12:04 pm    Oleh    ditjenbun



Jakarta – Ditengah pandemi, komoditas perkebunan VCO justru banyak diminati pasar ekspor. Pada tanggal 20 April 2020, VCO (Virgin Coconut Oil) sebagai salah satu jenis produk olahan kelapa dari kabupaten Konawe Selatan diekspor untuk pasar Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). Produk VCO tersebut berasal dari petani kelapa di kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara dan dilakukan pengolahan oleh pelaku usaha perkebunan yaitu Koperasi Serba Usaha (KSU) Indo Nilkaz di Kota Kendari, yang diketuai oleh Rohadianto. Menurut Rohadianto, VCO yang diekspor sebesar 2.000 liter berupa kemasan botol kecil untuk konsumsi rumah tangga di pasar UEA melalui beberapa tahapan pengiriman. “Apalagi kedepan, kebutuhan VCO ini sangat besar terutama pasar Timur Tengah ditengah pandemic karena diketahui berdasarkan beberapa ekspose penelitian, bahwa VCO baik untuk kesehatan terutama memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah penyakit degeneratif,” katanya.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junedi, menyampaikan apresiasi atas upaya petani kelapa di Konawe Selatan dan KSU Indo Nilkaz dalam mencari peluang dan membuka pasar ekspor ditengah pandemic ini. Apalagi KSU Indo Nilkaz ini terlibat aktif dalam sejumlah kesepakatan kerjasama kemitraan pemasaran produk kelapa di Sulawesi tenggara yang difasilitasi Ditjen. Perkebunan pada peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Kendari, Sultra, bulan November 2019 lalu. “Terus mendukung upaya-upaya akselerasi ekspor komoditas pertanian dalam rangka ekspor 3 kali lipat (Gratieks) hingga 2024. Untuk itu tidak hanya persoalan ekspor semata, maka kedepan bagaimana ekspor ini bisa berkelanjutan dan konsisten tentunya dengan produksi yang memenuhi kebutuhan pasar, lalu bagaimana ekpor produk perkebunan bisa berdaya saing, tentunya semua ada dalam aspek kualitas dan aspek inovasi untuk memproduksi produk yang bernilai tambah tinggi, dalam hal ini untuk ekspor kelapa, produk turunan berupa VCO kita dorong terus. Sejauh ini produk VCO termasuk salah satu produk terbesar yang diekspor selain minyak goreng kelapa, gula kelapa, kopra, arang kelapa, dessicatted coconut dan produk kelapa lainnya,” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan.

Kasdi menambahkan bahwa, pasar VCO kedepan akan terbuka lebar, tentunya dengan mempertimbangkan gaya hidup sehat masyarakat dunia yang terus meningkat. Pola hidup ini menyebabkan kebutuhan akan makanan dan minuman sehat termasuk organic health oil juga turut menanjak.
Selain itu dari sisi harga, Lanjutnya, VCO lebih murah di banding minyak virgin pesaingnya yakni virgin olive oil (VOO). Upaya memperluas akses pasar produk VCO juga harus terus ditingkatkan dengan melihat peluang-peluang di perundingan kerjasama perdagangan antar negara/ regional/ multilateral, kegiatan business matching dan melalui informasi perwakilan perdagangan RI di Luar Negeri.

Sebagaimana data BPS yang diolah Ditjen. Perkebunan, pada tahun 2019 ekspor kelapa Indonesia sebesar 1,87 juta ton atau senilai USD 890,8 juta. Ekspor terbesar 21,9% ke Malaysia sebesar 412,8 ribu ton, selanjutnya China sebesar 358,02 ribu ton atau berkontribusi 19,06% dari total volume ekspor kelapa Indonesia. Selain ini tujuan ekspor kelapa Indonesia ke negara India, Korea Selatan, Bangladesh, AS, Belanda, Thailand dan lainnya. Hingga bulan Februari 2020, ekspor kelapa Indonesia sebesar 333,93 ribu ton atau senilai USD 171,23 juta. Untuk pasar UEA hingga Februari 2020 diekspor sebesar 1.733 ton yang justru didominasi oleh produk Arang Kelapa.

Melihat peluang pasar bagi produk utama kelapa (minyak goreng, VCO, dessicated coconut, gula semut dll) dan produk samping (cocopeat, cocofiber, coco charcoal, nata de coco), Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian telah menetapkan kelapa sebagai komoditas prioritas untuk dikembangkan melalui Gerakan peningkatan Produktifitas, Nilai Tambah dan Daya Saing (GRASIDA), untuk mendukung Gerakan Tiga Lipat Ekspor (GRATIEKS) pada tahun 2024.


Bagikan Artikel Ini  


“Matcha Tea” Arafah Tea Jadi Bahan Kasur dan Bantal Kesehatan Tembus Pasar Korea Selatan

Diposting     Sabtu, 25 April 2020 07:04 pm    Oleh    ditjenbun



Ditengah pandemic COVID-19 ini, salah satu komoditas perkebunan yang satu ini tidak mau kalah bersaing, yaitu Teh. Melalui salah satu pelaku usaha Teh di Bandung, Jawa Barat yaitu Arafah Tea, yang sudah secara konsisten dan continue melakukan ekspor teh ke pasar Internasional, khususnya pasar Korea Selatan. Teh yang diekspor dalam bentuk Matcha Tea.

Uniknya, kali ini, menurut Owner Arafah Tea, Ifah Syarifah, hal yang menarik di bisnis teh, selain bermanfaat untuk kesehatan, juga banyak sekali inovasi-inovasi produk teh yang diminati pasar luar, seperti contohnya terdapat permintaan pasar korea selatan untuk Matcha Tea sebagai bahan isian kasur dan bantal untuk kesehatan. Inovasi-inovasi produk teh belum kita optimalkan, namun tentunya baik pekebun maupun pelaku usaha perkebunan terus tetap meningkatkan kualitas dan kreativitasnya dalam menyajikan atau membuat produk olahan komoditas perkebunan yang bernilai daya saing atau memiliki nilai tambah, dalam hal ini khususnya olahan teh.

Ditengah kekhawatiran pandemi Covid19 ini, tak mematahkan semangat Owner Arafah Tea, Saat ini Arafah Tea bersama dengan kelompok tani One yang diketuai H. Alvian sedang menyiapkan permintaan tersebut untuk bulan Mei 2020 dengan volume mencapai 21 ton dan sedang berjalan produksi sampai dengan akhir April 2020. Hingga Februari 2020, Data BPS yang diolah Ditjen. Perkebunan menyatakan bahwa ekspor teh Indonesia mencapai 7.530 ton dengan nilai ekspor sebesar USD 16,25 juta. Dari volume ekspor tsb, pasar korea selatan menyerap teh Indonesia baru sekitar 9 ton dengan nilai sebesar USD 21,65 ribu.

Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono, menyikapi dengan baik atas berkembangnya inovasi-inovasi baru baik di hulu maupun hilir, tentunya dengan memperhatikan standar kualitas yang ada dan dibutuhkan negara buyer, dan yang tidak kalah penting bagaimana inovasi-inovasi tersebut tetap memperhatikan kelestarian lingkungan (ramah lingkungan), berada pada koridor keberlanjutan baik keberlanjutan usaha secara teknis maupun keberlanjutan lingkungan.

Sebagaimana diketahui bahan tanaman teh ini juga berfungsi menahan tanah, menyerap air dan mensuplai oksigen serta penting dalam hal diversifikasi ekosistem di dataran tinggi. Dalam rangka meningkatkan nilai tambah komoditas perkebunan, perlu dilakukan inovasi pengembangan produk-produk perkebunan, seperti di kelapa ada produk briket arang untuk bahan bakar, cocopeat dari sabut kelapa untuk media tanam, sedangkan di sawit dengan pemanfaatan Tandan Buah Segar (TBS) kosong sebagai sumber biomassa. Selain itu, pada kopi juga pemanfaatan sekam dan kulit kopi belum banyak dikembangkan, dan saat ini di Teh, ada lagi inovasi berupa pemanfaatan matcha tea untuk bahan isian kasur dengan pemanas yang banyak digunakan di terapi spa lalu untuk bantal untuk terapi kesehatan.


Bagikan Artikel Ini  


Jelang Puasa : Kementan Pastikan Ketersediaan Gula Pasir Aman

Diposting     Senin, 20 April 2020 06:04 pm    Oleh    ditjenbun



Jakarta – Kepala Badan Ketahanan Pangan memberikan apresiasi kepada Ditjen Perkebunan atas koordinasi fasilitasi penyediaan gula pada operasi pasar di TTIC (20/04). Dalam rangka mendukung ketersediaan dan stabilisasi harga gula pasir, Ditjen Perkebunan telah menyiapkan 100 ton gula pasir untuk operasi pasar yang akan di distribusikan ke seluruh Toko Mitra Tani (TMT) yang ada di Jabodetabek sebagai mitra TTIC. Adapun lokasi TMT yang baru dan siap di launching antara lain Kalideres, Depok, Klender, Bekasi, Pamulang.

Dalam Penyediaan stok tersebut Ditjen Perkebunan berkoordinasi dengan PT. Permata Dunia Sukses Utama dan PT. Food Station. Tahap pertama ini Ditjen Perkebunan akan mensuplay sebanyak 4.5 ton dan untuk selanjutnya per minggu sebanyak 10 ton. Ketersediaan dan support gula diharapkan dapat terus kontinue atau berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka menghadapi bulan puasa.  Pabrik gula PT. Permata Dunia Sukses Utama berlokasi di Cilegon sedangkan PT. Food Station merupakan BUMD Pemda DKI.


Bagikan Artikel Ini  


Ekspor Gula Kelapa Yogyakarta Melejit Ke Pasar Dunia

Diposting     Sabtu, 18 April 2020 07:04 pm    Oleh    ditjenbun



Ditengah pandemi Covid-19, hasil olahan komoditas perkebunan tetap dilirik dan diminati pasar dunia, khususnya olahan dari kelapa. Menurut data Balai Karantina Pertanian Kelas II D.I Yogyakarta, produk unggulan kelapa Yogyakarta berupa gula merah kelapa selama bulan Januari hingga Maret 2020 diekspor ke beberapa negara dengan volume ekspor mencapai 311 ton dan nilai ekspor sebesar Rp. 19,27 Milyar. Sebagian besar ekspor tersebut untuk memenuhi kebutuhan pasar Amerika Serikat dan sisanya diekspor ke Jerman, Inggris, Serbia, Malaysia, Australia, Hongkong dan Turki.

“Indonesia yang dikenal sebagai negara utama penghasil kelapa terbesar didunia saat ini, seharusnya dapat memanfaatkan peluang emas ini yang terbuka sangat lebar sebagai salah satu cara menggenjot arus ekspor barang atau produk Indonesia dipasar internasional dengan lebih efisien,” kata Kasdi Subagyono Dirjen Perkebunan. Kini kesempatan emas terbuka bagi para petani dan pelaku usaha gula merah kelapa atau aren, kedepan diharapkan dapat meningkatkan kualitas olahan produknya sehingga dapat memiliki nilai tambah dan berdaya saing.

Saat ini, Lanjut Kasdi, juga mulai bergeliat dalam membuka jendela perdagangan global melalui eksportasi gula merah ke manca negara karena kebutuhan gula untuk diet dan kesehatan semakin meningkat. Gula merah, khususnya dalam bentuk bubuk atau gula semut memiliki kandungan gula atau glukosa yang lebih rendah kalorinya dibandingkan dengan jenis gula lainnya. Gula semut juga sangat dianjurkan bagi penderita penyakit diabetes, agar kadar gula dalam darah dapat terkontrol.

Berdasarkan data BPS yang diolah Ditjen. Perkebunan 2020 bahwa volume ekspor kelapa Indonesia hingga februari 2020 mencapai 333,93 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar USD 171,23 juta. Volume Ekspor ini meningkat 16,5% dibanding periode yang sama tahun 2019 yang hanya sebesar 286,72 ribu ton.

Gula Merah merupakan komoditas dagang Indonesia yang saat ini sedang menjadi komoditas ekspor potensial. Pertumbuhan pangsa pasar dunia untuk komoditi gula merah baik itu yang berbentuk koin padat, bubuk/ gula semut maupun berbentuk kristal ini dipercaya selalu meningkat dari tahun ke tahun.

“Walaupun saat ini perdagangan dunia sedang mengalami kendala yang disebabkan pandemic COVID-19, Ditjen. Perkebunan meyakini permintaan akan produk-produk pangan yang dikonsumsi untuk kesehatan dan diet seperti gula merah selalu konsisten dibutuhkan pasar dunia, tinggal bagaimana strategi yang tepat untuk menjaga akses pasarnya tetap terbuka, tentunya dengan koordinasi yang intensif goverment to goverment (g to g), goverment to bussiness (g to b) dan bussiness to bussiness (b to b) atau melalui perwakilan dagang Indonesia di Luar Negeri,” tambahnya.


Bagikan Artikel Ini  


Direktorat Jenderal Perkebunan Tanggap Covid-19

Diposting     Jumat, 17 April 2020 04:04 pm    Oleh    ditjenbun



Cegah Covid-19, Ditjen Perkebunan Salurkan Bantuan

Langkah Pencegahan dan Perlindungan dari Dampak Penyebaran Virus Covid-19

 


Bagikan Artikel Ini  


Kementan Bantu Pekebun : Genjot Padat Karya Di Sektor Perkebunan

Diposting     Senin, 13 April 2020 06:04 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Ditengah kondisi pandemi Covid-19 yang kian memprihatinkan, Kementerian Pertanian tetap berkomitmen terus menggenjot berbagai upaya demi kesejahteraan petani Indonesia, melalui program-program Kementan, salah satunya yaitu padat karya.

Pada tahun 2020 ini, program padat karya diharapkan dapat memberikan peluang kerja bagi masyarakat Indonesia yang pengangguran atau rakyat yang membutuhkan (rakyat menengah kebawah) khususnya petani/pekebun Indonesia. “Sesuai arahan Presiden RI, agar mengutamakan program padat karya dengan memberikan peluang kerja bagi mereka yang kurang mampu, yang menganggur di desa dengan model upah kerja,” kata Kasdi Subagyono, Direktur Jenderal Perkebunan dalam arahannya pada video conference meeting (1/4/2020).

Dalam hal ini, khususnya Ditjen Perkebunan juga turut berupaya dalam menghadapi dampak Covid-19 bagi para pekebun, melalui padat karya di sub sektor perkebunan. “Ditjen Perkebunan ikut berperan dalam penanggulangan Covid-19, antara lain dengan pembelian vitamin, masker, dan penambah daya tahan tubuh untuk pegawai Ditjen Perkebunan dan Pekebun,” katanya.

Selain itu, Kasdi juga menyampaikan bahwa, Ditjenbun turut melakukan penyediaan angkutan untuk pendistribusian pangan khususnya gula dan minyak goreng dari wilayah sentra produksi ke provinsi lain yang mengalami kekurangan pasokan, sedangkan operasi pasar dilakukan untuk memenuhi 40 pasar JABODETABEK dan pasar seluruh provinsi.

Untuk Pemberian upah kerja, Lanjut Kasdi, dengan melibatkan pekebun pada kegiatan-kegiatan APBN Ditjenbun, “Pemberian upah kerja diberikan khususnya kepada seluruh provinsi yang ada kegiatan antara lain mencakup kegiatan pembangunan dan pemeliharaan kebun sumber benih, gerakan pengendalian OPT, pembukaan lahan tanpa bakar, peremajaan, perluasan, rehabilitasi, dan intensifikasi,” katanya.

Kasdi menambahkan, “Adapun pemberian upah kerja (harian orang kerja/HOK) sesuai standar GAP dan satuan biaya perkebunan,” tambahnya. Kedepannya, Lanjut Kasdi, direncanakan Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan akan melakukan penyediaan benih kelapa genjah di 200 kabupaten di Indonesia untuk ditanam di pekarangan. “Penyediaan benih kelapa genjah dengan total sebanyak 500.000 batang di 19 provinsi, 200 kabupaten/kota, dimana basis penyalurannya melalui Kepala keluarga (KK) dan berdasarkan GAP (Good Agriculture Practise). Diharapkan dengan adanya penyediaan kelapa genjah ini dan pemberian upah kerja untuk pekebun, dapat membantu pemasukan pendapatan pekebun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan pelaksanaan pemeliharaan kebun serta usaha berkebunnya,” katanya.

Kasdi turut menyebutkan bahwa, selain menerapkan upaya padat karya, tetap melakukan koodinasi untuk meningkatkan ekspor komoditas perkebunan kedepannya.


Bagikan Artikel Ini  


Harumnya Nilam Primadona Dunia

Diposting     Ahad/Minggu, 12 April 2020 07:04 pm    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Nilam merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Dalam dunia perdagangan internasional minyak nilam sering dikenal dengan Patchouli Oil. Minyak nilam kerap digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kosmetik, farmasi, dan aroma terapi yang berfungsi sebagai zat pengikat/fixative agent dan farmasi.

“Indonesia merupakan negara produsen utama minyak nilam dunia, menguasai berkisar 95% pasar dunia. Saat ini, berkisar 85% ekspor minyak atsiri Indonesia didominasi oleh minyak nilam dengan volume 1.200-1.500 ton/tahun, dan diekspor ke beberapa negara diantaranya Singapura, Amerika Serikat, Spanyol, Perancis, Switzerland, Inggris, dan negara lainnya.” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan dalam arahannya pada video conference meeting (1/4/2020).

Kasdi menambahkan, Nilam merupakan salah satu komoditi penghasil minyak atsiri yang terpenting di Indonesia. “Minyak nilam ini menjadi primadona di Indonesia. Dipasaran minyak atsiri dunia, mutu minyak nilam Indonesia dikenal paling baik dan menguasai pangsa pasar dunia sebesar 90%,” tambahnya.

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil dari komoditi perkebunan yang bernilai ekspor tinggi dan telah memberikan devisa bagi Indonesia. Minyak atsiri memiliki berbagai macam manfaat, diantara sebagai wewangian (pada kosmetik, produk perawatan tubuh), Minyak aromaterapi, Minyak gosok (untuk masuk angin, penghangat badan, karminatif), Pengharum ruangan, menolak serangga, Antiseptik, pestisida hayati serta lainnya. Minyak atsiri yang beredar di pasaran dunia sekitar 70 jenis. Di Indonesia terdapat sekitar 40 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri, Sebagian besar minyak atsiri tersebut berasal dari komoditi binaan Direktorat Jenderal Perkebunan yang diantaranya Nilam, Serai Wangi, Akar Wangi, Cengkeh, Pala, Lada, dan lain sebagainya.

“Prospek ekspor komoditi nilam pada masa yang akan datang masih cukup besar, mengingat tingginya permintaan dunia akan minyak nilam,” katanya. Fungsi minyak nilam adalah sebagai bahan pengikat (fiksator) dalam industri Parfum/Fragrance, kosmetik, farmasi, dan aromaterapi, sampai saat ini belum dapat disubstitusi oleh bahan yang lain.

Beberapa jenis nilam yang banyak dikembangkan di Indonesia diantaranya varietas tapak tuan, varietas sidikalang, varietas lhoksumawe dan varietas Pachoullina 1, dan 2 yang di kembangkan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro).

Berdasarkan data statistik yang diolah Ditjen Perkebunan, Luas areal dan Produksi minyak nilam berfluktuatif seiring dengan animo petani untuk menanam nilam masih menyesuaikan dengan permintaan pasar. Pada tahun 2018 luas areal sebesar 20.536 ha dengan produksi minyak sebanyak 2.195 ton. Ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

“Saat ini sentra produksi minyak nilam di Indonesia berada di wilayah Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo), selain sentra produksi yang berawal dari wilayah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat) serta beberapa daerah di Jawa. Sebagian besar produksi minyak nilam dari sentra produksi tersebut di ekspor ke negara-negara industri. Seperti Amerika Serikat Inggris, Perancis, dan seterusnya Swiss, Jerman, Belanda, Hongkong,  Mesir, Arab Saudi,” katanya.

Salah satu contoh, Lanjut Kasdi, di provinsi Aceh telah dikembangkan secara home industri untuk pengembangan minyak wangi yang berasal dari minyak nilam dan sudah beredar dipasaran. Hal ini tentunya dapat memotivasi atau mendorong para pekebun nilam di provinsi lainnya, sehingga selain memproduksi nilam, juga dapat mengembangkan produk olahan dari nilam tersebut agar memiliki nilai tambah dan dapat membantu meningkatkan pendapatan petani.

Dengan melihat peran komoditi nilam dan hasil olahannya yang sedemikan besar bagi negara dan petani khususnya, tentunya harus didukung dalam suatu perencanaan yang menyeluruh, terpadu dan sinergis baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang, dengan melibatkan seluruh stake-holder yang terkait dengan system dan usaha nilam, yaitu:

1.Penggunaan varietas unggul yang tepat disertai dengan teknik budidaya yang baik, pasca panen dan pengolahan bahan yang sesuai, akan menghasilkan produksi minyak yang tinggi.

2.Teknologi budidaya dan pascapanen telah tersedia, namun teknologi tersebut belum semuanya diadopsi oleh petani, mengingat proses di dalam pengalihan teknologi kepada petani memerlukan investasi yang cukup tinggi.

3.Kebijakan Produksi, dalam rangka menyeimbangkan antara supply (produksi) dan demand (kebutuhan).

4.Kebijakan Perluasan diarahkan ke daerah spesifik lokasi yang diminati pabrik pengelola serta diarahkan pada peningkatan produktivitas dan mutu.

5.Kebijakan Teknologi, pengembangan teknologi spesifik lokasi dengan dukungan penelitian yang intensif.

6.Kebijakan SDM diarahkan untuk menguasai dan mampu menerapkan teknologi spesifik lokasi tersebut serta mampu mengorganisir diri dalam kelembagaan yang kuat atau koperasi petani, yang menekankan pada penumbuhan kemitraan antara petani produsen dengan pabrik pengolahan.

“Diharapkan kita dapat menyatukan langkah dan gerak dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia, sekaligus meningkatkan kesehatan masyarakat,” katanya. (DAP)


Bagikan Artikel Ini  


Mekanisme Pengajuan Keberatan Informasi Publik

Diposting     Sabtu, 11 April 2020 08:04 am    Oleh    ditjenbun



Langkah 1

Keberatan Informasi diajukan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dengan cara pemohon mengisi formulir keberatan (formulir disediakan PPID dengan mengisi langsung atau dapat diakses melalui situs web PPID : https://ditjenbun.ppid.pertanian.go.id/)

Langkah 2

Atasan PPID harus memberikan tanggapan atas pengajuan keberatan paling lambat 30 hari kerja setelah diterimanya keberatan secara tertulis

Langkah 3

Setelah 30 hari kerja Pengaju keberatan menerima kembali putusan dari PPID. Jika pengaju keberatan puas atas putusan atasan PPID maka sengketa selesai.

Langkah 4

Jika pengaju keberatan merasa tidak puas atas putusan atasan PPID, sengketa dapat diajukan melalui Komisi Informasi. Pengajuan sengketa ke Komisi Informasi selambat-lambatnya 14 hari kerja sejak diterimanya keputusan/tanggapan tertulis dari atasan PPID.

Langkah 5

14 hari kerja sejak diterimanya permohonan penyelesaian sengketa, Komisi Informasi harus melakukan proses penyelesaian sengketa melalaui mediasi dan/atau adjudikasi dan diselesaikan paling lambat 100 hari kerja.

Langkah 6

Jika pada tahap mediasi dihasilkan kesepakatan maka hasil kesepakatan tersebut ditetapkan oleh Putusan Komisi Informasi & bersifat final dan mengikat, Jika tidak dihasilkan juga kesepakatan atau penarikan diri dari salah satu pihak, maka Komisi Informasi melanjutkan sengketa melalui Adjudikasi dan Jika pemohon informasi puas atas keputusan adjudikasi Komisi Informasi sengketa selesai.


Bagikan Artikel Ini  



Ekspor Coconut Charcoal Melonjak Ditengah Pandemi Covid-19

Diposting     Kamis, 09 April 2020 08:04 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Ditengah pandemic Covid-19, Kementerian Pertanian tetap konsisten dan terus menggenjot produksi dan ekspor komoditas perkebunan, khususnya produk turunan kelapa utamanya coconut charcoal, dalam rangka akselerasi Gerakan Peningkatan Ekspor 3 kali lipat (Gratieks) hingga tahun 2024. “Coconut charcoal banyak dimanfaatkan selain untuk bahan obat dan farmasi, juga digunakan sebagai bahan bakar shisha/hookah atau rokok arab di Kawasan timur tengah, sedangkan di Kawasan Eropa digunakan sebagai bahan bakar untuk BBQ/ Barbeque,” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan.

Kasdi menambahkan, Potensi kelapa Indonesia sebagai produsen nomer 1 dunia perlu dimanfaatkan dengan memperkuat hilirisasi dalam menghasilkan produk-produk turunan kelapa yang dapat memberikan nilai tambah langsung ke petani serta memperluas akses pasarnya. Sebagaimana data BPS yang diolah Ditjen. Perkebunan tahun 2019 bahwa ekspor arang kelapa Indonesia termasuk didalamnya coconut charcoal sebesar 188,05 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 145,09 juta. “Produk arang kelapa Indonesia paling banyak diekspor ke negara China, Brazil, Jerman, Lebanon, Malaysia, Belanda, Rusia, Saudi Arabia, Srilangka dan Vietnam,” tambahnya.

Salah satu pelaku usaha atau industri pengolahan coconut charcoal, PT. Tom Cococha Indonesia yang berlokasi di Tujurhalang, Bogor, pada bulan Maret hingga April 2020 tetap berproduksi untuk memenuhi permintaan pasar Eropa dan Timur Tengah.  Saat ini menurut Asep Jembar Mulyana, Direktur Utama PT. Tom Cococha Indonesia, supply bahan baku masih lancar dan sebagian besar didapat dari petani kelapa di daerah Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. “Bahan baku terus dikirim dengan jumlah 2-3 truk per hari untuk memenuhi order ekspor beberapa bulan kedepan. Sejauh ini volume ekspor mencapai 500 ton/bulan dan akan ditingkatkan menjadi 1.000 ton/ bulan”, katanya.

Selanjutnya, diketahui dari Asep Jembar, bahwa pada tanggal 6 April 2020 dilakukan stuffing container ekspor ke Belgia dengan volume 18 ton, tanggal 7 April 2020 dilakukan stuffing untuk pasar ekspor Irak dan sejumlah negara di Eropa dengan volume sebesar 45 ton, sedangkan pada tanggal 8 April 2020 dilakukan stuffing container ekspor ke Valencia, Spanyol sebesar 18 ton. “Kebutuhan arang kelapa atau briket sangat prospektif dan berpotensi dilakukannya perluasan pasar, karena sampai saat ini produk briket dunia terutama BBQ masih dikuasai arang kayu, dan negara-negara maju yang merupakan konsumen terbesar akan produk ini sadar betul berapa besar kerusakan hutan atau pohon-pohon yang ditebang untuk keperluan arang briket. Sehingga kedepan, potensi Coconut Charcoal ini dapat menjadi produk substitusi dari arang kayu yang dimana tidak merusak alam dan aman lingkungan,” kata Kasdi.

Kasdi menyatakan bahwa perlunya memperluas akses pasar untuk ekspor arang kelapa dan produk turunan kelapa lainnya dengan nilai tambah yang tinggi tetapi belum banyak di kembangkan di Indonesia seperti VCO, Dessicated Coconut, sabut kelapa, Asap cair, isotonic water, CCO dan minyak goreng kelapa karena selama ini Indonesia lebih banyak mengekspor mentah atau setengah jadi seperti kopra, kemudian proses nilai tambah dilakukan negara lain.


Bagikan Artikel Ini